30101607756
Metabolisme Glukosa
Fisiologi Tortora
Mekanisme Kerja Insulin
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.
Penyebab Resistensi Insulin
• Obesitas / owerwight (terutama adipositas viscera berlebih)
• Kelebihan glukokortikoid (sindrom Cushing atau terapi steroid)
• Kelebihan hormon pertumbuhan (akromegali)
• Kehamilan, diabetes gestasional
• Penyakit ovarium polikistik
• Lipodistrofi (didapat atau genetik; berhubungan dengan lipid akumulasi di hati)
• Autoantibodi terhadap reseptor insulin
• Mutasi reseptor insulin
• Mutasi aktivator proliferasi peroxisome reseptor γ (PPARγ)
• Mutasi yang menyebabkan obesitas genetik (misnya mutasi reseptor Melanocortin )
• Hemochromatosis (penyakit keturunan yang menyebabkan akumulasi besi jaringan)
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 12 revisi. Jakarta : Elsevier hal 814
Telapak Kaki Tebal
Terjadinya maslah kaki diawali dgn hiperglikemia yg menyebabkan kelainan neurpati dan kelainan
pada pembuluh darah. Neropati, baik neuropati sensorik, motoric maupun autonomic akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yg kemudian menyebabkan terjadi
perubhan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadi ulkus.
Adanya kerentanan thdp infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yg luas .
Faktor aliran darah yg kurang jg akan jg akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki
DM.
Menurut Kariadi (2009), neuropati adalah komplikasi yang terdapat pada syaraf. Kadar gula
darah yang tinggi mengakibatkan serat saraf hancur sehingga sinyal ke otak dan dari otak
tidak terkirim dengan benar, akibat dari tidak terkirimnya sinyal tersebut maka hilangnya
indera perasa, meningkatnya rasa nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf tepi yang
umum terjadi biasanya dimulai dari jempol kaki hingga seluruh kaki dan akan timbul mati
rasa. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah kesemutan. Munculnya berbagai keluhan
pada penderita DM memperbesar risiko penderita tersebut mengalami komplikasi.
Nur Lailatul Lathifah. HUBUNGAN DURASI PENYAKIT DAN KADAR GULA DARAH
DENGAN KELUHAN SUBYEKTIF PENDERITA DIABETES MELITUS. Universitas
Airlangga. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 231-239
Mengapa Perlu Olahraga
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45
menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-
hari atau aktivitas seharihari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien. Pada penderita DM
tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan
resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu (A) sesuai dengan petunjuk dokter.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyandang
DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu
dikurangi dan disesuaikan dengann masing-masing individu.
KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA 2015
Pemeriksaan Penunjang Skenerio
Aceton darah : jika kadarnya > 1 mmol / l harus segera dirujuk
C peptide & Marker antibody : untuk mengatahui tipe-tipe pada diabetes
Tes penyaring: GDS, GDP, dan TTGO (untuk yang tanpa gejala tapi ada factor resiko)
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.
Manifestasi Klinis Pada Scenario
DM tp 1 sering memperlihatkan awitan gejala yg eksplosif dengan polidispia, poliuria, BB turun,
polifagia, lemah, somnolen yg terjadi selama bbrp hari / bbrp minggu. Pasien menjd sakit berat
dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal jika tdk mendpt pengobatan.
DM tp 2 mungkin sama sekali tdk memperlihatkan gejala apapun, diaknosis dibuat berdasarkan
pemeriksaan lab dan tes tolerensi glukosa. Pada hiperglikemia berat, pasien mungkin menderita
polidipsi, polyuria, lemah dan somnolen. Biasanya tdk mengalami ketoasidosis krn pasien tdk
defisiensi insulin secara absolut namun hanya relative. Sejumlah insulin tetap dan masih cukup
untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat tdk respon terapi diet / OHO munkin
perlu insulin untuk menormalkan KGD. Pasien biasanya memperlihatkan kehilangan sensitifitas
perifer tdp insulin. Kadar insulin pasien munkin berkurang, normal / mlah tinggi., ttp tetap tdk
memadahi untuk mempertahankan KGD normal. Pasien juga resisten terhadap insulin eksogen.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.
DD Dan Diagnosis Pada Scenario
Gambaran DM 1 DM 2
Usia Onset Biasanya < 20 th Biasanya > 30 th
Massa Tubuh Rendah sp normal Obase
Insulin Plasma Rendah / tdk ada Normal hingga tinggi pada
awalnya
Glukagon Plasma Tiinggi, dapat ditekan Tinggi, tidak dapat di tekan
Glukosa Plasma Meningkat Meningkat
Sensitivitas Insulin Normal Menurun
Terapi Insulin Penurunan BB, tiazolidinedion,
metformin, sulfonylurea, insulin
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 12 revisi. Jakarta : Elsevier hal 814
Mendiaknosis DM, menurut ADA
Gejala Klasik diabetes (poliuri, polidispi, penurunan BB)
dengan kadar glukosa plasma acak >= 200 mg/dl
FPG>=126 mg/dl
Kadar glukosa plasma 2 jam setelah makan >= 200 mg/dl pada saat OGTT
Diaknosis DM harus dipastikan pada hari berikutnya KGP, KGS, TTGO
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.
Tatalaksana Pada Scenario
Diet
Agen antidiabetik oral pd DM tp 2 :
OR
1. Sulfonilurea (missal , glipizid, gliburid)
Obat –Obatan merangsan pelepasan insulin endogen
Edukasi Diabetes 2. Metformin (suatu biquanid) menekan pelepasan
Menejemen diri glukosa hati dan meningkatkan sensitifitas insulin
Pemantauan KGD di rmh 3. Tiazolidinediones ( missal, rosiglitazol,
pioglitazol) mengurangi resistensi insulin,
mengurangi kadar glukosa dan insulin dgn resiko
hipoglikemik kecil
4. Akarbosa menunda absorsi karbohidrat yg di
konsumsi, shgmenurunkan peningkatan KG
prostprandial pd pasien” ini.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta`: Interna. Publishing
Komplikasi Yang Terjadi Pada Scenario
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.
Makroangiopati diabetik
Mempunya gambaran histopatologi brp asterosklerosis
gangguannya berupa :
1. Penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler
2. Hiperlipooproteinema
3. Kelianan pembekuan darah
pada akhrnya, makroangiopati akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler
Jika mengenai arteri” perifer, mk mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer yg disertai
klaudikasio intermitted dan gangguan pada ekstermitas serta insufisiensi serebral dan struke.
Jika yg terkena arteria koronaria dan aorta, mengakibatkan angina dan infark miokardium
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis.