Superkonduktor
Riska Noprianti
&
Yurlin Ndora
Sejarah Perkembangan
Superkonduktor
Superkonduktor pertama kali ditemukan oleh seorang fisikawan Belanda, Heike Kamerlingh Onnes, dari
Universitas Leiden pada tahun 1911. Pada tanggal 10 Juli 1908, Onnes berhasil mencairkan helium dengan cara
mendinginkan hingga 4°K atau 269°C. Kemudian pada tahun 1911, Onnes mulai mempelajari sifat-sifat listrik
dari logam pada suhu yang sangat dingin.
Heike Kamerlingh Onnes kemudian mengalirkan arus pada kawat merkuri yang murni dan mengukur
hambatannya sambil menurunkan suhunya pada suhu 4,2°K, namun hambatannya tiba-tiba menjadi hilang
tetapi arusnya mengalir terus menerus melalui kawat.
Dengan mengalirkan arus pada suatu kumparan superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan kemudian
mencabut sumber arusnya lalu mengukur arusnya satu tahun kemudian ternyata arusnya masih tetap mengalir.
Grafik diatas menunjukkan ketahanan suatu spesimen merkuriversus suhu absolute. Dengan tidak adanya
hambatan, maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Percobaan Onnes dengan mengalirkan arus
pada suatu kumparan superkonduktor dalam suatu rangkaian tertutup dan kemudian mencabut sumber
arusnya lalu mengukur arusnya satu tahun kemudian ternyata arus masih tetap mengalir. Fenomena ini
kemudian oleh Onnes diberi nama superkondutivitas. Atas penemuannya itu, Onnes dianugerahi Nobel Fisika
pada tahun 1913.
• Tahun 1933 Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld
Penemuan lainnya yang berkaitan dengan superkonduktor terjadi pada tahun 1933. Walter Meissner dan Robert Ochsenfeld
menemukan bahwa suatu superkonduktor akan menolak medan magnet. Sebagaimana diketahui, apabila suatu konduktor
digerakkan dalam medan magnet, suatu arus induksi akan mengalir dalam konduktor tersebut. Prinsip inilah yang kemudian
diterapkan dalam generator. Akan tetapi, dalam superkonduktor arus yang dihasilkan tepat berlawanan dengan medan tersebut
sehingga medan tersebut tidak dapat menembus material superkonduktor tersebut. Hal ini akan menyebabkan magnet tersebut
ditolak. Fenomena ini dikenal dengan istilah diamagnetisme dan efek ini kemudian dikenal dengan efek Meissner
Teori dasar Quantum untuk superkonduktor dirumuskan melalui tulisan Bardeen, Cooper dan Schriefer pada tahun
1957. Teori dinamakan teori BCS. Fungsi gelombang BCS menyusun pasangan partikel dan. Ini adalah bentuk lain
dari pasangan partikel yang mungkin dengan Teori BCS. Teori BCS menjelaskan bahwa :
• Interaksi tarik menarik antara elektron dapat menyebabkan keadaan dasar terpisah dengan keadaan tereksitasi
oleh energi gap.
• Interaksi antara elektron, elektron dan kisi menyebabkan adanya energi gap yang diamati. Mekanisme interaksi
yang tidak langsung ini terjadi ketika satu elektron berinteraksi dengan kisi dan merusaknya. Elektron kedua
memanfaatkan keuntungan dari deformasi kisi. Kedua elektron ini beronteraksi melalui deformasi kisi.
• London Penetration Depth merupakan konsekuensi dari Teori BCS, yaitu medan magnet akan menembus
superkonduktor pada jarak yang sangat kecil sekitar 100 nm.
• Teori BCS memprediksisuhukritis39 kelvin (minus 234°C, dikurangi 389 untuk superkonduktor konvensional.
Suhu dan
Medan Magnet Kritis
Suhu kritis adalah suhu yang membatasi antara sifat konduktor dan superkonduktor. Jika
suhu suatu bahan dinaikan, maka getaran electron akan bertambah sehingga banyak
Phonons yang dipancarkan. Ketika mencapai suhu kritis tertentu, maka Phonons akan
memecahkan Cooper Pairs dan bahan kembali kekeadaan normal.
Magnet yang digunakan pada proses kerja kereta Maglev ialah elektromagnet
sehingga sifat kemagnetan, polarisasi kemagnetan dan medan magnet yang
dihasilkannya dapat diatur sesuai dengan keinginan. Ada tiga komponen yang
dibutuhkan untuk sistem kereta seperti ini, yaitu:
1. Sumber daya listrik yang besar,
2. Kumparan logam pada lintasan rel, dan
3. Elektromagnet yang cukup kuat pada bagian bawah kereta.
Komponen penting yang lain dalam sistem kereta maglev adalah jalurnya (rel
keretanya). Sepanjang jalur kereta Maglev dilengkapi dengan logam yang
termagnetisasi yang disebut guideway. Kecepatan kereta Maglev yang sangat
besar ini didukung oleh sistem penggerak yang cukup unik, tidak seperti kereta
lain yang memanfaatkan motor listrik atau pambakaran bahan bakar, kereta
Maglev memanfaatkan medan magnet yang diciptakan oleh kumparan listrik
(elektromagnet) di dinding guideway untuk menggerakan kereta.
Kelebihan utama dari kereta ini adalah kemampuannya yang bisa melayang di
atas rel, sehingga tidak menimbulkan gesekan. Konsekuensinya, secara teoritis
tidak akan ada penggantian rel atau roda kereta karena tidak akan ada yang aus
sehingga dapat menghemat biaya. Keuntungan sampingan lainnya adalah tidak
ada gaya resistansi akibat gesekan. Gaya resistansi udara tentunya masih ada.
Untuk itu dikembangkan lagi Kereta Maglev yang lebih aerodinamis
Gambar Bagian-bagian rel Kereta Maglev
Kabel Superkonduktor
Salah satu kelemahan material superkonduktor berbasis keramik adalah
sifatnya yang keras tapi rapuh, tidak lentur. Dengan demikian, material ini
sangat mudah rusak. Pada tahun 1990-an para ilmuan dari American
Superconductor Corp. (Westborough, MA) berhasil mensintesis material
superkonduktor yang lentur, sehingga mudah dijadikan kabel seperti pada
gambar di bawah ini.
Untuk transmisi listrik dapat digunakan kabel dari bahan superkonduktor
dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel tembaga. Menurut
perhitungan, arus yang dapat ditransmisikan akan jauh meningkat, karena 250
pon kabel superkonduktor dapat menggantikan 18.000 pon kabel tembaga.
Selain itu, kabel superkonduktor juga dapat dibentuk kumparan yang berfungsi
sebagai penyimpan energi listrik. Secara teoritis, dengan tidak adanya
hambatan pada kabel superkonduktor, elektron akan terus bergerak dalam
kumparan.
KELOMPOK I