Anda di halaman 1dari 19

PARADIGMA PER

EKONOMIAN INDO
NESIA
OLEH KELOMPOK 3
Aulia Rizkiah 190105010273

Bella Yolanda 190105010044

Elisaidah 190105010541

Jubaidah 190105010532

Muhammad Anshari 190105010252

Muhammad Ferza Maulana 190105010255

Muhammad Nazhir Fayyedh 190105010337

Muslimah 190105010480

Rahmadanti 190105010275
Masa Orde Lama (1945-1966)

Perekonomian pada masa Orde periode 1951-1966, pertumbuhan Tahun 1951 terjadi nasionalisasi
Lama, perekonomian Indonesia ekonomi hanya mencapai 2,7% perusahaan asing (terutama milik
pada masa orde lama dimulai per tahun, sementara itu deficit Belanda) yang dilaksanakan secara
sejak Indonesia merdeka anggaran belanja pemerintah besar-besaran pada tahun 1958 sebagai
tanggal 17 Agustus 1945 sampai membengkak dari tahun ke tahun. realisasi dari pemberlakuan UU No.78/
10 Maret 1966. Perekonomian Kebijakan yang diambil untuk 1958 tentang investasi Asing, yang
Indonesia berkembang kurang mengatasi deficit itu dengan cara berisikan kebijakan anti-investasi
menggembirakan, situasi mencetak uang baru yang asing. Hal ini memperburuk keadaan
perekonomian Indonesia pada mengakibatkan inflasi tinggi perekonomian Indonesia, dampak yang
masa orde lama yaitu masuk ke sebesar 23,5% pertahun selama paling parah adalah penutupan Bursa
arah pertumbuhan ekonomi di kurun waktu 1955-1960. Efek Jakarta pada tahun 1958.
periode 1952-1958 dengan laju
6,9%, lalu turun drastic menjadi
1,9% dalam periode 1960-1965.
Masa Orde Lama (1945-1966)
Situasi pada tahun 1965 Ditinjau dari neraca ekonomi Sistem ketenagakerjaan ditinjau dari
didirikan Bank Berjuang yang nasional pada masa Orde Lama segi Angkatan kerja, pekerjaan, dan
merupakan penggabungan sangat memprihatinkan. Anggaran upah, pada masa Orde Lama hampir
semua bank milik pemerintah pemerintah selama tahun 1955- sebagian besar (72%) bekerja di sektor
dengan tujuan mengelola dan 1965 mengalami defisit yang pertanian, sisanya sebesar 9,5% di
mengendalikan langsung semakin membesar. Rata-rata sektor jasa, 6,7% di sektor
aktivitas serta sistem perbankan defisitnya 137% dari pendapatan. perdagangan dan keuanggan, dan
oleh satu tangan, yaitu Keadaan ini yang mendorong 5,7% di sektor industri.
pemerintah saja. Pada masa Indonesia melakukan pinjaman Sensus tahun 1961, jumlah angkatan
Orde Lama, sistem perbankan luar negeri. kerja Indonesia sebanyak 34,5 juta dan
Indonesia hanya sekedar 29,5 juta bukan angkatan kerja. Pada
sebagai pemasok dana proyek masa Orde Lama jumlah
pemerintah melalui pencetakan pengangguran hanya sebanyak 1,8
uang, terutama proyek-proyek juta dari 34,5 juta angkatan kerja. Upah
khusus presiden. yang diterima pekerja pada masa Orde
Lama relative sangat rendah, pada
kurun waktu 1950-1960 terjadi
perkembangan upah rill yang negatif.
Masa Orde Baru (1966-1998)

Pada awal kelahirannya, Orde Baru memang memfokuskan programnya terhadap


pembangunan ekonomi. Hal ini didasarkan kepada kondisi ekonomi Indonesia
diawal Orde Baru yang cukup memprihatinkan, sehingga fokus ekonomi harus
berdasarkan pada amanat panca sila untuk menciptakan kemanusiaan yang adil
dan beradab. Dalam programnya pemerintahan Orde Baru menetapkan dua
kebijakan ekonomi, yakni jangka panjang dan jangka pendek.
Program Jangka Pendek
Presiden Soeharto pada awal
pemerintahannya dihadapkan pada masalah
Masalah
yang cukup sulit dibidang ekonomi. Berbagai Ekonomi
Program Penyelesaian

permasalahan terjadi seperti inflasi yang


Hyperinflasi Menyusun
mencapai 650% berakibat melonjaknya hingga APBN
650% berimbang
harga-harga kebutuhan.
Rehabilitas dan stabilitas ekonomi menjadi Hutang luar
negeri Stablitas
Program stabilitas dan rehabilitas
kebijakan awal pemerintahan Orde Baru
Pinjaman luar ekonomi yang dilakukan
dalam memulihkan kondisi tersebut. Melonjaknya negeri
harga pemerintahan Orde Baru
Rehabilitas maksudnya perbaikan fisik kebutuhan
pokok
terhadap prasarana-prasarana dan alat menumbuhkan hasil yang cukup baik.

produksi. Dan stabilitas dimaksudkan Tingkat inflasi semula mencapai 650%


Menjamin
Kerusakan
pengendalian inflasi supaya harga tidak sarana Rehabilitas
keamanan berhasil ditekan menjadi 120 pada
Investor”
prasarana
asing
melonjak terus menerus. tahun 1969. Kerusakan sarana
prasaran mulai diperbaiki dan
diremajakan.
Program Jangka Panjang
Pada 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang disebut sebagai Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) :
• Repelita I (tahun 1969/70-1973/74)
Pada Repelita I, pembangunan difokuskan pada stabilitas ekonomi dengan melakukan pengendalian
inflasi dan penyediaan kebutuhan pangan dan sandang dalam jumlah yang cukup.
• Repelita II (Tahun 1974/75-1978/79)
Repelita II difokuskan kepada peningkatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui
upaya peningkatan ketersediaan lapangan kerja.
• Repelita III (tahun 1970/80-1983/84)
Fokus Repelita III diletakkan kepada swasembada pangan, peningkatan ekspor nonmigas dan
pengupayaan terjadinya pemerataan hasil-hasil pembangunan.
• Repelita IV (tahun 1984/85-1988/89)
Repelita IV ditujukan kepada upaya peningkatan kemampuan ekonomi dalam negeri dengan mengurangi
ketergantungan pada sektor migas dan mendorong ekspor nonmigas. Dalam periode ini dilakukan
perbaikan di sektor riil maupun moneter, melalui berbagai kebijakan seperti melakukan evaluasi untuk
mendorong ekspor, deregulasi perbankan untuk memobilisasi dana masyarakat melalui tabungan
domestik, deregulasi sektor riil untuk mengurangi hambatan tarif dan memacu infestasi.
• Repelita V (tahun 1989/90-1993/94)
Fokus Repelita V tidak jauh berbeda dengan fokus Repelita IV, yakni mengupayakan peningkatan
kemampuan dalam negeri. Deregulasi sektor riil dan sektor moneter terus dilakukan untuk mendorong
tercapainya perekonomian yang lebih efisien.
Persentase Pertumbuhan Ekonomi dari Repelita

• Repelita I (1969-1974)
Titik berat pada pemeliharaan stabilitas perekonomian dan
pertumbuhan ekonomi sebesar 8,56% per tahun.
• Repelita II (1974-1979)
Titik berat pada pertumbuhan ekonomi sebesar 6,96% per tahun.
• Repelita III-V
Titik berat pada pemerataan hasil pembangunan, pertumbuhan
ekonomi sebesar 6.02% sedangkan pelita IV sebesar 5,21%, pelita V
sebesar 6,76% pertahun.
Masa Reformasi (1998-Sekarang)
Perekonomian Indonesia masa reformasi menunjukan laju inflasi meningkat di angka 34,22 %
yang sebelumnya 5,17 % (1996-1997), meningkatnya angka pengangguran di angka 2,6 % selama
periode (1996-1997) dan produk domestik bruto ( PDB), mengalami penurunan di amgka 3,3 %
selama periode (1996-1997). dan saat itu pemerintah menjalankan program penyehatan indonesia
yang terdiri dari kenijakan fiskal, kebijakan moneter, restrukturisasi sektor keuangan, reformasi
struktural di sektor riil, kebijakan perdagangan luar negeri, kebijakan investasi, dan jaminan
pengaman sosial.
Masa Reformasi (1998-Sekarang)
BJ Habibie (1998-1999)

Dikenal sebagai rezim transisi. BJ Habibie menerbitkan berbagai kebijakan keuangan dan moneter
dan membawa perekonomian Indonesia ke masa kebangkitan. Pada masa Habibie, Bank Indonesia
mendapat status independen dan keluar dari jajaran eksekutif.
Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada Juni 1998 menjadi Rp 7.000
per dollar AS pada November 1998
Masa Reformasi (1998-Sekarang)
Abdurrahman Wahid (1999-2001)

Pada masa ini, pemerintah menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.
Pemerintah membagi dana secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian, pemerintah
juga menerapkan pajak dan retribusi daerah.
Pada masa ini, kondisi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan dan kondisi
keuangan sudah mulai stabil. Namun,keadaan kembali merosot. Pada bulan April 2001, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika melemah hingga mencapai Rp12.000,00. Melemahnya nilai tukar
rupiah tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan menghambat usaha
pemulihan Perkembangan Ekonomi Pada Saat Masa Reformasi.
Masa Reformasi (1998-Sekarang)
Megawati Soekarnoputri (2001-2004)

Pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya.
Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati
pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen. Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4
persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4 persen pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004.
Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga
menerbitkan surat utang atau obligasi secara langsung. Pada era ini perekonomian Indonesia
mulai terarah kembali, dan bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi
KEBIJAKAN EKONOMI MASA PEMERINTAHAN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Di bidang ekonomi, di bawah kepemimpinan SBY, Indonesia terbukti menjadi salah satu negara
yang selamat saat krisis ekonomi melanda dunia beberapa kali yakni pada tahun 2008 dan 2012.
Meski demikian, imbas krisis global memang sempat dirasakan Indonesia, di antaranya adalah
nilai tukar rupiah yang sempat melemah hingga mencapai angka Rp 12.800 pada tahun 2008.
Indonesia dinilai akan mampu mengimbangi pergerakan ekonomi dunia yang begitu cepat
walaupun masih dalam bayang-bayang dari krisis Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan,
Indonesia diklaim bisa menaikkan produk domestik bruto (PDB) hingga tiga kali lipat dalam
waktu 10 tahun. Cara pandang dunia terhadap Indonesia pun diklaim telah berubah sejak
Indonesia berhasil melunasi seluruh utang dengan dana moneter internasional atau International
Monetary Fund (IMF).
KEBIJAKAN EKONOMI MASA PEMERINTAHAN
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

• Pada 2005, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menggembirakan di awal pemerintahannya, yakni 5,69 persen.
• Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi Indonesia
tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
• Pada 2008, pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01 persen. Saat itu, impor
Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga tinggi sehingga neraca perdagangan lumayan berimbang.
• Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh
melambat di angka 4,63 persen.
• Pada 2010, ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga mulai merancang
rencana percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang.
• Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan pertumbuhan di atas 6 persen pada 2012 yaitu di
level 6,23 persen. Namun, perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56 persen pada 2013 dan 5,01
persen pada 2014.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN EKONOMI
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

1. Mengamankan fiskal, yakni postur anggaran dan nota keuangan anggaran pendapatan dan
belanja negara perubahan (APBN-P) 2012. Di dalamnya termasuk penyikapan jika harga BBM
tidak dinaikkan.

2. Peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara. SBY menegaskan bahwa, masih ada peluang
untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan negara. Semisal, penerimaan dari sektor
pertambangan, bukan hanya menggenjot pajak di segala lini.
3. Penghematan energi secara total. Keempat, kebijakan penggunaan gas domestik. Penggunaan
gas domestik diharapkan bisa mendorong industri, sektor riil, sehingga pertumbuhan ekonomi
bisa terjaga. Kebijakan ini juga dinilai berkaitan dengan upaya mengatasi masalah
ketenagalistrikan. harapannya, konsumsi BBM untuk pembangkit listrik bisa ditekan.

4. Kebijakan untuk meningkatkan investasi. Kepala negara mengatakan bahwa, investasi


berkembang jika iklim dan aturan kondusif bagi pengembangan investasi. Untuk itu, presiden
meminta iklim investasi harus kondusif untuk memastikan investasi berjalan dengan baik.
KEBIJAKAN EKONOMI MASA PEMERINTAHAN
JOKOWI
Pada masa pemerintahannya, Jokowi merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan
infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing. Namun, grafik pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.

Pada 2015, perekonomian Pada 2018, investasi menyumbang porsi Tahun pemilu, 2019, Indonesia
Indonesia kembali terlihat 6,01 persen bagi pertumbuhan ekonomi, mencatatkan pertumbuhan ekonomi
rapuh. Rupiah terus menerus ekspor 4,33 persen, konsumsi 5,02 persen. Perang dagang AS-China,
melemah terhadap dollar AS. pemerintahan 4,56 persen, konsumsi tensi geopolitik Timur Tengah, dan
Saat itu, ekonomi Indonesia lembaga non-rumah tangga 10,79 persen, harga komoditas yang fluktuatif
tumbuh 4,88 persen. dan impor 7,10 persen. Total PDB pada dituding sebagai penyebab penurunan
2018 tercatat Rp 56 juta atau 3.927 dollar kinerja ekonomi ini dibanding capaian
AS memakai kurs saat itu. pada 2018.
Pada 2016, ekonomi
Indonesia mulai terdongkrak Konsumsi rumah tangga memberi
Ekonomi Indonesia pada 2018 tumbuh 5,17 andil 2,73 persen pada kinerja
tumbuh 5,03 persen.
persen. Ini menjadi pertumbuhan ekonomi
Dilanjutkan dengan ekonomi 2019, sementara investasi
tertinggi di era Jokowi. Konsumsi rumah
pertumbuhan ekonomi tahun menyumbang 1,47 persen. PDB
tangga masih menjadi penopang utama Indonesia pada 2019 tercatat Rp 59,1
2017 sebesar 5,17.
dengan porsi 5,08 persen. juta atau setara 4.175 dollar AS
memakai kurs saat itu.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN EKONOMI
JOKOWI
Pada masa Presiden Jokowi kebijakan ekonomi dibagi menjadi 6 tahap yaitu
1. Paket kebijakan ekonomi tahap I (9 September 2015), dengan menjaga daya beli
masyarakat, capital flow, memacu pertumbuhan investasi.
2. Paket kebijakan ekonomi tahap II (29 September 2015), dengan menarik investor,
memberikan insentif bagi eksportir, memberikan insentif lebih bagi yang menyimpan dana
dalam bentuk mata uang rupiah.
3. Paket kebijakan ekonomi tahap III (7 Oktober 2015), dengan meningkatkan sektor supply
tidak secara langsung.
4. Paket kebijakan ekonomi tahap IV (15 Oktober 2015), dengan mensejahterakan para buruh,
industri kecil (makro).
5. Paket kebijakan ekonomi tahap V (22 Oktober 2015), dengan melakukan pengurangan pajak
revaluasi aset, penghapusan pajak berganda, mempermudah izin atas produk bank syariah.
6. Paket kebijakan ekonomi tahap VI (6 November 2015), melakukan insentif pajak bagi
industri, perizinan penyediaan air, perizinan impor untuk industri obat.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN EKONOMI
JOKOWI DI TENGAH COVID-19
1. Memangkas rencana belanja yang bukan belanja prioritas dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2. Menjamin ketersediaan bahan pokok, diikuti dengan memastikan terjaganya daya beli
masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah.

3. mempercepat impelemntasi kartu pra-kerja guna mengantisipasi pekerja yang terkena PHK,
pekerja kehilangan penghasilan, dan penugusaha mikro yang kehilangan pasar dan
omzetnya.
4. membebaskan biaya untuk pelanggan listrik 400 VA selama 3 bulan.

5. Menanggung PPh 21 atau pajak penghasilan pekerja pada sektor industri pengolahan.
6. Antisipasi Defisit APBN

7. Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema (kredit usaha rakyat) KUR
yang terdampak COVID-19 selama 6 bulan.

8. Bidang non-Fiskal.
9. Stabilisasi ekonomi makro yang lebih kondusif melalui kebijakan fiskal dan moneter.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai