SISTEM KEHIDUPAN
LETAK SISTEM POLITIK DAN KEPERCAYAAN DAN SOSIAL
GEOGRAFIS KEMASYARAKATAN KEBUDAYAAN MASYARAKAT
ARAB PRA-ISLAM BANGSA ARAB JAZIRAH ARAB
Nourauzzaman Shiddieqie dalam bukunya Pengantar Sejarah Muslim menyebutkan bahwa para ahli
bumi zaman dahulu seperti Deodore, Strab, dan Ptolemeus membagi Jazirah Arab berdasar karakter
tanahnya atas tiga bagian yaitu:
Kedua, wilayah yang sebagian besar terdiri gurun pasir yang dinamakan
Pertama, diberi nama Arabia Petraea, yaitu Arabian Desertae. Sedangkan Steppe adalah daratan yang melingkari
daerah-daerah yang berbukit-bukit batu pegunungan, dan ditutupi oleh pasir yang di bawahnya mengandung air. Di
memanjang dari Semenanjung Sinai, Pakistan daerah Steppe atau Darah, terdapat mata air yang bisa dijadikan tanah
yang sejajar dengan Laut Merah. Pegunungan pertanian, dan ladang-ladang tempat orang Arab menggembalakan
batu membujur Laut Merah di bagian utara ternaknya. Tanah pertanian dan ladang tempat menggembala ternak
Midran mencapai ketinggian 3000 meter, sedang tersebut disebut Wadi atau Oasis. Di daerah Wadi inilah nantinya dibangun
bagian selatan berada di puncak Gunung Jabal desa-desa untuk dijadikan sebagai tempat tinggal sementara bagi orang-
Nabi Syu’aib mencapai 4000 meter. Adapun orang Arab yang nomaden itu. Wadi-wadi ini menjadi tempat persinggahan
pegunungan batu di As-Sarah, Hijaz mencapai para pedagang dan jemaah haji. Beberapa wadi yang terkenal, yaitu: wadi
3.300 meter lebih. Sirhan, Wadi Rummah, Wadi Dawasir, dan Wadi Aflaj yang terdapat
sebuah waduk.
LETAK GEOGRAFIS
3. Arab Felix
a. Hidup Bersuku-suku
Bangsa Arab sebelum islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu sama lain
kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada mereka
hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah.
Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya masing-masing.
Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya
manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN ARAB PRA-ISLAM
b. Kekuasaan Kabilah
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja yang memiliki kewenangan
otoriter. Anggota kabilah harus menaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Sehingga adakalanya jika
seorang pemimpin murka, sekian ribu mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat
pemimpin kabilah itu murka.
Selain itu, para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang,
memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan
dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan
penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.
SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN ARAB PRA-ISLAM
Pada jaman dahulu, persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman
kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu
tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak
jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada dihadapan orang
banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga
kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.
SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN ARAB PRA-ISLAM
2. Kondisi Masyarakat
Secara garis besar, kondisi masyarakat arab pra-islam bisa dikatakan lemah dan buta. Kebodohan mewarnai
segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang. Wanita diperjual-
belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan
gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat
dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.
Selain itu, dikalangan Bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Yang kondisinya berbeda antara yang
satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan bangsawan sangat diunggulkan dan
diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun harus dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah.
Jika seorang ingin dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa Arab karena kemuliaan dan keberaniannya,
maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
SISTEM KEPERCAYAAN DAN KEBUDAYAAN
BANGSA ARAB
Pada zamannya, mayoritas bangsa arab menganut dakwah Nabi Ismail, ketika beliau
mengajak mereka untuk menganut agama yang dibawa ayahnya, Ibrahim. Namun bangsa
arab yang mengira bahwa meyembah berhala itu adalah suatu kebenaran, mereka
melakukannya secara terang-terangan sehingga pada saat itu banyak sekali pengikut-pengikut
yang menyembah berhala dan mereka telah musyrik kepada Allah.
Budaya paganisme terasa lebih kental dalam bangsa Orang arab pada masa jahiliyah juga sering mengundi
Arab pra-Islam dengan banyaknya patung-patung yang nasib dengan al-Azlam. Yaitu anak panah yang tidak ada
disembah dan diletakkan disekitar Ka’bah sebagai bulunya. Al- azlam tersebut ada tiga macam : yang
manifestasi tuhan-tuhan sembahan mereka. (Yuangga pertama tulisan “ya” yang kedua tulisan “tidak” dan yang
Kurnia Yahya, 2019) Bangsa arab pada zaman itu ketiga tulisan “diabaikan”. Adapun keyakinan lain yang
memiliki budaya menghafal dalam hal teks, artinya dianut bangsa arab pada masa itu, ialah meyakini dan
mereka tidk bisa membaca dan juga menulis sehingga membenarkan informasi ahli nujum. Ahli nujum akan
sering dijuluki ‘ummiy. Mereka juga mempunyai melihat melalui petunjuk bintang yang kemudian
beberapa tradisi dan prosesi dalam penyembahan memperkirakan peredarannya, agar dia mengetahui
berhala tersebut, yang mayoritasnya diada-adakan oleh berbagai gejala alam dan peristiwa-peristiwa yang akan
Amr bin Luhay. Amr bin Luhay adalah orang yang terjadi di masa depan. (Syaikh Shafiyyurahman, 2008)
membawa berhala ke Kakbah dari Syam. (R. H. Tamimi,
dkk. 2018)
KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT
JAZIRAH ARAB
Perbudakan