NIM : 1197020001
Kelas : biologi 2A
PETUNJUK MENGERJAKAN :
SOAL
1. Kemukakan alasan terjadinya perbedaan pendapat dikalangan para Imam Madzhab dan
pengikutnya !
2. Kemukakan dalil yang berkaitan dengan kewajiban melaksanakan puasa !
3. Kemukakan pula alasan orang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, jelaskan !
4. Salah satu hikmah puasa adalah dapat menyembuhkan dari penyakit dan orang menjadi
sehat, coba saudara analisis berdasarkan saintific mengapa puasa dapat menjadikan
sehat !
5. Apa yang dimaksud dengan zakat dan sebutkan Mustahiq zakat !
6. Bagaimana pandangan para Ulama tentang zakat profesi, jelaskan !
7. Apa kontribusi pengetahuan saintific matematik terhadap pembelajaran zakat,
jelaskan !
8. Jelaskan apa yang diamksud Ishtatho’a ( Mampu) dalam melaksanakan hajji !
9. Seorang yang shalat sering tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan rileksasi
terhadap tegangan-tegangan pada otot-otot tubuhnya. Karena itu, Allah
memerintahkan shalat wajib dengan lima waktu. Coba ungkap oleh Anda tentang
waktu-waktu shalat tersebut bagi organ-organ tubuh orang yang shalat? Sertakan
dengan argumentative yang jelas berdasarkan ilmu biologi?
10. Dalam situasi wabah covid 19 saat ini bagaimana pendapat para Ulama MUI dan sikap
saudara dalam melaksanakan ibadah shalat 5 waktu dan shalat jumat, jelaskan !
11. Apa yang saudara ketahui tentang :
a) Pengertian Hutang Piutang
b) Riba dan macam-macamnya
c) Bagaimana Pandangan Islam tentang bunga Bank?
Selamat Bekerja
# Jawaban
1. Macam-MacamIkhtilaf(Perbedaan)
Perbedaan, pro dan kontra, selalu akan muncul dalam dinamika kehidupan. Jangankan yang
berasal dari manusia, yang berasal dari yang Maha Benar pun, Allah azza wa jalla,
menimbulkan pro dan kontra. Dari hasil perkiraan perhitungan penduduk dunia berdasarkan
agama, manusia di dunia ini yang bersepakat bahwa Allah itu Tuhan mereka (Islam) hanya
22% dari 6.879.200.000 penduduk dunia.
Oleh karena itu, perbedaan adalah sesuatu yang niscaya bagi kita, tidak bisa kita menghindari
perbedaan. Allah berfirman : “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (QS
5:48)
Dalam makalah ini, kita tidak membahas hikmah di balik perbedaan tersebut, tetapi kita akan
membahas kenapa berbedaan itu muncul, dengan harapan ini akan menumbuhkan
pemahaman kita terhadap pendapat yang berbeda dengan kita. Di antara sekian banyak
“asbab al-ikhtilaf” para ulama, kita akan mendapati bahwa ternyata perbedaan pendapat itu
justru karena berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis; kita akan takjub mendapati bahwa
perbedaan itu justru terbuka karena Al-Qur’an sendiri “menyengaja” timbulnya perbedaan
itu. Kita akan temui bahwa ternyata perbedaan pendapat, dalam titik tertentu, adalah suatu hal
yang mustahil dihapus.
Kedua, ikhtilaful ‘uqul wal afkar (perbedaan dan perselisihan dalam hal pemikiran dan
pemahaman), yang masih bisa dibagi lagi menjadi dua:
1. AntaraIkhtilaf(Perbedaan) dan Tafarruq (Perpecahan)
1. Hakekat Ikhtilafdalam Masalah-masalahFuru’
2. Ikhtilaf(perbedaan pendapat) yang dimaksud adalah : perbedaan pendapat yang terjadi
di antara para imam mujtahid dan ulama mu’tabar (yang diakui) dalam masalah-
masalah furu’ yang merupakan hasil dan sekaligus konsekuensi dari proses ijtihad
yang mereka lakukan. Sehingga perlu ditegaskan di sini bahwa, yang dimaksudkan
dengan ikhtilaf yang ditolerir itu bukanlah setiap fenomena perbedaan dan
perselisihan atau kontroversi dalam bidang agama yang secara riil terjadi di antara
kelompok-kelompok dan golongan-golongan umat di masyarakat saat ini misalnya.
Karena faktanya, sudah banyak sekali bentuk dan materi perselisihan di tengah-tengah
masyarakat muslim saat ini, bahkan yang melibatkan sebagian kalangan yang dikenal
’ulama’ sekalipun, yang sudah termasuk kategori masalah ushul dan bukan masalah
furu’ lagi.
3. Fenomena perbedaan pendapat dalam masalah-masalahfuru’ (ijtihadiyah) adalah
fenomena yang normal, wajar dan alami, karena dua hal (minimal):
1) Tabiat banyak teks dalil syar’i (baik sebagian teks ayat Al-Qur’an, maupun khususnya teks
Al-Hadits) yang memang dari awalnya telah berpotensi untuk diperdebatkan dan
diperselisihkan.
2) Tabiat akal manusia yang beragam daya pikirnya dan bertingkat-tingkat kemampuan
pemahamannya. Maka hitungan matematikanya adalah: Teks dalil yang multi interpretasi +
Akal yang berbeda-beda = Perbedaan dan perselisihan.
Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan para ulama fiqih, sangat
penting untuk membantu kita, agar keluar dari taklid buta, karena kita akan mengetahui dalil-
dalil yang mereka pergunakan sertajalan pemikiran mereka dalam penetapan hokum suatu
masalah. Sehingga dengan demikian akan terbuka kemungkinan untuk memperdalam studi
tentang hal yang diperselisihkan, meneliti system dan cara yang lebih baik serta tepat dalam
mengistinbathkan suatu hukum, juga dapat mengembangkan kemampuan dalam hukum fikih.
1. Perbedaan pendapat tentang valid – tidaknya suatu teks dalil syar’i tertentu sebagai
hujjah (tentu saja ini tertuju kepada teks hadits, yang memang ada yang shahih dan
ada yang dha’if, dan tidak tertuju kepada teks ayat Al-Qur’an, karena seluruh ayat Al-
Qur’an disepakati valid, shahih dan bahkan mutawatir).
2. Perbedaan pendapat dalam menginterpretasikan teks dalil syar’i tertentu. Jadi
meskipun suatu dalil telah disepakati keshahihannya, namun potensi perbedaan dan
perselisihan tetap saja terbuka lebar. Dan hal itu disebabkan karena adanya perbedaan
dan perselisihan para ulama dalam memahami, menafsirkan dan
menginterpretasikannya, juga dalam melakukan pemaduan atau pentarjihan antara
dalil tersebut dan dalil-dalil lain yang terkait.
3. Perbedaan pendapat tentang beberapa kaidahushul fiqh dan beberapa dalil (sumber)
hukum syar’i (dalam masalah-masalah yang tidak ada nash-nya) yang memang
diperselisihkan di antara para ulama, seperti qiyas, istihsan, mashalih mursalah, ’urf,
saddudz-dzara-i’, syar’u man qablana, dan lain-lain.
4. Perbedaan pendapat yang dilatar belakangi oleh perubahan realita kehidupan, situasi,
kondisi, tempat, masyarakat, dan semacamnya. Oleh karenanya, di kalangan para
ulama dikenal ungkapan bahwa, suatu fatwa tentang hukum syar’i tertentu bisa saja
berubah karena berubahnya faktor zaman, tempat dan faktor manusia (masyarakat).
Dan sebagai contoh misalnya, dalam beberapa masalah di madzhab Imam Asy-
Syafi’irahimahullah dikenal terdapat qaul qadiim (pendapat lama, yakni saat beliau
tinggal di Baghdad Iraq) dan qaul jadiid (pendapat baru , yakni setelah beliau tinggal
di Kairo Mesir). Begitu pula dalam madzhab Imam Ahmad rahimahullah, dikenal
banyak sekali riwayat-riwayat yang berbeda-beda dari beliau tentang hukum masalah-
masalah tertentu.
Salah satu penyebab perbedaan pendapat atau ikhtilaf adalah diakibatkan oleh Perbedaan
dalam memahami ayat al-Qur’an.Al-Qur’an merupakan pegangan pertama semua Imam
Mazhab dan ulama. Hanya saja mereka seringkali berbeda dalam memahaminya, disebabkan:
1. Ada sebagian lafaz al-Qur’an yang mengandung lebih dari satu arti (musytarak).
Contoh lafaz “quru” dalam QS 2: 228. Dimana quru’ bisa berarti suci bisa juga berarti haidh.
Bahkan sebelum ayat tersebut diturunkan, kata Quru’ telah dikenal oleh bangsa Arab bahwa
ia memiliki dua arti; masa suci dan masa haid.
Lafaz al-Qur’an adakalanya mengandung makna umum (‘am) sehingga membutuhkan ayat
atau hadis untuk mengkhususkan maknanya. Kadang kala tak ditemui qarinah (atau petunjuk)
untuk mengkhususkannya, bahkan ditemui (misalnya setelah melacak asbabun nuzulnya)
bahwa lafaz itu memang am tapi ternyata yang dimaksud adalah khusus (lafzh ‘am yuradu
bihi al-khushush). Boleh jadi sebaliknya, lafaznya umum tapi yang dimaksud adalah khusus
(lafzh khas yuradu bihi al-‘umum). Contoh yang pertama, Qs at-Taubah ayat 103 terdapat
kata “amwal” (harta) akan tetapi tidak semua harta terkena kewajiban zakat (makna umum
harta telah dikhususkan kedalam beberapa jenis harta saja). Contoh yang kedua, dalam QS al-
Isra: 23 disebutkan larangan untuk mengucapkan “ah” pada kedua orangtua. Kekhususan
untuk mengucapkan “ah” itu diumumkan bahwa perbuatan lain yang juga menyakiti orang
tua termasuk ke dalam larangan ini (misalnya memukul, dan sebagainya).
Dan persoalannya, dalam kasus lain para ulama berbeda memandang satu ayat sebagai
berikut:
2. َب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ۙن َ ِٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكت
َ ِب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah/2: 183)
https://bincangsyariah.com/ubudiyah/dalil-kewajiban-puasa-ramadhan-di-dalam-al-quran-
dan-hadis/
3. orang yang sedang sakit diizinkan untuk tidak berpuasa, . Selain itu, orang tua, orang
yang sedang bepergian jauh, serta ibu hamil dan yang sedang menyusui juga diizinkan
untuk tidak berpuasa jika merasa tidak berada dalam kondisi kesehatan yang
memadai. Berikut daftar orang-orang dengan kondisi yang diperbolehkan untuk tidak
berpuasa:
Pasien penderita sakit yang cukup parah hingga harus terbaring dan menggunakan
infus untuk makan dan minum diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Jika mampu,
pasien tersebut diwajibkan untuk mengganti puasanya di hari lain saat dirinya sudah
sehat. Namun bila yang sakit adalah lansia yang sudah tidak mampu berpuasa, maka
ia diizinkan untuk membayar fidyah atau sedekah.
Pasien dengan penyakit tersebut diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Mereka diharuskan
untuk meminum obat setiap beberapa jam sekali, suntik hormon insulin hingga menjalani
kemoterapi yang membutuhkan kekuatan fisik.
Puasa juga tidak dianjurkan bagi penderita ginjal yang sedang menjalani cuci darah. Itu
karena dia harus mengonsumsi hormon insulin dengang dosis tinggi perhari dan
diwajibkan untuk makan sesuai pola makan yang telah diatur dari dokter.
Demi mencukupi asupan makanan untuk calon bayi yang berada di dalam perut, ibu hamil
dianjurkan untuk tidak berpuasa. Begitu pula dengan ibu menyusui yang masih harus
memberikan ASI eksklusif kepada si bayi.
Ada beberapa orang yang diharuskan untuk mengonsumsi obat-obatan secara rutin. Misalnya
penderita diabetes, jantung, ginjal, infeksi paru-paru atatu kanker. Mereka diperbolehkan
untuk tidak berpuasa demi alasan kesehatan.
Masa nifas yang dialami wanita setelah melahirkan membuat kaum wanita boleh untuk tidak
berpuasa. Masa nifas umumnya berjalan selama 40 hari dan selama itu pula wanita akan terus
mengeluarkan darah seperti menstruasi. Namun jika masa nifas sudah selesai, wanita
diharuskan untuk membayar puasa setelah bulan Ramadan.
# Musafir
https://kumparan.com/kumparanstyle/9-kondisi-orang-yang-diperbolehkan-untuk-tidak-
berpuasa
4. Dampak pembatasan makan dalam hal ini pembatasan asupan kalori akan membawa
manfaat bagi kesehatan bagi seseorang yang menjalani ibadah puasa tersebut,
Selain itu bagi orang yang merokok akan mengurangi konsumsi rokoknya setiap hari.
Sehingga puasa akan membuat orang sehat menjadi tambah sehat dan orang dengan
penyakit kronis (hipertensi, kencing manis, kegemukan dan kolesterol tinggi) akan
membuat penyakit menjadi terkontrol.
Kondisi ini tidak akan tercapai kalau dalam berpuasa, kita melakukan budaya balas
dendam saat berbuka. Sehingga tujuan pembatasan makan dan pembatasan kalori
tidak tercapai, kata
melalui puasa terdapat beberapa hal yakni keteraturan dan pengendalian diri. contoh
pasien sakit maag fungsional, biasanya dengan berpuasa keluhan sakit maag berkurang
dan merasa lebih sehat pada saat berpuasa.
Pengendalian diri merupakan hal penting agar kita tetap sehat. Jiwa yang sehat kunci
agar kita tetap sehat,
https://ayobandung.com/read/2019/05/09/51889/mengapa-puasa-menyehatkan-tubuh-ini-
penjelasannya
5. Kata zakat berasal dari bahasa Arab زكاةatau zakah yang berarti bersih, suci, subur,
berkat, dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah sejumlah harta yang wajib
dikeluarkan oleh umat Muslim dan diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan. Pengertian zakat tertulis
dalam QS Al-Baqarah 2:43,
Artinya: “dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang
yang ruku’”
Ayat di atas menjelaskan bahwa mereka yang beragama Islam lalu mengerjakan salat
secara benar dan menunaikan zakat, mereka termasuk dalam orang-orang yang ruku’,
yakni tergolong sebagai umat Nabi Muhammad SAW.
Zakat merupakan bentuk ibadah seperti salat, puasa, dan lainnya yang telah diatur
berdasarkan Al Quran dan sunnah. Ibadah ini termasuk dalam rukun Islam yang
keempat dan menjadi salah satu unsur penting dalam syariat Islam. Karena itu, hukum
membayarkan zakat adalah wajib bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-
syarat zakat. Selain ibadah wajib, zakat juga merupakan kegiatan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusian yang dapat perkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia.
Siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat? Berikut ini 8 golongan orang yang
berhak menerima zakat:
https://zakat.or.id/inilah-8-golongan-orang-yang-berhak-menerima-zakat/
https://blog.kitabisa.com/zakat-pengertian-hukum-keutamaan-serta-jenisnya/
6. Disampaikan pendapat ulama kapan saat pengeluaran zakat profesi dilakukan. Ada 3
pendapat:
# Pendapat ulama As-Syafi’i dan Ahmad memberikan syarat haul, menghitung dari
kekayaan yang didapat selama satu tahun
# Pendapat ulama Abu Hanafi, Malik dan Ulama Modern mensyaratkan haul (sudah
cukup setahun) dan dihitung dari awal dan akhir harta tersebut diperoleh, setelah masa
satu tahun harta dijumlahkan sehingga wajib mengeluarkan zakatnya kalau sudah
mencapai nisabnya;
# Kemudian untuk pendapat ulama modern seperti Yusuf Qaradhawi tidak memberikan
syarat akan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung waktu mendapatkan harta tersebut.
Ibadah zakat profesi merupakan sebuah keharusan yang harus ditunaikan sebagai
penganut Agama Islam. Zakat merupakan sebagian dari rukun Islam. Kewajiban
seorang muslim untuk menunaikan zakat profesi bertujuan untuk membangun
solidaritas sosial antarmuslim. Khususnya umat muslim, zakat berguna untuk
menyucikan hati dan harta. Jadi, tidak ada salahnya untuk mengeluarkan sebagian dari
hartanya untuk yang membutuhkan.
https://www.laduni.id/post/read/54695/pendapat-ulama-tentang-zakat-profesi
7. Dapat membantu kita dalam menentukan jumlah zakat yang harus kita keluarkan
Contohnya :
B. Nishab Nishab senilai emas 85 gram (harga emas sekarang @se-gram Rp. 500.000)
= Rp. 42.500.000,-
http://jurnal.ulb.ac.id/index.php/ecobisma/article/view/7/7
8. Ayat 97 surah Ali Imran menjelaskan :"mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah"
Syarat wajib haji adalah mampu "istitha’ah" (mampu ), baik secara financial, fisik
maupun memenuhi keperluan perjalanan. Mampu secara finansial, artinya mampu
membayar biaya perjalanan dan biaya keluarga yang ditinggalkan. Mampu secara
fisik artinya tidak sakit parah dan mampu duduk di kendaraan untuk melewati
perjalanan jauh.
Orang yang belum memiliki harta tersebut dari dirinya sendiri belum diwajibkan haji.
Bahkan kalau ada orang yang memberinya uang agar berangkat haji dia tidak wajib
menerimanya karena itu bukan kemampuan dari dirinya sendiri. Namun orang yang
memaksakan dirinya agar bisa berangkat haji, padahal ia belum wajib dengan tanpa
menimbulkan madlarat atau kerugian kepada dirinya atau orang lain, sah hajinya dan
mendapatkan pahala. Ini mencerminkan kemauannya yang keras dalam memenuhi
perintah Allah. Seseorang yang bisa mendapatkan pinjaman untuk membayar biaya
haji, termasuk orang yang mampu, namun kemampuannya tidak sempurna. Ia belum
wajib haji namun bila ia berangkat haji dengan uang pinjaman tersebut, sah hajinya
dan menggugurkan kewajibannya.
https://www.pesantrenvirtual.com/arti-qistithoahq-dalam-haji/
Tidak hanya itu, penelitian menunjukkan bahwa paru-paru melakukan detoks pada pukul
03.00 hingga 05.00. Waktu itu adalah saat terbaik bagi penderita batuk untuk mengeluarkan
lendir penyebab batuk.
Gerakan duduk dalam salat bisa merangsang kandung kemih untuk bekerja lebih baik. Ini
akan menyebabkan pengeluaran urine lebih lancar.
Tubuh memiliki jam biologis yang disebut dengan ritme sirkadian. Ritme ini mengatur perubahan
fisik, mental, dan perilaku seseorang dalam 24 jam. Tubuh memiliki jadwal yang konsisten dan
cenderung sama di setiap jamnya. Gerakan salat akan membantu mengaktifkan organ tubuh yang
bekerja di jam biologis yang telah ditentukan.
https://www.idntimes.com/health/fitness/izza-namira-1/manfaat-setiap-waktu-salat-untuk-
kesehatan/7
10. Berikut fatwa lengkap MUI terkait penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah
Covid-19:
FATWA
Tentang
Ketentuan Hukum
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang
diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari
menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi
penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat
kediaman, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga
berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah
sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib,
shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan
tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi
berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan
menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat
lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan
pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan
wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman,
berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa,
umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan
menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-
masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang
banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima
waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri
pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat
Jumat.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19
terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan
mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang,
dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan
menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah,
taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak
shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan
perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya
dari wabah COVID-19.
Rekomendasi
2. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi
dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut
dapat dicegah.
3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran COVID-19 dan orang yang
terpapar COVID-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima
kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh.
Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak
dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ketika kita berada di area besar penularan sebaiknya kita shalat di rumah untuk menjaga dari
kemudhorotan dan ketika tempat kita tingkat penularab kecil kita tidak apa -apa shalat di masjid
dengan membawa sajadah
https://kabar24.bisnis.com/read/20200319/15/1215355/fatwa-lengkap-mui-terkait-pelaksanaan-
ibadah-saat-wabah-virus-corona-covid-19
11. A.) utang-piutang diartikan sebagai uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan
kepada orang lain. Jadi, secara sederhana utang-piutang adalah kegiatan melakukan utang
atau memberikan piutang.
https://www.finsy.co.id/apa-perbedaan-dari-hutang-utang-dan-piutang/
B.) Riba adalah penetapan nilai tambahan (bunga) atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang
dibebankan kepada peminjam.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal.
Riba adalah perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Ada banyak dampak buruk jika riba
terus dilakukan. Misalnya saja membuat orang menjadi tamak dan serakah terhadap harta.
Riba juga akan menyulitkan seseorang dan melahirkan permusuhan.
Dalam Al Quran, pelaku riba mendapatkan hukuman yang begitu pedih. Pertama, keadaan
pelaku riba seperti orang kerasukan dan gila. Dalam QS Al Baqarah ayat 275 yang artinya:
"Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kerasukan syaitan karena penyakit gila".
Kedua, Allah akan memusnahkan harta dari hasil riba, sesuai dalam QS. Al Baqarah ayat 276
yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa".
Ketiga, pelaku riba akan diperangi Allah dan Rasul, sesuai dengan QS Al Baqarah ayat 279,
yang artinya: "Maka jika kamu tidak meninggalkan riba maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu,
kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya."
Secara bahasa riba artinya adalah tambahan (ziyadah). Sedangkan menurut istilah, ada
banyak definisi riba yang dirumuskan oleh ulama maupun ahli fiqih. Berikut pengertian riba
menurut para ulama fiqih:
# Al Jurjani.
Menurut Al Jurjani, riba adalah "kelebihan atau tambahan tanpa ada ganti atau imbalan
yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat transaksi"
# Al Mali.
Menurut Al Mali, riba ialah "akad yang terjadi atas pertukaran barang atau komoditas
tertentu yang tidak diketahui perimbangan menurut syara', ketika berakad, atau mengakhiri
penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya."
# Muhammad Abduh.
# Al Jaziri.
Menurut Al Jaziri, riba adalah "penambahan-penambahan yang disyariatkan oleh orang yang
memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya, karena pengunduran janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan."
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, riba adalah "seseorang memiliki hutang maka dikatakan
kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Apabila tidak mampu melunasi ia
harus menambah dana (dalam bentuk bunga tau pinjaman) atas penambahan waktu yang
telah diberikan)."
Macam-macam riba.
Riba ad duyun artinya riba hutang piutang. Dalam hutang piutang kita mengenal istilah muqrid dan
muqtarid. Muqrid adalah pemberi hutang, sedangkan muqtarid adalah penerima hutang. Mengenai
riba ad duyun (hutang piutang) ini, telah dijelaskan dalam hadits yang artinya: "setiap hutang
piutang yang mendatangkan manfaat bagi yang menghutangi, maka itu adalah riba."
# Riba Qardh.
Riba qodrl adalah riba yang dihasilkan oleh tambahan atas pengembalian pokok pinjaman yang
disyaratkan kepada peminjam. Singkatnya, riba ini terjadi apabila muqrid (pemberi hutang)
mengambil kelebihan yang disyaratkan kepada muqtarid (penerima hutang). Misalnya rentenir yang
meminjamkan uang sebesar 10 juta dengan syarat 20% selama 6 bulan.
# Riba Jahilliyah.
Penambahan hutang lebih dari nilai pokok karena penerima hutang tidak mampu membayar
hutangnya tepat waktu. Misalnya di zaman jahliyah, orang mau meminjami akan memberikan syarat
pada peminjam. Syaratnya yaitu ia harus melunasi sesuai waktu yang dijanjikan atau menunda
pembayaran namun memberikan tambahan.
# Riba Fadhli.
Riba fadhli terjadi apabila ada tindakan jual beli atau pertukaran barang ribawi yang sejenis tapi
berbeda takaran atau kadarnya.
Misalnya menukar emas 24 karat dengan 18 karat, atau menukar uang sebesar Rp20 ribu dengan
pecahan seribu rupiah namun hanya ada 18 lembar, dan sebagainya.
# Riba Yad.
Riba yadi adalah riba yang terjadi akibat jual beli barang ribawi maupun non ribawi disertai
penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan, atau penundaan terhadap penerimaan salah
satunya. Riba yad terjadi apabila saat transaksi tidak menegaskan berapa nominal harga
pembayaran. Singkatnya tidak ada kesepakatan sebelum serah terima.
Contoh kasus misalnya ada penjual mobil yang menawarkan barang 90 juta jika langsung dibayar
tunai, namun jika dicicil 95 juta. Kemudian penjual dan pembeli tidak menegaskan berapa yang
harus dibayarkan hingga akhit transaksi.
# Riba Nasi'ah.
Riba nasi'ah adalah riba yang terjadi akibat jual beli tempo. Riba ini terjadi karena transaki dua jenis
barang ribawi yang sama namun dengan penangguhan penyerahan atau pembayaran.
Misalnya si A membeli perak dengan jangka waktu dan tempo yang ditentukan, baik dilebihkan atau
tidak. Karena seharusnya jika sudah membeli perak ia harus membelinya kontan atau menukarnya
secara langsung.
Kasus yang lain misalnya ada dua orang yang ingin bertukar emas 24 karat. Satu orang sudah
memberikan emasnya, namun seorang lagi mengatakan bahwa akan menyerahkannya sebulan lagi,
maka ini termasuk riba nasiah. Karena harga emas bisa saja berubah sewaktu-waktu.
https://www.brilio.net/creator/agar-tak-terjerumus-ketahui-macam-macam-riba-dan-
pengertiannya-e04275.html
https://propertisyariahmarketing.com/pengertian-riba/
Dalam perbankan ada 2 macam bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya, yaitu:
Bunga Simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan
uangnya di bank. Contohnya adalah bunga tabungan dan bunga deposito.
Bunga Pinjaman, yaitu bunga yang dibebankan kepada nasabah oleh bank khusus untuk nasabah
yang memiliki pinjaman di bank, contohnya adalah bunga kredit.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank
konvensional. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman saling mempengaruhi satu sama
lainnya. Ketika bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman ikut naik dan demikian
pula sebaliknya.
Bunga bank termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Riba bisa saja
terjadi pada pinjaman yang bersifat konsumtif, maupun pinjaman yang bersifat produktif. Dan pada
hakikatnya riba dalam bunga bank memberatkan peminjam.
Menurut lembaga ini, hukum tentang bunga bank dan riba dijelaskan sebagai berikut:
Menurut lembaga yang berfungsi dalam memberikan fatwa atas permasalahan umat ini,
hukum bank dengan praktek bunga di dalamnya sama seperti hukum gadai. Terdapat 3
pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini yaitu:
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih berhati-
hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.
Untuk menghindari praktek riba pada bunga bank konvensional maka saat ini di Indonesia
sudah mulai banyak Bank Syariah sebagai pilihan umat Islam untuk bertransasksi seusai
syariah Islam.
Pada praktiknya, sebagai pengganti sistem bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan
berbagai macam cara yang digunakan dalam akad kredit dan tentunya bersih dan terhindar
dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya sebagai berikut:
1. Wadiah, yaitu titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito,
2. Mudharabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar
perjanjian profit and loss sharing
3. Musyarakah, yaitu persekutuhan, kedua belah pihak yang berpartisipasi mengelola
usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian
tersebut.
4. Murabahah, yaitu jual beli barang dengan tambahan harga (margin keuntungan) atas
dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
5. Qardh Hasan, yaitu pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik, terutama
nasabah yang punya deposito di bank Islam.
Bank Islam juga menggunakan modal yang terkumpul untuk investasi langsung dalam
berbagai bidang usaha yang menguntungkan. Sistem investasi ini biasanya menggunakan
imbal balik dalam bentuk bagi hasil sebagai pengganti praktek bunga bank yang selama ini
terjadi.
https://www.cermati.com/artikel/mengenal-riba-dan-kaitannya-dengan-bunga-bank