Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FAEDAH MEMPELAJARI IKHTILAF DALAM FIQIH

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PERMANDINGAN MADZHAB

Dosen Pengampu:

Ikhwan Baihaqi, MA

Disusun Oleh :

Kelompok 12

MUHAMMAD HAEKAL (210140150)

NADIATUL FAUZIAH (210140117)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ATTAQWA BEKASI 2023 M / 1444 H


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Alloh Subhanahu wata’ala yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadiratnya yang telah melimpahkan rahmat
hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang
berjudul ’Faedah mempelajari Ikhtilaf dalam fiqh ”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Perbandingan Mazhab Madengan dosen pengampu Bpk
Ikhwan Baihaqi, MA

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu diharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.

Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf akhir kata
kami berharap semoga Makalah dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca. Terimakasih

BEKASI, 10 SEPTEMBER 2023

PENYUSUN

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

BAB I......................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4

Latar belakang.......................................................................................................................................4

RUMUSAN MASALAH............................................................................................................................4

TUJUAN MASALAH.................................................................................................................................4

BAB II.....................................................................................................................................................4

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4

A. PENGERTIAN IKHTILAF...................................................................................................................4

B. HAKEKAT IKHTILAF.........................................................................................................................5

C.PEMBAGIAN IKHTILAF....................................................................................................................5

E. ADAB DALAM IKHTILAF..................................................................................................................8

F. FAEDAH MEMPELAJARI IKHTILAF...................................................................................................8

BAB III....................................................................................................................................................9

KESIMPULAN.........................................................................................................................................9

DAFTAR PUSAKA....................................................................................................................................9

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Fiqh sangat luas pembahasannya baik dalam menentukan Hukum maupun dalam praktek
kesehariannya. Di dalam menentukan hukum banyak terjadi perbedaan-perbedaan pendapat
para fuqaha, perbedaan tersebut menimbulkan perbandingan hasil ijtihad mereka. Perbandingan
hasil ijtihad para fuqaha tersebut dikenal dengan nama perbandingan mazhab.Perbandingan
mazhab merupakan pendapat-pendapat para mujtahid dalam menentukan berbagai masalah.
Perbandingan mazahab memuat hal-hal yang bertalian tentang kedudukan ijtihad dalam islam yang
didalamnya juga terdapat kajian-kajian tentang sebab-sebab timbulnya perbedaan pendapat
tentang hukum Islam dan hikmah serta implikasinya dalam kehidupan bermasyarakat

B. Rumus masalah
1. Apa pengertian ikhtilaf?
2. Apa hakekat ikhtilaf?
3. Berapa pembagian Ikhtilaf?
4. Apa sebab perbedaan dalam fiqh?
5. Bagaimana adab dalam ikhtilaf?
6. Apa faedah mempelajari ikhtilaf?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ikhtilaf
2. Untuk mengetahui hakekat Ikhtilaf
3. Untuk mengetahui pembagian ikhtilaf
4. Untuk mengetahui sebab perbedaan dalam fiqh
5. Untuk mengetahui adab dalam ikhtilaf
6. Untuk mengetahui faedah mempelajari Ikhtilaf

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iktilaf
Ikhtilaf adalah lawan dari ittifaq / kesepakatan. Dalam kamus Lisanul Arab :
Ikhtalafa al-amr in lam yattafiqa – sesuatu disebut ikhtilaf ketika belum bisa
bersatu/bersepakat. Setiap yang tidak sama bisa juga disebut dengan ikhtilaf
(perbedaan). Sedangkan khilaf mempunyai makna lain, yaitu : berlawanan /
berkebalikan, artinya lebih khusus dari sekedar berbeda.
Ikhtilaf bagi para ulama juga dimaknai sebagaimana asal katanya, yaitu
perbedaan. Sebagian ulama membedakan antara ikhtilaf dan khilaf dengan
perincian yang lebih khusus.

B. Hakekat ikhtilaf
Sebuah perbedaan, apapun bentuknya ; dari perbedaan warna kulit, bahasa,
hingga perbedaan aqidah atau keyakinan sekalipun, semua itu adalah sunnah
kauniyah yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT atas makhluknya. Dalam Al-
Qur’an Allah SWT berfirman :
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka” (QS Huud
118-119) Namun, perbedaan sebagai sebuah sunnah kauniyah bukan berarti kita
tidak diperintahkan untuk berusaha menghindarinya. Ini sebagaimana ada pada
kekufuran dan maksiat, yang tidak akan menimpa seseorang kecuali atas takdir
Allah SWT. Meski demikian kita semua diperintahkan untuk menghindarinya,
karena pada dua hal itu tetap saja mengandung unsur kehendak (irodah) dan
pilihan manusia (al-ikhtiyar). Bahkan secara umum, para ulama menyatakan
bahwa manusia wajib berusaha menghindari sunnah kauniyah yang bersifat buruk
(seperti maksiat atau kekufuran).

5
C. Pembagian Ikhtilaf
Al-Ikhtilaf terbagi menjadi dua, yaitu terpuji (mahmud) dan tercela. (madzmum).
Ikhtilaf disebut terpuji jika merupakan hasil ijtihad yang berlandaskan niat mencari
kebenaran dan memenuhi syarat dan adabnya, bahkan meskipun hasil ijtihad tersebut
keliru. Dari Amr bin Ash Rasulullah SAW bersabda :
“Jika seorang hakim menghukumi (suatu urusan) kemudian dia berijtihad dan benar maka
baginya dua pahala, dan jika ia menghukumi lalu berijtihadi kemudian salah, maka
baginya satu pahala ” … (HR Bukhori dan Muslim)
Ikhtilaf yang terpuji ini sebagaimana perbedaan yang ada di antara para shahabat
dalam masalah fiqh yang cabang. Contoh : hak waris antara kakek dan saudara, jatuhnya
talak tiga dalam satu majlis, beberapa masalah riba, dst. Begitu pula perbedaan yang ada
di antara imam madzhab yang sangat banyak kita jumpai dalam kitab fikih. Maka
perbedaan yang terpuji ini justru merupakan bentuk rahmat dan kelapangan bagi umat
manusia. Adapun bentuk ikhtilaf yang tercela, adalah hasil ijtihad yang keliru karena
bukan berlandaskan pada kebenaran, tetapi permusuhan, nafsu, fanatisme dan sikap
tercela lainnya. Maka kemudian mereka berusaha menafsirkan, mentakwilkan hal-hal
yang sebenarnya sudah final. Atau bahkan membuat dalil-dalil baru palsu untuk
menguatkan pendapatnya. Ikhtilaf dalam bentuk yang tercela adalah sebagaimana ikhtilaf
yang muncul dari faham-faham tertentu seperti : Syiakh, khowariz, mu’tazilah dan
sebagainya. Inilah bentuk ikhtilaf yang diisyaratkan dalam sebuah hadits dari Anas bin
Malik, Rasulullah SAW bersabda :
“Dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 72 golongan, semuanya di neraka
kecuali satu golongan saja yaitu al-jamaah “ … ( HR Ibnu Majah)
D. Sebab Perbedaan Dalam Fikh
Perbedaan dalam fikh yang cabang termasuk dalam perbedaan yang terpuji, dan hal
tersebut disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya sebagai berikut :
1). Perbedaan pada kecenderungan dan tabiat manusia, serta tingkat pemahaman akal
yang berbeda. Ibnul Qayyim mengatakan :
“Terjadinya perbedaan diantara manusia adalah hal yang sangat pantas dan harus
terjadi, karena mereka juga berbeda keinginan, pemahaman dan kekuatan logikanya “
Contoh riilnya apa yang terjadi pada Sahabat Umar ra dan Abu Bakar pada kebijakan
tawanan perang Badr. Umar yang cenderung keras dan tegas berpendapat untuk
membunuh tawanan perang tersebut, sedang Abu Bakar yang dikenal dengan
kelembutannya cenderung membolehkan tawanan tersebut dibebaskan dengan tebusan.
Termasuk dalam pembahasan ini adalah perbedaan yang mungkin terjadi karena lupa
(nisyan). Dalam sejarah az-Zubair pernah diingatkan Ali pada sabda Rasulullah SAW

6
yang berpesan untuk tidak memusuhi Ali. Maka setelah itu Zubair pun teringat dan
mundur dari peperangannya melawan kubu Ali ra.
2). Perbedaan manusia dalam Ilmu dan pengetahuan
Secara umum bisa digambarkan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena satu dari
tiga hal. Pertama, perbedaan penilaian kuat lemahnya sebuah hadits. Kedua, perbedaan
makna atas sebuah lafadz dalam hadits, dan yang ketiga : Perbedaan menilai apakah
hadits tersebut masih berlaku atau sudah dihapus.
Secara khusus perbedaan tersebut terjadi karena hal-hal seperti dibawah ini :
1. Perbedaan karena tidak sampainya dalil (nash) pada salah satu pihak
Ada kalanya ada sebuah nash yang tidak sampai pada salah satu pihak, maka ia beramal
dengan dalil lain, baik berupa dhohir ayat, hadits maupun qiyas dan istishhab. Ibnu
Taimiyah mengatakan :
“Sebab ini adalah yang paling banyak menjadikan perbedaan diantara para salaf, karena
menguasai seluruh hadits Nabi SAW itu tidak akan dapat dilakukan oleh seorangpun dari
umat ini “
Contoh riilnya adalah Abu Bakar ra yang sempat menghukumi bahwa tidak ada jatah
warisan bagi nenek, kemudian setelah mendapat hadits lain dari Mughiroh maka
kemudian ia menetapkan jatah seperenam bagi nenek dalam masalah warisan.
2. Perbedaan karena salah satu pihak tidak mengetahui bahwa dalil yang diyakininya
telah dihapus / (mansukh) dengan dalil lain. Contoh yang paling jelas dalam masalah ini
adalah tentang nikah mut’ah , riba nisa’ dan juga akad muzaro’ah dan sejenisnya.
3. Perbedaan dalam menilai kuat tidaknya suatu hadits. Maka yang menganggap kuat
akan beramal dengannya, sementara yang menganggap lemah akan beramal dengan
hadits lain yang berbeda maknanya.
Contoh dalam masalah ini banyak tersebar dalam kitab fikh.
4. Perbedaan dalam memahami lafadz sebuah dalil.
Sebagian besar perbedaan yang ada terjadi karena dua sebab utama. Pertama, karena
memang ada lafadz yang dianggap asing (gharib) sehingga pemaknaannya pun berbeda.
Seperti : Muzabanah, Muhaqolah dan Munabadzah dalam fiqh muamalat.
Atau Kedua, karena satu pihak memaknai secara mutlak (hakekatnya) dan ada yang
memaknainya secara kias (majazi). Contoh dalam masalah ini , kata ‘al-lams’ yang
membatalkan wudhu. Ada yang mengartikan hakikatnya yaitu menyentuh (kulit) sudah
membatalkan.

Ada pula yang mengkiaskan dengan bersetubuh (jimak), sehingga menyentuh tidak
membatalkan. Begitu pula dalam masalah penetapan awal ramadhan dengan rukyah.

7
Lafadz rukyah dalam hadits ada yang diartikan melihat dengan mata kepala, dan ada yang
memaknai melihat dengan banyak cara, seperti hisab.
5. Perbedaan dalam menentukan posisi / kedudukan makna sebuah dalil. Yaitu berbeda
dalam masalah lafadz ‘aam (umum ) atau khos (khusus), mutlak atau taqyiid (terikat) dst.
Contoh seperti larangan dalam isbal (memanjangkan celana hingga melebihi mata kaki ),
ada yang menyatakan mutlak : bahwa adalah haram jika celana melebihi mata kaki, dan
ada pula yang mensyaratkan keharaman isbal jika diikuti dengan perasaan sombong.
6. Salah satu pihak meyakini ada dalil lain yang maknanya berlawanan dengan makna
dalil yang diyakini pihak lain. Sebagaimana perbedaan yang terjadi antara Umar bin
Khatab dan Aisyah ra. Umar ra meriwayatkan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
” Sesungguhnya mayit itu sungguh akan disiksa dengan tangisan keluarganya
terhadapnya“
Maka Aisyah ra mengingkari pendapat tersebut, karena berlawanan dengan dalil yang
lebih kuat yaitu ayat Al-Quran, dimana Allah berfirman :
“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada
dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS al-
An’am 164)

E. Adab Dalam Ikhtilaf


1. Menyadari bahwa perbedaan dalam hal furu’ adalah sesuatu yang dharurah dan
rahmat.
2. Mengikuti manhaj moderat / pertengahan dan menghindari berlebih-lebihan dalam
agama
3. Fokus pada hal-hal yang muhkamat (jelas) dari hal yang mutasyabihat.(masih rancu)
4. Menghindari pengingkaran dan penetapan final dalam masalah-masalah ijtihadiyah
yang masih debatable.
5. Pentingnya membaca perbedaan di antara ulama
6. Penentuan dan pembatasan dalam pemahaman dan istilah.
7. Menyibukkan diri dengan agenda umat yang lebih besar dan prioritas
8. Saling bekerja sama dan membantu dalam hal-hal yang disepakati

8
F. Faedah Mempelajari Ikhtilaf
Mempelajari ikhtilaf bukan hal yang sia-sia. Banyak manfaat yang diperoleh untuk
diri secara khusus dan untuk kehidupan masyarakat secara umum. Berikut ini adalah
beberapa manfaat yang dimaksud:
A. Orang yang mempelajarinya akan menguasai banyak masalah yang diperselisihkan
hukumnya oleh para ulama. Hal itu memungkinkan baginya untuk menyelesaikan
semua persoalan yang dihadapi dengan memilih dan memfatwa-kan pendapat ulama
yang sejalan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat tanpa mendatangkan
kesulitan dan kesusahan serta dimungkinkan mereka dapat keluar dari kesulitan
terlebih dari kondisi kegentingan (darurat). Apa yang difatwakan tersebut
berdasarkan kepada dalil yang diunggulkan dari hasil perbandingan. Manfaat ini
disebut manfaat ilmiah dan amaliah yang dianggap sebagai buah yang sebenarnya
dari mempelajari perbandingan mazhab.

B. Memahami bahwa dalil-dalil yang digunakan oleh para imam mazhab itu berdasarkan
kepada syariat bukan berdasarkan kepada undang-undang romawi, undang-undang positif
atau undang-undang samawi terdahulu. Dengan pemahaman ini muncul keyakinan dari
muqarin tanpa ragu terhadap kemurnian dan keterbatasan hokum islam dan para
fuqahanya dari sumber hokum selain islam.

9
BAB III

KESIMPULAN

Faedah mempelajari ikhtilaf adalah untuk memahami dalil-dalil yang digunakan oleh para imam
mazhab. yang berdasarkan kepada syariat bukan berdasarkan kepada undang-undang romawi,
undang-undang positif atau undang-undang samawi terdahulu.

Ada 2 pembagian ikhtilaf yaitu: terpuji (mahmud) dan tercela. (madzmum).

Ikhtilaf disebut terpuji jika merupakan hasil ijtihad yang berlandaskan niat mencari kebenaran
dan memenuhi syarat dan adabnya, bahkan meskipun hasil ijtihad tersebut keliru Adapun bentuk
ikhtilaf yang tercela, adalah hasil ijtihad yang keliru karena bukan berlandaskan pada kebenaran,
tetapi permusuhan, nafsu, fanatisme dan sikap tercela lainnya.

DAFTAR PUSAKA

10
10 Faedah tentang Ikhtilaf | Islam Itu Indah - WordPress.com
https://saputra51.wordpress.com/2013/01/05/10-faedah-tentang-ikhtilaf/

Studi awal perbandingan madzhab dalam fiqh : Dr.H.Sapiudin Shidiq, M.Ag.

11

Anda mungkin juga menyukai