DISUSUN OLEH :
MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
2022/2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Fiqh, dengan
judul “Perbedaan Pendapat Para Ulama.”
Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kalau ditanya bolehkah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para
ulama, memang para ulama sendiri juga berbeda pendapat, antara yang
membolehkan dan yang tidak membolehkan. Yang tidak membolehkan
umumnya menyamakan antara berbeda pendapat dengan berpecah-belah.
Namun kalau kita lebih jeli lagi dalam mencermati, sebenarnya berbeda
pendapat itu tidak harus selalu berpecah-belah. Berpecah belah memang
dilarang secara resmi, namun berbeda pendapat sebenarnya tidak harus selalu
terkait dengan berpecah-belah.
Demikian juga dengan para sahabat nabi, banyak sekali kita temukan
perbedaan pendapat di antara mereka. Termasuk juga kita temukan perbedaan
pendapat di kalangan para tabi’in dan tabiut-tabi’in dan seterusnya. Jadi
perbedaan pendapat itu tidak selalu haram dan terlarang, banyak sekali
perbedaan pendapat yang dibolehkan atau diterima sebagai kenyataan yang
tidak bisa ditampik.
1
Untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai Sebab-sebab perbedaan
pendapat, diperlukan pengkajian mengenai hal tersebut dengan membaca buku
ataupun jurnal yang berkaitan dengan Perbedaan pendapat para Ulama.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan membahas mengenai "
Perbedaan Pendapat Para Ulama".
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian perbedaan pendapat?
b. Apa dasar hukum perbedaan pendapat
c. Apa saja sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat?
d. Bolehkah terjadi perbedaan pendapat?
e. Apa hikmah Perbedaan Pendapat ?
f. Apa saja batas kebolehan perbedaan pendapat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah :
a. Untuk memahami pengertian pendapat para ulama
b. Untuk mengetahui dasar hukum perbedaan pendapat
c. Memahami sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat
d. Untuk mengetahui apakah boleh terjadi perbedaan pendapat
e. Untuk memahami hikmah perbedaan pendapat
f. Memahami batas kebolehan perbedaan
2
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pengertian Perbedaan Pendapat Di Kalangan Ulama (Ikhtilaf)
Perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha dalam bahasa Arab
sering disebut dengan istilah ikhtilaful araa’ ()إختالف اآلراء بين الفقهاء.
a. Bahasa
b. Istilah
Perbedaan ini bukan perbedaan yang terjadi antara orang awam dengan
orang awam, tetapi terjadi antara sama-sama orang yang berkompeten di
bidangnya, yaitu para fuqaha.
3
Objek yang menjadi titik perbedaan pendapat di antara mereka bukan
sembarang masalah, melainkan hanya terbatas pada penetapan kesimpulan
hukum, yang mereka ijtihadkan dari sumber-sumber yang dibenarkan, juga
lewat proses ijtihad yang memenuhi standar.
Masalah yang hukum ada banyak jumlahnya, ada yang dalilnya sudah jelas
dan tidak lagi dibutuhkan proses panjang dalam mengambil kesimpulan
hukumnya. Namun dalam kenyataannya, ada beberapa masalah hukum yang
kita tidak menemukan dalilnya secara jelas, baik di dalam Al-Quran atau pun
di dalam As-Sunnah.
2. Pengertian Mazhab
Jika kita membicarakan mengenai perbedaan pendapat di kalangan
ulama, maka tidak bisa lepas dari pembahasan tentang madzhab. Mazhab
adalah sesuatu yang menjadi pendapat imam atau ahli agama berkaitan dengan
hukum-hukum yang ijtihadiyah yang digali dari sumbernya. Dalam hal ini,
sumber mazhab diperoleh tidak lain dari Al Quran dan hadits.
4
keindahan dan kesempurnaan. Dengan kata lain, perbedaan merupakan fitrah
dan kehendak Allah SWT. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 48:
ِ ّللا لَ َج َعلَكهم أ ه َمة َواحِ دَة َولَكِن ِليَبله َوكهم فِي َما آتَاكهم فَاستَ ِبقهوا الخَي َرا
ت َولَو شَا َء َ ه
1. Karena berbeda dalam memahami dan mengartikan kata-kata dan istilah baik
dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Seperti lafal musytarak, makna haqiqat
(sesungguhnya) atau majaz (kiasan), dan lain-lainnya.
2. Karena berbeda tanggapannya terhadap Hadits. Ada Hadits yang sampai
kepada sebagian ulama, tetapi tidak sampai kepada ulama yang lain. Kalau
Hadits tersebut diketahui oleh semua ulama, sering terjadi sebagian ulama
menerimanya sebagai Hadits sahih, sedang yang lain menganggap dha'if,
dan lain sebagainya.
3. Berbeda dalam menanggapi kaidah-kaidah Ushul. Misalnya ada ulama yang
berpendapat bahwa lapal am yang sudah ditakh'sis itu bisa dijadikan hujah.
5
Demikian pula ada yang berpendapat segala macam mafhum tidak bisa
dijadikan hujah. Ulama-ulama yang berpendapat bahwa mahfum itu adalah
hujah, kemudian berbeda lagi tanggapannya terhadap mafhum mukhalafah.
4. Berbeda tanggapannya tentang ta'arudl (pertentangan antara dalil) dan tarjih
(menguatkan satu dalil atas dalil yang lain). Seperti: tentang nasakh dan
mansukh, tentang pentakwilan, dan lain sebagainya yang dibahas secara luas
dalam ilmu ushul Fiqh.
5. Berbeda pendapat dalam menetapkan dalil yang sifatnya ijtihadi. 2 Ulama
sepakat bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah al-Shahihah adalah sumber hukum.
Tetapi berbeda pendapatnya tentang istihsan, al-maslahah al-mursalah,
pendapat sahabat, dan lain-lainnya yang digunakan dalam era berijtihad.
Sering pula terjadi, disepakati tentang dalilnya, tetapi penerapannya berbeda-
beda. sehingga mengakibatkan hukumnya berbeda pula. Misalnya tentang
Qiyas: Jumhur ulama berpendapat bahwa Qiyas adalah dalil yang bisa
digunakan. Tetapi dalam menetapkan illat hukum sering berbeda. Karena
adanya perbedaan dalam menentukan illat hukumnya, maka berbeda pula
dalam hukumnya.
Bukankah syariat ini satu? Tapi kenapa terjadi perbedaan sehingga dalam
satu masalah ada pendapat lebih dari satu dan tidak satu pendapat antara
mazhab sehingga umat Islam lebih mudah mengambil pendapat, karena mereka
adalah umat yang satu? Sebab perbedaan antara mazhab fiqih dalam Islam
merupakan rahmat dan kemudahan bagi umat Islam. Khazanah kekayaan
syariat yang besar ini adalah kebanggaan dan izzah bagi umatnya. Tak pernah
kita dengar dalam sejarah Islam, perbedaan fiqih antara mazhab menyeret
mereka kepada konflik bersenjata yang mengancam kesatuan umat Islam.
6
Perbedaan dalam masalah akidah sesungguhnya yang dicela dan memecah
belah umat Islam serta melemahkan eksistensinya.
Perselisihan itu bukan hanya sebatas perang kata- kata, bahkan sampai
Musa menarik rambut di kepala dan jenggot saudaranya itu dengan marah dan
kecewa. Sumber keributan antara keduanya berhulu ketika Nabi Musa SAW
dipanggil Allah SWT untuk menerima wahyu di atas bukit Thursina. Musa
menitipkan urusan kaumnya itu kepada saudaranya, Harun. Sehingga ketika
Musa kembali dari menghadap Allah SWT dan dilihatnya kaumnya seperti
itu, meledaklah marahnya.
7
Masih terkait dengan Nabi Musa lagi, kali ini beliau berbeda pandangan
dengan Nabi Khidhir alaihissalam. Kisahnya disebutkan juga di dalam Al-
Quran, meski tidak sampai keributan fisik.
Sebab saat itu posisi Nabi Musa bukan sebagai pemimpin, melainkan
sebagai murid yang sedang belajar untuk mendapatkan ilmu dari orang yang
derajatnya lebih tinggi. Dan begitulah, keduanya selalu berselisih dan beda
pendapat dalam perjalanan. Musa selalu mempertanyakan semua tindakan
shahabatnya itu, meski pada akhirnya beliau selalu harus dibuat mengerti.
Tetapi intinya, beda pemahaman itu adalah sesuatu yang wajar dan mungkin
terjadi, bahkan di kalangan sesama para nabi. Dan tidak ada kebenaran
tunggal dalam hal ini.
Bahkan sesama malaikat yang mulia dan tanpa hawa nafsu sekali pun
tetap terjadi beda pendapat. Masih ingat kisah seorang yang taubat karena
telah membunuh 99 nyawa ditambah satu nyawa?
Posisi Pasukan
8
Dalam kasus penempatan pasukan perang di medan Badar, terjadi perbedaan
pendapat antara Rasulullah SAW dengan seorang shahabat. Menurut shahabat
yang ahli perang ini, pendapat Rasulullah SAW yang bukan berdasarkan
wahyu kurang tepat.
Masih dalam perang yang sama, saat perang hampir berakhir, muncul
keinginan di dalam diri Rasululah SAW untuk menghentikan peperangan dan
menjadikan lawan sebagai tawanan perang. Tindakan itu didasari oleh banyak
pertimbangan, selain itu juga karena saat itu belum ada ketentuan dari langit.
Maka Nabi SAW bermusyawarah dengan para shahabatnya dan diambil
keputusan untuk menawan dan meminta tebusan saja.
Saat itu hanya satu orang yang berbeda pendapat, yaitu Umar bin Al-
Khattab radhiyallahuanhu. Beliau tidak sepakat untuk menghentikan perang
dan meminta agar Nabi SAW meneruskan perang hingga musuh mati semua.
Tidak layak kita menghentikan perang begitu saja karena mengharapkan
kekayaan dan kasihan. Tentu saja pendapat seperti ini tidak diterima forum
musyarawah dan Rasulullah SAW serta para shahabat lain tetap pada
keputusan semula, hentikan perang.
9
Perkampungan Bani Quraidhah. Beliau tidak menyalahkan kelompok mana
pun karena keduanya telah melakukan ijtihad dan taat kepada perintah. tidak
ada dosa atas mereka yang sudah berijtihad, karena Rasulullah SAW tidak
mencela salah satu dari dua kelompok shahabat tersebut.
10
Beliau menjawab,"Apakah harus dilarang shalat di belakang Al-Imam
Malik dan Said ibnu Al-Musayyib?" Keduanya berfatwa bahwa bekam dan
mimisan tidak membatalkan shalat, dan Al-Imam Ahmad tetap menghormati
pendapat keduanya. Namun beliau sengaja meninggalkan qunut ketika shalat
di masjid dekat dengan maqam Al-Imam Abu Hanifah. Ketika ditanya kenapa
saat itu meninggalkan qunut pada shalat shubuh, beliau menjawab,"Apakah
saya harus menentang Abu hanifah di hadapan beliau?”
QS. Al-Maidah/5:2
ۤ ٰٓ َ
َام َيبتَغهونَ ل ٰا ِمينَ ال َبيتَ ال َح َر ي َو َل القَ َ ۤال ِٕىدَ َو
َ ام َو َل ال َهد ِ ٰ ٰ ٰٓياَيُّ َها الَذِينَ ٰا َمنهوا َل تهحِ لُّوا َش َع ۤا ِٕى َر
َ ّللا َو َل ال َشه َر ال َح َر
َ صدُّوكهم
ع ِن ال َمس ِج ِد ال َح َر ِام اَن َ طادهوا َو َل َيج ِر َمنَكهم َشن َٰانه قَوم اَن َ فَضال مِ ن َر ِب ِهم َو ِرض َوانا َواِذَا َحلَلتهم فَاص
ِ ّللا َشدِيده ال ِعقَا
ب َ ٰ َّللا اِن ِ علَى الِث ِم َوالعهد َو
َ ٰ ان َواتَقهوا َ اونهوا َ تَعتَد ْۘهوا َوتَعَ َاونهوا
َ َعلَى البِ ِر َوالتَق ٰوى َو َل تَع
11
bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum
karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
sangat berat siksaan-Nya".
3. Agar kita bisa saling menghormati dalam kehidupan (tasamuh atau toleransi)
QS. Al-Baqarah/2:139
QS. Al-Baqarah/2:18
صمهه ان فَ َمن َش ِهدَ مِ نكه هم ال َشه َر فَليَ ه ِ َاس َوبَيِ ٰنت مِ نَ ال هه ٰدى َوالفهرق ِ َِي اهن ِز َل فِي ِه القهر ٰانه ههدى ِللن
ٰٓ ضانَ الَذ
َ شَه هر َر َم
ع ٰلى َسفَر فَ ِعدَة مِ ن اَيَام اهخ ََر ي ِهريده ٰ ه
َّللا بِكه هم اليهس َر َو َل ي ِهريده بِكه هم العهس َر َو ِلتهكمِ لهوا ال ِعدَة َ َو َمن كَانَ َم ِريضا اَو
َع ٰلى َما هَ ٰدىكهم َولَ َعلَكهم تَشكه هرون َ ٰ َو ِلتهك َِب هروا
َ ّللا
12
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu
bersyukur.
Kita sering membagi tema agama menjadi dua, yaitu hal-hal yang
bertema aqidah dan syariah. Di dalam tema aqidah, kita menemukan wilayah
dasar dan wilayah cabang, sebagaimana di dalam tema syariah pun kita
menemukan ada yang berada di wilayah dasar dan cabang.
Contoh tema aqidah yang merupakan dasar adalah kita beriman bahwa
Allah SWT bersifat Esa tidak berbilang dan tidak ada yang menyamai Dirinya.
Sedangkan tema aqidah tapi wilayah cabang adalah apa saja yang
termasuk nama dan sifat Allah. Seperti apa yang dimaksud dengan kursi Allah,
termasuk juga masalah wajah, tangan, kaki, dan lainnya. Para ulama boleh
berbeda pendapat dalam masalah cabang seperti ini dan tidak akan membuat
mereka menjadi kafir atau masuk neraka.
Yang juga seringkali kurang dipahami oleh banyak orang adalah kesan
bahwa perbedaan pendapat pada tingkat cabang berarti perpecahan. Padahal
antara perbedaan pendapat dengan perpecahan masih ada jarak yang sangat
jauh, bagi mereka yang tahu aturan main.
13
dalam batas-batas tertentu dibenarkan, tetapi berpecah-belah itu diharamkan.
Dan haramkan berpecah-belah itu ditegaskan di dalam Al-Quran.
Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai (QS. Ali Imran: 103)
Artinya : Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. (QS. Al-Fath:29)
14
Perilaku tidak terpuji dari mereka yang berbeda pendapat adalah
melontarkan makian, hinaan dan cemoohan kepada pihak yang pendapatnya
tidak sejalan dengan pendapat mereka.
Sayangnya, kita masih sering membaca atau mendengar ungkapan-ungkapan
yang kurang simpatik dari mereka yang berbeda pendapat, seperti ungkapan
berikut :
Pendapat ini tidak keluar kecuali dari mulut orang-orang yang bodoh,
dungu dan tidak berilmu Mereka yang berpendapat seperti ini tidak lain
hanyalah sekumpulan orang-orang bodoh, dungu, sesat, tidak punya akal
dan ideot.
Pendapat ini tidak keluar kecuali dari orang-orang yang lemah iman,
tidak punya keteguhan hati, serta orang-orang yang jiwana mudah
terbawa
nafsu duniawi.
Di antara adab mulia yang wajib dilakukan oleh mereka yang berbeda
pendapat adalah bukan dengan langsung mengeluarkan vonis yang
menjatuhkan, apalagi menghina. Masih ada begitu banyak ungkapan yang lebi
sopan dan halus, seperti ungkapan :
Meski tidak menolak, namun saya lebih cenderung pada pendapat yang
berbeda.Pendapat ini tidak sepenuhnya salah, namun menurut hemat
saya agak kurang sesuai dengan situasinya.
Dalam masalah ini para ulama memang berbeda pendapat, ada yang
berpendapat A, B atau C. Tanpa mengurangi rasa hormat pada
pendapat lain, saya agak cenderung sependapat dengan pendapat C.
15
Tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada beliau, namun rasanya
pendapat beliau ini kurang tepat, wallahua'lam.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang haq, dilaksanakan berdasarkan keimanan dan
ketakwaan yang murni, dibangun atas dasar firman Allah dan sunnah
Rasulullah, dan dipelihara oleh ukhuwwah dan keharmonisan umat yang
terhormat.
Agama ini sangat menjunjung tinggi peran akal, menghormati perbedaan
pendapat yang bermanfaat bagi khazanah ilmiah Islamiah, perbedaan yang
berorientasi kepada kebenaran. Allah dan rasulNya mencela perbedaan atau
ikhtilaf yang berujung khilaf atau permusuhan dan perpecahan, melarang
ikhtilaf yang bertujuan mencari kemenangan dan melumpuhkan kawan seiman.
Muslimin ruhama bainahum wa asyidda ‘ala al-kuffar, harmonis dan berkasih
sayang antar sesama, tegas dan berani menumpas orang-orang kafir yang
memusuhi dan ingin menghancurkan Islam, dari luar maupun dalam.
Muslimin seyogianya semaksimal mungkin menahan diri dari segala
ikhtilaf dan perbedaan, jangan suka berbanyak tanya dan memperdebatkan
masalah-masalah yang tidak berguna untuk kemajuan dan kemaslahatan umat.
Kalau pun harus berbeda, dan perbedaan itu masih dalam batas kebolehan,
maka sikap yang paling arif dan bijaksana adalah setuju dalam perbedaan dan
tetap membangun serta menjaga ukhuwwah Islamiah dalam ketidakseragaman.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, Semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada
kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas,dan kurang
dimengerti. Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan
dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah tentang Perbedaan pendapat Para
17
DAFTAR PUSTAKA
Setiabudi
18