Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Fiqih Ikhtilaf

Disusun Oleh :

Adella Sandrina 5551200068


Alfira Tri Andiningtyas 5551200175

PROGRAM STUDI SEMINAR PENDIDIKAN AGAMA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Fiqih Ikhtilaf” ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Seminar Pendidikan Agama.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama kami, Bapak Syihabudin Said yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Serang, 4 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4

2.1 Pengertian Fikih Ikhtilaf ................................................................................ 4


2.2 Sejarah Singkat Ikhtilaf.................................................................................. 5
2.3 Sebab-Sebab Munculnya Ikhtilaf ................................................................... 5
2.3.1 Berbeda Pengertian dalam Mengartikan Kata ................................... 5
2.3.2 Riwayat Hadis .................................................................................... 6
2.3.3 Nasikh dan Mansukh.......................................................................... 6
2.3.4 Saling Berlawanan Dalil Mengenai Suatu Kaidah............................. 6
2.3.5 Metodologi Peng-Istimbath-an Hukum ............................................. 6
2.4 Perbedaan Mazhab dan Cara Menyikapinya.................................................. 7
2.4.1 Awal Lahirnya Mazhab dalam Islam ................................................. 7
2.4.2 Bermazhab dan Urgensinya ............................................................... 8
2.4.3 Ragam Mazhab Fikih ......................................................................... 8

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam adalah agama yang membawa Rahmat ilahi berupa persatuan dan
kebersamaan (i’tilaf dan ta’awun) berdasarkan pada standar dan parameter
kebenaran yang merupakan ujian pilihan bagi seluruh manusia. Islam bukan
sekedar alternatif, tetapi merupakan kewajiban mutlak bagi setiap jin dan manusia.
Karena Islam adalah kumpulan kebenaran imani (ideologis-konseptual), satuan
kebenaran lapangan (realitas-praktis) dan totalitas kebenaran bersikap (Etis).
Adapun persatuan yang bersifat alami; di mana manusia tak memiliki pilihan
padanya. Seperti persatuan karena faktor nasab, suku, ras, bangsa dan negara tetap
dijaga dalam Islam.
Namun sebatas tidak merusak sikap loyal (wala’) kepada Islam. Artinya,
perspektif dan ajaran serta norma-norma Islam harus mengungguli dan mengatur
semua jenis dan faktor-faktor persatuan tersebut tanpa adanya sikap ekstrim
(ta’asub) berlebihan. Kenapa demikian, karena Islam itu menyatukan dan
mengakurkan; sama sekali tidak senang mempertentangkan, apalagi
melanggengkan sikap bercerai berai. Namun, perlu dipahami dari awal bahwa
persatuan yang berefek pada persaudaraan dan sikap saling menghargai yang
diinginkan oleh Islam adalah persatuan dalam kebenaran Islam. Selama keadilan
Islam tidak diwujudkan, maka tak ada kata persatuan dan tidak ada kompromi
sedikit pun. Karena Islam adalah oposisi kebatilan.
Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan sampai Rasulullah
SAW memerintahkan kepada orang yang sedang membaca Al Qur’an agar
menghentikan bacaanya jika bacaannya itu akan mengakibatkan
perpecahan. “Bacalah Al-Qur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian,
tetapi jika kalian berselisih maka hentikanlah bacaan itu.“ (HR Bukhari &
Muslim). Kendati keutamaan membaca Al Qur’an sangat besar, namun Nabi SAW
tidak mengizinkan membacanya jika bacaan itu membawa kepada perselisihan dan
pertentangan. Jika perselisihan menyangkut pemahaman makna, maka harus dibaca
dengan berpegang teguh kepada pemahaman dan pengertian yang akan
menumbuhkan kesatuan. Jika terjadi perselisihan atau timbul suatu keraguaan,

1
maka hendaklah bacaan itu ditinggalkan dan berpegang teguh pada yang Muhkam
yang akan membawa persatuan. Salah satu penyebab dari perpecahan dan
perselisihan adalah perbedaan pendapat.
Perbedaan pendapat dalam masalah fikih bukan lagi masalah baru,
melainkan sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW wafat. Perbedaan masalah fikih
terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan timbulnya masalah-
masalah baru dalam kehidupan. Pasca Rasulullah SAW wafat mulai timbul
perbedaan pendapat yang kemudian melahirkan Mazhab-Mazhab yang diantaranya
saling berdebat dan dari perbedaan mereka yang tidak mungkin menemukan
kesepakatan karena masing-masing memiliki dasar sendiri-sendiri yang kemudian
menimbulkan perselisihan. Dari perselisihan itu berlanjut menjadi perang dingin
atau bahkan menyebabkan terjadinya benturan secara fisik maupun pertikaian
politik.
Perbedaan adalah hal yang sangat niscaya, sesuatu yang tidak bisa
dihindarkan lebih-lebih dalam masalah fikih yang mana dasar utamanya adalah Al-
Qur’an dan sunah. Sementara cara pengambilan hukum (istimbath) fuqoha satu
dengan yang lainnya terkadang terdapat perbedaan.
Dalam penetapan hukum Fiqih hampir selalu terjadi perbedaan pendapat di
kalangan para ulama. Hal ini tentu harus dipandang dengan kacamata positif karena
inilah khazanah pemikiran luas para ulama. Adanya ikhtilaf atau perbedaan
pendapat ini menjadikan hukum syariah lebih fleksibel dan aplikatif karena
menyuguhkan beberapa opsi hukum dari para ulama yang muktamad. Ikhtilaf ini
pula lah yang menjadkan hukum syariah relevan di setiap zaman dan tempat

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang ada dapat dirumuskan menjadi beberapa rumusan masalah, sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan fikih iktilaf?
2. Bagaimana sejarah singkat ikhtilaf?
3. Bagaimana sebab-sebab munculnya ikhtilaf?
4. Apa saja perbedaan Mazhab dan bagaimana menyikapinya?

2
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan ini bermanfaat bagi diri sendiri agar menambah wawasan tentang
pendidikan agama, serta bagi para pembaca yang ingin mengetahui dan memahami
tentang fiqih ikhtilaf.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fikih Ikhtilaf


Fikih secara bahasa berarti paham, dan secara istilah berarti mengerti
hukum-hukum syariah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci. Ikhtilaf
menurut bahasa adalah perbedaan paham (pendapat). Iktilaf berasal dari bahasa
arab Khalafa, Yakhlifu, Khilafan. Ikhtilaf menurut istilah adalah berlainan
pendapat antara dua atau beberapa oang terhadap suatu obyek (masalah) tertentu,
baik berlainan itu dalam bentuk tidak sama ataupun bertentangan secara diametral.
Ikhtilaf adalah istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti perbedaan,
perselisihan, dan pertukaran. Kata ikhtilaf yang memiliki arti perbedaan dan
perselisihan dapat dilihat pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 176, 213, dan 253.
Kata ikhtilaf sering pula disebut dengan kata "khilafiyah" yang memiliki arti
perbedaan pandangan di antara ulama terhadap suatu persoalan hukum. Namun
demikian, khilafiyah juga dapat terjadi pada aspek lain seperti politik, dakwah,
dan lain-lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan ikhtilaf dalam pembahasan ini adalah


perbedaan pendapat di antara ahli hukum islam (fuqoha) dalam menetapkan
sebagian hukum Islam yang bersifat furu’iyah, bukan ushuliyah. Disebabkan
perbedaan pemahaman atau perbedaan metode dalam menetapkan hukum suatu
masalah dan lainnya.

Perbedaan pendapat dalam hukum Islam (Ikhtilafah Al-Fiqhiyyah)


bagaikan buah yang banyak berasal dari satu pohon, yaitu pohon Al-Qur’an dan
Sunah, bukan sebagai buah yang banyak berasal dari berbagai macam pohon.
Akar dan batang pohon itu adalah Al-Qur’an dan Sunah, cabang-cabangnya
adalah dalil-dalil naqli dan aqli, sedangkan buahnya adalah hukum islam (fikih)
meskipun berbeda-beda atau banyak jumlah.

Dari uraian diatas, jelas terdapat perbedaan antara orang awam dari kaum
muslimin dan ahlul kitab yang mengikuti pendapat mereka. Orang awam dari
kaum muslimin yang mengikuti pendapat imam-imam mereka, pendapatnya di –
istimbath kan dari Al-Qur’an dan Sunah sebagaimana diperintahkan Allah SWT

4
dalam firmannya yang artinya “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui”.

2.2 Sejarah Singkat Ikhtilaf

Ikhtilaf di kalangan umat Islam mulai terlihat sejak para sahabat besar berpindah
ke berbagai kota. Sebelumnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baghawi di dalam
kitabnya Mashabihul Huda bahwa apabila orang yang berperkara datang menghadap
Abu Bakar beliau pun memperhatikan Kitabullah. Jika beliau menemukan hukum
yang dimaksudkan, beliau pun menerapkan hukum itu. tapi apabila beliau tidak juga
mendapatkannya di dalam sunah, beliau pun bertanya kepada para sahabat yang lain.

Kerapkali di hadapannya berkumpul sekumpulan orang-orang yang


menerangkan hukum-hukum Rasul, jika tidak ada yang menerangkan hukum Rasul,
beliau pun mengundang sahabat-sahabat besar dan orang tertentu untuk menetapkan
hukum. Maka, pendapat mereka itu beliau jadikan pegangan. Itulah yang kemudian
dikenal dengan istilah Ijma’.

Setelah sahabat-sahabat besar pindah ke berbagai kota, maka khilafah


menghadapi kesukaran untuk mengumpulkan para ahli. Maka mulailah para sahabat
ahli hukum menetapkan hukum secara sendiri-sendiri, dan mulailah timbul
perselisihan paham antara mereka dalam menetapkan hukum itu.

2.3 Sebab-Sebab Munculnya Ikhtilaf

Di antara sebab munculnya iktilaf di antaranya sebagai berikut:

2.3.1 Berbeda Pengertian Dalam Mengartikan Kata


Adanya ayat yang berbeda satu dengan yang lainnya secara zhahirnya.
Sehingga membutuhkan jalan keluar yang bisa cocok untuk keduanya. Pada
titik inilah para ulama terkadang berbeda dalam mengambil jalan keluar. Ini
merupakan bahasan yang luas, terjadi karena adanya kata-kata yang jarang
digunakan, dan kata-kata yang mempunyai arti lebih dari satu. Juga adanya
kiasan di samping pengertian hakiki dan perbedaan mengenai arti kata yang
digunakan.

5
2.3.2 Riwayat Hadis
Adanya perbedaan penilaian derajat suatu hadis di kalangan hadis. Dimana
seorang ahli hadis menilai suatu hadis sahih, namun ahli hadis lainnya
menilai tidak sahih. Sehingga ketika ditarik kesimpulan hukumnya sangat
bergantung dari perbedaan ahli hadis dalam menilainya.
2.3.3 Nasikh dan Mansukh
Adanya ayat atau hadis yang menghapus berlakunya ayat atau hadis yang
pernah turun sebelumnya. Dalam hal ini sebagian ulama berbeda pendapat
untuk menentukan mana yang dihapus dan mana yang tidak dihapus,
2.3.4 Saling Berlawanan Dalil Mengenai Suatu Kaidah
Sebagaimana ulama ada yang menerima dalil mengenai suatu kaidah,
sebagian lain menolaknya. Maka kemudian timbul perbedaan di antara
ulama dalam menetapkan nama ayat yang berlaku mujmal dan mana yang
berlaku muqoyyad. Juga dalam menetapkan mana yang bersifat umum dan
mana yang bersifat khusus.
2.3.5 Metodologi Peng-istimbath-an Hukum
Adanya perbedaan ulama dalam menggunakan metodologi atau teknik
pengambilan kesimpulan hukum setelah sumber yang disepakati. Misalnya,
ada yang menerima istihsan dan ada juga yang tidak mau memakainya. Dan
masih banyak lagi seperti sadd al-dzariyah, qoul al-shahaby, istishab, qiyas
dan lainnya.

Selain itu, pengaruh kultur budaya setempat juga mempengaruhi peng-


istimbath-an hukum, tempat dimana para fuqoha tinggal, hal itu sangat
mempengaruhi hukum yang dikeluarkan. Contohnya Imam Syafi’i menulis
kitabnya dinamakan Qaul Al-Qadim ketika beliau tinggal di Irak, dan membuat
fatwanya yang baru. Kemudian dinamakan dengan Qaul Al-Jadid saat beliau
pindah ke Mesir.

Sementara itu, menurut sebagian ulama faktor-faktor khusus penyebab


ikhtilaf dalam masalah furu’ adalah sebagai berikut:

1. Ikhtilaf dalam qira’at


Sesungguhnya telah datang dari Rasulullah SAW qira’at secara
mutawatir hanya saja sebab wurudnya mengundang perbedaan pendapat

6
ulama dalam meng-istimbath-kan hukum. Seperti ikhtilaf pada perkara
wudu tentang mencuci atau membasuh kedua kaki.
2. Ikhtilaf sahabat dalam memahami hadis
Para sahabat dalam riwayat hadis tidaklah sama derajat dan daya nalar
di antara mereka. Sebagian menelaah dan meriwayatkan hadis. Hal ini
karena Nabi Muhammad SAW tidaklah selamanya sebagai Periwayat
Hadis. Terkadang beliau berperilaku sebagai pemberi fatwa, qadhi, atau
melakukan sesuatu yang hanya didengar atau dilihat oleh sahabat yang
hadir di Majelis Nabi, lalu yang mendengar dan melihatnya langsung
berbuat, menyampaikan pada yang lainnya, dan demikian seterusnya.
3. Ikhtilaf dalam menetapkan dan menilai suatu hadis
Para sahabat Nabi tidaklah serta-merta mengamalkan suatu hadis tanpa
terlebih dahulu mengetahui dan memahami lebih jauh kualitas hadis
tersebut. Sebagai contoh, Abu Bakar diminta tanggapannya oleh sahabat
lain tentang pewarisan kakek perempuan, beliau menemukan kualitas
hadis sebelum mengambil keputusan.
4. Adanya Nas Al-Qur’an yang memiliki makna ganda
Dalam bahasa arab istilah yang bermakna ganda dikenal dengan
“Musytarok” yaitu lafal yang mengandung dua pengertian atau lebih.

2.4 Perbedaan Mazhab dan cara menyikapinya


2.4.1 Awal Lahirnya Mazhab dalam Islam
Ketika Nabi masih berada di tengah-tengah umat, semua persoalan
dikembalikan dan dijawab beliau. Karena itu di era nubuwah tidak terdapat
perbedaan mazhab. Kaum muslimin mengikuti apa yang diputuskan oleh
Rasulullah SAW. Perbedaan tersebut muncul ketika Rasulullah SAW wafat,
yakni ketika menetapkan tokoh yang paling layak memimpin umat
menggantikan Rasulullah SAW. Baik Muhajirin maupun Anshor masing-
masing merasa layak. Muhajirin berargumentasi merekalah orang yang
paling awal mendukung kenabian dan paling dekat kekerabatannya dengan
Nabi Saw. Sementara Anshor beranggapan, bahwa Islam menjadi besar
berkat perlindungan mereka. Akhirnya Umar Bin Khatab r.a
mendeklarasikan Abu Bakar Shiddiq r.a (tokoh Muhajirin) sebagai khalifah
yang disetujui oleh sebagian kaum Anshor.
7
2.4.2 Bermazhab dan Urgensinya
Dalam kajian hukum Islam, Mazhab merupakan sebuah tema yang selalu
menarik untuk di diskusikan. Mazhab dapat diartikan sebagai aliran. Istilah
Mazhab realitasnya tidak hanya digunakan dalam konteks fikih, tetapi juga
dalam bidang akidah dan politik. Sebagai contoh, Abu Zahrah menulis buku
yang berjudul Tarikh Al-Madzahib (Sejarah aliran-aliran Islam; Aliran
politik dan akidah serta sejarah fikih Islam). Secara faktual, potensi
intelektual yang diberikan Allah kepada masing-masing orang jelas
berbeda. Dengan perbedaan potensial tersebut, mustahil semua orang bisa
menarik kesimpulan yang sama ketika berhadapan dengan nas-nas (teks-
teks syariah). Belum lagi uslub (ungkapan dan gaya bahasa) Al-Qur’an dan
hadis nabi yang berbahasa arab.
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa terjadinya perbedaan pendapat
yang melahirkan beragam mazhab merupakan suatu keniscayaan. Namun
tidak berarti bahwa keniscayaan tersebut bersifat mutlak dalam segala hal.
Demikian pula dengan potensi nas-nas syariah. Untuk kepentingan itu
ulama membaginya menjadi dua, yakni qathi’ dan dzanni.
Qathi artinya mutlak, absolut dan bebas dari penafsiran. Sementara, dzanni
artinya interpretatif dan mungkin ditafsirkan.
2.4.3 Ragam Mazhab Fikih
Secara umum dalam khazanah hukum Islam, ada beberapa Mazhab fikih
yang terkenal dan diikuti oleh mayoritas umat Islam. Baik dikalangan Sunni
maupun Syiah. Bagi muslim sunni, mazhab-mazhab tersebut adalah Mazhab
Hanafi, Mazhab Malik, Mazhab Syafii, dan Mazhab Hambali. Sementara
kalangan syiah memiliki Mazhab Ja’fari, Ismailiyah dan Zaidiyah.
Hasby asy-Syiddieqi menguraikan dasar-dasar pegangan Imam Hanafi dan
dapat disimpulkan bahwa dasar pegangan Mazhab Hanafi tersebut adalah
Kitabullah (Al-Qur’an), Hadis Rasulullah, Ijma’, Qiyas, Istihsan, Urf, dan
fatwa sahabat.
Dan menurut Al-Satibi, dalam kitab Al-Muwafaqot menyimpulkan dasar-
dasar Imam Malik ada empat yaitu, Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, dan Rayu.
Kemudian, metode istimbat hukum Imam Syafii menggunakan Nas-nas (Al-
Qur’an dan sunah yang merupakan sumber utama bagi para fikih islam),
Ijma’, pendapat para sahabat, dan Qiyas.
8
Lalu, adapun pokok-pokok Mazhab Hambali antara lain: Al-Nushush, fatwa
sahabat, ikhtilaf sahabat, hadis mursal dan dhoif, qiyas.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perbedaan pendapat dalam masalah fikih bukan lagi masalah baru,
melainkan sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW wafat. Perbedaan masalah
fikih terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan timbulnya
masalah-masalah baru dalam kehidupan. Pasca Rasulullah SAW wafat mulai
timbul perbedaan pendapat yang kemudian melahirkan Mazhab-Mazhab.
Fiqih ikhtilaf adalah pemahaman tentang perbedaan pemahaman di antara
ahli hukum Islam (fuqoha) dalam menetapkan sebagian hukum Islam yang
bersifat furu’iyah, bukan ushuliyah. Disebabkan perbedaan pemahaman dalam
mengartikan dalam mengartikan kata atau istilah; dalil (dasar hukum); metodologi
peng-istimbath-an hukum; tempat; masa; dan guru. Penyikapan terhadap ikhtilaf
fuqoha memilih yamg dianggap rajah secara epistemologis, dan bukan karena
menghindari yang sulit atau berat. Fuqoha termasyhur adalah Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Fadhlullah, dkk. 2020. Dinamika Nalar Islami. Serang: Untirta Press.


2. Saleh, Marhamah. 2009. Fiqh Ikhtilaf. www.marhamahsaleh.wordpress.com/fiqh-
ikhtilaf/ .
3. Almanar. 2020. Fikih Ikhtilaf (Perbedaan Pendapat Ulama Mazhab dalam Ranah Fiqih
Islam) . www.stisalmanar.ac.id/2020/09/09/fikih-ikhtilaf-perbedaan-pendapat-ulama-
mazhab-dalam-ranah-fiqih-islam/

11

Anda mungkin juga menyukai