Anda di halaman 1dari 10

Etika dan Hukum Kesehatan

“Teknologi Reproduksi
Buatan”

KELOMP
OK 2
Ni Putu A. Chandraningsih Sophia laurenza w. werang
1 8
(1807010122) (1807010230)

Rani Setyahadi Karno Maria L. D. Niron


2 9
(1807010014) (1807010231)

Hetglen Palabuan Aldi Benggu


3 10
(1807010432) (1807010405)

Putri Ersha Natalya Sa’u Maria Yosevina Tobu


4 11
(1807010138) (1807010064)

Priscilla E. P. Biri Maria Debbyanti Dalo


5 12
(1807010078) (1807010385)

Riski A. Bahan Erlin Y. E. N. Klakik


6 13
(1807010310) (1807010170)

Maria M. R. Nele Ztellamaris Aprilian Ladjar


7 14
(1807010057) (1807010297)

Intan P. I. Selan
15
(1807010434)
Teknologi Reproduksi
Buatan
Teknik reproduksi buatan merupakan bagian
dari pengobatan infertilitas yang mencakup setiap
fertilisasi yang melibatkan manupulasi gamet
(sperma, ovum) atau embrio diluar tubuh serta
pemindahan gamet atau embrio ke dalam tubuh
manusia.

Teknik reproduksi buatan adalah metode


penanganan terhadap sel gamet (sperma, ovum)
serta hasil konsepsi (embrio) sebagai upaya untuk
mendapatkan kehamilan di luar cara-cara alami,
tidak termasuk cloning atau duplikat manusia.
Contoh dari teknologi ini yang sudah berkembang
di dunia yakni, teknik bayi tabung (InVitro
Fertilization) dan teknik ibu pengganti (Surrogate
Mother).
ETIKA DAN HUKUM TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN DI INDONESIA
UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127
menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar
cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah

Keputusan Menteri Kesehatan No.


72/Menkes/Per/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi
Buatan

Keputusan MenKes RI tersebut dibuat


Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di
Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah
Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI

Etika Teknologi Reproduksi


Buatan belum tercantum secara
eksplisit dalam Buku Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
Pelaksanaan Teknologi Reproduksi Buatan
Di Indonesia
Teknik Bayi Tabung
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal;
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu;
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

Teknik Ibu Pengganti/ Sewa Rahim


Ibu pengganti atau sewa menyewa/penitipan rahim, secara hukum
tidak dapat dilakukan di Indonesia. Sebagai informasi tambahan,
praktek transfer embrio ke rahim titipan (bukan rahim istri yang
memiliki sel telur tersebut) telah difatwakan haram oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada 26 Mei 2006. Praktek ibu pengganti
atau sewa menyewa rahim belum diatur di Indonesia. Oleh karena
itu, tidak ada perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu
pengganti ataupun sewa menyewa rahim.
Perbandingan dengan negara lain
Di Indonesia Negara Lain
Pelaksanaan teknologi reproduksi buatan dilakukan
berdasarkan izin pemerintah setempat (Inggris)
Pelaksanaan teknologi reproduksi buatan dilakukan
Pelaksanaan teknologi reproduksi buatan berdasarkan undang-undang yang berlaku sehingga legal
dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku (Australia)
Pelaksanaan teknologi reproduksi buatan dilakukan
berdasarkan aturan dari komite khusus yang dibentuk
(Singapura)
Pelaksanaan program bayi tabung dapat dilakukan oleh
Pelaksanaan bayi tabung hanya dilakukan pada pasangan yang hanya tinggal bersama (tanpa status
pasangan suami istri yang sah pernikahan) dan pada wanita yang berstatus lajang/ tidak
memiliki pasangan (Amerika & Inggris)
Pelaksanaan program bayi tabung dilakukan pada
Tidak ada batasan umur (Malaysia)
istri yang berusia lebih dari 35 tahun
Tidak memiliki fasilitas menampung sperma atau Memiliki fasilitas khusus menampung sperma atau bank
bank sperma sperma (Australia)
Pelaksanaan sewa rahim / ibu pengganti tidak di Pelaksanaan sewa rahim/ ibu pengganti di legalkan/ diizinkan
“Pasangan Suami Istri Thalassemia
Punya Anak Lewat Bayi Tabung”
Salah satu contoh kasus yang mengguanakanteknologi reproduksi
buatan di indonesia ialah yang terjadi pada psepasang suami istri
penderita thalassemiadimana kemungkinan untuk mereka
mendapatkan keturunan yang sehat secara normal itu sangat
kecil. Oleh karena itu, atas saran dari dokter maka setelah
menikah, pasangan ini menjalani program bayi tabung
dimanasebelum dimasukan ke rahim sang ibu, embrio tersebut
akan di screening terlebih dahulu dan thalassemia yang ada pada
embrio tersebut dipisahkan atau di hilangkan. Dari 42 sel telur,
terdpat1 yang sehat walafiat dan satu itu langsung dimasukan ke
embrio transfer dan berhasil. Pasangan suami istri tersebut
sangat bersyukur karena menurut dokter, embrio yang ada di
dalam tubuh sang istri itu sehat. Kini pasangan suami istri
tersebut memilili anak yang terlahir sehat.
Daftar Pustaka
Anonim. Diunduh dari https://eprints.walisongo.ac.id
/1741/4/072111014_Bab3.pdf pada tanggal 30 Maret 2020
Arikhman, Nova. 2016. Tinjauan Sosial Etika Dan Hukum Surrogate Mother di Indonesia. Jurnal Kesehatan Medika
Saintika. Vol. 7, No. 2. 140-150.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
73/menkes/per/11/1999 tentang penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi buatan. Jakarta: Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Rizka. 2017. Hukum Rekayasa Reproduksi Indonesia Berbasis Transendental. Disertasi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai