Anda di halaman 1dari 4

“TEKNIK REPRODUKSI BUATAN”

1. Pengertian Teknologi Reproduksi Buatan


Teknik reproduksi buatan merupakan bagian dari pengobatan infertilitas yang
mencakup setiap fertilisasi yang melibatkan manupulasi gamet (sperma, ovum) atau
embrio diluar tubuh serta pemindahan gamet atau embrio ke dalam tubuh manusia.
Teknik reproduksi buatan adalah metode penanganan terhadap sel gamet (sperma,
ovum) serta hasil konsepsi (embrio) sebagai upaya untuk mendapatkan kehamilan di luar
cara-cara alami, tidak termasuk cloning atau duplikat manusia. Contoh dari teknologi ini
yang sudah berkembang di dunia yakni, teknik bayi tabung (InVitro Fertilization) dan
teknik ibu pengganti (Surrogate Mother).
2. Etika Dan Hukum Teknologi Reproduksi Buatan
1) UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah dengan ketentuan: Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri
yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu; pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2) Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum,
perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan
Penutup.
3) Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi
Tabung di Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta,
DepKes RI, yang menyatakan bahwa:
a) Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel
sperma dan sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
b) Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan
infertilitas, sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian
dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
c) Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari
3, boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
 Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
 Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-
kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
 Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4) Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun
5) Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ova atau embrio
6) Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian, Penelitian
atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila
tujuannya telah dirumuskan dengan sangat jelas
7) Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia
lebih dari 14 hari setelah fertilisasi
8) Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in-
vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku)
9) Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel
ova, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ova atau spermatozoa itu
berasal.
10) Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies
tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada
manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus diakhiri
pertumbuhannya pada tahap 2 sel.
Etika Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi  dalam addendum 1, dalam buku tersebut di atas
terdapat penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik
Kedokteran III, April 2002. Pada Kloning dijelaskan bahwa pada
hakekatnya: menolak kloning pada manusia, karena menurunkan harkat, derajat dan serta
martabat manusia sampai setingkat bakteri
3. Pelaksanaan Teknologi Reproduksi Buatan Di Indonesia Dan Negara Lainnya
A. Teknik Bayi Tabung
Teknologi bayi tabung merupakan upaya kehamilan di luar cara alamiah.
Dalam hukum Indonesia, upaya kehamilan di luar cara alamiah diatur dalam pasal
127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam pasal ini
dinyatakan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu;
3) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Dengan demikian, walaupun terdapat ketentuan lain yang mengatur
mengenai hubungan perdata dalam proses inseminasi buatan dan teknologi bayi
tabung selain yang diatur UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, ketentuan tersebut
akan batal dengan sendirinya demi hukum karena bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan lain yang lebih spesifik mengatur masalah tersebut, dalam
hal ini UU Kesehatan No. 36 tahun 2009.
B. Teknik Ibu Pengganti
Adapun metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang
diatur dalam pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti atau sewa
menyewa/penitipan rahim, secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia.
Sebagai informasi tambahan, praktek transfer embrio ke rahim titipan (bukan
rahim istri yang memiliki sel telur tersebut) telah difatwakan haram oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada 26 Mei 2006. Praktek ibu pengganti atau sewa
menyewa rahim belum diatur di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada
perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu pengganti ataupun sewa
menyewa rahim.
C. Perbandingan Dengan Negara Lain (Negara Maju)

Di Indonesia Negara Lain


Pelaksanaan teknologi reproduksi Pelaksanaan teknologi reproduksi
buatan dilakukan berdasarkan hukum buatan dilakukan berdasarkan izin
yang berlaku pemerintah setempat (Inggris)
Pelaksanaan teknologi reproduksi
buatan dilakukan berdasarkan undang-
undang yang berlaku sehingga legal
(Australia)
Pelaksanaan teknologi reproduksi
buatan dilakukan berdasarkan aturan
dari komite khusus yang dibentuk
(Singapura)
Pelaksanaan bayi tabung hanya Pelaksanaan program bayi tabung dapat
dilakukan pada pasangan suami istri dilakukan oleh pasangan yang hanya
yang sah tinggal bersama (tanpa status
pernikahan) dan pada wanita yang
berstatus lajang/ tidak memiliki
pasangan (Amerika & Inggris)
Pelaksanaan program bayi tabung Tidak ada batasan umur (Malaysia)
dilakukan pada istri yang berusia lebih
dari 35 tahun
Tidak memiliki fasilitas menampung Memiliki fasilitas khusus menampung
sperma atau bank sperma sperma atau bank sperma (Australia)
Pelaksanaan sewa rahim / ibu pengganti Pelaksanaan sewa rahim/ ibu pengganti
tidak di legalkan di Indonesia (tidak di legalkan/ diizinkan dengan tujuan
diizinkan) menolong (Kanada)
4. Contoh Kasus Di Indonesia
“Pasangan Suami Istri Thalassemia Punya Anak Lewat Bayi Tabung”

Salah satu contoh kasus yang mengguanakanteknologi reproduksi buatan di


indonesia ialah yang terjadi pada psepasang suami istri penderita thalassemiadimana
kemungkinan untuk mereka mendapatkan keturunan yang sehat secara normal itu sangat
kecil. Oleh karena itu, atas saran dari dokter maka setelah menikah, pasangan ini
menjalani program bayi tabung dimanasebelum dimasukan ke rahim sang ibu, embrio
tersebut akan di screening terlebih dahulu dan thalassemia yang ada pada embrio tersebut
dipisahkan atau di hilangkan. Dari 42 sel telur, terdpat1 yang sehat walafiat dan satu itu
langsung dimasukan ke embrio transfer dan berhasil. Pasangan suami istri tersebut sangat
bersyukur karena menurut dokter, embrio yang ada di dalam tubuh sang istri itu sehat.
Kini pasangan suami istri tersebut memilili anak yang terlahir sehat.

https://m.detik.com/wolipop/health-and-diet/d-4931689/cerita-pasangan-suami-istri-
thalassemia-punya-anak-lewat-bayi-tabung?_ga=2.191292140.718049418.1585546800-
2001680149.1585546800

Anda mungkin juga menyukai