Anda di halaman 1dari 3

Bioetika Bayi Tabung

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

BAB II
PEMBAHASAN

Pasal 40
(1) Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada
pasangan
suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk
memperoleh keturunan.
(2) Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) www.hukumonline.com
dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri
yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
(3) Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak bertentangan
dengan norma agama.
(4) Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
Pasal 41
Pasangan suami isteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) yang ingin menggunakan
pelayanan
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah harus memenuhi persyaratan meliputi:
a. telah dilakukan pengelolaan infertilitas dengan tepat;
b. terdapat indikasi medis;
c. memahami prosedur konsepsi buatan secara umum;
d. mampu/cakap memberikan persetujuan tindakan kedokteran (informed consent);
e. mampu membiayai prosedur yang dijalani;
f. mampu membiayai persalinan dan membesarkan bayinya; dan
g. cakap secara mental.\

Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah harus didahului dengan
konseling dan persetujuan tindakan kedokteran (informed consent).
(2) Konseling dan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
pengelolaan lebih lanjut terhadap kelebihan embrio.
(3) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sebelum dan sesudah mendapatkan
pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.
(4) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi dan
kewenangan.
(5) Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
(1) Kelebihan embrio hasil pembuahan di luar tubuh manusia (ferlilisasi invitro) yang tidak ditanamkan
pada
rahim harus disimpan sampai lahirnya bayi hasil Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar
Cara Alamiah.
(2) Penyimpanan kelebihan embrio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang setiap 1
(satu)
tahun atas keinginan pasangan suami istri untuk kepentingan kehamilan berikutnya.
(3) Kelebihan embrio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ditanam pada:
a. rahim ibu jika ayah embrio meninggal atau bercerai; atau b. rahim perempuan lain.
(4) Dalam hal pasangan suami istri pemiliknya tidak memperpanjang masa simpan kelebihan embrio,
fasilitas
pelayanan kesehatan penyelenggara Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah
harus memusnahkan kelebihan embrio.
PANDANGAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

PANDANGAN HUKUM MEDIS


Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1. UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara
alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim
istri dari mana ovum berasal;
b.) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c.) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Reproduksi Buatan.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di luar cara
alami, tidak termasuk kloning;
Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di
Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI
Etika Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku Kode
Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku tersebut di atas terdapat
penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik Kedokteran III, April
2002. Pada Kloning dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak kloning pada manusia, karena
menurunkan harkat, derajat dan serta martabat manusia sampai setingkat bakteri, menghimbau
ilmuwan khususnya kedokteran, untuk tidak mempromosikan kloning pada manusia, dan
mendorong agar ilmuwan tetap menggunakan teknologi kloning pada :
1. sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan misalnya untuk pembuatan zat
antigen monoklonal.
2. sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, ini untuk melihat kemungkinan klonasi
organ pada diri sendiri.

Aspek Human Rigths:


Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara.
Jadi

PROBLEMATIKA DAN PANDANGAN KELOMPOK

Anda mungkin juga menyukai