Istikharoh 2002277011
Meylinda Sari 2002277013
Mirna Yulansari 2002277014
01
ABORSI 02
Pasal 75
dinyatakan sebagai berikut:
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2) larangan pada ayat (1) dpt dikecualikan berdasarkan:
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin yang menderita penyakit genetik beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah melalui konseling
dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang
4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada
ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1) Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dlm hal kedaruratan medis
2) Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri
3) Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
4) Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5) Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 194 (ketentuan pidana)
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana penjara paling
lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang diterangkan
dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut haki untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.
Pasal 535
BAYI TABUNG 02
Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah dgn ketentuan:
1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan di dalam
rahim istri dari mana ovum berasal
2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan
3) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau dari beberapa
kondisi berikut ini:
1. Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam
rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta
keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
2. Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang
terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan yang memiliki
benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata)
3. Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi
embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir
statusnya sah bagi pasutri tersebut.
4. Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak
di luar nikah
01
02
ADOPSI
03
Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak
dari seseorang atau lembaga organisasi ketangan orang
lain secara sah diatur dalam peraturan perundang- 04
undangan.
05
Adopsi juga berarti memasukkan anak yang
diketahuinya sebagai anak orang lain kedalam 06
keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak
kandung
PP/UU Tentang Adopsi
Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA
Pasal 39
1) Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
2) Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan
darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama
mayoritas penduduk setempat
Pasal 40
(3) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua
kandungnya
(4) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan
Pasal 41
(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007)
Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi
Pasangan suami istri
Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983 tentang pemeriksaan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Mensos RI No
41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Orang tua Tunggal
Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat meninggal meninggalkan wasiat yang
isinya tidak menghendaki pengangkatan anak WNI yang belum menikah atau memutuskan
tidak menikah.
Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 Pasal 12 ayat (1))
a. Belum berusia 18 tahun
b. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan
c. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak, dan
d. Memerlukan perlindungan khusus
THANKS