Anda di halaman 1dari 22

UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR

TENTANG
ABORSI, BAYI TABUNG DAN ADOPSI
DISUSUN OLEH:

KRISTINA WUNG (14613794)


PUTRI NURJANAH (14613801)
RANDA DWI M (14613800)
REA ARIYANTI (14613803)
WIDYA KAHARANI P (14613813)
YUMI SAPTA SARI K (14613815)
ABORSI
Menurut istilah medis, abortus merupakan berakhirnya
kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram
(Williams, 2006)
ABORSI PROVOKATUS
Abortus Provokatus Medisinalis/Therapeuticus
Abortus Provokatus Kriminalis
HUKUM YANG MENGATUR TENTANG
ABORSI
 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan:
Pasal 15 ayat 1 dan 2
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis
tertentu
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan:
a) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan
diambilnya tindakan tersebut.
b) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan
tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.
c) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau
suami atau keluarganya.
d) Pada sarana kesehatan tertentu.
 Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2) Laragan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan berdasarkan:
a) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau
janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyukitkan bayi tersebut hidup diluar
kandungan, atau
b) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan
c) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling danatau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang,
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan media
dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
1) Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
2) Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri,
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan,
4) Dengan ijin suami, kecuali korban perkosaan, dan
5) Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri.
 Pasal 77: Pemerintah wajib melindungi dan mencegah
perempuan dari aborsi yang sebagaimana dimaksud Pasal 75
ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 194 (ketentuan pidana): setiap orang yang dengan


sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
 KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349
 Pasal 229:
Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan
atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau
ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun

 Pasal 346:
Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
 Pasal 347:
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun. Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.

 Pasal 348:
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
 Pasal 349:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan
salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.

 Pasal 535:
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu
sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-
terangan atau tanpa diminta menawarkan, menyiarkan tulisan
tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau
perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling
lama tiga bulan.
Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro
fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel
telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita.
Hukum yang mengatur tentang Bayi Tabung

Dalam hukum Indonesia, upaya kehamilan di luar cara alamiah


diatur dalam Pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam pasal ini dinyatakan bahwa upaya kehamilan di luar cara
alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah
dengan ketentuan:
1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal.
2) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu,
3) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Adopsi
Adopsi diambil dari bahasa Inggris adoption yang berarti
pengangkatan atau pemungutan. Dalam hal ini adopsi berarti
pengangkatan anak oleh seseorang atau keluarga yang
dilakukan untuk tujuan tertentu
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan adopsi :
a. Pihak yang mengajukan adopsi
 Pasangan Suami Istri
 Orang tua tunggal
a. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983
b. Tata cara mengadopsi
c. Isi permohonan
d. Yang dilarang dalam permohonan
e. Pencatatan di kantor Catatan Sipil
f. Akibat hukum pengangkatan anak
Hukum yang Mengatur tentang Adopsi

Di Indonesia, Pengaturan pengangkatan anak disebutkan dalam


Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak, yaitu Pasal 39, Pasal 40 dan 41
Pasal 39
1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat
dan orang tua kandungnya.
3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut
oleh calon anak angkat.
4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.
5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak
disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Pasal 40
6) Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya
mengenai asal usulnya dan orangtua kandungnya.
7) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41
1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak
2) Ketentuan mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007
tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak memberikan pengertian
tentang anak angkat, pengangkatan anak, orang tua dan orang tua
angkat yang tertuang pada Bab I Ketentuan umum, yaitu terdapat
dalam Pasal 1 butir 1,2, 3 dan 4.

Pasal 1 butir (1)


 Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Pasal 1 butir (2)
 Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang
mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua,
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke
dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Pasal 1 butir (3)


 Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau
ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat

Pasal 1 butir (4)


 Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk
merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan.

Anda mungkin juga menyukai