Anda di halaman 1dari 21

Sejarah Muhammadiyah

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokatuh

Kelompok 1

▧ Maman Saepul Rohman


▧ Muhammad Riza Alfian
▧ Aviandi Rizki Surahman
▧ Sudrajat
‫طريقاإى لْ ِا ََ ّةن‬
‫ج‬ ًَ‫لهِل‬
“ ِ‫عم َ َ ّ َُلَا‬
‫سَللّهِب‬ ًْ‫كرايق َِ َْ ُتلي ِم ِف ِيهل‬
‫سا‬
▧ “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan
َ َ‫▧ َوْمن َ ل‬
‫سِ ًَط‬

baginya jalan menuju surga.”


▧ (HR. Muslim, no. 2699)

Sumber: htps:/rumaysho.com/12363-menuntut-ilmu-jalan-paling-cepat-menuju-surga.html
Materinya

▧ Faktor Obyektif (Kondisi Sosial Dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman
Kolonial)
▧ Faktor Subyektif (Keprihatinan Dan Keterpanggilan KH. A. Dahlan Terhadap Umat
Dan Bangsa)
▧ Profil KH.A. Dahlan
▧ Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya
Faktor Obyektif (Kondisi Sosial Dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial)

Kristenisasi

Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk
mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini
mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi
Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam
Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana
negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah
KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
Faktor Obyektif (Kondisi Sosial Dan Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial)

Kolonialisme Belanda

Politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di kalangan


bangsa Indonesia. Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun
kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar
dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan.
Periode Pertama

Periode Kedua 

▧ Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia ▧ Dalam hal ini,tidak semua kegiatan
yang beragama Islam tidak memberontak. pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam
hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan
▧ Menerapkan dua strategi yaitu membuat atas pengalaman Snouck berkunjung ke
kebijakan-kebijakan yang sifatnya Makkah dengan menyamar sebagai seorang
membendung dan melakukan kristenisasi bagi muslim bernama Abdul Ghaffar.
penduduk Indonesia.
▧ Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip
▧ Dalam  pelarangan  pengalaman ajaran islam, utama,yaitu: Pertama rakyat indonesia
Belanda  membatasi masalah ibadah haji dibebaskan dalam menjalankan semua
dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini masalah ritual keagamaan seperti ibadah,
justru kontraproduktif  bagi Belanda karena Kedua pemerintah berupaya
menjadi sumber pemicu perlawanan terhadap mempertahankan dan menghormati
Belanda sebagai penjajah karena keberadaan lembaga-lembaga sosial atau
menghalangi kesempurnaan islam seseorang. aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga
pemerintah tidak menoleransi kegiatan
apapun yang dilakukan kaum muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-
Islamisme atau menyebabkan perlawanan
politik atau bersenjata menentang
pemerintah kolonial Belanda.
Faktor Subyektif (Keprihatinan Dan Keterpanggilan KH. A. Dahlan Terhadap
Umat Dan Bangsa)

Faktor Subyektif adalah faktor yang sangat kuat, bahkan dikatakan sebagai faktor utama dan
faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KH. Ahmad
Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan
isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat Muhhammad ayat 24
yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap
apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika
menatap surat Ali Imran ayat 104 : “Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung”.

Memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada
melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
Profil KH. A. Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan
adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri Muhammadiyah ini termasuk
keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara
Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.
 
Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),
Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH.
Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Profil KH. A. Dahlan

Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak
kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh
Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan
Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
 
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional
dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
Profil KH. A. Dahlan

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo -
organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-
pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna
bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai
Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat
permanen.

Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang
terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan
dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8
Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui
organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.

Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan
panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an
dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan
Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya.
Profil KH. A. Dahlan

Kiai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kiai yakni KH. Muhammad Shaleh di
bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden
Dahlan di bidang ilmu falak (astronomi); dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat di bidang ilmu hadis;
dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran, serta dari Syekh Hasan di bidang
ilmu pengobatan dan racun binatang.

Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat
di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di kampung Karangkajen, Brontokusuman, wilayah
bernama Mergangsan di Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara
menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember
1961.

Kisah tentang KH Ahmad Dahlan juga diangkat ke layar lebar pada tahun 2010 dengan judul
film 'Sang Pencerah' yang menceritakan tentang kisah KH Ahmad Dahlan dan terbentuknya
Muhammadiyah. Tokoh KH Ahmad Dahlan sendiri dibintangi oleh Iksan Tarore sebagai Tokoh Ahmad
Dahlan Muda dan kemudian Lukman Sardi sebagai KH Ahmad Dahlan. Film ini sendiri disutradarai
oleh Hanung Bramatyo.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Pendidikan Integralistik

K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya
apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri
bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau
membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat
Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap
pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu: 1) pengetahuan tertinggi
adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka
dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati
yang suci; (2) akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah
pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah
kepada petunjuk Allah swt.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Pendidikan Integralistik

Pribadi K.H. Ahmad Dahlan  adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang
tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia
membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan
menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu “model” dari bangkitnya sebuah generasi yang
merupakan “titik pusat” dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan
yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan
paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh
perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, K.H. Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya
dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya
memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Pendidikan Integralistik

Seiring dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi sekolah Belanda
diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser lembaga
pendidikan Islam semacam pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua:
pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan dengan
agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja.
Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini K.H. Ahmad Dahlan  “gelisah”, bekerja keras sekuat
tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Pendidikan Integralistik

Cita-cita pendidikan yang digagas Beliau adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu
tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan
iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem
pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan  melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran
agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana
agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah
menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak
dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Pendidikan Integralistik

Contoh klasik adalah ketika Beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara
berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita
memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu
mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan
oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala  al-Ma’un
sebagaimana dipraktekan K.H. Ahmad Dahlan . Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah
adalah teknik pendidikannya, bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak
mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang
harus kita tangkap dari K.H. Ahmad Dahlan  adalah semangat untuk melakukan perombakan atau
etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-


madrasah Pendidikan Agama

Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan dan
prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke dalam
sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang ditawarkan adalah
sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa
lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang
dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula
mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang
diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat
Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru
disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan
umum pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
Baik budi, alim dalam agama, Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum, Bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda

Muhammadiyah baru memutuskan meminta kepada pemerintah agar memberi izin bagi orang
Islam untuk mengajarkan agama Islam di sekolah-sekolah Goebernemen pada bulan April 1922.
sebenarnya sebelum Muhammadiyah didirikan ini sudah diusahakan namun baru mendapat izin saat
itu. Hingga akhirnya Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah swasta yang meniru sekolah
Gubernemen dengan pelajaran agama di dalamnya. Tujuan pokok organisasi dan pendirian lembaga
pendidikan menjadi orientasi utama K.H. Ahmad Dahlan sehingga berusaha untuk menandingi
sekolah pemerintahan Belanda dengan mengikuti contoh misi Kristen dengan menyebarkan fasilitas
dan mendesakkan pengalaman iman. Sekolah Dasar Belanda dengan al-Qur’an didirikan dari
keterkesanannya terhadap kerja para misionaris Kristen dan SD Belanda dengan Alkitabnya.
Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan cara
yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang
kental. Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan
juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional.
Pemikiran – Pemikiran KH. A. Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya

Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan lahirlah kader-
kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung tombak
gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa
depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan
dalam kerangka Islam sebagai instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya
karena perempuan merupakan unsur penting  berkat bantuan istri dan koleganya sehingga
terbentuklah Aisyiah . di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum
perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini.
K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul
Watan.
Syukron!
Thanks!
Terima Kasih!

Any questions?
Ada Pertanyaan

Anda mungkin juga menyukai