Anda di halaman 1dari 20

Journal Reading

DO ANTIMICROBIAL RESISTANCE PATTERNS


MATTER? AN ALGORITHM FOR THE TREATMENT
OF PATIENTS WITH IMPETIGO
Oleh :
Shania Indah Chineko, S.Ked
Pembimbing :
dr. Dwiana Savitri, Sp.KK, FINSDV, FAADV
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT
FK ULM-RSUD ULIN-BANJARMASIN
FEBRUARI, 2021
abstrak
LATAR BELAKANG: Impetigo merupakan infeksi kulit superfisial yang menular → S. aureus & S. pyogenes.
Resistensi antimikroba menjadi perhatian dunia → Algoritma pengobatan impetigo berbasis bukti telah
dikembangkan untuk menangani pengobatan impetigo untuk populasi anak dan orang dewasa.

METODE: Sebuah panel internasional yang terdiri dari dokter kulit anak, dokter kulit, dokter anak, dan spesialis
penyakit menular anak menggunakan teknik Delphi yang dimodifikasi untuk mengembangkan algoritma
pengobatan impetigo.

HASIL: Algoritma ini mencakup edukasi dan pencegahan impetigo, diagnosis dan klasifikasi, tindakan
pengobatan, dan tindak lanjut serta membedakan antara wabah impetigo lokal dan meluas atau epidemi. Panel
mengadopsi definisi impetigo terlokalisasi dengan <10 lesi dan lebih kecil dari 36 cm2 area yang terkena pada
pasien yang berusia ≥ 2 bulan tanpa status kekebalan yang terganggu. Resistensi terhadap antibiotik oral dan
topikal yang diresepkan untuk pengobatan impetigo seperti mupirocin, retapamulin, asam fusidat, telah banyak
dilaporkan.

KESIMPULAN: Saat meresepkan antibiotik, penting untuk mengetahui tren lokal dalam resistensi antibiotik.
Krim Ozenoxacin 1% sangat efektif melawan S. pyogenes dan S. aureus, termasuk strain yang rentan dan resisten
terhadap MRSA, dan mungkin merupakan pilihan yang cocok untuk impetigo lokal.
1
pendahuluan
• Impetigo merupakan infeksi kulit yang menular → S. aureus & S. pyogenes. Biasa terjadi pada anak (2-5
tahun) dan dewasa.

• Prevalensi impetigo di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 140 juta kasus pada tahun 2010. Prevalensi masa
kanak-kanak diperkirakan menjadi 12,3% dengan puncak di daerah tropis, dan berpenghasilan rendah.

• Impetigo non-bulosa terjadi pada 70% kasus dan biasanya sembuh tanpa komplikasi. Di negara berkembang,
kelompok A S. pyogenes adalah penyebab umumnya.

• Lesi impetigo bulosa biasanya besar, lepuh flaksid superfisial transparan. Risiko komplikasi yang memerlukan
perawatan di rumah sakit lebih tinggi daripada non-bulosa. Biaya rawat inap terkait infeksi kulit S. aureus,
termasuk impetigo yang parah, diperkirakan mencapai $5 miliar per tahun di AS. Sekitar 6,9 juta topikal dan
8,2 juta resep antibiotik oral setiap tahun dibagikan untuk kondisi dermatologis di AS.

2
pendahuluan
• Resistensi antimikroba terhadap pengobatan impetigo, termasuk mupirocin, retapamulin dan asam fusidat.

• Krim Ozenoxacin 1% sebagai lini pertama pasien yang berusia ≥ 2 bulan (AS) dan ≥ 6 bulan (Uni Eropa).
Kuinolon non-fluorinasi topikal bakterisida ini telah dipelajari dalam 17 uji klinis hingga saat ini tetapi belum
dimasukkan dalam pedoman praktik yang diterbitkan untuk pengobatan impetigo.

• Terbukti efektif melawan S. pyogenes dan S. aureus, termasuk MSSA dan MRSA. Juga aktif melawan S.
aureus yang resisten terhadap mupirocin, asam fusidat, makrolida, klindamisin, dan fluoroquinolon serta strain
S. pyogenes yang tahan terhadap klaritromisin, klindamisin, dan asam fusidat.

• Panel internasional ahli kulit anak, ahli kulit, dokter anak, dan spesialis penyakit menular anak
mengembangkan → algoritma pengobatan impetigo berbasis bukti untuk populasi anak dan orang dewasa →
mendukung penyedia layanan kesehatan untuk mengoptimalkan hasil klinis untuk pasien mereka yang
menderita impetigo.

3
metode
1. Pertimbangan Awal → Februari 2020 panel ahli mengadakan pertemuan. Teknik Delphi yang dimodifikasi,
untuk mendapatkan penilaian tentang hal-hal yang kompleks atau mencapai konsensus di antara para ahli.

2. Tinjauan Literatur → dipilih untuk relevansi klinis, menangani aspek manajemen impetigo, termasuk
kemanjuran klinis dan keamanan pengobatan, resistensi antimikroba, biaya, efek dari kualitas hidup, dan
penanganan serta toleransi rejimen pengobatan. Tinjauan sistematis termasuk studi penelitian, pedoman klinis,
makalah konsensus, dan ulasan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris dari 2014 - Februari 2020.
Kriteria eksklusi adalah: Tidak ada data asli (kecuali artikel review dianggap relevan), tidak berhubungan
dengan manajemen klinis dari impetigo, dan bahasa publikasi selain bahasa Inggris.

3. Peran panel → terdiri dari 9 anggota, membahas desain yang diusulkan dari suatu algoritma yang
dikembangkan berdasarkan literatur yang dipilih → bekerja dalam kelompok kecil, menawarkan algoritme
mereka, mengedit, dan merevisinya → berkumpul kembali menjadi kelompok pleno untuk mendefinisikan
algoritma (secara online).

4
metode
Total (termasuk duplikat) : N = 436
Duplikat: N = 265
Ditinjau: N = 171
Tidak relevan: N=128
Digunakan untuk algoritma: N = 43

Reviews: N = 28 Clinical Studies: N = 15

Systemic Randomized
Guidelines: Meta-analysis: Retrospective Cross-
reviews: controlled
n=3 n=1 studies: sectional
n=3 trials:
n=4 studies: n=2
n=9

*Tidak relevan: subjek lain, kualitas buruk, jumlah kecil, studi kasus,
studi in-vitro atau in-vivo, studi hewan

5
IMPETIGO

HASIL Edukasi

1. Algoritma → untuk membakukan dan


mendukung pengambilan keputusan medis, Terlokalisasi Wabah meluas atau epidemi

seperti menstandarkan pemilihan dan Satu atau lebih dari: Jika demam
Usia ≥ 2 bulan Tidak Atau
penggunaan rejimen pengobatan, sehingga < 10 vesikel limfadenopati
Luas < 36 cm2 ekstensif:
meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman Tidak ada status imun yang rawat inap
terganggu
berbasis bukti. Ya

1. Membersihkan kulit untuk


Gambar 2A. Algoritma pengobatan impetigo nmenghilangkan kerak/krusta Antibiotik oral selama 7 hari
2. Antibiotik topikal selama> 5 hari

Jika tidak ada perbaikan dalam 3 hari :


Singkirkan kondisi yang mendasarinya
Lakukan pengujian kultur / sensitivitas
Tambahkan atau sesuaikan antibiotik oral

Di akhir terapi:
Jika tidak jelas, komplikasi atau keterlibatan
6 sistemik, rujuk ke dokter atau rumah sakit
Rawat Inap Pasien immunocompromised; tanda/gejala yang menunjukkan
HASIL penyakit yang lebih serius, yaitu sepsis

Antimikroba sistemik (4) Penyakit ekstensif atau parah

Antibiotik oral (3)


Banyak lesi, wabah mempengaruhi beberapa orang

Antibiotik topikal (2) Lesi ringan sampai sedang yang terlokalisasi; stabil secara sistemik
dan risiko komplikasi yang rendah

Strain Gram dan kultur Pengobatan tanpa kepekaan dan kultur dalam kasus tertentu mungkin
(sensitivitas dan kultur) masuk akal
nanah/eksudat (1)

(1) Bukan MRSA= dicloxacillin, cephalexin, erythromycin atau amoxicillin-clavulanate. Jika curiga/ terkonfirmasi
MRSA= clindamycin, TMP/SMX (trimethoprim/sulfamethoxazole), tetracycline, telavancin atau daptomycin
direkomendasikan.
(2) Ozenoxacin, mupirocin, fusidic acid atau retapamulin.
(3) Regimen 7 hari harus diterapkan, kecuali dinyatakan lain.
(4) Pasien sakit kritis dengan MRSA atau dugaan MRSA harus menerima vankomisin +/- rifampisin atau linezolid.
7
Gambar 2B. Tahapan dalam pengobatan impetigo
HASIL
2. Edukasi & Pencegahan Impetigo
• Edukasi tentang faktor risiko perkembangan impetigo (iklim yang hangat dan lembab, kemiskinan, kepadatan penduduk,
kebersihan yang buruk, dan skabies) merupakan bagian penting dari pendekatan total.
• Penyebaran Impetigo pada anak-anak → hewan peliharaan, di sekolah, pusat penitipan anak, atau area perumahan yang padat;
• Pada orang dewasa → sumber penularan termasuk anak-anak yang terinfeksi dan inokulasi diri dari nasal atau perineal.
3. Diagnosis dan Klasifikasi
• Impetigo non-bulosa → sering di wajah (sekitar hidung & mulut) dengan pustula eritematosa atau vesikula yang berubah
menjadi erosi superfisial dengan karakteristik krusta "madu". Lesi juga dapat di tempat lain, ≤ 2 cm dan tidak atau sedikit nyeri.
Seringkali impetigo terjadi tanpa eritema atau gejala konstitusional yang mencolok, meskipun adenopati regional mungkin ada.
• Impetigo bulosa → Lesi biasanya besar, bula superfisial transparan sebelum pecah, meninggalkan erosi bulat yang menjadi
berkerak/krusta. Sering terjadi di area intertriginous dan batang tubuh.
• Impetigo terlokalisasi → bervariasi, dari 5-10 lesi dan area yang terkena ≤ 50 cm2 hingga 100 cm2.
Lesi kurang dari 10 dan area yang terkena lebih kecil dari 36 cm2 ← yang panel tetapkan
(Terlepas dari gambaran klinis dan kondisi yang mendasari seperti status kekebalan yang terganggu
8
harus dipertimbangkan saat menentukan pengobatan)
HASIL
4. Diagnosis Banding
• Impetigo non-bulosa → dermatitis kontak, eksim herpeticum, herpes simpleks, kudis/skabies,
pemfigus foliaceous, dan infeksi tinea. Karakteristik kerak/krusta emas.

• Impetigo non-bulosa → harus dibedakan dari kondisi kulit melepuh lainnya seperti dermatitis
kontak akut, erupsi obat bulosa, luka bakar, reaksi gigitan serangga bulosa, varicella, dan
dermatosis pustular subcorneal, SJS, pemfigoid bulosa.

• Impetigo adalah diagnosis klinis, meskipun pewarnaan Gram dan kultur lesi kulit berguna untuk
mengidentifikasi patogen penyebab. Tes kultur dan sensitivitas memungkinkan untuk mendeteksi
kerentanan antimikroba.

• Komplikasi dari impetigo non-bulosa jarang terjadi, namun penyebaran infeksi lokal dan sistemik
dapat menyebabkan selulitis, limfangitis, atau septikemia. Komplikasi infeksi S. pyogenes, yakni
demam berdarah, psoriasis guttate, dan glomerulonefritis pasca-streptokokus.

9
HASIL
5. Pengobatan Impetigo → mencegah penyebaran infeksi, mempercepat resolusi ketidaknyamanan, dan memperbaiki
penampilan.
• Sembuh sendiri dan membaik tanpa jaringan parut dalam waktu 2 – 3 minggu.
• Terapi topikal → pasien dengan keterlibatan kulit yang terbatas (bersihkan kulit dan singkirkan kerak/krusta sebelum aplikasi)
• Ozenoxacin topikal → penggunaan jangka pendek (5 hari, 2x/hari) untuk kasus impetigo lokal.
• Tabel 1. Topikal
Penggunaan Antibiotik
regimen untuk→
rotasi AB topikal Impetigo
Mupirocin dan ozenoxacin (AS); mupirocin, ozenoxacin, dan asam fusidat (Eropa)
No. Nama Obat Indikasi Aktivitas Antimikroba Regimen
Dosis
1 Krim Ozenoxacin Usia ≥ 2 Bakteri Gram (+), terutama S. aureus, termasuk MRSA atau S. pyogenes. BID/5 hari
1% bulan Berhasil melawan S. aureus yang tahan terhadap mupirocin, asam
fusidat, kuinolon, dan klindamisin
2 Salep Mupirocin 2% Usia ≥ 2 Efektif melawan Gram (+), terutama S. aureus termasuk MRSA dan TID/7-10 hari
bulan Streptococcus.
3 Salep Retapamulin Usia ≥ 9 Aktif melawan S. aureus (hanya isolat yang rentan terhadap metisilin) BID/5 hari
1% bulan dan S. pyogenes.
4 Asam Fusidat 5% Tidak ada Aktif melawan S. aureus, Streptococcus spp. dan Corynebacterium TID/7-10 hari
batasan minutissimum.
*Di Negara Uni Eropa, usia 6 bulan atau lebih.
10
HASIL
• Pengobatan antibiotik oral → impetigo meluas/parah atau ketika wabah impetigo menyerang beberapa orang.
Jika pasien mengalami demam atau limfadenopati ekstensif, dalam hal ini diindikasikan rawat inap

• (AS) Impetigo nonMRSA → dikloxasilin atau sefaleksin,


MRSA → (setelah uji kultur & sensitivitas) → trimetoprim-sulfametoksazol

• (Eropa) nonMRSA → amoxicillin-clavulanate, clindamycin, atau flucloxacillin.


MRSA → klindamisin atau vankomisin

Tabel 2. Antibiotik Sistemik untuk Impetigo (Infeksi ekstensif):


Bukan Infeksi MRSA Infeksi MRSA
PO Dicloxacillin 4x/hari selama 1 minggu IV Vancomycin +/- Rifampin 2x/hari selama 10 hari
PO Cephalexin 4x/hr selama 1 minggu (dosis berdasarkan BB PO Clindamycin 3x/hari selama 7 hari
PO Erythromycin 4x/hr selama 1 minggu (Lini ke 3, PO Trimethoprim-sulfamethoxazole 2x/hari selama 7 hari
berdasarkan
sensitivitas/alergi)
PO Amoxicillin/Clavulanate 2x/hr selama 1 minggu PO Doxycycline 2x/hari selama 7 atau > 12 hari
Telavancin, Linezolid, Daptomycin (Lini ke 3, berdasarkan
PO Cefadroxil 2x/hr selama 10 hari sensitivitas/alergi)
*Dosis obat didasarkan pada berat badan dan usia. Oral (PO) 11
diskusi
Tahun 2015, WHO meluncurkan Global Action Plan on Antimicrobial Resistances (GAP), khususnya program One Health.
Tujuan strategis GAP adalah
1) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang infeksi dan mekanisme aksi dan resistensi bakteri;
2) Memperkuat pengetahuan tentang AMR melalui pengawasan dan penelitian;
3) Mengurangi kejadian infeksi (tindakan pencegahan);
4) Mengoptimalkan penggunaan obat antimikroba: program pengawasan antibiotik, dan
5) Memastikan investasi berkelanjutan dan implementasi langkah-langkah pengendalian.
Resistensi Antibiotik & Memilih Pengobatan
• Resistensi antimikroba → ancaman utama bagi kesehatan masyarakat di dunia
• Pengobatan harus mempertimbangkan pola resistensi S. aureus di wilayahnya.
• Tren resistensi S. aureus di AS → resistensi klindamisin 17 %, oxacillin 40 % (pada anak).

1. Resistensi terhadap Mupirocin → Mupirocin topikal digunakan secara luas untuk


mengobati infeksi kulit dan jaringan lunak dan membasmi pembawa MRSA di hidung.

Dari semua isolat S. aureus yang dikumpulkan selama masa penelitian, 31,3% resisten terhadap
mupirocin. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa penggunaan mupirocin sebelumnya
berkorelasi kuat (P <0,001) dengan resistensi mupirocin. Dari isolat MRSA, 67,7% berasal dari
pasien atopik, dimana 68% resisten terhadap mupirocin versus resistansi 28% pada pasien non-
12 atopik.
diskusi Korea Selatan,
1. Resistensi terhadap Mupirocin persentase
keseluruhan
resistensi MSSA
dan MRSA
1.2% di komunitas, 13.6%
12.2% di panti jompo 11% di komunitas,
0.8% di panti jompo

Di negara-negara di mana pembatasan


penggunaan antibiotik topikal OTC (over-the-
counter) telah diterapkan, persentase
Inggris
Amerika Serikat
resistensi mupirocin menurun, misalnya:
New Zeeland dari 28% (2006) menjadi 11%
(2014)
Australia dari 18% menjadi 0,3% pada
periode yang sama.
Yunani
4,2% pada 2013 dan
37,7 % pada 2016
13
diskusi
2. Resistensi terhadap Retapamulin
• Retapamulin adalah turunan dari pleuromutilin, komponen jamur yang disebut Clitopilus scyphoides, yang
secara selektif mengikat subunit ribosom bakteri 50S dan menghambat sintesis protein.

• Tahun 2014 telah dilaporkan terjadi penurunan kerentanan terhadap retapamulin, mupirocin, dan
chlorhexidine pada isolat S. aureus yang menyebabkan infeksi kulit dan jaringan lunak pada anak-anak yang
sehat. Dari 200 isolat S. aureus pasien anak di Houston, Texas dari anak-anak yang sehat dengan S. aureus
SSTI (skin and soft tissue infection), seperti impetigo, furunculosis, abses, pustulosis, dan selulitis, 9,5% dari
isolat resisten terhadap retapamulin, dan 9,8% resistensi mupirocin

3. Resistensi terhadap Asam Fusidat


• Dibandingkan dengan agen antibiotik topikal lainnya, asam fusidat mempertahankan
konsentrasinya yang tinggi pada lapisan kulit yang lebih dalam.

• Di Taiwan, ketahanan isolat MRSA terhadap asam fusidat meningkat dari 3,2% (2002) menjadi
18,1% (2012). Di Mesir, 32,1% isolat MRSA terbukti resisten terhadap asam fusidat (2017). Studi
Denmark (2018) pada pasien dermatitis atopik menunjukkan resistensi 41,0%. Studi lebih lanjut
di Swedia (2010), 33% isolat S. aureus resisten terhadap asam fusidat pada impetigo dan 12%
pada infeksi sekunder dermatitis atopik.
14
diskusi
4. Hidrogen Peroksida Topikal → Alasan penggunaan obat adalah untuk membatasi penggunaan antibiotik
• Pedoman National Institute for Health and Care Excellence (NICE) yang berbasis di Inggris
menyarankan bahwa ini adalah pilihan yang valid dalam beberapa kasus.

5. Ozenoxacin → antibiotik kuinolon nonfluorinasi yang aktif pada strain yang rentan dan resisten
dari S. aureus dan S. pyogenes, agen penyebab dari sebagian besar SSTI.
• Krim Ozenoxacin 1% dikembangkan sebagai 1st line impetigo pada pasien berusia ≥ 2 bulan dan
telah dipelajari dalam 17 uji klinis hingga saat ini. 15 studi dalam fase 1 dan 2 telah dilakukan, dan
dua studi fase 3 penting pada pasien dewasa dan anak-anak dengan. Dalam studi ini, pengobatan
ozenoxacin 2x/hari selama 5 hari menunjukkan hasil klinis dan bakteriologis yang lebih unggul
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang cocok.

Resistensi antibiotik pada S. aureus menimbulkan masalah global yang meningkat pesat.
Penatalayanan antimikroba sangat penting untuk mengoptimalkan hasil pasien dan untuk
mencegah perkembangan resistensi.

15
1
BATASAN
Akibat COVID-19, proses review algoritma dan manuskripa dilakukan secara
online. Panel internasional mampu beradaptasi dengan situasi saat ini dan
menyelesaikan proses peninjauan dengan baik.

16
kesimpulan
Algoritma pengobatan impetigo berbasis bukti dikembangkan untuk
menangani pengobatan impetigo pada populasi anak dan orang dewasa. Saat
merekomendasikan pengobatan, resistensi antimikroba harus dipertimbangkan
saat memilih pengobatan yang efektif untuk pasien impetigo.
Algoritma yang disajikan untuk pengobatan impetigo, termasuk
antibiotik topikal baru yang aman dan efektif sebagai pengobatan lini pertama,
bisa menjadi langkah penting dalam penatalayanan antimikroba.

17
Daftar pustaka

Schanchner LA, Andriessen A, Benjamin LT, Claro C, Eichenfield LF, Esposito


SM, Keller L, Kircik LH, et al. Do antimicrobial resistance patterns matter? An
algorithm for the treatment of patients with impetigo. Journal of Drugs in
Dermatology. 2021; 20(2):134-42.

18
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai