Anda di halaman 1dari 12

Nama : Anandita Nabila Malik Putri

NPM : 2006604663
Kelas : Modul Gangguan Endokrin dan Reproduksi

QBL Sexual Transmitted Diseases

Kasus
Seorang pasien laki-laki (35 tahun) didiagnosis menderita sifilis laten mendapat resep
Doksisiklin 100 mg PO 2 kali sehari selama 28 hari. Pasien merupakan Lelaki Seks Lelaki (LSL)
dan tidak menikah. Pada saat penggalian informasi pasien menyatakan pernah mengalami bentol-
bentol dan bengkak di wajah setelah diberikan penisilin. Pasien juga sedang menjalani
pengobatan HIV menggunakan KDT ARV Tenofovir/Lamivudin/Efavirenz.
Pasien menyatakan pada saat menjalani terapi tersebut pasien terkadang lupa minum obat.
Jelaskan hal berikut:
1. Algoritma dan/atau tatalaksana Sifilis berdasarkan panduan nasional dan internasional
2. Parameter monitoring keberhasilan dan keamanan terapi obat sifilis
3. Masalah terkait obat yang potensial/aktual terjadi serta rekomendasi penyelesaian masalah
4. Komunikasi, informasi dan edukasi terhadap pasien berdasarkan kasus

Jawaban
1. Algoritma dan/atau tatalaksana Sifilis berdasarkan panduan nasional dan
internasional
A. Nasional
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete,
Treponema pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi
menular seksual.Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang
disebabkan oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah
eradikasi), frambusia (T. pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan).
Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis
kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan)dan sifilis yang
didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks atau jarum suntik dan
produk darah yang tercemar).Gejala dan tanda sifilis pada pasien dewasa dapat
dilihat pada tabel berikut.
Gejala pada pasien bayi dapat dilihat pada tabel berikut.

Algoritma diagnosis sifilis :


Tes Serologis Sifilis
Secara umum, tes serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Tes non-treponema Termasuk dalam kategori ini adalah tes RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan VDRL (Venereal Disease Research Laboratory). Tes serologis yang
termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan
antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel-sel T. Pallidum yang hancur.Tes non-
spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta
memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah
dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining.
Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik
treponema, untuk menghemat biaya.
2. Tes spesifik treponema
Termasuk dalam kategori ini adalah tes TPHA (Treponema Pallidum
Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA
(Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption).
Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi
yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang
memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif
seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak dapat
digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi
secara adekuat.Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah
terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang
mengalami infeksi aktif

Kedua tes serologi, treponema dan non-treponema, dibutuhkan untuk


diagnosis dan tatalaksana pasien sifilis oleh petugas kesehatan. Hasil tes
treponema memastikan bahwa pasien pernah terinfeksi sifilis, sedangkan hasil tes
non-treponema menunjukkan aktivitas penyakit

Interpretasi Hasil :

Terapi Sifilis Pada Pasien Dewasa:


Tatalaksana Pada Pasien Hamil dan Bayi
Infeksi sifilis pada populasi ibu hamil, bila tidak diobati dengan
adekuat, dapat menyebabkan lahir mati dan abortus (40%), kematian
perinatal (20%),berat badan lahir rendah (BBLR) atau infeksi neonatus
(20%).
Untuk melindungi janin dalam kandungan, perlu dilakukan skrining
dan penanganan sifilis pada ibu hamil. Secara global/internasional telah
ditetapkan target untuk mengeliminasi sifilis kongenital.
Tatalaksana pada bayi
B. Internasional
Development of an algorithm to facilitate the clinical management of syphilis
Journal of the American Association of Nurse Practitioners33(6):476-483, June
2021.

Rekomendasi Pengobatan Sifilis

Stadium Sifilis Terapi Lini Pengobatan lini kedua (dalam


Pertama semua kasus, pertimbangkan
desensitisasi penisilin)

Pasien Tidak Hamil Benzatin penisilin ● Doksisiklin 100 mg per oral


Menular: primer, G—2.4 juta unit dua kali sehari selama 14 hari
sekunder, dan laten awal intramuskular × 1 ● Ceftriaxone 1 g intravena atau
dosis intramuskular setiap hari
selama 10 hari
Tidak Menular: laten, Benzatin penisilin ● Doxycycline 100 mg PO bid
durasi tidak diketahui, G—2.4 juta unit selama 28 hari
dan tersier non-neurologis intramuskular × 3 ● Ceftriaxone 1 g intravena atau
dosis (sekali intramuskular setiap hari
seminggu) selama 10 hari
Stadium Sifilis Terapi Lini Pengobatan lini kedua (dalam
Pertama semua kasus, pertimbangkan
desensitisasi penisilin)

Pasien Hamil Benzatin penisilin


Menular G-2,4 juta unit
intramuskular
mingguan untuk Tidak ada pengobatan alternatif selain
1-2 dosis penisilin untuk sifilis pada kehamilan
Tidak menular Benzatin penisilin
G-2,4 juta unit
intramuskular
mingguan untuk 3
dosis

Neurosifilis
Rujuk ke spesialis penyakit menular

Pertimbangan lain dalam algoritme berkaitan dengan pengelolaan pasien yang hidup
dengan HIV. Karena orang yang hidup dengan HIV, dibandingkan dengan mereka yang
HIV-seronegatif, memiliki tingkat neurosifilis yang lebih tinggi, dokter harus melakukan
pemeriksaan neurologis terperinci, dengan rujukan ke spesialis penyakit menular jika
pemeriksaan ini tidak normal (CDC, 2015; Kingston et al. , 2016; PHAC, 2016). Rujukan
semacam itu juga dapat dipertimbangkan jika pasien memiliki jumlah CD4+ <350 sel/μL
atau RPR 1:32 karena ini sesuai dengan peningkatan tiga kali lipat hingga enam kali lipat
terjadinya neurosifilis (CDC, 2015; Kingston et al., 2016; PHAC, 2016). Jika tidak,
manajemen tetap tidak berubah, kecuali bahwa tes ulang pada 24 bulan setelah perawatan
mungkin diindikasikan (CDC, 2015; Kingston et al., 2016; PHAC, 2016).

2. Parameter monitoring keberhasilan dan keamanan terapi obat sifilis


Pasien dengan sifilis dini dan telah diterapi dengan cukup harus dievaluasi klinis
dan serologis tiap 3 bulan selama satu tahun pertama (bulan ke 3, 6, 9, 12) dan setiap 6 bulan di
tahun kedua (bulan ke 18 dan 24)

Tes TPHA dan titer RPR harus dilakukan pada :


● Tiga bulan setelah terapi untuk sifilis primer dan sekunder, titer RPR diperlukan untuk
mengevaluasi keberhasilan terapi dan mendeteksi ulang (reinfeksi). Terapi dianggap
berhasil jika titer RPR turun. Jika titer tidak turun atau malah naik, kemungkinan terjadi
reinfeksi dan ulangi terapi
● 3, 6, 9, 12, 18 dan 24 setelah terapi:
Jika titer RPR tetap sama atau bahkan turun, terapi dianggap berhasil dan pasien cukup
diobservasi. Jika titer RPR meningkat, obati pasien sebagai infeksi baru dan ulangi terapi.
● Jika RPR non reaktif atau reaktif lemah (serofast) maka pasien dianggap sembuh

Pada semua stadium, ulangi terapi jika


● Terdapat gejala klinis sifilis
● Terdapat
● peningkatkan titer RPR (misal dari 1:4 menjadi 1:8)

3. Masalah terkait obat yang potensial/aktual terjadi serta rekomendasi penyelesaian


masalah
Kasus:
Seorang pasien laki-laki (35 tahun) didiagnosis menderita sifilis laten mendapat resep
Doksisiklin 6100 mg PO 2 kali sehari selama 28 hari. Pasien merupakan Lelaki Seks
Lelaki (LSL) dan tidak menikah. Pada saat penggalian informasi pasien menyatakan
pernah mengalami bentol-bentol dan bengkak di wajah setelah diberikan penisilin. Pasien
juga sedang menjalani pengobatan HIV menggunakan KDT ARV
Tenofovir/Lamivudin/Efavirenz. Pasien menyatakan pada saat menjalani terapi tersebut
pasien terkadang lupa minum obat.

penyelesaian masalah

KATEGORI KONDISI POTENSI

Obat tanpa indikasi Indikasi sudah terpenuhi DRP tidak terjadi. Obat
sudah sesuai indikasi.

Indikasi butuh obat Indikasi sudah terpenuhi DRP tidak terjadi.


Indikasi telah terpenuhi

Obat tidak efektif Obat berpotensi tidak efektif. DRP dapat terjadi
dikarenakan waktu
pemberian obat
seharusnya 30 hari dan
pasien seringkali lupa
mengkonsumsi obat

Dosis terlalu tinggi Tidak terjadi DRP tidak terjadi


karena dosis obat terlalu
rendah.

Dosis terlalu rendah Terjadi DRP DRP terjadi karena


dosis Doxycycline
terlalu rendah. Dosis
yang seharusnya adalah
100 mg po bid x 30
hari.

Menimbulkan efek DRP dapat terjadi Penggunaan


samping doxycycline dapat
menimbulkan beberapa
efek samping, yaitu
mual muntah, diare,
dispepsia, pusing,
hipotensi, reaksi
anafilaksis.

4. Komunikasi, informasi dan edukasi terhadap pasien berdasarkan kasus


● Dapat dikonsumsi sebelum dan sesudah makan
● Konsumsi dengan segelas air penuh
● Disarankan duduk tegak setidaknya 30 menit setelah mengkonsumsi doxycycline
● Jika terjadi iritasi pada saluran cerna, konsumsi bersamaan dengan makanan atau
susu
● Hindari obat dari paparan sinar matahari langsung

Anda mungkin juga menyukai