Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN TERAPI RITUXIMAB PADA KASUS ENSEFALITIS ANTI

RESEPTOR NMDA YANG BERESPON LAMBAT TERHADAP TERAPI


STANDAR

Pendahuluan

Ensefalitis adalah inflamasi pada parenkim otak yang menyebabkan


disfungsi neurologi yang terjadi dengan onset akut dan gejala berkembang dengan
cepat. Ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Infeksi oleh virus
merupakan etiologi terbanyak. Sejak tahun 2007, mulai dilaporkan ensefalitis
yang diasosiasikan dengan antibodi terhadap reseptor NMDA (n-Methyl-D-
Aspartate) yang terutama mengenai anak dan dewasa muda. Adanya antibodi
terhadap antigen membran ekstraseluler yaitu subunit NR1 yang merupakan
bagian dari reseptor NMDA menyebabkan ensepalitis golongan ini masuk dalam
spektrum ensepalitis autoimun. Gejala klinis terdiri dari beberapa stage mulai dari
psikosis, defisit memori, iritabilitas, halusinasi, kejang, disintegrasi bahasa,
hingga keadaan unresponsive dengan katatonik, gerakan abnormal, instabilitas
autonom, perubahan kepribadian dan pernapasan. Dapat disertai atau tanpa
disertai tumor.

Fokus pengobatan ensepalitis Anti NMDA dan autoimun adalah


imunoterapi. Pengobatan lain sesuai dengan gejala yang muncul.

Komplikasi dari ensefalitis anti-reseptor NMDA adalah sepsis, sudden


cardiac arrest, acute respiratory distress syndrome, dan status epileptikus
refrakter. Komplikasi ini dapat menyebabkan kematian pada ensefalitis anti-
reseptor NMDA. Prognosis dari ensefalitis anti-reseptor NMDA berkaitan dengan
kecepatan diagnosis dan ketepatan terapi. Apabila tidak memperoleh pengobatan
yang tepat, maka pasien bisa meninggal ataupun mengalami kecacatan.

Tatalaksana pada pasien ensefalitis anti-reseptor NMDA adalah


imunoterapi lini pertama yaitu berupa kortikosteroid, IVIG atau plasmaferesis
pada pasien awal atau sudah menjalani pengangkatan tumor. Sedangkan lini kedua
berupa rituximab, cyclophosphamide atau keduanya, diberikan bagi pasien yang
tidak menunjukan respon baik terhadap lini pertama.

Rituximab adalah antibodi anti-CD20 monoklonal, chimeric yang


menimbulkan deplesi sel B dan plasmablast yang mengekspresikan CD20.
Sehingga mengurangi produksi sitokin yang merangsang sel plasma dan respon
sel T CD8 dan CD8 pro-inflamasi.

Sebuah survai besar dari ahli saraf dewasa, ahli saraf pediatrik, dan ahli
pediatrik mengungkapkan bahwa setuju dengan pilihan Rituximab dan
menekankan bahwa lebih dari 50% anak-anak membutuhkan terapi lini kedua
dengan Rituximab dengan hasil mayoritas memiliki residual minimal. Dengan
demikian, Rituximab bermanfaat pada pasien anti-NMDA anak-anak dengan
pertimbangan farmakologis sel-B selektif efek dan efek samping minimal.

Pengalaman penggunaan Rituximab pada pasien dengan anti-NMDA :


Pasien laki, 4 tahun, dengan perubahan status mental (menangis, berteriak tanpa
pencetus yang jelas, dan ketakutan, diam diantara tema-teman dan saudara
meskipun diajak bermain) sejak 7 minggu, kejang ± 15 kali sehari selama 11 hari,
muncul gerakan involunter (menggeliat) sejak 1 bulan, dengan tangan bergerak-
gerak dan jari mencengkram dengan mata menutup dan bibir mengecap-ngecap.
Gelaja objektif : balismus, tremor, muscel spasme hingga levator palpebral, afek
tidak sesuai (menangis tanpa air mata), orangtua tidak dapat mengontrol gerakan
involunter dan kehilangan kontak dengan anaknya, orofasial diskenesia.
Riwayata terapi sebelum Rituximab : methylprednisolone dan IVIG.
Pasien MRS hari pertama: persiapan Rituximab (pemeriksaan lab darah)
Hari kedua : masuk Rituximab
Hari ketiga : perbaikan klinis sangat jelas, dilanjutkan observasi
Hari keempat : observasi (perbaikan klinis, stabil)
Hari kelima : pasien rawat jalan.
Pengalaman penggunaan Cyclofosfamid pada pasien dengan anti-NMDA:
Pasien laki, 16 tahun, datang dengan perubahan status mental (agitasi, menangis,
berteriak tanpa pencetus yang jelas, dan ketakutan) sejak > 2 minggu, kejang >10
kali sehari, muncul gerakan involunter (menggeliat), dengan tangan bergerak-
gerak, dan bibir dan lidah mengecap-ngecap.
Gelaja objektif : koprolalia, tremor, tidak sopan pada perempuan, muscle spasme,
afek tidak sesuai (menangis tanpa air mata), orangtua tidak dapat mengontrol
gerakan involunter dan kehilangan kontak dengan anaknya, orofasial diskenesia.
Riwayat terapi : anti-kejang dan anti-psikotik.
Pasien dirawat di IW (± 3 minggu) dengan total perawatan ± 1 bulan. Terapi yang
diberikan HDMP dan Cyclofosfamid.
Pasien kembali ke sekolah pada bulan ke-5 Cyclofosfamid. Saat ini pasien dapat
beraktivitas normal.

Pasien laki, 9 tahun, dengan kejang berulang 2 minggu. Memerlukan perawatan


ventilator. Orangtua tidak menyadari ada kelainan sebelum kejang. Di sekolah
tampak baik. Belajar masih baik. Tulisan tidak terbaca sejak 1 bulan.
Terapi Rituximab tidak tersedia, digunakan HDMP dan Cyclofosfamid.
Pasien dipulangkan setelah dirawat ±2 bulan dengan gejala residual berupa
regresi.
Saat ini pasien, diusulkan untuk mendapat Rituximab dengan tujuan memperbaiki
kualitas hidup.

Rincian perkiraan biaya masing-masing pasien awal memulai terapi

Pasien Biaya perawatan


Pasien pertama (5 hari)
Pasien kedua (36 hari)
Pasien ketiga (70 hari)
Ketersediaan Obat Rituximab

Harga 1 vial Mabthera® 100 mg/ 10 ml adalah  Rp.1697.190; sementara 500


mg/50ml ± Rp. 8.333.050

Dosis Rituximab
Pada pasien ensefalitis yang tidak membaik dengan terapi lini pertama adalah 375
mg/m2 tiap minggu selama 4 kali pemberian, diberikan secara berturut-turut.

Dosis Aktual Pada Pasien ketiga (I Made Suputra) dan Analisis Biaya
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Dosis 375 mg/m2 Dosis 375 mg/m2 Dosis 375 mg/m2 Dosis 375 mg/m2
~ 367,5 ~ 370 mg ~ 367,5 ~ 370 mg ~ 367,5 ~ 370 mg ~ 367,5 ~ 370 mg
(4 kali 1 vial (4 kali 1 vial (4 kali 1 vial (4 kali 1 vial
100mg/10ml) = 100mg/10ml) = 100mg/10ml) = 100mg/10ml) =
Rp.6.788.760) Rp.6.788.760 Rp.6.788.760 Rp.6.788.760
Pemakaian Rituximab pada PPK Rawat Inap SMF Ilmu Kesehatan RSUP
Sanglah Denpasar tentang kasus ensefalitis anti reseptor NMDA.
Pemakaian rituximab pada PPK ensefalitis anti reseptor NMDA Anak di RSUP
Sanglah Denpasar adalah apabila pasien dengan penyakit autoimun dengan
manifestasi pada ginjal, neuropsikiatri, hematologi dan muskuloskeletal (arthritis)
yang tidak berespon terhadap terapi adekuat dengan regimen konvensional atau
ketika pasien memiliki kontraindikasi/intoleransi terhadap terapi konvensional.

REFERENSI
1. Cory Stingl, Kathleen Cardinale, Heather Van Mater. An Update on the
Treatment of Pediatric Autoimmune Encephalitis. Curr Treatm Opt
Rheumatol. 2018 March ; 4(1): 14–28
2. Evidence review: Rituximab for Paediatric autoimmune encephalitis. NHS
England. 2016 December.
3. Ryotaro Ikeguchi, Koichi Shibuya, Shigeo Akiyama, Shuji Hino.
Rituximab Used Successfully in the Treatment of Anti-NMDA Receptor
Encephalitis. Intern Med. 2012; 51: 1585-1589.
4. Sarah Hallowell, Esli Tebedge, Margaret Oates, Elizabeth Hand.
Rituximab for Treatment of Refractory Anti-NMDA Receptor
Encephalitis in a Pediatric Patient. Pediatr Pharmacol Ther
2017;22(2):118–123.
5. Kong SS, Chen YJ, Su I-chen, Lin JJ, Chou I-Jun, Chou ML, et al.
Immunotherapy for anti-NMDA receptor encephalitis: Experience from a
single center in Taiwan. 2019; 60: 417-22.
6. Zhang Le, Wu MQ, Hao ZL, Chiang SMV, Shuang Kun, Lin MT, et al.
Clinical characteristics, treatments, and outcomes of patients with anti-N-
methyl-D-aspartate receptor encephalitis: A systematic review of reported
cases. 2017: 57-65.

Anda mungkin juga menyukai