Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

FAKOEMULSIFIKASI

Maharani Febrianda S 1102016107


Makbul Zaelani 1102016109
Megan Grishelda P 1102016116

Pembimbing:
dr. Tri Agus Haryono, Sp.M
FAKOEMULSIFIKASI
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling sering
digunakan.

Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus


yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi
berukuran sekitar 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika digunakan lensa intraokular
yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga sekitar 5 mm.

Keuntungan-keuntungan yang didapat dari tindakan bedah insisi-kecil adalah kondisi


intraoperasi lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat
dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan
intraocular pascaoperasi

Walaupun demikian teknik fakoemulsifikasi menimbulkan risiko yang lebih tinggi


terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul posterior
KOMPLIKASI PADA TAHAP INSISI
Tunnel Insisi Side port

• Bila tunnel terlalu pendek = luka • Insisi yang terlalu sempit = • Insisi side port yang terlalu
kornea tidak akan menutup, menyulitkan dalam manuver dekat ke limbus = menyebabkan
sehingga perlu dijahit dan instrument dan menyebabkan infiltrasi konjungtiva oleh cairan
menginduksi astigmatisma trauma termis kornea & irigasi.
menyebabkan lipatan kornea
• Bila tunnel terlalu panjang = yang dapat mengganggu • Insisi yang terlalu lebar =
kesulitan dalam melakukan prosedur visualisasi dari bilik mata depan menyebabkan kehilangan cairan
akibat terhalangnya pergerakan dan menyulitkan prosedur
operasi. irigasi berlebihan dari bilik mata
instrument yang juga mengakibatkan depan sehingga kedalamannya
kerusakan endotel kornea tidak stabil. Hal ini dapat
• Insisi yang terlalu lebar =
menyebabkan penyulit dapat menyebabkan kerusakan endotel
terjadi kebocoran dari cairan kornea dan trauma iris.
irigasi yang menyebabkan bilik
mata depan dangkal dan
meningkatkan risiko terjadinya
robekan kapsul posterior
LEPASNYA MEMBRAN
DESCEMET
Penggunaan instrument yang kurang tajam
pada saat membuat insisi atau manipulasi
dari tip fakoemulsifikasi dapat
menyebabkan lepasnya membran
descemet. Membran Descemet yang
terlepas bila tidak ditempelkan kembali
akan menyebabkan edema kornea yang
permanen. Untuk mengatasi hal ini maka
membrane Descemet yang lepas tersebut
harus diluruskan terlebih dahulu dengan
menyuntikkan viskoelastik dari sebelah
distal tempat lepasnya membrane
Descemet tersebut. Setelah aposisi yang
baik, viskoelastik diganti dengan udara agar
menekan membrane Descemet ke anterior.
PERDARAHAN INTRAOKULAR
• Perdarahan biasanya terjadi pada teknik fakoemulsifikasi dengan
insisi sklera.

• Perdarahan yang masuk ke bilik mata depan biasanya berasal dari


arteri yang memperdarahi sklera yaitu arteri siliaris anterior dan
dapat juga berasal dari vaskularisasi iris.

• Penyulit ini dapat diatasi dengan menyuntikkan viskoelastik yang


dimulai dari bagian tengah pupil agar mendorong hifema dan
koagulum ke arah pinggir sehingga tidak mengganggu visualisasi.

• Tekanan yang tinggi akibat viskoelastik ini akan mencegah kebocoran


pembuluh darah lebih lanjut dan menhentikan perdarahan.
KOMPLIKASI PADA TAHAP KAPSULOTOMI ANTERIOR
Komplikasi yang paling sering adalah kegagalan membuat kapsuloreksis yang sempurna
 Visualisasi yang tidak baik dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea, kapsul yang sangat tipis, insisi
yang terlalu ke anterior atau kurangnya refleks fundus.
 Kapsuloreksis yang terlalu kecil → menyulitkan pergerakan instrumen dan pinggirannya akan rusak
dan dapat terjadi kemungkinan Capsular Block Syndrome yang menyebabkan rupture kapsul
posterior dan lensa akan jatuh ke rongga vitreus.
 Kapsuloreksisi yang terlalu lebar → tepi dari kapsul tidak akan dapat terisi oleh nucleus pada saat
hidrodiseksi atau fakoemulsifikasi.
 Kapsuloreksis yang tidak terkontrol akan menyebabkan kapsuloreksis yang tidak sempurna. Bila hal
ini terjadi, maka tindakan kapsulotomi dapat dilanjutkan dengan teknik can opener, seperti yang
biasanya dilakukan pada operasi katarak konvensional.
ROBEKAN KAPSUL POSTERIOR
1. Komplikasi yang sering terjadi

2. Bila dicurigai adanya robekan


Hentikan prosedur tetapi jangan langsung
mengeluarkan tip fakoemulsifikasi dari bilik
mata depan, karena tindakan ini malah akan
menambah besar robekan kapsul serta
menyebabkan prolapse vitreus.

3. Second Instrument
Siapkan larutan viskoelastik, kemudian
suntikkan melalui lubang insisi

4. Tip fakoemulsifikasi dikeluarkan


Setelah bilik mata depan terbentuk
perlahan-lahan
PROLAPS VITREUS

Jika telah mengalami prolaps vitreus, jangan melanjutkan fakoemulsifikasi karena


massa lensa yang telah terselubung oleh vitreus tidak akan dapat diemulsifikasi.

Hal pertama yang dilakukan adalah:


• Melihat apakah prolaps vitreus tersebut mengancam massa lensa sehingga bisa
terjatuh ke dalam vitreus.
• Masukkan larutan viskoelastik ke dalam bilik mata depan, kemudian lakukan
virektomi anterior sampai bilik mata depan bebas dari vitreus,
• Setelah itu massa lensa dapat dikeluarkan secara manual dengan terlebih dahulu
memperlebar insisi sesuai dengan diameter lensa intraokuler yang akan
digunakan.
PUTUSNYA ZONULA LENSA (ZONULAR DYALISIS)

Pada pasien lanjut usia elastisitas maupun


kekuatan serabut zonula lensa sudah menurun
sehingga mudah terputus jika manipulasi lensa
terlalu banyak & juga dapat terjadi pada keadaan
dimana kapsul anterior kaku atau sulit untuk
dilakukannya kapsulotomi.

Putusnya Zonula Lensa


(Zonular Dyalisis)
Zonulisis dapat terjadi saat melakukan rotasi lensa
dengan gerakan yang kurang tepat / memaksa
rotasi lensa dalam kapsul padahal hidrodiseksi
belum dilakukan dengan benar.
Hal lain yang dapat menyebabkan keadaan ini
adalah karena gerakan tip fako yang tidak efisien
sehingga lebih banyak mendorong lensa daripada
emulsifikasi massa lensa.
DROPPED NUCLEUS
Komplikasi ini dapat terjadi pada beberapa tahapan yang berbeda, seperti pada :

Hidrodiseksi, rotasi dari nucleus maupun pada tahap emulsifikasi

Bila nucleus sudah terjatuh ke vitreus sebaiknya jangan dilakukan upaya


apapun untuk mengambil nucleus tersebut karena akan menyebabkan
komplikasi yang lebih jauh seperti ablasio retina, cystoid macular edema,
perdarahan vitreus dan lain-lain. Pilihan yang lebih baik adalah: menutup luka
serta merujuk pasien kepada ahli bedah retina, karena nucleus yang terjatuh
tersebut harus diambil melalui insisi pars plana dengan Teknik virektomi
menggunakan heavy fluid ataupun fragmatome.
EXPULSIVE HEMORRAGE

Expulsive Hemorrage  keadaan pendarahan suprakoroidal intraoperatif akut dimana darah dari
segmen posterior bola mata sampai keluar dari luka insisi. Keadaan ini merupakan komplikasi
yang paling berat dari operasi katarak. Peralihan kepada teknik operasi fakoemulsfikasi
dilaporkan mengurangi angka kejadian komplikasi ini. Insidensinya pada fakoemulsifikasi
menurut Eriksson et al berkisar 0,03%. Sedangkan menurut Davison insidensinya 0.81% pada
fakoemulsifikasi dan 1,2% pada ECCE.

Bila terjadi expulsive hemorrhage, upayakan menjahit luka dengan benang dan rapat sampai
tidak ada darah yang keluar dari bibir luka. Pada beberapa buku dianjurkan untuk melakukan
sklerotomi posterior untuk mengeluarkan darah yang terdapat pada rongga suprakoroid. Jahitan
dapat diganti kemudian dalam beberapa minggu kemudian, yaitu setelah mata dalam keadaan
tenang disertai pemberian obat-obat untuk menurunkan tekanan intraokular.
DAFTAR PUSTAKA
1. Astary, Prilly. 2018. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. CDK-
269/ vol.45 no.10. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
2. Burrato L, Packard R. 2000. Complications. Cataract Surgery in Complicated Cases. NJ:
Slack Inc.
3. Burrato L. 2000. Phacoemulsification: Principles and Techniques. NJ: Slack Inc.
4. Duma, S.M. 2010. Komplikasi Fakoemulsifikasi. Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran
5. Eva, Paul Riordan, John P. Whitcher. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi
17. Jakarta: EGC.
6. Fishkind W. 2002. Complications in Phacoemulsification. New York: Thieme. 123-131.
7. Soekardi I, Hutauruk JA. 2004. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi, Langkah-Langkah
Menguasai Teknik dan Menghindari Komplikasi. Edisi 1. Jakarta: Granit.

Anda mungkin juga menyukai