Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM PASCASARJANA PTIQ JAKARTA

MATA KULIAH ULUMUL QU’AN


ANDI MUHAMMAD NAWAWI
202520005

AL-QUR’AN DALAM
TUJUH HURUF
(Pendapat Ulama Tentang Makna Tujuh Huruf)
Pengertian Sab’ah Ahruf
 Tujuh Huruf merupakan makna dari Sab’ah Ahruf. Kata Ahruf adalah jamak dari kata harf, dalam bahasa
Indonesia di artikan dengan kata huruf. Sementara dalam bahasa Arab kata harf adalah lafadz yang musytarak
(mempunyai banyak arti). Sesuai dengan penggunaan kata harf dapat diartikan sebagai pinggir dari sesuatu,
puncak, Unta yang kurus, satu huruf ejaan, salah satu huruf Hijaiyah, makna, saluran air, wajah, kata, bahasa,
dan lain sebagainya. Sedangkan kata Sab’u dalam bahasa Arab berarti bilangan tujuh atau dapat juga diartikan
dengan tidak terbatas. Dengan demikian, Ahruf Sab’ah dapat diartikan dengan tujuh bahasa, tujuh Ilmu, tujuh
makna, tujuh bacaan, dan tujuh bentuk (awjuh) dan lain sebagainya.
 Menurut Imam As-Suyuthi makna tersebut tidak kurang dari 40 Penafsiran. Diantaranya adalah Tujuh bahasa
dari bahasa-bahasa yang terkenal dikalangan bangsa Arab, yaitu bahasa Quraisy, bahasa Huzail, bahasa Tsaqif,
bahasa Hawazin, bahasa Kinanat, bahasa Tamim dan bahasa Yaman.
 Menurut sebagian ulama yang lain, bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab
yang ada, artinya bahwa kata-kata dalam Al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ketujuh macam bahasa
Arab yaitu bahasa yang paling fasih dikalangan bangsa Arab, meskipun sebagian besarnya dalam bahasa
Quraisy, sedangkan sebagian yang lain dalam bahasa huzail, Tsaqif, hawazin, Kinanah, Tamim atau Yamamah.
 Secara keseluruhan Al- Qur’an mencakup ke tujuh bahasa tersebut. Namun bukanlah setiap kata boleh dibaca
dengan setiap bahasa, tetapi tujuh bahasa itu tersebar dalam Al-Qur’an. Diantara Ulama yang lain mengatakan
bahwa tujuh huruf itu adalah tujuh aspek hukum yaitu perintah, larangan, halal, Haram, muhkam, Mutasyabih,
dan Amtsal. Selain itu ada juga yang menjelaskan tujuh aspek hukum tersebut adalah muhkam, mutasyabih,
Nasikh, mansukh, khas, ‘am dan qashash.
Ulama yang lebih mengkhususkan lagi seperti Imam Abu al-Fadl al-
Razi menjelaskan bahwa keragaman lafaz atau kalimat yang terdapat
dalam Al-Qur’an tidak terlepas dari tujuh hal berikut:
Keragaman yang berkenaan dengan ‫ اـالسم‬atau kata benda seperti mufrad,
jamak, muzakkar dan muannas, sebagai contoh dalam Al-QS. Al-Mukminun/23:
8.
Keragaman yang berkenaan dengan Fiil. Yaitu Fiil Madhi, Mudhari’ dan
Fiil Amar. Seperti dalam Qs. Saba’/34: 19.
Keragaman dalam bentuk Ibdal‫ اـالبداـل‬Penggantian suatu huruf atau lafaz
tertentu dengan huruf atau lafaz lain yang maknanya sama. Contohnya
Qs. Al-Baqarah/2: 259.
Keragaman dalam bentuk Taqdim dan ta’khir yaitu mendahulukan dan
mKeragaman dari segi I’rab ‫عراب‬
( ‫ )ا ال‬yaitu kedudukan atau status suatu lafaz
tertentu dalam suatu kalimatengakhirkan. Contohnya Qs. Qaaf/50: 19.

Keragaman dari segi I’rab ‫عراب‬


( ‫ )ا ال‬yaitu kedudukan atau status suatu lafadz
tertentu dalam suatu kalimat.
Keragaman dalam bentuk penambahan ‫ ا لزیادة‬atau pengurangan ‫ا لنقص‬
maksudnya adanya penambahan atau pengurangan pada lafaz-lafaz tertentu
dalam suatu kalimat seperti dalam firman Allah Qs. Al-Laili/92: 1-3.

Keragaman yang berkenaan dengan lahjah seperti izhar, idgham, tafkhim,


tarqiq, imalah, dan lain-lain yang terdapat dalam firman Allah Qs. ad-Dhuha
Dalam istilah para Imam Qurra’, Imalah terbagi dua yaitu Imalah kubra dan Imalah
Shugra. Imalah kubra adalah bunyi harakat Fathah miring ke bunyi harakat kasrah
yang tidak sampai menyentuh bunyi i penuh, melainkan seperti bunyi huruf E
misalnya pada kata sate. Sedangkan Imalah shugra adalah bunyi antara bunyi harakat
Fathah dan imalah kubra. Model kedua ini biasanya disebut dengan taqlil baina-
baina (antara-anatara) yakni dua bunyi antara harkat Fathah dan imalah kubra.
Sedangkan dalam bacaan Imam Al-Kisa’i, bacaan demikian dapat terjadi pada setiap
kata isim atau fiil yang berakhiran dengan Alif Maqsurah seperti‫ وـااـضحى‬.

Perlu diketahui bahwa Tujuh Huruf itu bukanlah Qiraat Sab’ah. Istilah Tujuh
Huruf telah ada semenjak Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam Hadits Dari Ibnu Abbas, ia berkata:
“Rasulullah berkata: Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu
huruf. Kemudian berulangkali aku mendesak dan meminta agar huruf itu
ditambah, dan ia pun menambahnya kepada ku sampai dengan tujuh huruf.”
(HR. Bukhori Muslim
Pendapat Ulama Tentang
Makna Tujuh Huruf
 Adapun ‫ سـبعـة‬bermakna bilangan yang
terletak antara enam dan delapan. Sebagian
ulama memahami bahwa kata ‫ سـبعـة‬adalah
simbol yang menunjukkan banyak dan tidak
terbatas pada angka tujuh saja. Para ulama
secara umum cenderung berpendapat
bahwa‫ سـبعـة‬dalam hadis bermakna arti
tujuh yang sebenarnya bukan kiasan.
 Musthafa Shadiq Ar-Rafa’i juga
mengemukakan bahwa yang di maksud
dengan “ahruf” adalah bahasa yang
membedakan lahjahnya Arab, sampai meluas
kepada setiap kaum membaca dengan
lahjahnya mereka, dan tidaklah mereka
memahami dari makna huruf dalam ucapan
kecuali dengan bahasa, kemudian
dikhususkan lafadz huruf dari Al-Qur’an pada
setiap kalimat dengan satu bentuk dari
bahasanya.
Sedangkan secara terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam
menjelaskan makna ahruf sab’ah tersebut. Hal ini juga dilatarbelakangi
karena tidak adanya informasi secara tegas dari Nabi yang menjelaskan
makna dan bentuk-bentuk huruf tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh
Ibn Hayyan,” Ulama berbeda pendapat tentang makna ahruf sab’ah ini
sebanyak 35 pendapat. Sedangkan as-Suyuthi mengungkapkan
perbedaan tersebut ada sekitar 40 penafsiran, di antaranya adalah:
Menurut sebagian ulama yang lain Ulama yang lain mengatakan
Tujuh bahasa dari bahasa-
bahwa yang dimaksud dengan bahwa yang dimaksud ahruf
bahasa yang terkenal di
ahruf sab’ah tersebut adalah tujuh sab’ah adalah tujuh bentuk
kalangan bangsa Arab yang
macam bahasa dari bahasa- (‫) أوـجـهـ‬, yaitu amr, nahy, wa’du,
maknanya adalah sama. Adapun
bahasa Arab yang ada, maksudnya wa’îd, halal, haram, jadal,
bahasa tersebut adalah bahasa
kata-kata dalam Al-Qur’an secara qashash, dan mitsal. Atau juga
Quraisy, bahasa Hudzail, bahasa
keseluruhan tidak keluar dari bisa dipahami tujuh bentuk
Tsaqif, bahasa Hawazin, bahasa
ketujuh macam bahasa Arab, yaitu dari segi amr, nahy, halal,
Kinanah, bahasa Tamim, dan
bahasa yang paling fasih haram, muhkam, mutasyabih,
bahasa Yaman. Sedangkan
dikalangan bangsa Arab, dan amtsal.
menurut Abu Hatim As-Sijistani
meskipun sebagian besarnya
bahasa-bahasa tersebut adalah
dengan bahasa Quraisy,
bahasa Quraisy, bahasa Hudzail,
sedangkan yang lainnya dengan
bahasa Tamim, bahasa Azid,
bahasa Hudzail, bahasa Tsaqif,
bahasa Rabi’ah, bahasa
bahasa Hawazin, bahasa Kinanah,
Hawazin, dan bahasa Sa’ad ibn
bahasa Tamim, dan bahasa Yaman.
Bakar.
Menurut sebagian kelompok bahwa yang dimaksud
dengan ahruf sab’ah adalah tujuh cara pembacaan
yang terjadi perbedaan.

Sebagian yang lain juga mengatakan bahwa yang


dimaksud dengan ahruf sab’ah adalah angka tujuh,
namun hanya merupakan simbol yang
menunjukkan kesempurnaan. Dan Sebagian
kelompok lain mengatakan bahwa ahruf sab’ah
adalah qirô’ah sab’ah.
Dalil-dalil Diturunkannya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf
Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas r.a.
bahwa ia berkata, Rasulullah Saw., bersabda, “Jibril membacakan Al-Qur’an kepadaku dengan satu
huruf, kemudian aku mengulanginya (setelah itu) senantiasa aku meminta tambah dan ia pun
menambahiku sampai dengan tujuh huruf. (Hadits Bukhari Muslim dan lainnya) Imam muslim
menambahkan, “Ibnu Syihab mengatakan, “Telah sampai berita kepadaku bahwa tujuh huruf itu
untuk suatu perkara yang tidak diperselisihkan halal haramnya”.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan yang lafalnya dari Bukhari bahwa Umar bin Khattab r.a.
berkata, “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqan di masa hidupnya Rasulullah
Saw., aku mendengar bacaannya mengandung beberapa huruf yang belum pernah dibacakan oleh
Rasulullah Saw., kepadaku sehingga aku hampir saja beranjak dari shalatku, namun aku
menunggunya sampai salam.

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata, “Ketika aku berada
di masjid, tiba-tiba masuklah seorang laki-laki. Kemudian ia shalat dan membaca bacaan yang
aku ingkari. Setelah itu, masuk lagi lelaki lain yang membaca berbeda dengan bacaan lelaki yang
pertama. Setelah kami selesai shalat, kami masuk ke rumah Rasulullah Saw., lalu aku bercerita
bahwa, “si lelaki ini membaca bacaan yang aku ingkari dan lelaki yang satunya lagi membaca
berbeda dengan bacaan lelaki yang pertama”.
Al-Hafiz Abu Ya’la dalam musnad kabirnya meriwayatkan bahwa pada suatu hari Usman
r.a. berkata di atas mimbar, “Aku sebut nama Allah ketika teringat seorang laki-laki yang
mendengar Rasulullah berkata, Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf yang
kesemuanya tegas lagi sempurna”. Ketika Umar berdiri, hadirin pun berdiri sehingga tidak
terhitung dan mereka menyaksikan pula Rasulullah SAW bersabda, “Al-Qur’an diturunkan
dengan tujuh huruf yang kesemuanya tegas dan lengkap”. Kemudian Usman r.a. berkata,
“Saya menyaksikannya bersama mereka”.

Imam Muslim dengan sanad dari Ubay bin Ka’ab meriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika
berada di oase Bani Ghaffar didatangi Malaikat Jibril a.s. Jibril berkata, “Sesungguhnya
Allah telah memerintahkanmu untuk membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan
satu huruf”. Nabi menjawab, “Aku meminta kepada Allah ampunan dan maghfirahnya
sebab umatku tidak mampu menjalankan perintah itu”. Kemudian Jibril datang untuk
kedua kalinya, seraya berkata, “Allah telah memerintahkanmu untuk membacakan Al-
Qur’an dengan dua huruf”. Nabi menjawab, “Aku meminta ampunan dan maghfirah
kepada Allah, karena umatku tidak kuat menjalankannya”.
At-Turmuzi juga meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, ia mengatakan, “Rasulullah SAW
berjumpa dengan Jibril di gundukan Marwah”. Ia (Ka’ab) berkata, “Kemudian Rasul berkata
kepada Jibril bahwa beliau diutus untuk ummat yangummi (tidak bisa menulis dan
membaca). Di antaranya ada yang kakek-kakek, nenek-nenek, dan anak-anak”. Jibril
menjawab, “Perintahkan membaca Al-Qur’an dengan tujuh huruf”.

Imam Ahmad mengeluarkan hadits dengan sanadnya dari Abi Qais maula Amar bin Ash
dari Amr, bahwa ada seseorang yang membaca satu ayat Al-Qur’an. Kemudian Amr
berkata kepadanya, “Sebenarnya ayat itu begini dan begini. Setelah itu, ia mengatakan hal
itu kepada Rasulullah SAW, beliau menjawab, “Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan
dengan tujuh huruf, mana saja yang kalian baca berarti benar dan jangan kalian saling
meragukan”.
At-Thabari dan At-Tabrani meriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Ia berkata, “Seseorang
menghadap Rasul SAW lalu berkata, “Ibnu Mas’ud telah membacakan sebuah surat
kepadaku seperti yang telah dibacakan oleh Zaid bin Tsabit dan membacakan pula
kepadaku Ubay bin Ka’ab. Ternyata bacaan mereka berbeda-beda. Maka bacaan siapa
yang saya ambil?”. Rasulullah terdiam, sedangkan Ali berada di sampingnya, kemudian Ali
berkata, “Setiap orang di antara kalian hendaklah membaca menurut pengetahuannya,
karena kesemuannya baik lagi indah”.

Ibnu Jarir At-Tabari mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa ia berkata,
“Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan
tujuh huruf, maka bacalah semampunya dan tidak berdosa. Tetapi jangan
sekali-kali mengakhiri zikir rahmat dengan azab atau zikir azab dengan rahmat”.
Hikmah Al-Qur’an Diturunkan dengan
Tujuh Huruf

Sebagai bukti
kemukjizatan AlQur’an
dalam aspek makna dan
hukum-hukumnya, maka
Untuk memudahkan bacaan Sebagai bukti kemukjizatan
sesungguhnya istinbat
dan hafalan Al-Qur’an bagi AlQur’an yang
hukum-hukum akan
bangsa yang ummi, yang memperhatikan kemurnian
tersedia bersamaan
setiap kabilahnya bahasa Arab dan beragam
dengan perubahan
mempunyai dialek bunyi bacaan Al-Qur’an dan
bentuk-bentuk lafadz
masingmasing,dan belum dapat memahami huruf
dalam sebagian huruf dan
terbiasa menghafal syariat, maupun kalimat-kalimat
kalimat-kalimat sehingga
apalagi mentradisikannya. yang akrab di telinga
menjadikan Al-Qur’an
sesuai untuk setiap zaman. mereka dengan baik dan
benar.
Analisis Tarjih Atas Macam-Macam
Pendapat Tujuh Huruf
Pendapat terkuat dari semua pendapat tersebut adalah
pendapat pertama, yang mengatakan bahwa tujuh hurf yang
dimaksud adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa
Arab dalam mengungkapkan satu makna yang sama,
misalnya: aqbala, ta’al, halumma, ‘ajala dan asra’a.
Lafazh-lafazh yang berbeda ini digunakan untuk menunjuk
pada satu makna.

Pendapat yang mendekati kebenaran adalah pendapat yang


dipilih oleh Imam az-Zarqani dalam kitabnya Manahilul
Irfan. Ia memperkuat dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Pendapat ini didukung oleh hadits-hadits.
Pendapat ini berpegang pada teori penyelidikan yang detail
terhadap qira’at dan sumbernya, yaitu tentang huruf yang
tujuh.
Tidak ada bantahan terhadap pendapat ini. Muhammad Ali
Ash-Shaabuuny, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung, CV
Pustaka Setia, 1998), hlm 201.
‫شكرا جزاكم الله خيرا كثيرا‬

‫ﻟﻦ ﺗﻨﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺇﻻ ﺑﺴﺘﺔ‪ :‬ﺫﻛﺎﺀ‪ ،‬ﻭﺣﺮﺹ‪ ،‬ﻭﺍﺟﺘﻬﺎﺩ‪ ،‬ﻭﻣﺎﻝ‪،‬‬


‫ﻭﺻﺤﺒﺔ ﺍﻻﺳﺘﺎﺫ‪ ،‬ﻭﻃﻮﻝ ﺯﻣﺎﻥ‪.‬‬

Anda mungkin juga menyukai