Anda di halaman 1dari 43

Ilmu Gharib Al-Qur'an

a. Ilmu Gharib Al-Qur'an


1) Pengertian Gharib Al-Quran
Lafadz gharaib berasal dari bahasa arab, yakni bentuk jamak dari lafadz gharibah
yang berarti asing, tersembunyi, samar atau sulit pengertiannya. Sedangkan menurut istilah
Ulama qurra, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan samarnya
pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf, lafadz, arti maupun
pemahaman yang terdapat dalam Al-Quran. Jika dihubungkan dengan al quran maka yang
dimaksud dengan Gharaib al-Quran adalah ayat-ayat al quran yang sukar pemahamannya
sehingga hampir-hampir tidak dapat dimengerti maknanya, seperti lafadz dalam ayat 31
dari surat Abasa (([1].
2) Macam-macam Bacaan Gharib dalam al-Quran
Di dalam al-quran banyak dijumpai bacaan gharib, diantara macam-macamnya
adalah sebagai berikut:
a) Saktah
Saktah menurut bahasa artinya diam, tidak bergerak. Sedangkan menurut istilah ilmu
qiraah, saktah yaitu berhenti sejenak sekedar satu alif tanpa bernafas dengan niat
melanjutkan bacaan. Di dalam Al-Qur'an ada 4 bacaan saktah, yaitu: (1) Surat al-Kahfi: ayat
1-2, (2) Surat Yasin: ayat 52, (3) Surat al-Qiyamah: ayat 27, dan (4) Surat al-Muthaffifin: ayat
14.[2]
b) Imalah
Imalah artinya memiringkan bunyi fathah pada kasroh, dan dari huruf alif ke ya
(Kecenderungan fathah kepada kasrah sehingga seolah-olah dibaca re). Imalah hanya terdapat
1 lafadz dalam Al-Qur'an, yakni surat Huud ayat 41, Juz 12.[3]
c) Isymam
Isymam yaitu isyarah dlommah di tengah-tengah dengung. Isymam di dalam AlQur'an hanya ada 1, yaitu di surat Yusuf ayat 11, Juz 12.[4]
d) Badal (Mengganti)
Badal menurut bahasa artinya mengganti, mengubah, sedangkan maksud badal disini
adalah mengganti huruf hijaiyah satu dengan huruf hijaiyah lainnya.[5] Diantara lafadzlafadz yang di badal dalam Al-Quran menurut Imam Ashim riwayat Hafs yaitu[6] :
1. Badal dengan ( )
Yaitu mengganti hamzah mati dengan ya, sebagian besar imam qiraah sepakat
mengganti hamzah qatha yang tidak menempel dengan lafadz sebelumnya dan jatuh sesudah
hamzah washal dengan alif layyinah ().
Cara membacanya, yaitu apabila seorang qari membaca waqaf pada lafadz (
) maka huruf ta mati dan hamzah mati diganti ya ( ) sedangkan
apabila dibaca washal tidak ada perubahan.
2.

Badal dengan (
dan
)
Yaitu mengganti shad dengan siin, sebagian imam qiraah termasuk Imam Ashim
mengganti dengan pada lafadz
dalam QS. Al-Baqarah : 245 dan

lafadz
dalam QS. Al-Araf : 69. Sebab-sebab digantinya huruf shad dengan siin pada
kedua lafadz tersebut karena mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu .
e) Ba di idgham ke Mim
Yaitu huruf Ba Mati (disukun) ketika bertemu Mim diidghamkan ke huruf Mim
tersebut. Dalam ilmu tajwid, bacaan ini termasuk bacaan Idgham Mutaqoribain.
f)

Naql

Naql menurut bahasa berasal dari lafadz yang artinya memindah,


sedangkan menurut istilah ilmu qiraah artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya.
Yaitu lam alif ( )dibaca kasroh lam-nya , sedangkan kata ismun ( )hamzah-nya tidak
dibaca.
Alasan dibaca naql pada lafadz
adalah karena adanya dua hamzah washal, yakni
hamzah al tarif dan hamzah ismu yang mengapit lam, sehingga kedua hamzah tersebut tidak
terbaca apabila disambung dengan kata sebelumnya. Faidahnya bacaan naql ialah untuk
memudahkan dalam mengucapkannya atau membacanya.[7]

h) Tiga model bacaan


Yaitu, 3 (tiga) macam bacaan yang terjadi karena washal dan waqaf. Ketiga hukum
bacaan tersebut adalah[8] :
1) Bila washal, Ra-nya dibaca pendek keduanya.
2) Bila waqaf pada kalimat pertama, Ra dibaca panjang 1 alif / 2 harakat.
3) Bila Waqaf pada kalimat kedua, Ra kalimat pertama dibaca qasr (pendek) dan Ra kalimat
kedua dibaca sukun (mati).
i)

Tashiil
Tashil artinya lunak, yakni hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek,
sedangkan hamzah kedua dibaca tashiil, yaitu meringankan bacaan antara Hamzah dan Alif.
[9]
Alasan lafadz dibaca tashil, karena apabila ada dua hamzah qatha bertemu dan
berurutan pada satu lafadz, bagi lisan orang Arab merasa berat melafadzkannya, sehingga
lafadz tersebut bisa ditashilkan (diringankan).[10]

[1] Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) h. 267.
[2] Koordinator Kecamatan Purwosari, Pegangan Guru TPQ Metode Qiraati (Pasuruan: Perc. Plassa 9
Tejowangi, 2005), h. 10.
[3] Ibid, h. 7.
[4] Ibid, h.8
[5] Ibid, h. 4
[6] Ar-Raghib al-Ashfahany, al-Mufrodat, h. 23-25.
[7] Ibid, h. 29-30.
[8] Ibid, h. 14
[9] Ibid, h. 12
[10] Ar-Raghib al-Ashfahany, al-Mufrodat, h. 28.

Penjelasan Bacaan Gharib dalam Al-Qur'an


Imam-imam qurra yang
berjumlah
tujuh
atau
biasa
disebut
dengan
imam qiraahsabah adalah para Imam qurra yang paling masyhur diantara para
Imam qurrayang lain. Diantara ketujuh imam itu ada salah satu imam qiraah yang
paling banyak diikuti bacaannya. Beliau adalah Abu Bakar Ashim bin Abi An-Najud
atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ashim. Imam Ashim berasal dari Kufah
dan pernah berguru pada Imam Abu Abdurrahman As-Sulami yang merupakan
murid dari Sahabat Ali bin Abi Thalib. Imam Abu Abdurrahman juga belajar Al-Quran
dari Zurr bin Hubaisy yang merupakan murid dari Abdullah bin Masud.
Imam Ashim mengajarkan Al-Quran yang sanadnya berasal dari jalur sahabat Ali bin
Abi Thalib kepada muridnya yaitu Hafs bin Sulaiman (Hafs). Sedangkan sanad yang
berasal dari sahabat Abdullah bin Masud, beliau mengajarkan kepada Abu Bakar
bin Iyasy Syubah (Syubah). Para Ulama yang masyhur pada masa tabiin banyak
yang pernah berguru kepada Imam Ashim, diantaranya Hafs bin Sulaiman, Abu
Bakar bin Iyasy Syubah, al-Amasy, Nuaim bin Maisarah, dan Atha bin Abi Rabah.
Diantara murid-murid Imam Ashim tersebut hanya Hafs dan Syubah yang paling
masyhur
dan
menjadi
perawi
utama.

Qiraah Imam Ashim riwayat Hafs mulai berkembang


dan menyebar luas pada masa pemerintahan Turki Utsmani yang didukung oleh
banyaknya cetakan Al-Quran dari Arab Saudi sampai menyebar ke seluruh dunia,
waktu
penyebarannya
terutama
pada
musim-musim
haji.
Gharib menurut bahasa artinya tersembunyi atau samar, sedangkan menurut istilah
Ulama qurra, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan
samarnya pembahasan atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf,
lafadz, arti maupun pemahaman yang terdapat dalam Al-Quran. Adapun bacaan-

bacaan yang dianggap gharib (tersembunyi/samar) dalam qiraah Imam Ashim


riwayat Hafs diantaranya adalah : Imalah, Isymam, Saktah, Tashil, Naql, Badal dan
Shilah.
Perbedaan bacaan-bacaan dalam qiraah Imam Ashim riwayat Hafs dengan
Imam qiraah yang lain adalah lebih pada letak bacaan-bacaan tersebut. Berikut
penjelasan tentang bacaan gharib menurut Imam Ashim riwayat Hafs :
1. Imalah
Imalah menurut bahasa berasal dari wazan lafadz yaitu yang
artinya memiringkan atau membengkokan, sedangkan menurut istilah yaitu
memiringkan
fathah
kepada
kasrah
atau
memiringkan alif kepada ya.
Bacaan imalah banyak dijumpai pada qiraah Imam Hamzah dan Al-Kisai,

diantaranya pada lafadz-lafadz yang diakhiri oleh alif layyinah, contoh:


, . Sedangkan pada riwayat Imam Hafs hanya ada satu lafadz yang harus
dibaca imalah yaitu pada lafadz dalam QS. Hud: 41 :

Dalam ilmu qiraah, ada satu bacaan yang hampir mirip dengan bacaan imalah,
yaitu bacaan taqlil yang termasuk dalam qiraah imam Warsy. Khususnya pada
lafadz yang berwazan , namun bacaan taqlil lebih mendekati fathah
seperti halnya bunyi suara re pada kata mereka.
Sebab-sebab di-Imalahkannya lafadz diantaranya adalah untuk
membedakan antara lafadz yang artinya berjalan di darat dengan lafadz
yang artinya berjalan di laut. Dalam salah satu kamus bahasa arab dijelaskan
bahwa lafadz berasal dari lafadz yang artinya berjalan atau mengalir
dan lafadz tersebut dapat dipakai dalam arti berjalan di atas daratan maupun
berjalan di atas lautan (air), namun kecenderungan perjalanan di permukaan laut
(air) tidak stabil seperti halnya di daratan. Terkadang diterjang ombak kecil dan
besar atau terhempas angin, sehingga sangat tepat apabila lafadz tersebut
di-Imalahkan.
2. Isymam
Isymam artinya mencampurkan dammah pada sukun dengan memoncongkan
bibir atau mengangkat dua bibir. Dalam qiraah riwayat Hafs, Isymam terdapat
pada lafadz yaitu pada waktu membaca lafadz tersebut, gerakan lidah seperti
halnya mengucapkan lafadz sehingga hampir tidak ada perubahan bunyi
antara mengucapkan lafadz dengan mengucapkan . Dengan kata lain,
asal dari lafadz adalah lafadz . Kalau diteliti lebih dalam,
ternyata rasm utsmani hanya menulis satu nun yang bertasydid. Ada pertanyaan
muncul, dimana letak dammahnya?sehingga untuk mempertemukan kedua lafadz
tersebut dipilihlah jalan tengah yaitu bunyi bacaan mengikuti rasm, sedangkan
gerakan bibir mengikuti lafadz asal.

Dalam qiraah imam Ibnu Amir riwayat As-Susy, bacaan isymam dikenal dengan
sebutan idgham kabir, yaitu bertemunya dua huruf yang sama dan sama-sama
hidup lalu melebur menjadi satu huruf bertasydid. Dalam qiraah Imam Ashim
riwayat Hafs, hanya dikenal satu idgham saja, yaitu idgham shaghir yakni
mengidghamkan dua huruf yang sama yang salah satunya mati. Menurut bahasa,
bahwa lafadz dapat difahami berasal dari lafadz yang terdapat
dua nun yang diidharkan, nun yang pertama di rafakan dan yang kedua
dinashabkan.Nun yang pertama dirafakan karena termasuk fiil mudlari yang
tidak kemasukan amil nawashib maupun jawazhim.
3. Saktah
Saktah menurut bahasa berasal dari wazan lafadz - yang
artinya diam, tidak bergerak. Sedangkan menurut istilah ilmu qiraah, saktah ialah
berhenti sejenak sekedar satu alif tanpa bernafas. Dalam qiraah Imam Ashim
riwayat Hafs bacaan saktah terdapat di empat tempat yaitu : QS. Al-Kahfi: 1, QS.
Yaasiin: 52, QS. Al-Qiyamah: 27 dan QS. Al-Muthafifin: 14.
Saktah pada QS. Al-Kahfi: 1, menurut segi kebahasaan susunan kalimatnya
sudah sempurna. Dengan kata lain, jika seorang qari membaca waqaf pada
lafadz , sebenarnya sudah tepat karena sudah termasuk waqaf tamm. Namun
apabila dilihat dari kalimat sesudahnya, ternyata ada lafadz sehingga arti
kalimatnya menjadi rancu atau kurang sempurna.
Lafadz bukanlah menjadi sifat/naat dari lafadz , melainkan
menjadi halatau maful
bihnya
lafadz
lafadz .
Apabila
lafadz menjadi naatnya lafadz akan mempunyai arti : Allah tidak
menjadikan al-Quran sebagai ajaran yang bengkok serta lurus. Sedangkan
apabila menjadi hal atau maful bih akan menjadi : Allah tidak menjadikan alQuran sebagai ajaran yang bengkok, melainkan menjadikannya sebagai
ajaran
yang
lurus
.
Menurut Ad-Darwisy, kata dinashabkan
sebagai hal (penjelas) dari kalimat , sedang Az-Zamakhsyari
berpendapat bahwa kata tersebut dinashabkan lantaran menyimpan fiil berupa
. Berbeda juga dengan pendapat Abu Hayyan, menurutnya kata itu badal
mufrad dari badal jumlah . Tidak mungkin seorang qari memulai
bacaan (ibtida) dari , sebagaimana juga tidak dibenarkan meneruskan bacaan
(washal) dari ayat sebelumnya. Dengan pertimbangan alasan-alasan diatas, baik
diwaqafkan maupun diwashalkan sama-sama kurang tepat, maka diberikanlah
tanda saktah.
Pada saktah QS. Yaasiin: 52 di dalam kalimat: .
Menurut Ad-Darwisy lafadz itu mubtada dan khabarnya adalah lafadz
. Berbeda halnya dengan pendapat Az-Zamakhsyari yang menjadikan
lafadz itu naat dari , sedangkan sebagai mubtada yang khabarnya
tersimpan, yaitu lafadz atau
. Dari segi makna, kedua alasan
penempatan saktah tersebut sama-sama tepat. Pertama, orang yang dibangkitkan
dari kuburnya itu mengatakan: Siapakah yang membangkitkan dari tempat tidur
kami (yang) ini. Apa yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti
benar. Kedua, orang yang dibangkitkan dari kuburnya itu mengatakan: Siapakah
yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami. Inilah yang dijanjikan Allah dan

dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar. Dengan membaca saktah, kedua
makna yang sama-sama benar tersebut bisa diserasikan, sekaligus juga untuk
memisahkan antara ucapan malaikat dan orang kafir.
Adapun lafadz dalam QS. Al-Qiyamah: 27 pada kalimat dan
lafadz dalam QS. Al-Muthafifin: 14 pada kalimat adalah untuk menjelaskan
fungsi sebagai kata tanya dan fungsi sebagai penegas dan juga untuk
memperjelas
idharnya lam dan nun,
sebab
apabila lam dan nun bertemu
dengan ra seharusnya dibaca idgham, namun karena lafadz dan dalam
kalimat dan mempunyai makna yang berbeda, maka perlu
dipisahkan (diidharkan) dengan waqaf saktah.
Di samping itu, Imam Ashim juga menganjurkan membaca saktah, pertama, pada
akhir QS. Al-Anfaal:75 dan permulaan QS. At-Taubah. Alasannya secara bahasa
dipakai untuk memilah dua surat yang berbeda yang mana permulaan surat AtTaubah tidak terdapat atau diawali dengan basmalah. Kedua, pada QS. Al-Haqqah:
28-29 dimaksudkan untuk membedakan dua ha yakni ha saktah dan ha
fiil .
4. Tashil
Tashil menurut bahasa artinya memberi kemudahan, keringanan atau
menyederhanakan
hamzah qatha yang
kedua,
adapun
menurut
istilah qiraahartinya membaca antara hamzah dan alif . Dalam qiraah Imam
Ashim riwayat Hafs hanya ada satu bacaan tashil yaitu pada QS. Fusshilat: 44
...

Alasan lafadz dibaca tashil, karena apabila ada dua hamzah qatha bertemu
dan berurutan pada satu lafadz, bagi lisan orang Arab merasa berat
melafadzkannya, sehingga lafadz tersebut bisa ditashilkan (diringankan).
5. Naql
Naql menurut bahasa berasal dari lafadz yang artinya memindah,
sedangkan menurut istilah ilmu qiraah artinya memindahkan harakat ke huruf
sebelumnya. Dalam qiraah Imam Ashim riwayat Hafs ada satu bacaan naql yaitu
lafadz
pada QS. Al-Hujurat: 11. Alasan dibaca naql pada lafadz
adalah
karena adanya dua hamzah washal, yakni hamzah al tarif dan hamzah ismu yang
mengapit lam, sehingga kedua hamzah tersebut tidak terbaca apabila disambung
dengan kata sebelumnya. Faidahnya bacaan naql ialah untuk memudahkan dalam
mengucapkannya atau membacanya.
6. Badal (Mengganti)
Badal menurut
bahasa
artinya
mengganti,
mengubah,
sedangkan
maksud badal disini
adalah
mengganti
huruf hijaiyah satu
dengan
huruf hijaiyah lainnya. Diantara lafadz-lafadz yang di badal dalam Al-Quran
menurut Imam Ashim riwayat Hafs yaitu :

1. Badal dengan ( )
Yaitu mengganti hamzah mati dengan ya, sebagian besar imam qiraahsepakat
mengganti hamzah qatha yang tidak menempel dengan lafadz sebelumnya dan
jatuh sesudah hamzah washal dengan alif layyinah (). Contoh pada QS. Al-Ahqaf
: 4,


Cara membacanya, yaitu apabila seorang qari membaca waqaf pada lafadz (
) maka huruf ta mati dan hamzah mati diganti ya ()
sedangkan apabila dibaca washal tidak ada perubahan.
2. Badal dengan (
dan
)
Yaitu mengganti shad dengan siin, sebagian imam qiraah termasuk Imam
Ashim mengganti dengan pada lafadz
dalam QS. Al-Baqarah : 245 dan

lafadz

dalam
QS.
Al-Araf
:
69.
Sebab-sebab
digantinya
huruf shaddengan siin pada kedua lafadz tersebut karena mengembalikan pada
asal lafadznya, yaitu .
Sedangkan pada lafadz
dalam QS. Al-Ghasyiyah : 22, huruf tetap
dibaca shad karena sesuai dengan tulisan dalam mushaf (rasm utsmani) dan
menyesuaikan sifat ithbaq dengan huruf sesudahnya (tha) yang mempunyai
sifat istila. Adapun pada lafadz
dalam QS. At-Thur : 37, huruf boleh
tetap dibaca shad dan boleh dibaca siin karena, pertama, mengembalikan pada
asal lafadznya, yaitu , kedua, menyesuaikan sifat ithbaq dengan huruf
sesudahnya (tha) yang mempunyai sifat istila.
7. Shilah
Menurut ijma para ulama qurra, bahwa apabila ada ha dlamir yang tidak
diawali dengan huruf mati, maka ha dlamir tersebut harus dibaca panjang dan
perlu ditambahkan huruf mad setelahnya, alasannya untuk menguatkan huruf ha
dlamir tersebut karena tidak alasan yang mengharuskan membuang huruf
setelah ha dlamir ketika huruf sebelumnya hidup (berharakat). Namun para
ulama qurra kecuali Ibnu Katsir kurang senang menggabungkan dua huruf mati
yang dipisah oleh huruf lemah (ha), sehingga mereka membuang huruf mad dan
memanjangkan ha dlamirnya, contoh , ini adalah madzhab imam Sibawaih.
Sedangkan apabila ha dlamir tersebut diawali dengan huruf yang mati (sukun)
maka harus dibaca pendek, contoh .
Dalam qiraah Imam Ashim riwayat Hafs ada satu ha dlamir yang tetap dibaca
panjang walaupun diawali dengan huruf mati, yaitu pada kalimat dalam
QS. Al-Furqan : 69. Pada masalah ini, Imam Ashim riwayat Hafs sama bacaannya
dengan Ibnu Katsir, yakni membaca shilah ha () . Karena diketahui
bahwa ha termasuk
huruf
lemah
seperti
halnya hamzah,
sehingga
apabila haberharakat
kasrah,
maka
sebagai
ganti
dari wawu mati
adalah ya dimaksudkan untuk menguatkan huruf ha, sehingga menjadi .

Dalam literatur orang Arab sendiri jarang sekali ditemui wawu mati yang diawali
kasrah.
Alasan ha dibaca panjang pada lafadz dalam QS. Al-Furqan : 69 adalah untuk
mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu berasal dari lafadz dan ketika
disambung dengan lafadz akan menjadi , namun karena ha dlamirtersebut
diawali dengan ya mati yang sebenarnya identik dengan kasrah, sehingga
harakat ha perlu disesuaikan dengan harakat sebelumnya dan merubah
huruf mad berupa wawu menjadi ya untuk menyesuaikan dengan kasrah maka
menjadi dan huruf mad berupa ya dirubah dengan kasrah berdiri, jadilah
lafadz . Ada juga yang menyebutkan bahwa ha yang terdapat pada
lafadz dalam QS. Al-Furqan : 69 adalah ha khafdli artinya ha panjang yang
berfungsi merendahkan, hal ini sesuai dengan konteks ayat yang menghendaki
dipanjangkannya huruf ha dlamir tersebut.
Ada juga ha dlamir yang dibaca pendek walaupun diawali dengan huruf mati
yaitu dengan membaca ha dlamir berharakat dammah tanpa shilah. Lafadz-lafadz
tersebut diantaranya terdapat pada lafadz
dalam QS. Az-Zumar : 7. Alasan
dibaca pendek ha dlamir berharakat dammah pada lafadz
dan lafadzlafadz sejenisnya adalah untuk mengembalikan pada rasm mushaf yang tidak
ada wawu madnya sesudah ha dlamir.
Lain halnya dengan lafadz dalam QS. Al-Fath : 10, disini terdapat ha
dlamir yang dibaca dammah walaupun jatuh setelah ya mati. Hal ini terkait
dengan asbabunnuzul ayat tersebut yang intinya tentang sifat memenuhi janji setia
kepada Nabi dan berjihad di jalan Allah. Sifat memenuhi janji tersebut merupakan
sifat yang luhur mulia dan luhur (rifah). Dan penempatan harakat dammah pada
lafadz memberikan nuansa kemuliaan dan keagungan sifat (akhlak). Karena
suasana sosiologis dan keberadaan lafadz tersebut berada pada ayat yang
menunjukkan kemuliaan dan keluhuran. Sehingga ada ulama yang menyebutkan
bahwa ha
dlamir tersebut
disebut
sebagai ha
rifah (hakeluhuran).
Penjelasan Bacaan Gharib dalam Al-Qur'an| Dalam qiraah Imam Ashim
riwayat Hafs juga terdapat bacaan-bacaan lain yang dianggap gharib, akan tetapi
lebih pada tulisan atau rasmnya (rasm utsmani) dan cara membacanya. Bacaanbacaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Lafadz-lafadz yang
ketika waqaf( dan )

dibaca

pendek

ketika washal dan

panjang

a. Lafadz ( )
Sebab-sebab lafadz dibaca pendek ketika washal ( )kecuali lafadz , ,

,, adalah karena fungsi alif tersebut hanya sebagai penjelas harakat


seperti halnya menambahkan ha ketika waqaf (ha sakt). Disamping itu juga,
apabila ada isim yang hurufnya sedikit lalu di baca waqaf dengan sukun, maka
suaranya
akan
terlihat
janggal,
sehingga
ditambahkanlah alifsupaya
suara nun tetap sebagaimana asal lafadznya.

Sedangkan tidak ditambahkannya alif pada waktu membaca washal pada


lafadz tersebut adalah karena nun sudah berharakat. Ada juga lafadz yang cara
membacanya hampir sama dengan lafadz yaitu lafadz pada QS. Al-Kahfi : 38,
yakni
apabila
lafadz dibaca washal maka nun harus
dibaca
pendek( ) ,sedangkan apabila dibaca waqaf maka nun tetap dibaca panjang (
) . Hal ini karena lafadz berasal dari lafadz dan lafadz .
b. Lafadz
Sebagian ulama qurra membaca lafadz-lafadz diatas dengan harakat tanwin,
sedangkan qiraah Imam Ashim riwayat Hafs tidak memakai harakat tanwinpada
lafadz-lafadz tersebut. Dan apabila membaca waqaf pada lafadz-lafadz
tersebut, qiraah Imam Ashim riwayat Hafs tetap menyertakan alif atau dibaca
panjang, sedangkan tidak menyertakan (membaca) alif atau dibaca pendek apabila
huruf terakhir lafadz-lafadz tersebut diwashalkan. Hal ini disebabkan karena
mencantumkan alif pada lafadz-lafadz tersebut adalah mengikuti rasm
utsmani dan juga lafadz-lafadz tersebut masuk dalam sighat muntahal
jumuyang termasuk isim ghairu munsharif sehingga tetap mencantumkan alif
tidak ditanwin. Sedangkan lafadz walaupun bukan
termasuk jama, namun lafadz-lafadz tersebut disesuaikan dengan syair yang pada
akhir baitnya terdapat fathah yang dipanjangkan dengan alif. Sehingga lafadz-lafadz
tersebut tetap dibaca panjang ketika waqaf dan dibaca pendek ketika washal.
c. Lafadz pada QS. Al-Fatihah: 4 dan pada QS. An-Nas: 2
Qiraah Imam Ashim riwayat Hafs membaca mim dengan alif (panjang) pada
lafadz dalam QS. Al-Fatihah: 4, sedangkan beberapa Imam qiraah yang lain
membaca tanpa alif (pendek). Alasan Imam Ashim riwayat Hafs membaca
dengan alif (panjang) adalah karena ada kaitannya dengan lafadz pada
QS. Ali Imran: 26 yaitu dan bukan tanpa alif yaitu juga
karena lafadz berarti dzat yang memiliki, sedangkan lafadz berarti tuan atau
penguasa, tidak seperti halnya dalam lafadz ( tanpa alif) yang artinya Tuhan
manusia dan hal itu tidak sesuai dengan makna untuk kata hari pembalasan
.
Jadi, lafadz pada QS. Al-Fatihah: 4 dengan lafadz pada QS. An-Nas: 2
tidaklah sama dalam membaca mimnya, terutama karena perbedaan segi
maknanya sehingga dibedakan cara membacanya, walaupun beberapa Imam
qiraah selain Imam Ashim dan Al-Kisai membaca kedua lafadz tersebut sama-sama
pendek ( ) .
2.

Dibolehkannya membaca fathah atau dammah pada dalam lafadz

Lafadz pada QS. Ar-Rum: 54 yang lafadznya dibaca tiga kali pada ayat
tersebut adalah merupakan masdar dari lafadz sehingga beberapa
Imam qiraah berbeda cara membacanya. Imam Hamzah dan Syubah (salah satu
murid Imam Ashim) membaca dlad pada lafadz dengan fathah, sedangkan
sebagian Imam qiraah yang lainnya dengan dammah.

Adapun Imam Hafs, membaca dlad pada lafadz dengan fathah dan
dammah. Hal ini disebabkan karena dalam ilmu sharaf, lafadz
, seperti halnya
mempunyai dua masdar yaitu lafadz
dan lafadz

lafadz yang juga mempunyai dua masdar yaitu lafadz dan lafadz .
Sehingga menurut qiraah Imam Hafs huruf dlad pada lafadz boleh dibaca
fathah dan boleh dibaca dammah.
3.

Rahasia permulaan Surat At-Taubah

Penjelasan Bacaan Gharib dalam Al-Qur'an| Dalam Mushaf AlQuran rasm usmani, semua permulaan surat diawali dengan basmalah kecuali
surat At-Taubah. Hal ini karena ada beberapa pendapat yang terkait dengan tidak
ditulisnya basmalah pada permulaan surat At-Taubah. Pendapat pertama, bahwa
Sahabat Ubay bin Kaab berkata : Rasulullah saw. pernah menyuruh kami
menulis basmalah di awal setiap surat dalam Al-Quran, dan beliau tidak
memerintahkan kami menulisnya di awal surat At-Taubah. Maka sebab itu, surat
tersebut digabungkan dengan surat Al-Anfal dan hal itu lebih utama karena adanya
keserupaan diantara keduanya. Sedangkan pendapat yang kedua, bahwa Imam
Ashim berkata: Basmalah tidak ditulis di awal surat At-Taubah, disebabkan karena
bacaan basmalah itu berisi tentang rahmat atau kasih sayang, sedangkan surat
At-Taubah merupakan surat tentang azab atau siksaan kepada orang-orang
musyrik.
Penjelasan Bacaan Gharib dalam Al-Qur'an| Adapun hukum
tentang membaca basmalah pada permulaan surat At-Taubah diantaranya adalah,
Imam Ibnu Hajar dan al-Khatib mengharamkan membaca basmalah di awal surat
At-Taubah dan memakruhkan membacanya di tengah surat. Sedangkan Imam Ramli
dan para pengikutnya memakruhkan membaca basmalah di awal surat At-Taubah
dan mensunnahkan membacanya di tengah surat sebagaimana surat-surat dalam
Al-Quran yang lain.

1. BACAAN GHARIB DALAM ALQURAN


BACAAN GHARIB

Bacaan Ghorib artinya bacaan Al Quran yang berbeda dengan kaidah


ilmu tajwid pada umumnya.
Bacaan ghorib.harus talaqqi dengan seorang guru Al Quran
1. Al Baqarah 17-19
cara membaca : Bar-qe, ketika waqaf (berhenti) bukan bareq

2. Al Baqarah 171
cara membaca : Nida-aa : Ketika waqaf A panjang

3. Al Baqarah 178
cara membaca : Al Qotlaa, Laa panjang bukan Qotl

4. Al Baqarah 179-180
cara membaca : Khoironil (nun wiqoyah)

5. Al baqarah 189
cara membaca : Al Hajj-je : Disertai jeda (qolqolah akbar)

6. Al Baqarah 196
cara membaca : Minal hady, ketika waqaf meringis

7. Al Baqarah 219
cara membaca : Qulil Afw, ketika waqaf monyong

8. Al Baqarah 245
cara membaca : yabsuthu, sho dibaca sin

9. Al Baqarah 259
cara membaca : Labist-te, Tahams, bukan Labitset

10. Al Baqarah 265


Cara membaca : Fatholl, Lam tanpa dengung (ditekan 1 ketukan)

11. Ali imron 18


cara membaca : bil Qis-the, ketika waqaf bukan bil Qiseth

12. Ali imron 117


cara membaca : fa-Ahlakateh, ta hams

13. Ali imron 144


cara membaca : Afa-imm, bacaan i pendek

14. Ali imron 188


cara membaca : Ataww, wawu tanpa dengung ( ditekan satu ketukan)

15. An Nisa 1
cara membaca : Nisaaaa, ketika waqaf A panjang

16. An Nisa 47
cara membaca : As sabete, ketika waqaf Ta hams

17. An Nisa 56
cara membaca : Nadhijat, ta hams

18. An Nisa 128


cara membaca : Anfusu Sysyuhh/sin-syin

19. An Nisa 158


cara membaca : bar Rofaa, Lam tidak dibaca

20. An Nisa 171


cara membaca : Tsalaatsatunin/ni (nun wiqoyah)

21. Al Maidah 3
cara baca : fisqe dan fisqunil/ nun wiqoyah

22. Al Maidah 28
cara baca : basat-Tha, Tho dibaca tapi tanpa qalqalah

23. Al Maidah 42
Cara baca : Lis-Suhte, ketika waqaf tanpa hams

24. Al Maidah 114


cara baca : Minnnke, waqaf ada dengung dan hams

25. Al Anam 34
cara baca : Nabai, ba pendek

26. Al Anam 94
cara baca : Syurokaaaaaa , waqaf hamzah mati

27. Al Anam 121


cara baca : Lafis-qe, ketika waqaf Qof qalqalah

28. Al Anam 128


cara baca : minal innns, ketika waqaf ada dengung

29. Al Anam 143


cara baca : Qul Aaaaaadzdzakaroini, A 6 harakat

30. Al Arof 29
cara baca : qis-the, saat waqaf Tho qolqolah (bukan qiseth)

31. Al Arof 69
cara baca : bas-thoh, sho dibaca sin

32. Al Arof 177-178


cara baca : matsalanil (nun wiqoyah), muHtady (dy dibaca saat waqaf)

33. Al Anfal 72 dan 74


cara membaca : Aawaww, tanpa dengung (ditekan 1 ketukan)

34. At Taubah 30
cara membaca : Uzairunib (nun wiqoyah)

35. Yunus 24
cara membaca : Bil Ames, Suara Me lemah

36. Hud 41-42


cara membaca : Majreha-Nuhunib-Irkam Maana

37. Hud 66
cara membaca : Yaumiidzin, mim kasrah

38. Yusuf 11
cara membaca : La tamanna , monyong (isymam)

39. Ar Rad 30
cara membaca : Litatluwa, wa pendek

40. Ibrahim 2
cara membaca : Allahi, Hi dibaca kasrah

41. Ibrahim 26
cara membaca : Khobitsatinij (nun wiqoyah)

42. Al Hijr 61
cara membaca : Luuthinil (nun wiqoyah)

43. An Nahl 48
cara membaca : yatafayyau, U pendek

44. An Nahl 71
cara membaca : Riz qe, ketika waqaf, Qof qolqolah

45. Al isra 97
cara membaca : khobat, Ta disertai hams

46. Al kahfi 1
cara membaca : iwajaa, saktah

47. Al kahfi 14
cara membaca : Lan Naduwa, wa pendek

48. Al kahfi 36 dan 38

cara membaca : rudittu, Laakinna, Na pendek

49. Al kahfi 77
cara membaca : Qoryatini

50. Maryam 7
cara membaca : Bighulaamini

51. Maryam 61
cara membaca : jannaatiAdnini

52. Thaha 87

cara membaca : Assaamiriyy : Ya ditekan

53. Al anbiya 88
cara membaca : Ghommm (dengung dan )Nunnjill

54. Al hajj 11
cara membaca : Khoirunith dan Fitnatunin

55. Al. Muminun 38


cara membaca : Rojulunif

56. Al. Muminin 41


cara membaca : Ghutsaaa, ketika waqaf A panjang

57. Al Furqon 69
cara membaca : Fiihii , Hii dibaca panjang

58. Asy syuara : 122


cara membaca : Aaduni

59. Asy syuara 160


cara membaca : Luuthini

60. An. Naml 22


cara membaca : Ahath-tu, Tho dibaca, tapi tanpa qalqalah

61. An.Naml 59
cara membaca : Aaaaaaaallahu, A 6 harakat

62. Al. Ankabut 38


cara membaca : Tsamuda, dal pendek

63. Saba 21
cara membaca : Syakk-ke, ketika waqaf kaf hams

64. Fathir 28
cara membaca : Ulamaaaaaa

65. Yasin 52
cara membaca : Mim Marqodina, saktah

66. Ash Saffat 6


cara membaca : Biziinatinil

67. Fushilat 28
cara membaca : Darul Khul-de, waqaf, dal qalqalah

68. Fushilat 44
cara membaca : Aajamiyyu, A ke 2 ringan, bukan H (tashil)

69. Asy-syura 15
Cara membaca : Fadu, ketika waqaf fade

70. Asy-syura 45
cara membaca : Khofiyy, ketika waqaf yaditekan

71. Az Zukhruf 46
cara membaca : Wamala-ihi, La pendek

72. Al jatsiyah 9

cara membaca : Syai-anit

73. Al Ahqaf 4
cara membaca : Dibaca iituuni, bukan Utuuni

74. Al Ahqaf 35
cara membaca : ULU, u Pendek

75. Al Hujurat 11
cara membaca : Bisalismul (Naqel)

76. An Najm 50
cara membaca : Aadanil dan Tsamuda, da pendek

77. Al Qamar 2, 3 dan 19


cara membaca : Mustamirr, ro ditekan 1 ketukan

78. Ar Rahman 29
cara membaca : Syaen, Suara hamzah lemah

79. Ar Rahman 39

cara membaca : wala Jaaaaaannn, nun dengung

80. Al Hadid 18
cara membaca : Mushshood, shod dan dan dal tasydid

81. 81. Al hadid 27


cara membaca : rohbaaniyyatanib

82. Al hasyr 2
cara membaca : Ketik waqaf Rube bukan rueb

83. Al hasyr 17
cara membaca : Khoolidiani, dal fathah

84. Mumtahanah 4
cara membaca : Buroaa-u, U pendek

85. Al Jumuah 11
cara membaca : Aw lahwanin fadl dluu

86. Al Munafiqun 10
cara membaca : Fa ashshoddaqo, sho dan dal tasydid

87. Ath Tholaq 4


cara membaca : Lam yahidhen, dhod lemah

88. Al Mulk 19
cara membaca : Wayaqbidhen, suara dhod (e) lemah

89. Al Maarij 11
cara membaca : Yaumiidzin, mim kasrah

90. Al Jin 9
cara membaca : Lissame, suara mim lemah

91. Al jin 27
cara membaca : Manirtadho, Ro tebal

92. Al Muzammil 20
cara membaca : Tsulutsayi, bukan tsulutsiya

93. Al Qiyamah 12
cara membaca : yaumaidzinil

94. Al Qiyamah 27
cara membaca : man-rooq, saktah

95. Al insan 4
cara membaca : Salaasila, La ke 2 pendek

96. Al insan 16
cara membaca : Qawariiro, ro pendek

97. An Naba 20,39


cara membaca : Fakaanat, Ta hams dan Al haqe disertai jeda

98. Mutoffifin 14, 26, 32


cara membaca : saktah, miske, hams bukan misek

99. Ath thoriq 8-14


cara membaca : Ro tipi, qalqalah, Fashl : suara she samar

100. Al fajr 14 dan 28


cara membaca : Labil mirsod, Ro tebal, Irjiil, hamzah kasroh

Anda mungkin juga menyukai