Materi Fiqh Jinayah
Materi Fiqh Jinayah
Session 4
SPI – Teori modern mengenai pemidanaan
Session 5
SPI – Relevansi yuridis
- Relevansi filosofis
- Relevansi sosiologis
Session 6
SPI – Beberapa pilihan bentuk pidana
Session 7
Kedudukan Ilmu Hukum Pidana Islam (KIHPI)
- Hasil ijtihad ulama Indonesia tentang ilmu
hukum pidana Islam
Session 8 (KIHPI)
- Hubungan serta kontribusinya pada hukum
pidana nasional
Session 9 (KIHPI)
- Dimensi filosofis hukum pidana Islam
Session 10
Jenis sanksi pidana dalam hukum pidana
Islam
- Jenis-jenis hukuman dalam HPI
Session 12
Kedudukan HPI dan kontribusinya bagi
pembangunan hukum pidana nasional
- Menggagas hukum Islam berwawasan
Indonesia
Session 13 (Idem)
- Menggagas Hukum Islam dalam
pendekatan politik hukum Indonesia
Session 14 (Idem)
- Kemungkinan kontribusi Hukum Islam bagi
pembangunan hukum pidana Indonesia
Referensi Buku:
- Hanafi, Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, 1985.
- Hamka Haq, Syariat Islam Wacana dan
Penerapannya, Ujung Pandang Yayasan Al-
Ahkam.
- Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum
Pidana Indonesia, Angkasa Press, Jakarta,
1996.
- Jamal D. Rahman, Wacana Baru Fiqih,
Bandung, 1997.
- Muhammad Wahyuni Wafis, Konstektual
Ajaran Islam, Temprint, Jakarta, 1995.
- Abdurrohman Al-Maliki, Ahmad ad-Da’ur,
Sistem Sanksi dan Hukum Pemidanaan dalam
Islam, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2004.
- Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,Sinar
Grafika, Jakarta, 2004.
- Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum
Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
- Ahmad Khisni, Essay-Essay Pemikiran dalam
Hukum Islam.
- Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika,
Jakarta, 2007.
Session I
Bentuk-bentuk Pidana
dalam tradisi Islam
- Tradisi pidana sebelum
Islam
- Bentuk-bentuk pidana
dalam Al-Qur’an dan Hadits
Pentingnya mempelajari HPI:
1) kepentingan akademis;
2) kepentingan praktis;
3) meningkatnya aspirasi di daerah
terhadap hukum Islam;
4) pentingnya mencari konsep-
konsep hukum baru.
Pengertian Hukum Pidana Islam
Merupakan terjemahan dari kata fiqh dan
jinayah (Bhs Arab).
Fikih secara bahasa berasal dari lafal
faqiha, yafqahu fiqhan, yang berarti
mengerti, paham.
Fikih secara istilah adalah ilmu tentang
hukum-hukum sya’ra praktis yang diambil
dari dalil-dalil yang terperinci. Atau fikih
adalah himpunan hukum-hukum sya’ra
yang bersifat praktis yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci.
Pengertian Hukum Pidana Islam
I. Tujuan Primer
- Memelihara Agama
- Memelihara Jiwa
- Memelihara Akal
- Memelihara Kehormatan atau
Keturunan
- Memelihara Harta
Tujuan Hukum Islam:
(Ditinjau dari segi peringkat)
II. Tujuan Sekunder
Terpeliharanya tujuan kehidupan manusia
seperti adat, muamalat, hukum pidana, dll.
III. Tujuan Tersier
Ditujukan untuk menyempurnakan hidup
manusia dengan melaksanakan apa-apa
yang baik dan layak menurut kebiasaan dan
akal sehat, seperti: budi pekerti, etika
beribadah, dll.
Tujuan Hukum Islam
(Maqashid al-Khamsah dilihat dari aspek manusia)
1. Memelihara Agama.
2. Memelihara Jiwa.
3. Memelihara Akal.
4. Memelihara Keturunan.
5. Memelihara Harta.
Tujuan Hukum Islam
dilihat dari aspek Pembuat Hukum
Untuk memenuhi keperluan hidup
manusia yang bersifat primer
(dzaruriyat = kemaslahatan hidup),
sekunder (hajjiyat = kemerdekaan,
keadilan, dan persamaan) dan
tersier (tahsiniyat = selain primer
dan sekunder ).
Sejarah Singkat Hukum Islam
1. Masa Nabi Muhammad Saw (610-
632 M)
2. Masa Khulafaurrasyiduun (632-662
M)
3. Masa Pembinaan, Pengembangan,
dan Pembukuan (abad VII – X M)
4. Masa Kelesuan Pemikiran (abad X-
XIX M)
5. Masa Kebangkitan Kembali (abad
XIX – sampai dewasa ini)
Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum
Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI RECEPTIO
- Tokohnya: Van Vallenhoven, Teer
Haar, Snouck Hurgronye.
- Hukum Islam berlaku bagi rakyat
pribumi kalau norma Islam sudah
diterima oleh masyarakat sebagai
Hukum Adat
Teori-teori yang Berkaitan dengan Hukum
Islam yang berlaku di Indonesia:
TEORI EKSISTENSI
- Tokoh: Ichtijanto, SA
1. Al-Qur’an
2. Sunnah (Hadits) = perbuatan,
perkataan, dan perizinan Nabi
Muhammad SAW
3. Ar-Ra’yu = penggunaan akal
(penalaran) manusia dalam
menginterpretasi ayat-ayat Al-
Qur’an dan Hadits yg bersifat umum.
Ar-Ra’yu mengandung bbrp
pengertian diantaranya:
a. Ijma’ = kebulatan pendapat fuqoha mujtahidin pd suatu
masa atas sesuatu hukum sesudah masa nabi Muhammad
SAW
b. Ijtihad = perincian ajaran Islam yg bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits yg bersifat umum.
c. Qiyas = mempersamakan hukum suatu perkara yg belum ada
ketetapan hukumnya dg suatu perkara yg sdh ada ketetapan
hukumnya. Persamaan ketentuan hukum dimaksud didasari
oleh adanya unsur-2 kesamaan yg sdh ada ketetapan
hukumnya dg yg belum ada ketetapan hukumnya yg disebut
illat.
d. Istihsan = mengecualikan hukum suatu peristiwa dari hukum
peristiwa-2 lain yg sejenisnya dan memberikan kpdnya
hukum yg lain yg sejenis.pengecualian dimaksud dilakukan
karena ada dasar yg kuat.
e. Maslahat Mursalah = penetapan hukum berdasarkan
kemaslahatan (kebaikan, kepentingan) yg tdk ada
ketentuannya dari syara’ baik ketentuan umum
maupun ketentuan khusus.
f. Sadduz zari’ah = menghambat/menutup sesuatu yg
menjadi jalan kerusakan.
g. Urf = kebiasaan yg sudah turun temurun tetapi
tidak bertentangan dg ajaran Islam.
Larangan-larangan hukum artinya melakukan
perbuatan hukum yang dilarang atau tidak
melakukan perbuatan yang diperintahkan.
Dengan kata lain, melakukan atau tidak
melakukan perbuatan yang membawa kepada
hukuman yang ditentukan oleh syariat adalah
tindak pidana.
Dengan demikian tindak pidana mengandung arti
bahwa tiada suatu perbuatan baik secara aktif
maupun secara pasif dihitung sebagai suatu
tindak pidana kecuali hukuman yang khusus
untuk perbuatan atau tidak berbuat itu telah
ditentukan dalam syariat.
Bentuk-bentuk pidana sebelum
Islam:
Qisas
Rajam
Pidana mati lainnya yang diterapkan
sangat keras dan kadang berada di
luar peri kemanusiaan. Terutama
kepada hamba sahaya
Tradisi Pidana sebelum Islam
Bersifat sangat keras
Berorientasi kepada pembalasan
terhadap tingkah laku yang
menyimpang dari keharusan umum.
Pro-elite, didominasi kaum
aristokrat dan borjuis
Bentuk pidana sebagai alat bagi
penguasa untuk menjamin status
quo.
Pengertian-pengertian:
Jarimah = suatu istilah untuk perbuatan yg dilarang syara’ baik itu
perbuatan tsb mengenai jiwa, harta, lainnya (perbuatan tindak
pidana).
Jarimah Hudud = perbuatan pidana yang mempunyai bentuk dan
batas hukumannya di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad
SAW.
Jarimah ta’zir = memuliakan/menolong (scr harfiah); hukuman yg
bersifat mendidik yg tidak mengharuskan pelakunya dikenai had
dan tidak pula harus membayar kaffarah atau diat, perbuatan
pidana yg bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh
penguasa (hakim) sbg pelajaran kpd pelakunya.
Qishash = memotong/membalas (scr harfiah); pembalasan
setimpal yg dikenakan kepada pelaku pidana sbg sanksi atas
perbuatannya.
Diyat = denda dalam bentuk benda atau harta berdasarkan
ketentuan yg harus dibayar oleh pelaku pidana kpd pihak korban
sbg sanksi atas pelanggaran yg dilakukannya.
Bentuk-bentuk tindak pidana dalam
Hukum Pidana Islam:
1. Pembunuhan disengaja
2. pembunuhan mirip disengaja
3. Pembunuhan tidak sengaja
4. Pembunuhan terjadi karena
ketidaksengajaan
Ad.1 Pembunuhan Disengaja
Yaitu sesorang membunuh orang lain dg sesuatu –yg pd
umumnya- dapat membunuh orang lain; atau seseorang
memperlakukan orang lain –yg pd umumnya- perlakuan
itu dapat membunuh orang lain.
Sanksi hukumnya: dibunuh (wajib dijatuhkan qishash
bagi pelakunya), jika wali orang yg dibunuh tidak
memaafkannya. Apabila ada pengampunan, maka diyat-
nya harus diserahkan kepada walinya, kecuali jika
mereka ingin bersedekah (tidak menuntut diyat).
Diyat: 100 ekor unta terdiri 30 unta dewasa, 30 unta
muda, 40 unta yg sedang bunting. (HR Tirmidzi)
Dasar hukumnya: QS Al-Isra’ ayat 33, Al-Baqarah ayat
179.
Kandungan QS Al-Baqarah: 179
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan)
kehidupan bagimu, wahai orang-orang
yang berakal, agar kamu bertakwa.”
Dalam pidana qisas-diyat terkandung
unsur perlindungan hukum terhadap
korban, pelaku tindak pidana, dan
masyarakat. Pelaku tindak pidana akan
dikenai pidana mati, tetapi hal ini
disepakati terlebih dahulu oleh pihak
keluarga korban.
Kandungan QS Al-Baqarah: 179
Namun apabila pembunuh dimaafkan oleh
keluarga korban maka dia akan bebas dari
pidana mati tetapi sebagai gantinya dia
harus membayar diyat (ganti rugi), yang
diberikan pada pihak keluarga korban. Hal
inilah mengapa penjatuhan pidana qisas-
diyat yang ada dalam konsep hukum
pidana Islam dikatakan lebih manusiawi
dan lebih adil bagi kelangsungan hidup
manusia.
Pembunuhan disengaja ada 3 macam:
1) memukul dg alat yg biasanya dpt membunuh
seseorang. Misal: pedang, pisau tajam, granat tangan,
besi, kayu besar. Dikenai hukum pembunuhan yg
disengaja.
2) Membunuh seseorang dg alat yg biasanya tidak dpt
membunuh seseorang akan tetapi ada indikasi lain yg
umumnya bisa menyebabkan terbunuhnya seseorang.
Misal batu yg pinggirnya dibuat lancip seperti pisau.
Termasuk dalam jenis pembunuhan yg disengaja.
3) Memperlakukan seseorang dg suatu perbuatan yg
biasanya perbuatan itu dapat membunuh seseorang.
Misal mencekik lehernya, dilempar dari tempat tinggi,
dijerat lehernya dg tali.
Qishash thd muslim karena
membunuh orang kafir
Dibedakan antara kafir harbiy, dzimmiy, dan musta’min.
Kafir harbiy = kafir yg tidak diberi jaminan keamanan
maupun hak-hak umum dari negara Islam dan juga
tidak ada jaminan khusus bagi orang kafir tersebut.
Seorang muslim itu tidak dibunuh karena membunuh
kafir itu, ia hanya dikenakan diyat yg jumlahnya
separuh dari diyat muslim. (diriwayatkan dari Amru bin
Syu’aib dari bapaknya dan dari kakeknya).
Kafir dzimmiy = memperoleh perlakuan sama seperti
seorang muslim dalam hal penjagaan thd darah, harta
dan kehormatannya.
Kafir Musta’min = kafir yg memiliki perjanjian. (Lihat QS
At-Taubah: 6)
Ad. 2 Pembunuhan Mirip Disengaja
Adalah pembunuhan yg sengaja dilakukan,
akan tetapi menggunakan alat yg umumnya
tidak bisa membunuh seseorang. Kadang-2
maksudnya hy menyiksa atau memberi
pelajaran tp melampaui batas.
Ia sengaja memukulnya tp tidak sengaja
membunuhnya. Tdp unsur sengaja dan tidak
sengaja.
Pelakunya tidak dibunuh tp diyatnya berat
yakni 100 ekor unta, dan 40 ekor diantaranya
sedang bunting. (HR Bukhari, HR Ahmad, HR
Abu Dawud)
Ad. 3 Pembunuhan Tidak Disengaja
Ada 2 Bentuk:
1) Pelaku melakukan tindakan yg ia sendiri tidak bermaksud
menimpakan perbuatan itu kepada pihak yg terbunuh,
namun menimpa orang tsb, yg akhirnya membunuhnya.
Contoh: memundurkan mobil tp ternyata menabrak orang
lain hingga meninggal. Saksi: diyat 100 ekor unta dan
kafarat dg membebaskan budak (jk tidak menjumpai
budak maka puasa 2 bulan berturut-turut).
2) Pelaku membunuh seseorang di negeri kafir yg ia sangka
kafir harbiy ttp ternyata ia muslim namun menyembunyika
ke-Islamannya. Sanksi: kafarat saja, tidak wajib
membayar diyat.
Dasar Hukum: QS An-Nisa ayat 92.
Ad. 4 Pembunuhan yg terjadi
karena ketidaksengajaan
Adalah seseorang melakukan sesuatu perbuatan
tanpa ia kehendaki, akan tetapi perbuatan itu telah
menyebabkan terbunuhnya seseorang. Misal
seseorang tergelincir dari tempat tinggi yg
mengenai orang lain dan menyebabkan orang tsb
meninggal dunia.
Sanksi = membayar diyat 100 ekor unta dan wajib
membayar kafarat dg membebaskan budak. Jika ia
tidak membebaskan budak maka wajib puasa dua
bulan berturut-turut.
Pembuktian Pembunuhan
1. Pengakuan
2. Pembuktian: dg 2 orang saksi laki-
laki atau seorang laki-laki dan dua
orang saksi perempuan (QS Al-
Baqarah: 282)
Cara Membunuh Pelaku Pembunuhan
Syarat:
- Ihsan al-qathlu (eksekusi yg paling baik), yaitu
melakukan eksekusi dg cara yg paling baik
sehingga mempermudah kematian. (HR Muslim)
- Tidak tergesa-gesa. Diundurkan sampai
beberapa waktu yg memungkinkan terjadinya
pemaafaan dari wali (pihak yg terbunuh). Sebab
mereka diberi kesempatan untuk memilih
membunuh (qishash), meminta diyat, atau
memberi pengampunan. (QS Al-baqarah:178)
Bentuk pidana Qisas / Diyat:
1. Pidana mati (Qisas atas jiwa)
2. Pidana perlukaan fisik/anggota
badan lainnya (qisas atas badan)
3. Pidana denda atas jiwa (Diyat atas
jiwa)
4. Pidana denda atas perlukaan
(Diyat perlukaan).
DIYAT
DIYAT ada dua macam:
1. Diyat Berat, yakni 100 ekor unta, 40 ekor unta
diantaranya bunting. Diambil dari pembunuhan
disengaja, asal walinya memilih untuk meminta
diyat. Juga diambil dari kasus pembunuhan mirip
disengaja.
2. Diyat yg tidak berat, yakni 100 ekor unta saja.
Diambil dari pembunuhan tidak disengaja, dan
pembunuhan yg terjadi tidak dg kesengajaan.
Zina
Perampokan (Hirabah)
Murtad
Pemberontakan
Pembunuhan sengaja
Proses pengadilan
Hukuman yang dijatuhkan terhadap
pelaku hanya dapat dilakukan apabila
telah memenuhi syarat-syarat yang ketat.
Dalam kasus zina:
Hukuman mati bagi pelaku muhsan (terikat
kawin) hanya dapat dilakukan setelah melalui
proses pembuktian yang ketat, sehingga
dimasa nabi dan sahabat penjatuhan hukuman
ini dapat dihitung dengan jari.
Eksekusi pidana mati
Apabila perzinaan telah terbukti
maka hakim wajib menjatuhkan
hukuman had kepada para
pelakunya.
Teori tadakhul:
Jika seorang pelaku zina telah berkali-
kali melakukan perzinaan kemudian
tertangkap, maka baginya cukup
dijatuhi hukuman sekali saja.
Akan tetapi jika ia melakukan perzinaan, di
samping itu juga melakukan tindak pencurian
atau tindak pidana lainnya, maka masing-masing
kejahatan dikenakan hukuman. karena kedua
macam tindak pidana itu berbeda tujuannya,
yakni yang satu memelihara kehormatan dan
yang lain menjaga harta.
Eksekusi dilakukan oleh pemerintah atau orang
atau badan yang diberi wewenang oleh
pemerintah
Pelaksanaan sanksi harus terbuka dan diketahui
umum, agar hukuman tersebut berdaya preventif.
Tindak pidana ta’zir dan
hukumah
Adalah setiap tindak pidana yang tidak
ditentukan sanksinya oleh al-quran
maupun hadis nabi, yang berkaitan
dengan tindak pidana yang melanggar
hak Allah dan hak hamba.
Merupakan bentuk pidana
pengembangan (pidana ijtihadi) yang
tidak didasarkan kepada ketentuan
pidana qisas,diyat maupun had (hudud)
Ta’zir
Jarimah Ta’zir secara harfiah
bermakna memuliakan atau menolong
Merupakan bentuk pidana yang
bertujuan mendidik
Jarimah Ta’zir adalah perbuatan
pidana yang bentuk dan ancaman
hukumannya ditentukan oleh
penguasa (hakim) sebagai pelajaran
kepada pelakunya.
Tindak Pidana yang dikategorikan
dalam pembahasan Ta’zir:
Tindak pidana ringan seperti
pelanggaran seksual yang tidak
termasuk zina
Tuduhan berbuat kejahatan selain
zina
Pencurian yang nilainya tidak
sampai satu nisab harta.
Jenis hukuman yang termasuk
Jarimah Ta’zir:
Penjara
Skorsing (pemecatan)
Ganti rugi
Pukulan
Teguran dengan kata-kata
Dan jenis hukuman lain yang sesuai
dengan pelanggaran dari pelakunya
Pidana Ta’zir dapat dilihat dari dua
segi:
Penyederhanaan mencerminkan
semangat untuk menerapkan sistem
pidana yang lebih rasional, adil, dan
manusiawi.
Dalam rangka menyantuni
kepentingan korban dan
masyarakat pada umumnya, dan
kepentingan hukum itu sendiri.
Simpulan
Landasan Historis
Landasan Yuridis
Landasan Filosofis
Landasan Sosiologis
Masih Relevankan Hukum Pidana
Islam diterapkan?
Sistem Pemidanaan
dalam Islam
Tujuan Pemidanaan dalam Islam:
2. Relevansi Sosiologis
a. Dari Kacamata Teori Kekuasaan
tergantung kpd kekuasaan politik
yang mendukung sistem pidana Islam
b. Dari Kacamata Teori Pengakuan
tergandung kpd sejauh mana
masyarakat mengakui dan
menerimanya sebagai bagian dr
kehidupan manusia.
Beberapa Pilihan Bentuk Pidana Islam yang
relevan dalam pembentukan KUHP Baru:
UU tentang Wakaf
UU tentang Zakat
UU tentang Perbankan Syari’ah
UU tentang Asuransi Syari’ah
Rancangan Undang-Undang tentang
Hukum Terapan Pengadilan Agama.
Subyek hukum dari hukum positif
ini nantinya berlaku khusus bagi
warganegara yang beragama Islam,
atau yang secara sukarela
menundukkan diri kepada hukum
Islam.
“Krusial” = Kaidah Hk Pidana Islam
dikaitkan dengan Hk Pidana Positif
Kaidah-kaidah hukum pidana di dalam
syariat itu dapat dibedakan ke dalam
hudud dan ta’zir.
Hudud adalah kaidah pidana yang secara
jelas menunjukkan perbuatan hukumnya
(delik) dan sekaligus sanksinya.
Sementara ta’zir hanya merumuskan
delik, tetapi tidak secara tegas
merumuskan sanksinya.
Kalau kita membicarakan kaidah-kaidah di
bidang hukum pidana ini, banyak sekali
kesalahpahamannya, karena orang
cenderung untuk melihat kepada
sanksinya, dan bukan kepada perumusan
deliknya. Sanksi-sanksi itu antara lain
hukuman mati, ganti rugi dan maaf dalam
kasus pembunuhan, rajam untuk
perzinahan, hukum buang negeri
(pengasingan) untuk pemberontakan
bersenjata terhadap kekuasaan yang sah.
Kalau kita melihat kepada
perumusan deliknya, maka delik
hudud pada umumnya mengandung
kesamaan dengan keluarga hukum
yang lain, seperti Hukum Eropa
Kontinental dan Hukum Anglo
Saxon. Dari sudut sanksi memang
ada perbedaannya.
Kaidah-kaidah syariat di bidang hukum
pidana, hanya mengatur prinsip-prinsip
umum, dan masih memerlukan
pembahasan di dalam fikih, apalagi jika
ingin transformasi ke dalam kaidah
hukum positif sebagai hukum materil.
Ayat-ayat hukum yang mengandung
kaidah pidana di dalam syariat belum
dapat dilaksanakan secara langsung,
tanpa suatu telaah mendalam untuk
melaksanakannya.
Problem lain ialah jenis-jenis
pemidanaan (sanksi) di dalam
pidana hudud.
Pidana penjara jelas tidak dikenal di
dalam hudud
Pidana mati dapat diterima, walau ada
yang memperdebatkannya
Pidana rajam, sebagian besar belum
menerima meski secara tegas ada
dalam hudud.
Ada 2 Pendapat:
QS Al-Maidah: 33
“Sesungguhnya pembalasan thd orang-2
yg memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh, atau disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka
dg bertimbal balik atau dibuang dari
negeri (tempat kediamannya)…”
Bentuk-bentuk TP Perampokan
dan Sanksinya:
1. menakut-nakuti org yang lewat,
sanksinya diasingkan (dibuang)
2. Mengambil harta tanpa membunuh,
sanksinya dipotong tangan dan kakinya
scr bersilang
3. Membunuh Tanpa Mengambil Harta,
sanksinya dibunuh (hukuman mati)
tanpa disalib
4. Membunuh dan mengambil Harta,
sanksinya dibunuh dan disalib.
6. PEMBERONTAKAN
Al-Hujuraat: 9
“Dan jika dua golongan dari orang-orang
mukmin berperang maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan
itu berbuat aniaya thd golongan yg lain maka
perangilah golongan yg berbuat aniaya itu shg
golongan itu kembali kpd perintah Allah; jk
golongan itu telah kembali (kpd perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dg
adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-2 yg berlaku adil”
Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Al-Hujuraat: 10
“Sesungguhnya orang-orang
mukmin adl bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kpd
Allah supaya kamu mendapat
rahmat.”
Dasar Hukum TP Pemberontakan:
An-Nisa’: 59
“Hai orang-orang yg beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul-Nya dan ulil Amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat ttg sesuatu mk
kembalikanlah ia kpd Allah (Al-Qur’an dan
Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar
beriman kpd Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya”
Dasar Hukum TP Pemberontakan:
Dasar Hukum:
QS Al-Baqaroh: 217