Anda di halaman 1dari 37

0rganogenesis

Irkhammi Abdillah
0402520015
JURNAL 1
ORGANOGENESIS TANAMAN
KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)
PADA BEBERAPA KONSENTRASI
ZAT PENGATUR TUMBUH
SITOKININ DAN GIBERELIN
SECARA IN VITRO
PENDAHULUAN

 Kacang hijau memiliki permintaan produksi yang sangat tinggi setiap tahunnya, namun hal ini tidak sebanding
dengan produksi kacang hijau yang terus mengalami penurunan disebabkan oleh jumlah bibit yang terbatas

 Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kacang hijau adalah dengan teknik
kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman untuk
memperbanyak jumlah bibit kacang hijau dalam waktu yang singkat

 Menurut Gunawan (1987) kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.

 masalah yang dihadapi dalam pengembangan kacang hijau adalah masih rendahnya produksi yang dicapai petani.
Rendahnya hasil disebabkan oleh budidaya yang kurang baik, terbatasnya ketersediaan bibit unggul
Organogenesis
METODE
Alat dan bahan
2017 2018 2019

1. Benih bina bermutu tinggi


2. Gula putih
3. Air kelapa
4. Aquades steril
5. Agar-agar putihn
6. zat pengatur tumbuh sitokinin yaitu BAP
7. Alkohol 70 % dan 96 %
8. Spirtus
9. Klorox (bayclean)
1 2 3

Pengambilan Eksplan
Sterilisasi Alat Tanam Pembuatan Media
dan Sterilisasi Eksplan

5
4

variabel Pengamatan Inokulasi/Penanaman


HASIL PEMBAHASAN

 Umur Berkecambah

. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada semua


perlakuan menghasilkan umur berkecambah
tanaman kacang hijau paling cepat 2 hari setelah
tanam

Hal ini disebabkan karena eksplan pada kacang hijau


lunak sehingga proses perkecambahan sangat cepat.
HasilLANJUTAN
Pembahasan
Tinggi Tanaman
Hasil rata-rata tinggi tanaman kacang hijau
dengan pemberian zat pengatur tumbuh BAP dan
GA menunjukkan nilai yang berbedabeda dan
konsentrasi yang berbeda-beda pada parameter
tinggi tanaman (Gbr. 2)
HasilLANJUTAN
Pembahasan
Jumlah Daun

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi zat


pengatur tumbuh BAP pada parameter jumlah daun
tanaman kacang hijau memperlihatkan hasil yang sama

Fisher (1992) yang mangatakan bahwa,


Pembentukan daun dipengaruhi oleh banyaknya
rangsangan hormon.
HasilLANJUTAN
Pembahasan
Jumlah Akar

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa untuk


setiap perlakuan memperlihatkan hasil atau nilai
yang sama, akan tetapi terdapat nilai yang
berbeda-beda, yang ditunjukkan pada perlakuan
pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP
dan GA pada variable pengamatan jumlah akar
tanaman kacang hijau
HasilLANJUTAN
Pembahasan
Bobot Planlet

Utama (2015) menyatakan bahwa, pemberian zat


pengatur tumbuh sitokinin pada eksplan tanaman
kacang hijau membantu proses pembelahan sel
sehingga ukuran, bentuk, dan volume planlet
akan bertambah besar, dan penambahan
giberelin pada eksplan tanaman kacang hijau
juga akan memberi pengaruh dalam merangsang
pembesaran sel
Hasil
Kesimpulan
Pembahasan
1. Pemberian zat pengatur tumbuh BAP dan GA dengan berbagai konsentrasi memperlihatkan
hasil yang berbeda-beda dan tidak berpengaruh terhadap semua parameter pengamatan
yang terdiri dari umur berkecambah, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, dan bobot
planlet tanaman kacang hijau

2. Konsentrasi yang paling efektif ditunjukkanoleh perlakuan P4 (5,5 ppm BAP + 5 ppm GA)
yaitu dengan nilai rata-rata umur perkecambahan 2 hari setelah tanam, nilai rata-rata tinggi
planlet yaitu 10,07 cm, ratarata jumlah akar dan jumlah daun yaitu sebanyak 2 helai,
sedangkan jumlah bobot planlet yaitu 0,35 g
Jurnal ke dua

ORGANOGENESIS TUNAS
SECARA LANGSUNG PADA
PAMELO (Citrus maxima (Burm.)
Merr.)
Pendahuluan
 konservasi in vitro pamelo memerlukan ketersediaan tunas in vitro sebagai
sumber eksplan yang harus diperoleh melalui organogenesis secara langsung.
Pembentukan tunas secara langsung tanpa melalui pembentukan kalus
menghasilkan perubahan genetik yang relatif kecil (Trigiano & Gray, 2005)

 .Organogenesis dapat dilakukan pada sel-sel yang bersifat meristematik dan


kompeten, yaitu selsel yang mampu memberikan tanggapan terhadap sinyal
lingkungan atau hormonal sehingga berakhir dengan terbentuknya organ

 Sitokinin berperan antara lain dalam pembentukan tunas adventif, multiplikasi


tunas aksiler dan penghilang pengaruh dominasi apikal (Davies, 2004).
1 2 3

Organogenesis pada Pengaruh posisi tanam


eksplan daun, akar dan pada kultur eksplan Analisi data
epikotil pamelo epikotil pamelo

Sumber eksplan pada


percobaan ini adalah
Percobaan dilakukan di Analisis data hanya
epikotil yang berasal dari
ruang gelap dan ruang dilakukan pada perlakuan
kecambah pamelo yang
terang dengan lama yang memberikan respon
telah disubkultur pada
penyinaran 24 jam menggunakan uji F pada
media MS0 selama
menggunakan lampu taraf 5%. Bila hasilnya
empat bulan. Epikotil
neon 18 watt. Intensitas menunjukkan pengaruh
dipotong sepanjang 0,5
cahaya yang diterima nyata maka dilanjutkan
cm, kemudian dikultur
kultur 237–620 lux, yang dengan uji DMRT
secara horisontal dan
diukur menggunakan (Duncan Multiple Range
vertikal di media yang
Luxtron 4 in 1 Test) 5%.
terpilih dari percobaan
sebelumnya (MS0).
Hasil pembahasan
Poses pembentukan akar terjadi melalui
empat tahap,
 Organogenesis pada eksplan daun
1. Pembentukan lokus meristematis
dari dediferensiasi satu atau beberapa sel,

2. multiplikasi sel menjadi sekumpulan sel,

3.Pembelahan
sekumpulan sel yang terletak sebidang
secara bersamaan membentuk meristem
akar.

4. Pemanjangan sel pada bagian pangkal


meristem akar sehingga akar yang
terbentuk mulai muncul (Schwarz et al.,
2005)
Hasil pembahasan

 Organogenesis pada eksplan daun


Hasil pembahasan
Pembentukan tunas
 Organogenesis pada eksplan akar pamelo adventif pada eksplan akar di media
MS0 diduga karena sitokinin
endogen pada akar cukup tinggi
untuk inisiasi dan pertumbuhan
tunas. Eksplan akar berespon
sebanyak 60%, membentuk 1 tunas
per eksplan pada 20 HSK. Tunas
adventif memiliki tinggi 0,8 cm pada
4 BSK, dengan bentuk daun dan
batang yang normal.
Hasil pembahasan

 Organogenesis pada eksplan akar pamelo


Hasil pembahasan

 Organogenesis pada eksplan epikotil pamelo

Eksplan epikotil yang menghasilkan


tunas secara tidak langsung pada
kombinasi media MS + BAP + NAA
lebih banyak dibandingkan MS + BAP
tanpa NAA. Tunas terbanyak dijumpai
pada media MS + BAP 2 ppm + NAA
0,5 ppm, peningkatan konsentrasi
NAA menjadi 1 ppm menurunkan
jumlah tunas pada eksplan
Hasil pembahasan

Eksplan epikotil yang menghasilkan


tunas secara tidak langsung pada
kombinasi media MS + BAP + NAA
lebih banyak dibandingkan MS + BAP
tanpa NAA. Tunas terbanyak dijumpai
pada media MS + BAP 2 ppm + NAA
0,5 ppm, peningkatan konsentrasi
NAA menjadi 1 ppm menurunkan
jumlah tunas pada eksplan
Hasil pembahasan

 Organogenesis pada eksplan epikotil pamelo Posisi eksplan mempengaruhi


waktu munculnya tunas
adventif. Pada penelitian ini,
tampak eksplan epikotil
pamelo yang dikultur secara
vertikal pada media MS0
mulai bertunas pada 14 HSK,
dengan menghasilkan 1–3
tunas/eksplan. Pada 2 BSK
100% eksplan yang dikultur
secara vertikal telah
menghasilkan tunas (Tabel 4).
Sekitar 30% eksplan yang
dikultur secara horisontal
menghasilkan 1–2
tunas/eksplan
Hasil pembahasan

 TUNAS ADVENTIF

Tunas adventif pada eksplan epikotil terbentuk


secara langsung tanpa melalui pembentukan kalus.
Tunas diduga berasal dari sel-sel kambium bukan
dari sel berkas pembuluh (Gambar 6). Sel-sel
kambium merupakan sel-sel yang bersifat
meristematik
KESIMPULAN

1. Media terbaik untuk menginduksi tunas secara langsung pada eksplan epikotil dan akar pamelo adalah
media MS0, sedangkan pada eksplan daun pamelo adalah media MS + BAP 1 ppm.

2. Berdasarkan waktu munculnya tunas, eksplan epikotil lebih efisien dibandingkan eksplan akar

3. Penggunaan eksplan epikotil yang dikultur secara vertikal pada media MS0 di ruang terang merupakan
cara yang paling efisien dan efektif untuk mendapatkan tunas secara langsung.
Jurnal 3
ORGANOGENESIS TANAMAN GAHARU (Aquilaria
malaccensis Lamk) PADA BERBAGAI KONSENTRASI
ZAT PENGATUR TUMBUH Benzyl Amino Purin (BAP) -
Indole Butiric Acid (IBA) SECARA IN-VITRO
Pendahuluan
 Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) adalah salah satu komoditas hasil hutan
bukan kayu (HHBK) komersial yang bemilai jual tinggi. (Siddik, 2010).

 Pembudidayaan gaharu secara teknik in-vitro juga bisa dilakukan dengan cara
kultur jaringan yang merupakan cara tercepat dalam perbanyakan bibit gaharu
untuk memenuhi kebutuhan dengan waktu yang relatif singkat serta
menghasilkan bibit dengan mutu yang baik

 Teknik kultur in-vitro dengan organogenesis sangat digemari karena dapat


menghasilkan tanaman utuh dari satu pohon kecil bagian tanaman saja. Salah
satu eksplan yang sering digunakan adalah tunas aksiler (Collin and Edward,
1998).
Parameter Pengamatan
01
Parameter pengamatan ini terdiri
dari awal muncul tunas, jumlah
Metode penelitian tunas, jumlah daun, dan
persentase tumbuh
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan
yaitu : Analisis Data
V0 = MS0 (kontrol) 02 Data dianalisis secara kuantitatif dengan
V1 = MS + 0,8 ppm BAP + 0,1 ppm IBA menggunakan analisis varian uji F dengan
V2 = MS + 1,0 ppm BAP + 0,1 ppm IBA taraf 5% dilakukan untuk mengetahui
V3 = MS + 1,5 ppm BAP + 0,1 ppm IBA nyata tidaknya pengaruh perlakuan.

organ
V4 = MS + 2,0 ppm BAP + 0,1 ppm IBA

Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 5 kali


ulangan, sehingga terdapat 25 unit percobaan.
HASIL PEMBAHASAN

 Awal muncul tunas


Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1
menunjukkan bahwa perlakuan berbagai
konsentrasi BAP-IBA berpengaruh sangat
nyata terhadap awal muncul tunas pada
eksplan gaharu, sehingga dilakukan uji lanjut
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf 5%, disajikan pada Tabel 2.
HASIL PEMBAHASAN

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3


menunjukkan bahwa perlakuan berbagai
konsentrasi BAP-IBA berpengaruh sangat
nyata terhadap jumlah tunas pada eksplan
gaharu, sehingga dilakukan uji lanjut
menggunakan uji Beda
lanjutan

 Jumlah tunas

tinggi diperoleh pada perlakuan V1 yaitu 3,00


tunas, berbeda dengan perlakuan V0 yaitu
1,80 tunas. Sedangkan rata-rata jumlah tunas
terendah diperoleh pada perlakuan V3 yaitu
1,20 tunas, tidak berbeda dengan perlakuan
V2 dan V4 yaitu 1,00 tunas.
lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 5
 Jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan berbagai
konsentrasi BAP-IBA berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun pada eksplan gaharu,
sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan uji
Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%, disajikan
pada Tabel 6.
lanjutan

 Jumlah daun

Tabel 6 menunjukkan rata-rata jumlah daun


tertinggi diperoleh pada perlakuan V1 yaitu
1,80 helai, tidak berbeda dengan perlakuan V3
yaitu 1,20 helai, dan V3 tidak berbeda dengan
perlakuan V0 yaitu 0,75 helai. Sedangkan
ratarata jumlah daun terendah diperoleh pada
perlakuan V2 dan V4 yaitu 0,00 helai.
Pengamatan ini dilakukan diakhir pengamatan
yaitu 6 minggu setelah tanam.
lanjutan

 Presentase tumbuh

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 7


menunjukkan bahwa perlakuan pada berbagai
konsentrasi BAP-IBA berpengaruh sangat
nyata terhadap persentase tumbuh pada
eksplan gaharu, sehingga dilakukan uji lanjut
menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
taraf 5%, disajikan pada Tabel 8
lanjutan

 Presentase tumbuh

Tabel 8 menunjukkan rata-rata persentase


tumbuh tertinggi diperoleh pada perlakuan V1
yaitu 100,00%, berbeda dengan perlakuan V0
yaitu 60,13%. Sedangkan rata-rata jumlah
presentase terendah diperoleh pada perlakuan
V3yaitu 40,06%. Tidak berbeda dengan
perlakuan V2 dan V4 yaitu 33,33%.
lanjutan

 Presentase tumbuh

Tabel 8 menunjukkan rata-rata persentase


tumbuh tertinggi diperoleh pada perlakuan V1
yaitu 100,00%, berbeda dengan perlakuan V0
yaitu 60,13%. Sedangkan rata-rata jumlah
presentase terendah diperoleh pada perlakuan
V3yaitu 40,06%. Tidak berbeda dengan
perlakuan V2 dan V4 yaitu 33,33%.
kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa


kombinasi BAP-IBA pada berbagai perlakuan yang dicobakan berpengaruh sangat nyata terhadap
awal muncul tunas, jumlah tunas dan jumlah daun. Media terbaik terdapat pada perlakuan V1 dengan
konsentrasi MS + 0,8ppm BAP + 0,1ppm IBA mampu menginduksi pembentukan awal muncul tunas
tercepat dengan rata-rata 5,00 hari setelah tanam (HST), jumlah tunas tertinggi dengan rata-rata 3,00
tunas, jumlah daun tertinggi rata-rata 1,80 helai, dan persentase tumbuh tertinggi rata-rata yaitu
100,00%

Anda mungkin juga menyukai