Anda di halaman 1dari 21

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN

DIAGNOSTIK UNTUK MASALAH KLINIS


TERTENTU
KELOMPOK 3 :
1. DWI RAMADANI PUTRI.K 15020180195
2. GIVVA ZEV PUJAAN 15020180199
3. ANDI ZAHRA MULYANA 15020180202
4. FERALIA 15020180206
5. RISKA FEBRIYANTI KOHUNUSSA 15020180208
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pengertian Tujuan Jenis pemeriksaan

• adalah suatu • Mendeteksi penyakit


• Menentukan resiko
• Mikrobiologi
tindakan dan
prosedur
• Konfirmasi pasti • Parasitologi
diagnosis
pemeriksaan • Menemukan • Hematologi
khusus dengan kemungkinan diagnostik
yang dapat
• Kimia klinik
mengambil bahan
atau sampel dari
menyamarkan gejala
klinis
• Toksikologi
penderita, dapat • Membantu pemantauan • Imunologi
pengobatan dan penyakit
berupa urine (air • Menyediakan informasi
• Serologi
kencing), darah,
sputum (dahak),
prognostic(perjalanan
penyakit)
• Urinalisis
dan sebagainya. • Mengetahui ada tidaknya • Patologi
kelainan/ penyakit yang
banyak dijumpai dan • sitologi
potensial membahayakan
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pengertian Tujuan Jenis pemeriksaan

• adalah penilaian • Mendeteksi • Pemeriksaan


klinis tentang penyakit ultrasonografi
respon individu, • Memperkuat (USG)
keluarga dan kondisi • Rontgen
komunikan sebenarnya • PAP SMEAR
terhadap suatu • Menyingkirkan (Papanicolon
masalah dugaan adanya Smear)
kesehatan dan penyakit • MAMMOGRAFI
proses kehidupan • ENDOSKOPI
aktual maupun
potensial • KOLONOSKOPI
• CT.Scanning
• EEG
• EKG
SIROSIS HATI

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun


(kronis) yang difus (membaur) ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat
disertai nodul (benjolan kecil). Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan diagnostik
1) Darah lengkap 1) Radiologi
• Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun • Dapat dilihat adanya varises
karena perdarahan. esofagus untuk konfirmasi

• Kerusakan SDM dan anemia • hipertensi portal.


terlihat dengan hipersplenisme 2) Esofagoskopi
• dan defisiensi besi. Leukopenia • Dapat menunjukkan adanya varises
mungkin ada sebagai akibat esofagus.
• hiperplenisme. 3) USG

2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT • Untuk mendeteksi berbagai kelainan

3) Albumin serum menurun 4) Angiografi


• Untuk mengukur tekanan vena porta.
4) Pemeriksaan kadar elektrolit :
hipokalemia 5) Skan/ biopsi hati
5) Pemanjangan masa protombin • Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis,
kerusakan jaringan hati.
6) Glukosa serum : hipoglikemi
6) Partografi transhepatik perkutaneus
7) Fibrinogen menurun
• Memperlihatkan sirkulasi sistem vena
8) BUN meningkat portal.
Kolesistitis

Kolesistitis merupakan proses inflamasi yang terjadi pada


kantung empedu. Kantong empedu adalah organ kecil
berbentuk menyerupai buah pir yang terletak pada sisi kanan
area abdomen, di balik hati. Kantong empedu menyimpan
cairan pencernaan yang dialirkan ke usus halus, yang disebut
sebagai zat empedu.
Adanya batu empedu yang menghambat aliran zat empedu
merupakan penyebab paling sering pada kasus kolesistitis. Zat
empedu seharusnya mengalir melalui tuba empedu menuju
usus halus. Bila terhambat, maka akan terjadi penumpukan zat
empedu di kantong empedu. Hal ini menyebabkan inflamasi
atau peradangan.
Kolesistitis Kolesistitis
akut kronis
Sering sulit ditegakkan.
Merupakan reaksi inflamasi akut Gejala minimal dan tidak menonjol
dinding kandung empedu yang seperti : dispepsia, rasa penuh di
di sertai keluhan nyeri perut epigastrium dan naussea
kanan atas, nyeri tekan dan khususnya setelah makan
demam makanan berlemak tinggi, hilang
setelah bersendawa.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

• Pemeriksaan darah. Dokter • Pemeriksaan ultrasonografi


dapat meminta serangkaian (USG) abdomen, USG
pemeriksaan darah untuk endoskopik atau computerized
melihat adanya tanda infeksi tomography (CT) scan.
atau gangguan kantong empedu Gambaran ini dapat
lainnya. Pemeriksaan ini untuk menunjukkan adanya tanda
melihat kondisi kantong kolesistitis atau batu pada tuba
empedu. empedu dan kantong empedu.
Pemeriksaan ini untuk
menunjukkan pergerakan zat
empedu dalam tubuh.
• Pemeriksaan hepatobiliary
iminodiacetic acid (HIDA) dapat
melacak produksi dan aliran zat
empedu dari hati menuju usus
halus dan menunjukkan apabila
terdapat hambatan.
Gagal ginjal kronik

Ginjal berfungsi menyaring limbah dan kelebihan cairan


dari darah sebelum dibuang melalui cairan urine. Setiap hari,
kedua ginjal menyaring sekitar 120-150 liter darah, dan
menghasilkan sekitar 1-2 liter urine.
Di dalam setiap ginjal, terdapat unit penyaring atau
nefron yang terdiri dari glomerulus dan tubulus. Glomerulus
menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan, serta
mencegah keluarnya sel darah dan molekul besar yang
berbentuk protein.Selanjutnya, saat darah melewati unit
penyaring tubulus, mineral yang dibutuhkan tubuh disaring
kembali sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah.
Selain menyaring limbah dan kelebihan cairan, fungsi
ginjal lain yang penting dalam tubuh, di antaranya
Menghasilkan enzim renin yang menjaga tekanan darah dan
kadar garam dalam tubuh tetap normal.
Membuat hormon eritropoietin yang merangsang sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Memproduksi
vitamin Ddalam bentuk aktif yang menjaga kesehatan tulang.

Dalam kondisi gagal ginjal kronis, cairan dan elektrolit, serta limbah dapat menumpuk dalam tubuh. Gejala dapat
terasa lebih jelas saat fungsi ginjal sudah semakin menurun. Pada tahap akhir GGK, kondisi penderita dapat berbahaya
jika tidak ditangani dengan terapi pengganti ginjal, salah satunya cuci darah.

Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan global yang jumlahnya terus meningkat. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 oleh Kementrian Kesehatan RI, sebanyak 0,2% dari total jumlah penduduk
Indonesia.

• Berdasarkan Indonesian Renal Registry yang digagas oleh perkumpulan dokter ginjal se-Indonesia, pada tahun
2016, lebih dari 8000 pasien GGK disebabkan oleh diabetes (nefropati diabetik), dan merupakan penyebab
terbanyak di Indonesia. Disusul oleh hipertensi yang jumlahnya hampir 4000 penderita.  Ada beberapa hal yang bisa
menyebabkan ginjal mengalami gangguan tersebut, salah satunya adalah terlalu sering mengonsumsi  makanan
penyebab gagal ginjal.

• Penderita GGK yang aktif cuci darah juga terus meningkat dari 30 ribu pada tahun 2015, menjadi lebih dari 50 ribu
pada tahun 2016. Hal ini baik, karena semakin banyak penderita gagal ginjal kronis tahap akhir yang sudah
mengerti dengan pengobatannya. Namun di sisi lain juga menjadi peringatan karena kurang baiknya penanganan
gagal ginjal kronis, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

• Pemeriksaan laboratorium diperlukan • Diagnosis banding penyakit ginjal


untuk menetapkan adanya GGK, kronis:
menentukan ada tidaknya • Gagal ginjal akut
kegawatan, menentukan derajat • Sindrom Alport
GGK, menetapkan gangguan sistem, • Antiglomerular basement membrane
dan membantu menetapkan etologi.
Dalam menentukan ada atau disease
tidaknya gagal ginjal, tidak semua • Glomerulonefritis
faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan • Nefropati diabetik
praktis yang paling lazim diuji adalah • Multiple myeloma
laju filtrasi glomerulus. Disamping • Batu ginjal
diagnosis GGK secara faal dengan • Nefrosklerosis[4]
tingkatanya, dalam rangka diagnosis
juga ditinjau factor penyebab
(etiologi) dan faktor pemburukanya.
Kedua hal ini disamping perlu untuk
kelengkapan diagnosis, juga berguna
untuk pengobatan.
INFARK JANTUNG AKUT

Infark miokard akut (Acute myocardial infarct) adalah kondisi


nekrosis jaringan miokardium pada kondisi klinis yang konsisten
dengan terjadinya iskemik miokard akut. Kejadian infark miokard
90% disebabkan oleh proses aterosklerosis. Selain umur, jenis
kelamin laki-laki dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung
koroner, faktor risiko lain terhadap terjadinya infark miokard
merupakan faktor risiko yang dapat diubah seperti kurangnya gaya
hidup sehat, merokok, obesitas, kadar gula darah, dan hipertensi.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark
miokard di Indonesia belum tersedia. Namun di provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2008-2009 berdasarkan Jakarta Acute
Coronary Syndrome Registry, terdapat 654 pasien dengan infark
miokard dengan elevasi segmen ST atau STEMI. Dari pasien yang
mengalami STEMI hanya 59% yang mendapat terapi reperfusi
dan hampir 80% kasus infark datang setelah lewat 12 jam sejak
onset serangan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

• Troponin • Diagnosis banding infark miokard


• Nilai satuan troponin biasanya akut antara lain:
dalam ng/Liter dan didefinisikan • Sistem gastrointestinal : Gastritis
mengalami peningkatan jika akut, dispepsia, gastroesophageal
nilainya berada di atas persentil Reflux Disease (GERD),
ke-99 nilai kadar troponin populasi Kolesistitis akut
normal, yaitu 0,01 ng/mL. • Sistem Respirasi : Pneumonia,
• Biomarker lainnya pneumothoraks, emboli paru
• Biomarker lainnya seperti CK-MB • Sistem Kardiovaskuler : Diseksi
tidak direkomendasikan karena Aorta, perikarditis akut,
sensitifitas dan spesifisitas troponin endokarditis, miokarditis akut,
yang lebih baik dan penyakit katup jantung, syok
ketersediaannya yang cukup luas. kardiogenik
Cardiac myosin-binding protein C • Gangguan anxietas
(cMyC) merupakan salah satu opsi
lain yang menjanjikan tetapi
penggunaannya secara klinis
masih membutuhkan studi lebih
lanjut
GAGAL GINJAL
Penyakit ginjal kronis (PGK) menurut definisi dari kidney disease:
improving global outcome (KDIGO) adalah gangguan pada struktur
atau fungsi ginjal lebih dari 3 bulan, dengan implikasi pada
kesehatan yang diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kategori
laju filtrasi glomerulus (LFG) dan albuminuria.[1] Kriteria penyakit
ginjal kronis di bawah ini harus terpenuhi ≥ 3 bulan:
Penanda kerusakan ginjal, yang ditandai dengan satu atau lebih hal
berikut:
Albuminuria (AER atau Albumin Excretion Rate ≥ 30 mg/24
jam; ACR atau rasio albumin-kreatinin ≥ 30 mg/g [≥ 3
mg/mmol])
Kelainan pada sedimen urin
Gangguan elektrolit dan hal lain yang disebabkan gangguan
pada tubulus
Kelainan yang ditemukan pada histologi
Gangguan struktural yang ditemukan dengan pencitraan
Riwayat transplantasi ginjal
Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 mL/min/1.73 m2
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Kadar Kreatinin Darah
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengestimasi laju filtrasi 1. Pemeriksaan Fisik
glomerulus pada pasien. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dapat diestimasi Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan
menggunakan metode-metode berikut:
1. Metode Cockcrof-Gault untuk mengukur klirens kreatinin diagnosis penyebab penyakit ginjal kronis
(creatinine clearance, CCr)
CCr={((140–usia) x berat badan)/(72xSCr)}
seperti diabetes mellitus dan hipertensi dan
Pada wanita, hasil dikali 0.85 juga komplikasinya
CCr = mL/menit
Usia dalam tahun
2. Periksa tekanan darah
Berat badan dalam kilogram pasien untuk melihat adanya hipertensi atau
Scr = serum kreatinin dalam mg/dL
2. Metode modification of diet in renal disease (MDRD)
tidak. Pada mata, dapat ditemukan edema
LFG (mL/min/1.73 m²) = 175 × (Scr/88.4)-1.154 × (Age)-0.203 × periorbita, dan pada funduskopi dapat
(0.742 bila wanita)
Scr (kreatinin serum) dalam satuan µmol/L
ditemukan tanda retinopati diabetik atau
Sebaiknya tidak digunakan pada estimasi LFG kurang dari 60 hipertensi.Pada auskultasi paru, bisa terdapat
mL/min/1.73 m²
3. Metode Chronic Kidney Disease (CKD-EPI)
ronki yang mengarah ke edema paru. Pada
LFG = 141 × min(Scr/κ, 1)α × max(Scr/κ, 1)-1.209 × 0.993Usia × abdomen, dapat ditemukan asites. Pada kulit
1.018 [bila wanita] × 1.159 [bila berkulit hitam]
Scr = serum kreatinin dalam satuan µmol/L juga dapat ditemukan adanya xerosis kutis
Κ = 61.0 pada wanita dan 79.6 pada pria atau ruam. Kemungkinan penyebab lain yang
α = -0.329 pada wanita dan -0.411 pada pria
Min mengindikasikan Scr/κ atau 1, dan perlu digali adalah adanya pembesaran prostat
Max mengindikasikan Scr/κ atau 1 yang dapat dilihat dari pemeriksaan digital
4. Metode Bedside Schwartz untuk pediatrik
LFG (mL/min/1.73 m²) = (36.2 × tinggi badan dalam cm) / kreatinin rektal (digital rectal examination).
dalam µmol/L
ULKUS PEPTIKUM
Ulkus peptikum adalah kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai lapisan otot
saluran cerna yang disebabkan oleh aktivitas pepsin dan asam lambung yang berlebihan.
Terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan ulkus peptikum yaitu faktor asam dan
pepsin, di mana kelebihan produksi asam akan menimbulkan luka pada mukosa saluran
pencernaan.
Faktor kedua adalah terdapat faktor ketahanan mukosa, di mana faktor agresif atau
agen perusak mukosa lebih dominan daripada faktor defensif atau agen yang melindungi
mukosa.
Faktor agresif yang utama adalah asam lambung dan pepsin.
Faktor defensif yang berperan adalah mucous barrier (mukus dan bikarbonat),
mucosal resistance barrier (resistensi mukosa), microcirculation (aliran darah mukosa) dan
prostaglandin.
Faktor ketiga adalah akibat bakteri Helicobacter pylori.Tujuan pengobatan ulkus
peptikum adalah untuk menghlangkan rasa sakit dan menyembuhkan ulkus, kemudian
mencegah kambuhnya ulkus dan mecegah terjadinya komplikasi.
Bersadarkan patofisiologinya, ulkus peptikum dapat diatasi dengan menekan faktor
agresif, memperkuat faktor defensif, ataupun dengan kombnasi antibiotik.
PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium
DIAGNOSIS Endoskopi
Ulkus peptikum ditandai dengan adanya kerusakan mukosa berukuran > 5 mm yang ditutupi fibrin. Kerusakan < 5 mm disebut sebagai
1. Pemeriksaan Fisik
erosi.
Pada pasien ulkus Predileksi kerusakan mukosa pada gaster adalah pada angulus kurvatura minor, sedangkan predileksi ulkus di duodenum adalah pada
peptikum yang belum perforasi, pars superior duodenum dimana isi lambung memasuki intestinum. Saat melakukan endoskopi, dapat pula dilakukan biopsi untuk
umumnya pemeriksaan fisik identifikasi infeksi H.pylori dan keganasan.
hanya menunjukkan nyeri tekan Deteksi Infeksi H.pylori
regio epigastrium dan distensi Deteksi adanya infeksi H.pylori dapat dilakukan secara noninvasif menggunakan urea breath test (UBT), tes serologi darah, dan stool
abdomen. Jika sudah terjadi antigen test (SAT). Infeksi H.pylori merupakan salah satu penyebab tersering dari ulkus peptikum.
perforasi, akan didapatkan nyeri Urea Breath Test
yang tajam, berat dan tiba-tiba, Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang pilihan bila pasien tidak dapat dilakukan endoskopi. Pasien akan diminta menelan
biasanya dirasakan di seluruh urea yang sudah dilabel dengan isotop karbon 13 atau 14. Kemudian, sampel napas pasien akan diambil. Pemeriksaan ini memiliki
abdomen. Pasien akan tampak sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas sebesar 93%. Selain digunakan untuk diagnosis, pemeriksaan ini juga ditujukan untuk
memonitor keberhasilan pengobatan.
kesakitan dan sulit bergerak,
Pada pemeriksaan ini, obat proton pump inhibitor seperti omeprazole perlu dihentikan selama 2 minggu terlebih dahulu. Kelemahan
dengan posisi berbaring dalam dari pemeriksaan ini yaitu akurasinya menurun pada pasien yang telah dilakukan gastrektomi distal.
posisi fetal. Pada pemeriksaan Stool Monoclonal Antigen Tests :
abdomen akan didapatkan nyeri Pemeriksaan ini juga termasuk pilihan pemeriksaan penunjang noninvasif untuk diagnosis infeksi H.pylori. Stool monoclonal antigen
tekan seluruh kuadran disertai test dapat dilakukan melalui enzyme immunoassay (EIA) dan immunochromatography (ICA). Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada
rigiditas dan defans muskular. pasien yang telah dilakukan gastrektomi distal dan anak anak. Pemeriksaan ini juga dipakai sebagai indikator kesembuhan karena
hanya dapat mendeteksi infeksi yang aktif. Pada pemeriksaan ini, obat proton pump inhibitor juga perlu dihentikan selama 2 minggu
2. Pemeriksaan Penunjang terlebih dahulu. [
Pemeriksaan penunjang berupa Tes Serologi :
endoskopi digunakan untuk Tes serologi mendeteksi anti-immunoglobulin G yang spesifik dari H.pylori pada serum. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas tinggi
mengkonfirmasi adanya ulkus >90%, namun kelemahan dari pemeriksaan ini adalah tidak dapat membedakan infeksi aktif dan infeksi terdahulu.
Urine-Based ELISA dan Rapid Urine Test :
pada gaster atau duodenum.
Pemeriksaan ELISA dan rapid immunochromatography (IM) assay dapat digunakan untuk deteksi anti-immunoglobulin G H.pylori pada
Pemeriksaan penunjang lain, urin. Pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan terutama untuk diagnosis pada banyak orang, namun pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
seperti urea breath test dan 83% dan spesifisitas 89%, lebih rendah dibanding pemeriksaan noninvasif lainnya.
biopsi digunakan untuk Biopsi Endoskopi :
mendeteksi adanya H.pylori. Saat melakukan endoskopi, dapat pula diambil sampel untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan paling invasif namun efektif karena dapat digunakan untuk mendiagnosis ulkus peptikum bersamaan dengan
mengidentifikasi infeksi H.pylori. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas >90-95%.Jaringan yang diambil akan dianalisis
di bawah mikroskop menggunakan pewarnaan sederhana seperti hematoxylin dan eosin. Hasil biopsi juga dapat dikultur.
PNEMONIA

Pneumonia adalah infeksi yang menyerang salah satu atau


kedua paru-paru, sehingga menyebabkan kantong udara di paru
tersebut meradang dan membengkak. Selain itu, kantong-
kantong udara kecil yang berada di ujung saluran pernapasan
pengidap juga bisa dipenuhi dengan air atau cairan lendir. Itulah
mengapa pneumonia sering disebut juga dengan istilah paru-
paru basah.Biasanya, gejala yang muncul akibat pneumonia
akan berbeda pada tiap pengidap. Gejala yang dialami pun bisa
termasuk dalam kategori ringan hingga parah. Gejala
pneumonia bisa muncul secara tiba-tiba maupun berkembang
secara perlahan selama 24 sampai 48 jam sejak terinfeksi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSI
Rontgen Toraks
Rontgen toraks pada pneumonia aspirasi dapat menunjukkan adanya infiltrat, Pemeriksaan Fisik
konsolidasi, kavitas, efusi pleura, atau gambaran lain yang berprogesi lebih Pada pemeriksaan fisik pneumonia aspirasi bisa didapatkan tanda
lambat. Lokasi tersering adalah lobus sebelah kanan. Gambaran rontgen inflamasi, meliputi febris, takikardia, dan takipnea. Pada kondisi yang
toraks yang normal ditemukan pada 28% pasien dengan pneumonia aspirasi. berat juga bisa ditemukan tanda hipoksia.Pada auskultasi paru, bisa
Jika ditemukan kavitas, perlu dicurigai adanya infeksi bakteri anaerobik. didapatkan tanda-tanda konsolidasi dengan suara napas bronkial dan
Adanya lusensi di dalam infiltrat menunjukkan pneumonia necrotizing. Air fluid ronkhi (rales/crackles).Pemeriksaan fisik juga perlu menggali faktor-
level juga bisa ditemukan apabila terjadi komplikasi berupa abses paru. faktor yang meningkatkan risiko pneumonia aspirasi, misalnya penyakit
Laboratorium Darah periodontal, kanker esofagus, dan gastroesophageal reflux
Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukositosis. Anemia dan diseasePneumonia aspirasi bisa saja tanpa gejala, namun bisa juga
trombositosis dapat ditemukan pada infeksi bakteri anaerob. menyebabkan manifestasi berat seperti distres pernapasan. Gejala
Pada analisis gas darah dapat dievaluasi pH darah dan status oksigenasi. pneumonia aspirasi di antaranya:
Status oksigenasi ini dapat menjadi dasar untuk terapi suplementasi oksigen. - Batu
Kultur Sputum dan Pewarnaan Gram - Sesak napas
Kultur sputum pada umumnya menunjukkan adanya bakteri multipel. Sampel - Demam atau hipotermia
kultur diambil sebelum pemberian antibiotik dan tidak menjadi dasar untuk - Sianosis
menunda terapi. - Suara parau atau gurgling
Kultur Darah - Nyeri dada
Kultur darah dapat berguna sebagai skrining adanya bakteremia, tetapi tidak - Kesulitan menelan
menjadi dasar untuk menunda terapi. Sampel sebaiknya diambil sebelum Pada pasien usia lanjut, gejala dari pneumonia aspirasi bisa
pemberian antibiotik. atipikal. Demam bisa tidak muncul. Gejala infeksi pada dapat muncul
Bronkoskopi sebagai perubahan status kognitif dan fungsional yang bersifat akut.
Bronkoskopi hanya diindikasikan bila diduga ada benda asing atau partikel Gejala nonrespirasi ditemukan pada 55% pasien lanjut, dimana 42%
makanan yang teraspirasi. Adanya neoplasma yang menyebabkan obstruksi mengalami penurunan kesadaran dan 16% menyebabkan kejadian
juga dapat diidentifikasi melalui bronkoskopi.Bronkoskopi juga dapat jatuh.
digunakan untuk pengambilan sampel kultur. Bronchoalveolar lavage yang
didapatkan melalui bronkoskopi selain dapat menentukan pemberian antibiotik
definitif, dapat juga menjadi sarana untuk menghentikan pemberian antibiotik
bila tidak didapatkan pertumbuhan mikroba yang signifikan.
CT Scan Toraks
Pemeriksaan CT scan toraks bukan pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk
mendiagnosis pneumonia aspirasi. CT scan mungkin berguna bila dikerjakan
pada pasien dengan komplikasi efusi pleura atau empyema
Arthritis rheumatoid

Gangguan inflamasi kronis yang memengaruhi banyak sendi,


termasuk di tangan dan kaki.
Pada radang sendi, sistem kekebalan tubuh menyerang
jaringannya sendiri, termasuk sendi. Dalam kasus yang
parah, penyakit ini menyerang organ internal.
Rheumatoid artritis mempengaruhi lapisan sendi,
menyebabkan pembengkakan yang menyakitkan. Dalam
jangka waktu yang lama, peradangan yang terkait dengan
rheumatoid artritis dapat menyebabkan erosi tulang dan
deformitas sendi.
Meskipun tidak ada obat untuk artritis reumatoid, fisioterapi
dan pengobatan dapat membantu memperlambat
perkembangan penyakit. Pada umumnya, penyakit ini dapat
ditangani dengan kelas obat yang disebut obat antirematik
(DMARDS)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN DIAGNOSI
a. Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED)
Pemeriksaan Fisik
dan C-Reactive Protein (CRP) meningkat Pemeriksaan yang ditemukan khas pada rheumatoid arthritis adalah
b. Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki pembengkakan sendi yang simetris dengan konsistensi kenyal
dan spongy, yang biasanya ditemukan pada perjalanan penyakit RA
RF positif namun RF negatif tidak menyingkirkan yang telah berlangsung cukup lama. Adapun pemeriksaan fisik yang
diagnosis umum ditemukan dapat dibagi menjadi tanda sistemik, artikular, dan
ekstra-artikular, yaitu:
c. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Sistemik
Biasanya digunakan dalam diagnosis dini dan Keadaan sistemik yang ditemukan dapat berupa demam, malaise, dan
rasa lemah pada seluruh tubuh.[16]
penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan Artikular
sensitivitas 70% namun hubungan antara anti Temuan pemeriksaan fisik artikular di antaranya adalah:
Keterlibatan sendi yang umumnya pada tangan dan kaki dalam distribusi
CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten yang relatif simetris
2. Radiologis Dapat terlihat berupa pembengkakan Pembengkakan pada sendi PIP dan MCP pada awal perjalanan penyakit
Nyeri pada pergerakan pasif, dapat ditemukan dengan menggenggam
jaringan lunak, penyempitan ruang sendi, MCP dan MTP
demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi Rasa hangat
Deformitas :
tulang, atau subluksasi sendi. Tenosinovitis dan sinovitis persisten yang menimbulkan
pembentukan kista sinovial serta menggeser atau menyebabkan
ruptur tendon. Ruptur tendon ekstensor pada dorsum manus
merupakan masalah yang sering ditemukan.
Deviasi ulnaris pada sendi MCP, hiperekstensi atau hiperfleksi
sendi MCP dan PIP, kontraktur fleksi siku, dan subluksasi tulang
karpal dan ibu jari (cocked-up)
Deformitas swan-neck (hiperekstensi PIP, fleksi DIP)
dan boutonniere (fleksi PIP, ekstensi DIP)
Ankilosis sendi

Anda mungkin juga menyukai