Anda di halaman 1dari 16

INSITU STRESS

Presented by :
ILEP PRENGKI (212201011)
OUTLINE 2

PENGUJIAN INSITU 4. 1 Pendahuluan

.
STUDI KASUS 5
T egangan In-Situ

Kesimpulan 6 3 Pendekatan Teoritis


Tegangan
1. PENDAHULUAN
Menurut Kramadibrata,dkk (2012), asal mulanya
tegangan dalam batuan terbagi menjadi 2, yaitu:

, A. Tegangan Alamiah B. Tegangan Terinduksi


Massa batuan pada lokasi yang dalam akan mengalami
Tegangan In-Situ (yang merupakan tegangan alamiah yang
bekerja didalam massa batuan) yang dihasilkan oleh:
 Berat tanah/batuan yang ada diatasnya (Tegangan Gravitasi)
 Peristiwa tektonik(Tegangan Tektonik)
 Pemanasan atau pendinginan batuan (Tegangan Termal)
TEGANGAN INSITU
Jenis-Jenis Insitu Stress atau Tegangan Alami

1. Tegangan Gravitasional 2. Tegangan Tektonik 3. Tegangan Thermal

Tegangan yang didasari oleh beban Tegangan yang didasari oleh pergerakan Tegangan yang didasari oleh tekanan
material yang berada diatasnya lempeng tektonik di kerak bumi dari panas bumi
Faktor yang Mempengaruhi Insitu
Stress. (Hudson, 1992)

1. Topografi, yaitu kondisi 4. Diskontinuitas menyababkan


permukaan, semakin jauh dari tergangguya kesetimbangan tegangan
permukaan maka pengaruh sehingga tegangan mengalami
topografi semakin kecil. redistribusi

2. Erosi yang mempengaruhi 5. Inklusi dalam massa batuan adalah

kedalaman batuan yang membuat bagian yang secara litologi membuat

tegangan vertical dan horizontal umur batuan lebihmuda dari formasi

semakin tinggi jika kedalaman batuan induknya. Keberadaan inklusi

dangkal. secara vertikal mempengaruhi kondisi


tegangan.

3. Tegangan sisa, yaitu tegangan yang


6. Tectonic stress diakibatkan oleh aktivitas
masih ada di dalam batuan meskipun
tektonik yang terjadi di alam, seperti
penyebab tegangan tersebut sudah
seismic
tidak ada.
TEGANGAN TERINDUKSI

Sebelum penggalian dilakukan, massa batuan


berada dalam kondisi setimbang, dan setelah

penggalian dilakukan, kesetimbangan tersebut

menjadi terganggu dan dapat mengubah distribusi

tegangan awal. Untuk mengetahui distribusi


tegangan di sekitar terowongan dapat digunakan
persamaan Kirsch (1898).
TEGANGAN TERINDUKSI

Arah tegangan utama didalam


Ilustrasi tegangan utama (𝜎1, 𝜎2 , 𝜎3 perhatikan Eigenvectorsnya) menginduksi Arah tegangan utama didalam wilayah sekitar lubang
pa d a sebuah elemen batuan dekat dengan lubang bukaan horizontal
wilayah sekitar lubang bukaan horizontal yang dikenai
yang dikenai tegangan insitu vertical 𝜎𝑣, tegangan insitu horizontal 𝜎ℎ1 bukaan horizontal yang dikenai tegangan insitu
dalam sebuah bid a ng norma l terhadap s umbu lubang buka a n dan tegangan insitu 𝝈𝒉𝟏 sama dengan (1/3)𝝈𝒗 , 𝝈𝒗
tegangan Insitu horizontal 𝜎ℎ2 dalam sebuah bidang paralel dengan 𝝈 𝒉𝟏 sama dengan 3𝝈𝒗 , 𝝈𝒗 tegangan tegangan insitu vertikal
sumbu l uba ng buka a n insitu vertikal
Insitu Stress Insitu Stress
Vertical. Horizontal
 - Penyelesaian masalah kestabilan terowongan yang biasa dilakukan  - Tegangan in situ horisontal jauh lebih sulit untuk diperkirakan
adalah berdasarkan hasil pengujian di laboratorium dan dengan dibandingkan dengan tegangan in situ vertikal.
melakukan perhitungan secara teoritis, yaitu - Nilai cenderung tinggi pada kedalaman dangkal, dan menurun dengan
- Hoek & Brown (1981) melakukan pengukuran tegangan in situ vertikal bertambahnya kedalaman.
di sejumlah tambang dan konstruksi sipil menunjukkan bahwa - Biasanya, rasio tegangan in situ horisontal terhadap tegangan in situ

hubungan ini cukup valid, meskipun terdapat penyebaran data yang vertikal dinyatakan dengan k, yaitu
cukup besar. - Ada beberapa persamaan yang ditemukan peneliti mengenai tegangan
horizontal insitu. •  Terzaghi and Richart (1952)

• Stephansson (1993) h < 1 km

•  Sheorey (1994)

• Sengupta (1998) h < 400 m


4. PENGUJIAN IN- 1

SITU 7

•PENGUJIAN LANGSUNG
• Metode Flat Jack
• Metode Hydraulic Fracturing Uji tegangan in situ dapat
dilakukan dengan dua ca ra yaitu
• Metode Overcoring
seca ra langsung (pengujian di
• Metode Deformasi Rosette lapangan) maupun secara tidak
langsung (dengan uji di
• PENGUJIAN TAK laboratorium)
LANGSUNG
• Emisi Akustik (AE)
• Deformation rate
analysis (DRA)
• Differential strain curve
analysis
• (DSCA)
STUDI KASUS

Studi Karakteristik Batuan Pada Atap dan Dinding Lubang BMK 32 Tambang Batubara
Bawah Tanah CV. Bara Mitra Kencana Sawahlunto Menggunakan Flat Jack dan Stick
Convergence Rod.
Pengambilan Data Menggunakan Flat Jack
Metode flat jack adalah metode sederhana yang menggunakan plat steinless tipis yang dilas
sekelilingnya dan dilengkapi dengan pintu sebagai tempat masuknya tekanan yang dihasilkan oleh
hidrolik.
Pengukuran Flat Jack
1.Membuat slot
2.Meletakkan flat jack
kedalam slot tersebut
3.Menandai 3 titik referensi
sebagai pengamatan
penurunan sebelum
Foto Pengukuran Titik Foto Pengukuran Flat
pengukuran. Referensi Jack di Stasiun 3
Foto Pengukuran Flat Foto Pengukuran Flat
Jack di Stasiun 1 Jack di Stasiun 4.Pemberian tekanan dari
Your Picture2 Here
hydraulic pump.
5.Pembacaan nilai stress
pada Pressure Gauge.
6.Catat hasil pengukuran
kedalam format tabel.
7.Pengukuran dilakukan di
3 lokasi
Foto Hasil Pengukuran Tegangan Di BMK 32
M e a s u re d V e rti c a l S tre s s (k g
DATA PENGUKURAN
Virgine Vertical Measured Vertical Depth Vs Measured Vertical Stress
Lokasi Depth (m) Stress Stress Di (BMK 32)
σv(v) (kg/cm2) σv(m) (kg/cm2) 5
1 2 2
50, 642 m 13,256 kg/cm 2,390 kg/cm 4 Depth Vs measured
Vertical Stress Di (BMK
2 3 32)
59,060 m 15,296 kg/cm2 2,672 kg/cm2 f(x) = 0.02 x + 1.24 Linear (Depth Vs
measured Vertical
2 Stress Di (BMK 32))
3 19,375 kg/cm2
74,064 m 2,953 kg/cm2 1

0
40 50 60 70 80 90 100
Depth (m)

Kurva kedalaman vs Tegangan vertikal Terukur

Ketinggian lubang bmk 32

Stasiun Pengamatan
12
Tegangan Vertkal Alami vs Tegangan vertikal Terukur
Pengambilan data
Convergence

Pembuatan Patok Pengukuran

Convergence atau perpindahan antar 2 titik di ambil


guna memantau pergerakan atap dan lantai.
Pengukuran ini dilakukan di tiga (3) stasiun
pengamatan selama 30 hari. Penurunan atap dipantau Pengukuran Jarak Patok Pengukuran dengan
dalam satuan centimeter (cm) setiap harinya dengan Pita Ukur stick convergence rod
Data Convergence
Hari Ke- Tanggal Lokasi 1 (cm) Lokasi 2 (cm) Lokasi 3 (cm)
Pengukuran

0 9/3/2016 0 cm 0 cm 0 cm
1 10/3/2016  193 cm  242 cm  213 cm
2 11/3/2016  189 cm  236 cm  219 cm
3 12/3/2016  187 cm  236 cm  218 cm
4 13/3/2016 186 cm 249 cm 219 cm
5 14/3/2016 196 cm 254 cm 222 cm
6 16/3/2016 197 cm 256 cm 219 cm
7 17/3/2016 200 cm 256 cm 219 cm
8 18/3/2016 195 cm 253 cm 218 cm
9 19/3/2016 196 cm 253 cm 219 cm
10 20/3/2016 196 cm 252 cm 219 cm
11 21/3/2016 195 cm 252 cm 219 cm Dari hasil pengukuran pada 3 stasiun pengamatan di Lubang BMK 32
12 23/3/2016 195 cm 252 cm 219 cm diperoleh:
13 24/3/2016 195 cm 252 cm 219 cm Pada stasiun 1 terjadi penurunan atap selama 4 hari kemudian diikuti dengan
14 25/3/2016 195 cm 253 cm 219 cm
15 26/3/2016 195 cm 249 cm 219 cm
jatuhnya material batuan atap yang jatuh pada hari ke 5, dan terakhir pada hari
16 27/3/2016 195 cm 252 cm 219 cm ke 26-30 lantai mengalami kenaikkan dari ketinggian 216 cm- 217 cm (sebesar
17 28/3/2016 195 cm 252 cm 219 cm = 1 cm). Ketinggian rata-rata atap pada stasiun 1 yaitu 194,517 cm.
18 30/3/2016 194 cm 256 cm 215 cm
19 31/3/2016 194 cm 256 cm 215 cm
20 1/4/2016 194 cm 256 cm 215 cm
Pada stasiun 2 menunjukkan pada hari ke 4 material atap jatuh dari ketinggian
21 2/4/2016 194 cm 256 cm 215 cm 236 cm menjadi 249 cm (sebesar = 13 cm), kemudian pada hari ke 15 terjadi
22 3/4/2016 194 cm 256 cm 215 cm penurunan kembali, dan selanjutnya diikuti material-material kecil jatuh pada
23 4/4/2016 194 cm 256 cm 215 cm atap yang mempengaruhi pengukuran. Ketinggian rata-rata atap pada stasiun
24 6/4/2016 194 cm 256 cm 215 cm
25 7/4/2016 196 cm 252 cm 217 cm
2 yaitu 251,793 cm.
26 8/4/2016 196 cm 252 cm 217 cm
27 9/4/2016 196 cm 252 cm 217 cm Pada stasiun 3 menunjukkan pada hari ke 18 terjadi penurunan atap yaitu dari
28 10/4/2016 196 cm 249 cm 216 cm ketinggian 219 cm menjadi 215 cm (sebesar = 4 cm), kemudian material atap
29 11/4/2016 196 cm 249 cm 216 cm
jatuh dari tinggi awal 215 menjadi 217 cm (sebesar 2 cm), sampai 14 ketinggia
30 13/4/2016 196 cm 249 cm 216 cm
atap akhir 216 cm. Tinggi atap rata-rata pada stasiun 3 yaitu 217,552 cm.
Kesimpulan
Tegangan Insitu merupakan tegangan alamiah
yang bekerja di dalam massa batuan yang terdiri
dari tegangan gravitasi, tegangan tektonik, dan
tegangan termal

Pengujian tegangan in-situ terbagi 2 yaitu metode


langsung (direct method) dan metode tak
langsung(indirect method)
Metode langsung terdiri atas Metode Flat jack,
Metode hydraulic fracturing, Metode Overcoring
dan Metode Rosette Deformasi
faktor yang mempengaruhi kondisi tegangan insitu
menurut Brady dan Brown (1985)adalah (a) Topografi
permukaan, (b) Erosi, (c) Tegangan sisa, (d) Inklusi, (e)
Aktivitas tektonik, (f) Bidang diskontinu
THANK YOU
ILEP PRENGKI
212201011
@ilepprengki

Anda mungkin juga menyukai