Anda di halaman 1dari 35

HUKUM SITA DAN EKSEKUSI

Dr. Rahadi Wasi Bintoro, S.H., M.H.


Department of Procedural Law
Faculty of Law Universitas Jenderal Soedirman
Literatur
1) M.Yahya Harahap, 2006, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,
Sinar Grafika, Cet.ke 2, Jakarta.
2) M.Khoidin, 2005, Problematika Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan, LaksBang
Pressindo, Yogyakarta.
3) Wildan Suyuthi,2004, Sita dan Eksekusi, Praktek Kejurusitaan Pengadilan, PT Tata
Nusa, Jakarta
4) Moh Saleh.2011,penerapan asas Peradilan S C dan Biaya Ringan pd Eksekusi
Putusan perkara Perdata,Graha Cendikia, Yogyakarta.
5) Djazuli Bachar ,1986, Eksekusi Putusan Perkara Perdata segi Hukum dan Penegakan
Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta
6) Ateng Afandi &Wahyu Afandi,1983, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata ,
Alumni, Bandung
Proses penyelesaian sengketa di
pengadilan
PEMERIKSAAN
Gugatan Biasa PERKARA
Gugatan Mediasi
Gugatan PUTUSAN
Sederhana PENGADILAN

 Pengadilan Tidak Berwenang


1. Pengertian  Gugatan Tidak Dapat Diterima
2. Prinsip Hukum  Gugatan Penggugat Dikabulkan :
3. Jenis/ Macam EKSEKUSI A. Deklaratoir
4. Eksekusi B. Konstitutif
Putusan C. Kondemnatoir
Kekuatan Putusan Hakim
 Res Judicata Proveritate Habitur
Kekuatan Mengikat (Binderide Kracht)
 Litis Finiri Oportet
 Nebis In idem

Kekuatan Pembuktian (Bewijzende Kracht)

Kekuatan Eksekutorial (Eksecutoriale Kracht)


ONE FOR ALL - ALL FOR ONE
1. Pengertian Sita dan penyitaan (Menjelaskan Pengertian s.d. Teridentifikasi
unsur2 Sita) – Firna 18054
2. Prinsip-prinsip hukum penyitaan (mengidentifikasi dan menjelaskan prinsip-
prinsip dalam sita) – Monica 18144
3. Jenis Sita (mengidentifikasi dan menjelaskan jenis/ macam sita) - Dian 18016
4. Pengertian eksekusi(Menjelaskan Pengertian s.d. Teridentifikasi unsur2
eksekusi) – freedo 18164
5. Prinsip Hukum eksekusi – Moh Aldi 18014
6. Jenis/ Macam Eksekusi – Moh Rafi 18122
7. Prosedur eksekusi Putusan Hakim – andara 18066
ONE FOR ALL - ALL FOR ONE
Topik 1 Topik 2 Topik 3 Topik 4 Topik 5 Topik 6 Topik 7
A1-A7 B1-B7 C1-C7 D1-D7 E1-E7 F1-F7 G 1-G 7

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7


A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7
E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7
Dasar Hukum
 Pasal 226 HIR:
Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan surat atau daengan lisan kepada
Ketua Pengadilan Negeri, yang di dalam daerah hukumnya tempat tinggal orang yan memegang barang
itu, supaya barang itu disita
 Pasal 227 ayat (1) HIR:
Jika ada persangkaan yang beralasan bahwa seorang yang berhutang selagi belum dijatuhkan
keputusan atasnya atau selagi putusan yang menglahkannya belum dapat dijalankan , mencari akal
akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan
maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang , maka atas surat permintaan orang yang
berkepentingan Ketua Pengadilan Negeri dapat memberi perintah supaya disita barang itu untuk
menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan
menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untukmemajukan dan
menguatkan gugatannya
putusan Mahkamah Agung No. 206 K/Sip/1995 pemohonan sita jaminan harus diajukan kepada Pengadilan
Negeri

Pasal 178 ayat (3)HIR/ 189 ayat (3) Rbg Hakim dilarang memerintahkan penyitaan terhadap suatu barang
Pengertian Sita
Beslag (Belanda)

Sudikno:
 Tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata.
 Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan, ini
berarti bahwa barang-barang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak
boleh dialihkan atau dijual (Pasal 197 ayat 9, 199 HIR, 212, 214 Rbg)

Wildan Suyuthi:
Tindakan hukum Pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik
Tergugat atas pemohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil guna menjamin
tuntutan Penggugat tidak menjadi hampa
Yahya harahap:
 Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berda
ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a
defendant);
 Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi
(official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.
 Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang
yang disengketakan atau barang yang akan dijadikan sebagai alat
pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan
menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut;
 Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama
proses pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan
penyitaan itu
Esensi Sita
penyitaan memaksakan kebenaran gugatan/ Penyitaan
Bersifat eksepsional
membenarkan putusan yang belum dijatuhkan

Bersifat permanen
Sita sebagai tindakan
perampasan Bersifat Sementara

Sita semata-mata hanya sebagai Gugatan tidak illusionir


jaminan
Pasal 197 ayat 9 HIR atau Pasal 212 Rbg :
juru sita atau penyita meninggalkan barang yang disita
dalam keadaan semula ditempat dimana barang itu disita.
Penguasaan benda sitaan
Dan si tersita disuruh untuk menyimpan atau menjaganya.
tetap dipegang tergugat
Sekalipun untuk membawa dan menyimpan sebagian
barang di tempat penyimpanan yang dianggap patut,
penjagaan, dan penguasaan hak miliknya tetap ditangan si
tersita
Tujuan Sita

• Tergugat tidak memindahkan atau membebankan harta kekayaan


kepada pihak ketiga

• menjaga keutuhan keberadaan harta kekayaan tergugat selama proses


pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara memperoleh putusan
yang berkekuatan hukum tetap

gugatan tidak illusoir


Akibat hukum Sita
 Keperdataan
Pasal 199 HIR/214 Rbg
Demi hukum melarang tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan kepada siapa pun

Pasal 1320 KUHPerdata dan 1337 KUHPerdata:


Perjanjian-perjanjian yang dibuat tergugat untuk menjualbelikan, membebani dan menyewakan
barang-barang yang telah disita itu tidak sah.

 Pidana (Pasal 231 KUHP)


Tindak kejahatan terhadap barang sitaan berupa :
 Melepaskan barang yang disita, baik menjual, maupun memindahkan hak atas barang
yang menjadi objek sengketa.
 Melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim, dan
 Menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan.
Obyek sita:
Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata
Pasal 14 Peraturan Pemerintah No.17 tahun 1999 obyek sita terdiri
dari barang bergerak dan barang tidak bergerak.

Barang bergerak dalam pengertian ini meliputi: mobil, perhiasan, uang


tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu yaitu obligasi,saham, atau
surat berharga lainnya, piutang, penyertaan modal pada perusahaan lain.
Barang tidak bergerak yang dimaksud adalah tanah, bangunan, kapal
dengan isi kotor tertentu
Prinsip-prinsip sita
1. Merupakan tindakan hukum

 Sita Berdasarkan Permohonan

 Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita

 Permohonan sita (sita jaminan) harus berdasarkan alasan Pasal 227 HIR
 Ada kekhawatiran atau prasangka tergugat akan mengalihkan harta kekayaannnya
 harus nyata dan beralasan secara objektif

2. Merupakan tindakan hakim

• Kewenangan mutlak ada di PN (pasal 197 ayat (1) HIR)

• PT berwenang memerintahkan sita, (pasal 227 ayat (1) HIR)

• Kekuatan mengikat sita sejak dijatuhkan oleh hakim


3. Sita jaminan bersifat eksepsional
4. Obyeknya Tertentu
 Penggugat wajib menunjuk barang yang hendak disita
 Larangan menyita milik pihak ketiga
 Tidak dibenarkan menyebut secara umum:
a. jenis atau bentuk barang
b. letak dan batas-batasnya serta ukurannya dengan ketentuan, jika tanah yang bersetifikat, cukup menyebut
nomor sertifikat hak yang tercantum di dalamnya.
c. Nama pemilik
d. Taksiran harga
e. Jika mengenai rekening, disebut nomor rekeningnya, pemiliknya, dan bank tempat rekening berada maupun
jumlahnya
f. Jika saham, disebut nama pemegangnya, jumlahnya, dan tempat terdaftar.

Obyek terlarang :
• Hewan/ perkakas yang digunakan sebagai mata pencaharian (pasal 197 ayat (8) HIR atau pasal 211 RBG)
• Pasal 50 Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan “Pihak manapun dilarang melakukan
penyitaan terhadap”:
a. uang atau surat berharga milik negara/ daerah, baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/ daerah.
c. barang bergerak milik negara/ daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pihak ketiga; barang bergerak
dan hal kebendaan lainnya milik negara/ daerah;
5. Prinsip penjagaan
• Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat

• pasal 197 ayat (9) HIR atau pasal 212 RBG. Dalam ketentuan tersebut ditegakkan prinsip penjagaan brang
sitaan tetap berada ditangan tergugat atau tersita

• Dilarang memindahkan atau membebani barang sitaan

6. proporsional
• Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang di sengketakan saja

• Dalam sengketa utang dijamin dengan barang tertentu

• Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai terpenuhi jumlah tuntutan

• Apabila terjadi pelampauan sengketa segera dikeluarkan penetapan pengangkatan sita.


Jenis sita
1. Conservatoir Beslag
• Dasar Hukum : Pasal 227 ayat (1) HIR, Pasal 261 ayat (1) RBG atau Pasal 720 Rv
• untuk menjamin terlaksananya putusan pengadilan
• Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan
akan menggelapkan atau menghilangkan barang-barangnya.
• Barang yang disita itu berupa kepunyaan yang terkena sita, artinya bukan milik penggugat.
• Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan yang memeriksa perkara tersebut.
• Dapat dilakukan atau diletakkan baik tehadap barang bergerak atau yang tidak bergerak.
• barang yang dapat disita secara conservatoir meliputi :
a) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur/tergugat (Pasal 227 jo. Pasal 261 jo. 208 Rv)
b) Sita conservatoir atas barang tetap milik debitur/tergugat (pasal 227, pasal 197,pasal 198, pasal
199 HIR/pasal 208, pasal 214 RBg);
c) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur/ berada di tangan pihak ketiga (pasal 728 Rv,
Pasal 197 ayat 8 HIR/ pasal 211 RBg);
d) Sita conservatoir terhadap kreditur/penggugat sendiri (pasal 750 a Rv);
e) Sita conservatoir atau Pandbeslag (pasal 751-756 Rv);
f) Sita conservatoir barang debitur orang asing (pasal 757 Rv);
g) Sita conservatoir atas pesawat terbang (pasal 763-h-763k Rv).
2. Marital Beslag (Sita Harta Bersama )
• pasal 215 KUHPerdata undang-undang no.1/1974 jo.PPNo.9/1975 pasal 24(2) huruf c.
• UU No. 7 Tahun 1989 mengatur tentang sita harta bersama dalam Pasal 78 yang menyatakan “Selama
berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan dapat:
1. Menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama
suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri”.
• PP No. 9 Tahun 1975, mengatur tentang pembagian harta bersama dalam Pasal 24 (2): “Selama berlangsungnya
gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat, Pengadilan dapat :
1. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama
suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri”.
• Sita yang dimohonkan oleh pihak istri terhadap barang-barang suami, baik yang bergerak maupun tidak bergerak,
sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar supaya selama proses
berlangsung barang-barang tersebut jangan dihilangkan oleh suami
• Obyek: barang bergerak dari kesatuan harta kekayaan atau milik istri maupun barang tetap dari kesatuan harta
kekayaan.(ps. 823 Rv).
3. Sita Revindikasi (Revindicatoir Beslag )

• Dasar hukum: Pasal 226 HIR, Pasal1977 ayat 2, 1751 KUH Perdata
• Pemilik barang bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain dapat minta, baik secara lisan maupun tertulis
kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang memegang barang tersebut tinggal, agar barang tersebut
disita
• Tujuan : mencegah barang miliknya tersebut dialihkan atau diasingkan oleh pihak yang menguasainya
• tidak perlu ada dugaan yang beralasan
• dictum putusan (Gugatan dikabulkan) : sita revindicatior dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar
barang itu bersangkutan diserahkan kepada penggugat,
• Dictum Putusan (gugatan Ditolak) : sita revindicatoir dinyatakan dicabut
• Harus merupakan barang bergerak Pasal 1977 KUHPerdata menganut doktrin bezit geld als volkomen title
(penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti pemilikan yang sempurna atas barang itu), maka adanya
hak penggugat untuk memohon sita revindikasi dalam hal ini menjadi sangat penting.
• Barang yang akan dimohonkan sita revindikasi tersebut harus diterangkan dengan jelas. Hal ini tentu bertujuan
guna memberi kepastian barang tersebut dan memudahkan dalam proses penyitaan jika dikabulkan.
• Pasal 226HIR :
1. Pemilik barang bergerak, boleh meminta dengan surat atau dengan bantuan kepada ketua pengadilan
negeri yang berkuasa di tempat diam atau tempat tinggal orang yang memegang barang itu supaya barang
itu disita.
2. Barang yang hendak disita itu harus diterangkan dengan jelas dalam permintaan itu.
3. Jika permintaan itu diluluskan, maka penyitaan akan dilakukan menurut surat perintah ketua. Tentang orang
yang harus melakukan penyitaan itu dan tentang persyaratan yang harus dipenuhi, berlaku juga pasal 197.
4. Panitera pengadilan harus segera memberitahukan penyitaan itu kepada orang yang mengajukan
permintaan, dan menerangkan kepadanya, bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri
berikutnya untuk mengajukan dan meneguhkan gugatannya.
5. Orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil atas perintah ketua untuk menghadap
persidangan itu.
6. Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dan pengambilan keputusan dijalankan dengan cara biasa.
(TR. 130 dst., 139 dst., 155 dst., 163 dst., 178 dst.)
7. Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan, lalu diperintahkan supaya barang yang disita itu
diserahkan kepada si penggugat; sedang kalau gugatan itu ditolak, harus diperintahkan supaya dicabut
penyitaan itu.

Barang siapa mempunyai hak menuntut kembali atau hak reklame atas barang bergerak dapat menyitanya. (KUHPerd.
509 dst., 574, 582 dst., 1145, 1702, 1741, 1977; dst., 240, 555; Rv. 763h dst., 924, 971; IR. 226; RBg. 260.)
4. Sita Eksekusi
• Pasal 197 HIR/ 208 RBg:
• “Jika sudah lewat waktu yang ditentukan itu, sedangkan orang yang kalah itu belum juga
memenuhi keputusan itu, atau jika orang itu, sesudah dipanggil dengan sah, tidak juga
menghadap, maka ketua, karena jabatannya, akan memberi perintah dengan surat, supaya disita
sekian barang bergerak dan jika yang demikian tidak ada atau ternyata tiada cukup, sekian barang
tak bergerak kepunyaan orang yang kalah itu, sampai dianggap cukup menjadi pengganti jumlah
uang tersebut dalam keputusan itu dan semua biaya untuk melaksanakan keputusan itu

sita yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan suatu putusan karena


pihak tergugat tidak mau melaksanakan putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap tersebut secara sukarela meskipun Pengadilan telah
memperingatkan agar putusan tersebut dilaksanakan secara sukarela
sebagaimana mestinya
Ada dua macam sita eksekusi

a. Sita Eksekusi Langsung


• Sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan barang tidak bergerak milik debitur
atau pihak yang kalah.

• Sehubungan dengan pelaksanaan grosse akta pengakuan hutang yang berkepala “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” atau hak tanggungan
Sita eksekusi lanjutan. Apabila barang-barang yang disita sebelumnya dengan sita conservatoir, yang
dalam rangka eksekusi telah berubah menjadi sita eksekusi dan dilelang, hasilnya tidak cukup untuk
membayar jumlah uang yang harus dibayar berdasarkan putusan Pengadilan, maka akan dilakukan sita
eksekusi lanjutan terhadap barang-barang milik tergugat, untuk kemudian dilelang.
b. Sita Eksekusi Tidak Langsung
sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka
eksekusi otomatis berubah menjadi sita eksekusi

Dalam rangka eksekusi dilarang untuk menyita hewan atau perkakas yang benar-benar dibutuh¬kan oleh tersita
untuk mencari nafkah (pasal 197 (8) HIR, 211 RBg).
5. Sita Persamaan (Vergelijkend Beslag

• Dasar Hukum : pasal 463 R.V. :


Apabila jurusita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa barang-barang yang akan disita itu
sebelumnya telah disita terlebih dahulu, maka jurusita tidak dapat melakukan penyitaan sekali lagi, namun
ia mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang-barang yang disita itu dengan Berita Acara
penyitaan, yang untuk itu oleh tersita harus diperlihatkan kepadanya. Ia kemudian akan dapat menyita
barang-barang yang tidak disebut dalam Berita Acara itu memerintahkan kepada penyita pertama untuk
menjual barang-barang tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam pasal 466
Rv.

Pasal 463 Rv termasuk dalam bab Eksekusi barang bergerak. Dengan demikian, pasal 463
Rv. berlaku untuk sita eksekusi terhadap barang bergerak.
Eksekusi
• Executie / Uitvoering
• Dasar Hukum :
 Pasal 195 - Pasal 208 HIR dan Pasal 224 HIR/Pasal 206 - Pasal 240 R.Bg dan Pasal 258
R.Bg (tentang tata cara eksekusi secara umum);
 Pasal 225 HIR/Pasal 259 R.Bg (tentang putusan yang menghukum tergugat untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu);
 Pasal 209 - Pasal 223 HIR/Pasal 242 - Pasal 257 R.Bg,”sandera” (gijzeling) \
 Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001
(tentang pelaksanaan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu serta
merta (Uitvoerbaar bij voorraad dan provisi);
 Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil);
 Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 (tentang pelaksanaan putusan
pengadilan).
• Bab IX bag 5 HIR / titel Keempat RBg( Ten Uitvoer Legging van Vonissen ):
Menjalankan putusan pengadilan, tiada lain daripada melaksanakan isi putusan pengadilan yakni
melaksanakan secara paksa putusan pengadilan bila pihak yg kalah (tereksekusi tdk mau
menjalankannya scr Sukarela (Vrijwillig, Voluntary)
• R. Subekti: Upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan
bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan, lebih lanjut
dikemukakannya bahwa pengertian Eksekusi atau pelaksanaan putusan, mengandung arti, bahwa pihak yang
dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarelasehingga putusan itu harus dipaksakan
padanya dengan bantuan dengan kekuatan hukum
• Retno wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata: Tindakan paksaan oleh Pengadilan terhadap pihak yang
kalah dan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
• Hukum Eksekusi
 hukum yang mengatur cara dan syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak-pihak
yang berkepentingan untuk menjalankan keputusan Hakim apabila pihak yang kalah tidak bersedia
memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang telah ditentukan (Soepomo)
 Hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap
harta kekayaan debitur, manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh Debitur (Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan)
• Putusan yang dapat dieksekusi
 Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
 hubungan hukum antara pihak yang berperkara sudah tetap dan pasti
 Dilaksanakan dengan sukarela atau paksa
Prinsip Eksekusi
• Menjalankan Putusan yang telah berkekuatan Hukum Tetap (in kracht van gewijsde), kecuali:
a. Putusan serta merta (Uitvoerbaar bii voorraad);
b. Putusan provisi;
c. Putusan perdamaian;
d. Grose akta hipotik/pengakuan hutang
• Putusan hakim yang akan dieksekusi haruslah bersifat menghukum (condemnatoir).
yurisdictio contentiosa - bukan yurisdictio voluntaria
• Putusan hakim itu tidak dilaksanakan secara sukarela
• Kewenangan eksekusi hanya ada pada pengadilan tingkat pertama [Pasal 195 Ayat (1) HIR/Pasal
206 Ayat (1) HIR R.Bg]
• Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan
Macam eksekusi
 Eksekusi membayar sejumlah uang (Pasal Pasal 196 HIR/208 R.Bg)
 tidaklah dapat dilakukan secara langsung sesuai dengan amar putusan seperti pada eksekusi riil,
melainkan haruslah melalui proses pelelangan terlebih dahulu , karena yang akan dieksekusi
adalah sesuatu yang bernilai uang
 Eksekusi Riil (Pasal 200 ayat (11) HIR/Pasal 218 ayat (2) R.Bg, dan Pasal 1033 Rv), seperti: pengosongan,
pembongkaran, pembagian
 eksekusi yang menghukum kepada pihak yang kalah dalam perkara untuk melakukan suatu
perbuatan tertentumenyerahkan barang, mengosongkan tanah atau bangunan, membongkar,
menghentikan suatu perbuatan tertentu
 Eksekusi ini dapat dilakukan secara langsung (dengan perbuatan nyata) sesuai dengan amar
putusan tanpa melalui proses pelelangan
 Eksekusi putusan yg menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan (ps 225 HIR atau 259 Rbg)
Seseorang tidak dapat dipaksakan melakukan suatu perbuatan, tetapi pihak yg menang dapat
meminta hakim (KPN) agar kepentingan yg diperolehnya dinilai dengan uang
 Parate Eksekusi (Pasal 1155 KUHPerdata)
Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberigadai tidak memenuhi
kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atausetelah dilakukan peringatan untuk
pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuantentang jangka waktu yang pasti, kreditur berhak untuk
menjual barang gadainya di hadapanumum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang
lazim berlaku,dengan tujuan agar jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan
itu.
Prosedur Eksekusi Riil
1. permohonan dari penggugat (pemohon eksekusi) kepada ketua pengadilan [Pasal 196 HIR/Pasal 207 ayat (1) R.Bg];
2. peringatan (aanmaning) dari ketua pengadilan kepada termohon eksekusi agar dalam waktu tidak lebih dari 8
(delapan) hari dari sejak aanmaning dilakukan, melaksanakan isi putusan tersebut secara sukarela [Pasal 207 ayat
(2) R.Bg], dengan cara:
 Melakukan pemanggilan terhadap termohon eksekusi dengan menentukan hari, tanggal, jam dan tempat
 Memberikan peringatan, yaitu dengan cara:
a) Dilakukan dalam sidang insidentil yang dihadiri ketua pengadilan, panitera dan termohon eksekusi;
b) Dalam sidang tersebut diberikan peringatan/teguran agar termohon eksekusi dalam waktu 8 (delapan)
hari, melaksanakan isi putusan tersebut;
c) Membuat berita acara sidang insidentil (aanmaning), yang mencatat peristiwa yang terjadi dalam
persidangan tersebut;
d) Berita acara sidang aanmaning tersebut akan dijadikan bukti bahwa kepada termohon eksekusi telah
dilakukan peringatan/ teguran untuk melaksanakan amar putusan secara sukarela, yang selanjutnya akan
dijadikan dasar dalam mengeluarkan perintah eksekusi.
3. Apabila termohon tidak hadir dengan alasan yang sah, maka harus dipanggil kembali untuk di aanmaning
4. Apabila termohon tidak hadir dengan alasan tidak sah, maka ketua PN mengeluarkan surat penetapan (beschikking)
tentang perintah menjalankan eksekusi
5. ketua pengadilan mengeluarkan penetapan dengan mengabulkan permohonan pemohon eksekusi
dengan disertai surat perintah eksekusi:
 Berbentuk tertulis berupa penetapan (beschikking)
 Ditujukan kepada panitera/jurusita/jurusita pengganti;
 Berisi perintah agar menjalankan eksekusi sesuai dengan amar putusan.
6. Setelah menerima perintah menjalankan eksekusi dari ketua pengadilan, maka panitera/jurusita/jurusita
pengganti merencanakan/menentukan waktu serta memberitahukan tentang eksekusi kepada termohon
eksekusi, kepala desa/lurah,/ kecamatan/kepolisian setempat
7. Proses selanjutnya, pada waktu yang telah ditentukan, panitera/jurusita/jurusita pengganti langsung ke
lapangan guna melaksanakan eksekusi dengan ketentuan:
a) Eksekusi dijalankan oleh panitera/jurusita/jurusita pengganti (Pasal 209 ayat (1) R.Bg);
b) Eksekusi dibantu 2 (dua) orang saksi (Pasal 200 R.Bg), dengan syarat-syarat:
 Warga Negara Indonesia
 Berumur minimal 21 tahun
 Dapat dipercaya.
c) Eksekusi dijalankan ditempat dimana barang (obyek) tersebut berada;
8. Membuat berita acara eksekusi, dengan ketentuan memuat:
a. Waktu (hari, tanggal, bulan, tahun dan jam) pelaksanaan;
b. Jenis, letak, ukuran dari barang yang dieksekusi;
c. Tentang kehadiran termohon eksekusi;
d. Tentang pengawas barang (obyek) yang dieksekusi;
e. Penjelasan tentang Niet Bevinding (barang/obyek yang tidak diketemukan/tidak sesuai
dengan amar putusan);
f. Penjelasan tentang dapat/tidaknya eksekusi dijelaskan;
g. Keterangan tentang penyerahan barang (obyek) kepada pemohon eksekusi;
9. Tanda tangan panitera/jurusita/jurusita pengganti (eksekutor), 2 (dua) orang saksi yang
membantu menjalankan eksekusi,kKepala desa/lurah/camat dan termohon eksekusi itu sendiri
10. Memberitahukan isi berita acara eksekusi kepada termohon eksekusi (Pasal 209 R.Bg), yang
dilakukan ditempat dimana eksekusi dijalankan (jika termohon eksekusi hadir pada saat
eksekusi dijalankan), atau ditempat kediamannya (jika termohon eksekusi tidak hadir pada
saat eksekusi dijalankan)
Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang
1. permohonan dari pemohon eksekusi kepada ketua pengadilan
2. peringatan/teguran (aanmaning) dari ketua pengadilan kepada termohon
eksekusi agar ianya dalam waktu tidak lebih dari 8 (delapan) hari, sejak
aanmaning dilakukan, melaksanakan amar putusan
3. Apabila setelah masa peringatan/teguran (aanmaning) dilampaui, termohon
eksekusi masih tetap tidak memenuhi isi putusan berupa pembayaran
sejumlah uang, maka sejak saat itu ketua pengadilan secara ex afficio
mengeluarkan surat penetapan (beschikking) berisi perintah kepada
panitera/jurusita/jurusita pengganti untuk melakukan sita eksekusi (executorial
beslag) terhadap harta kekayaan jika sebelumnya tidak diletakkan sita jaminan
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal197 HIR/Pasal 208 R.Bg
4. Adanya perintah penjualan lelang, dilanjutkan dengan penjualan lelang setelah
terlebih dahulu dilakukan pengumuman sesuai dengan ketentuan pelelangan.
Lalu diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang kepada pemohon eksekusi
“PENANGGUHAN” EKSEKUSI
• perlawanan dari pihak ketiga (Derden Verzet)
 Pada dasarnya adanya perlawanan dari pihak ketiga tidaklah menangguhkan eksekusi kecuali jika
perlawanan pihak ketika itu diajukan atas dasar hak milik [Pasal 196 Ayat (6) HIR/Pasal 206 Ayat (6)
R.Bg], atau atas dasar pemegang hipotik/pemegang hak tanggungan; yang harus dilindungi dari
tindakan penyitaan.
 Apabila perlawanan tersebut menurut ketua pengadilan (sebelum perkara ditetapkan majelis
hakimnya) beralasan berdasarkan bukti yang kuat, atau setelah mendapat laporan dari majelis hakim
yang memeriksa perkara tersebut (Pasal 208 HIR/228 R.Bg), maka eksekusi ditangguhkan
• perlawanan dari pihak termohon eksekusi juga tidaklah dapat menangguhkan eksekusi, kecuali apabila
segera nampak bahwa perlawanan tersebut adalah benar dan beralasan, barulah eksekusi ditangguhkan
hingga putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap
• PK tidaklah menghalangi eksekusi, namun demikian dalam kasus tertentu dapat saja eksekusi ditangguhkan
apabila benar-benar dengan dukungan bukti yang kuat, seperti diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 69 Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. UU Nomor 5 Tahun 2004 jo. UU Nomor 3 Tahun 2009, yang diperkirakan
permohanan PK tersebut akan dikabulkan olah Mahkamah Agung , maka atas izin ketua pengadilan tingkat
banding, eksekusi tersebut dapat ditangguhkan,
Lelang
• Lelang 
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau
lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului
dengan Pengumuman Lelang (Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 27/PMK.06/2016
tentang Petunjuk Pel;aksanaan Lelang) 
• Jenis-Jenis Lelang (Pasal 1 angka 4 – 6 Permenkeu 27 Tahun 2016)
a. Lelang Eksekusi 
lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen yang
dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan.
b.  Lelang Non Eksekusi Wajib
lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan
diharuskan dijual secara lelang.
c. Lelang Non Eksekusi Sukarela 
lelang atas barang milik swasta,perseorangan atau badan hukum/ badan usaha yang
dilelang secara sukarela
Prosedur Lelang
• Pra Lelang
a. Pengajuan permohonan tertulis perihal eksekusi
kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang/ KPKNL (Pasal 11 ayat (1) Permenkeu
27/2016) atau Pra Lelang dari Balai Lelang Swasta
(Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Republik  Jika barang yang dilelang adalah barang tidak bergerak
Indonesia Nomor 176/PMK.06/2010 Tahun 2010 atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama
tentang Balai Lelang) dengan barang bergerak, maka pengumuman
b. KPKNL/Balai Lelang Swasta akan melakukan dilakukan sebanyak 2 kali, berselang 15 hari. 
pemeriksaan kelengkapan dokumen lelang, yaitu a. Pengumuman pertama dapat dilakukan melalui
termasuk namun tidak terbatas pada Perjanjian pengumuman tempelan yang dapat dibaca oleh
Kredit, Sertipikat Hak Tanggungan, bukti perincian umum atau melalui surat kabar harian.
hutang jumlah debitur, bukti peringatan wanprestasi b. pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat
kepada debitur, bukti kepemilikan hak, bukti kabar harian dan dilakukan 14 hari sebelum
pemberitahuan pelelangan kepada debitur; pelaksanaan lelang. (Pasal 54 ayat (1) Permenkeu
27/2016)
c. Setelah dokumen tersebut di atas dianggap lengkap,
maka KPKNL akan mengeluarkan penetapan jadwal  Jika barang yang dilelang adalah barang bergerak (Pasal
lelang secara tertulis kepada Kreditor (Bank); 54 ayat (2) Permenkeu 27/2016) pengumuman
d. Kreditor/ Bank melakukan Pengumuman Lelang (Pasal dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling
54 Permenkeu 27/2016) singkat 6 (enam) hari kalender sebelum pelaksanaan
e. Kreditor/ Bank melakukan pemberitahuan lelang lelang.
kepada debitur.
• Lelang
a. Peserta lelang menyetorkan uang jaminan ke rekening KPKNL (Pasal 34 Permenkeu
27/2016)
b. Pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang (orang yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan diberi wewenang khusus untukmelaksanakan penjualan barang secara lelang) -
KPKNL
c. Penawaran lelang
d. Pelunasan pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai (cash)
atau cek a tau giro paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang
e. Bea Lelang disetorkan ke Kas Negara

• Pihak-pihak yang dilarang menjadi Peserta Lelang:


Pejabat Lelang dan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah derajat pertama;
Suami atau istri serta saudara sekandung Pejabat Lelang; Pejabat Penjual; Pemandu Lelang;
Hakim; Jaksa; Panitera; Juru Sita; Pengacara atau Advokat; Notaris; Pejabat Pembuat Akta Tanah;
Penilai; Pegawai DJKN; Pegawai Balai Lelang; dan Pegawai Kantor Pejabat Lelang Kelas II

Anda mungkin juga menyukai