Anda di halaman 1dari 15

Referat

AIRWAY
MANAGEMENT
Cut Riska Noviza
NIM. 150611005

Preseptor:
dr. Fachrurrazy, Sp.An

Bagian/KSM Ilmu Anestesiologi


FK UNIV Malikussaleh
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab utama dari hasil akhir tatalaksana
■ Pengelolaan jalan nafas adalah pasien yang buruk yang didata oleh American Society
memastikan jalan napas tetap terbuka. of Anesthesiologist (ASA) berdasarkan studi tertutup
Hal ini menjadi salah satu bagian yang terhadap episode pernapasan yang buruk, terhitung
terpenting dalam suatu tindakan anestesi. sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut.
Karena beberapa efek dari obat-obatan Tiga kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi
yang dipergunakan dalam anestesi dapat sebanyak 75% pada saat tatalaksanan jalan napas
yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi
mempengaruhi keadaan jalan napas esofagus (18%), dan kesulitan intubasi trakhea (17%).
untuk berjalan dengan baik. Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari studi kasus,
mengalami kematian dan kerusakan otak. Sebanyak
300 pasien (dari 15411 pasien di atas), mengalami
masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan napas
yang minimal(Guyton, 2007 dan Abhgie, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
■ AIRWAY MANAGEMENT
Airway Management ialah memastikan jalan napas
tetap terbuka. Tindakan paling penting unPada Triple
Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:
Airway Management ialah 1. Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di
memastikan jalan napas tetap bawah leher, sedangkan tangan yang lain pada dahi.
Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala
terbuka. Tindakan paling
ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain
penting untuk keberhasilan 2. Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya,
resusitasi adalah segera akan mencegah obtruksi hipofaring oleh dasar lidah.
melapangkang saluran Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara
pernapasan. yaitu dengan cara larings dan rahang bawah.
3.  Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding
Triple airway maneuver.
pharyinx posterior.
tuk keberhasilan resusitasi adalah segera
melapangkang saluran pernapasan. yaitu dengan cara
Triple airway maneuver.
■ Indikasi Bantuan Jalan Napas ■ Muntahan
■ Obstruksi jalan napas ■ Makanan
■ Sumbatan di atas laring ■ Penyakit infeksi atau tumor jalan nafas
bagian atas
■ Lidah yang jatuh ke hipofaring:
■ Pembesaran tonsil
■ Pasien tidak sadar atau dalam keadaan
anastesi posisi terlentang. Pada pasien tidak ■ Polip pada rongga hidung
sadar, tonus otot penyangga lidah menurun
sehingga lidah jatuh ke arah posterior dan ■ Tumor rongga mulut dan dasar lidah
menempel pada dinding posterior faring dan ■ Trauma di daerah muka
menyebabkan obstruksi jalan nafas baik total
atau parsial. Terutama pada pasien gemuk, ■ Trauma kepala yang mengenai daerah
leher pendek, lidah besar pada bayi. maksilo-fasial, yang dapat merusak anatomi
regio tersebut sehingga mengganggu pasase
■ Benda asing udara melalui jalan napas atas
■ Lendir
■ Bekuan darah
■ Gigi palsu yang terlepas
■ Pengelolaan Jalan Nafas Tanpa Alat ■ - Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)
■ 1) Membuka jalan nafas dengan metode : Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher
dan kepala hanya dilakukan Jaw Thrust dengan
■ - Head Tilt (dorong kepala ke belakang) hati-hati dan mencegah gerakan leher.
■ - Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)

Teknik Jaw Thrust


■ 2) Membersihkan jalan nafas Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena
adanya benda asing dalam rongga mulut
■ - Finger Sweep (sapuan jari) belakang atau hipofaring (gumpalan darah,
muntahan, benda asing lainnya) dan
hembusan napas hilang.

Finger Sweep
■ Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat ■ Face mask
■ Faringeal airway ■ Fase mask (sungkup muka) yaitu untuk
■ Jika manuver triple airway kurang berhasil, maka mengantar udara/gas anestesi dari alat resusitasi
dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat atau sistem anestesi ke jalan napas pasien.
mulut dengan Oropharyngeal airway atau jalan Bentuk sungkup muka sangat beragam
napas hidung-faring lewat hidung bergantung usia dan pembuatnya. Ukuran 03
denganNasopharyngeal airway. untuk bayi baru lahir, ukuran 02,01,1 untuk anak
kecil, ukuran 2 dan 3 untuk anak besar dan
■ Nasopharyngeal airway (NPA) : berbentuk pipa ukuran 4 dan 5 untuk dewasa (Latief,2009).
bulat berlubang tengahnya dibuat dari bahan ■ Laringeal mask airway
karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati
dan menghindari trauma mukosa hidung pipa ■ Laringeal mask airway (sungkup laring) adalah
diolesi dengan jelly. alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa
besar berlubang dengan ujung menyerupai
■ Oropharyngeal airway (OPA) : Berbentuk pipa sendok yang pinggirnya dapat dikembang-
gepeng lengkung seperti huruf C berlubang kempiskan seperti balon pada pipa trakea.
ditengahnya dengna salah satu ujungnya
bertangkai dengan dinding lebih keras untuk
mencegah kalau pasien menggigit, lubang tetap
paten, sehingga aliran udara tetap terjamin. OPA
juga dipasang bersama pipa trakea atau sungkup
laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut
dari gigitan (Latief, 2009).
■ Endotracheal tube ■ Intubasi
■ Endotracheal tube yaitu mengantar gas anestetik ■ Intubasi adalah memasukan suatu lubang atau pipa
langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari trakea melalui mulut ataupun hidung menuju
bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter trakhea dengan tujuan untuk menjaga jalan napas
lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena (Latief, 2009).
penumpang trakea bayi, anak kecil dan dewasa
berbeda, penampang melintang trakea bayi dan ■ Indikasi Intubasi
anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, ■ Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk
sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk pasien yang memiliki resiko untuk aspirasi dan
bayi dan anak digunakan tanpa cuff dan untuk untuk prosedur operasi meliputi rongga perut atau
dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. kepala dan leher. Ventilasi dengan face mask atau
■ Endotracheal tube dapat dimasukkan melalui LMA biasanya digunakan untuk prosedur operasi
mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung pendek seperti cytoskopi, pemeriksaan dibawah
( nasotracheal tube) (Latief, 2009). anestesi, perbaikan hernia inguinal dan lain lain
■ Laringoskop dan Intubasi
■ Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk
melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukan pipa trakea dengan baik dan benar
■ Penghisapan Benda Cair (Suctioning) ■ Membersihkan benda asing padat dalam jalan
napas: Bila pasien tidak sadar dan terdapat
■ Bila terdapat sumbatan jalan napas karena sumbatan benda padat di daerah hipofaring
benda cair maka dilakukan penghisapan yang tidak mungkin diambil dengan sapuan
(suctioning). Penghisapan dilakukan dengan jari, maka digunakan alat bantuan berupa
menggunakan alat bantu pengisap (penghisap laringoskop, alat penghisap (suction) dan alat
manual portabel, pengisap dengan sumber penjepit (forceps) (Morgan, 2006).
listrik).
■ Penilaian Kesulitan Intubasi ■ Klasifikasi Mallampati/Samsoon-Young
berdasarkan penampakan dari
■ Mallampati orofaring(Morgan, 2006).

   
Klasifikasi Klinis

Kelas I Tampak uvula, pilar faring dan palatum mole


  Pilar fausial dan palatum mole terlihat
Kelas II Palatum durum dan palatum mole masih
Kelas III terlihat
  Palatum durum sulit terlihat
Kelas IV
Difficult Airway

Definisi
■ Difficult airway (Kesulitan Jalan Napas), menurut The American Society of
Anesthesiology (ASA)2003 adalah adanya situasi klinis yang menyulitkan baik ventilasi
dengan masker atau intubasi yang dilakukan oleh dokter anestesi yang berpengalaman
dan terampil.
■ Jenis Kesulitan Jalan Napas
Menurut ASA jenis kesulitan jalan napas dibagi menjadi 4 :
■ Kesulitan ventilasi dengan sungkup atau supraglottic airway (SGA)
Ketidakmampuan dari ahli anestesi yang berpengalaman untuk menjaga SO2 > 90 % saat ventilasi
dengan menggunakan masker wajah dan O2 inspirasi 100%, dengan ketentuan bahwa tingkat
saturasi oksigen pra ventilasi masih dalam batas normal.
■ Kesulitan dilakukan laringoskopi
Kesulitan untuk melihat bagianpita suara, setelah dicoba beberapa kali dengan laringoskop
sederhana.
■ Kesulitan intubasi trakea
Dibutuhkannya lebih dari 3 kali usaha intubasi atau usaha intubasi yang terakhir lebih dari 10 menit
■ Kegagalan intubasi
Penempatan ETT gagal setelah beberapa kali percobaan intubasi (ASA, 2013).
■ Persiapan Standar pada Managemen ■ Peralatan yang sesuai untuk akses pembedahan
Kesulitan Jalan Napas napas darurat (misalnya, cricothyrotomy).
■ Tersedianya peralatan untuk pengelolaan ■ Sebuah detektor CO2 nafas (kapnograf).
kesulitan jalan napas
■ Menginformasikan kepada pasien atau keluarga
■ Laryngoscope dengan beberapa alternatif desain tentang adanya atau dugaan kesulitan jalan nafas,
dan ukuran yang sesuai prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan
kesulitan jalan nafas, dan risiko khusus yang
■ Endotrakea tube berbagai macam ukuran. kemungkinan dapat terjadi
■ Pemandu endotrakeal tube. Contohnya stylets ■ Memastikan bahwa setidaknya ada satu orang
semirigid dengan atau tanpa lubang tengah untuk tambahan sebagai asisten dalam manajemen
jet ventilasi, senter panjang, dan mangil tang kesulitan jalan nafas,
dirancang khusus untuk dapat memanipulasi
bagian distal endotrakeal tube. ■ Melakukan preoksigenasi dengan sungkup wajah
sebelum memulai manajemen kesulitan jalan
■ Peralatan Intubasi fiberoptik. nafas,
■ Peralatan Intubasi retrograd. ■ Secara aktif memberikan oksigen tambahan di
■ Perangkat ventilasi jalan nafas darurat seluruh proses manajemen kesulitan jalan nafas.
nonsurgical. Contohnya sebuah jet transtracheal Dapat menggunakan nasal cannule, facemask,
ventilator, sebuah jet ventilasi dengan stylet LMA (ASA, 2013).
ventilasi, LMA, dan combitube.
■ Algoritma Kesulitan Jalan Napas
1. Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari masalah pada penanganan dasar:
•Kesulitan dengan kerjasama atau persetujuan pasien
•Kesulitan ventilasi sungkup
•Kesulitan penempatan Supraglottic Airway
•Kesulitan laringoskopi
•Kesulitan intubasi
• Kesulitan akses bedah jalan napas (ASA, 2013).
2. Aktif memberikan oksigen tambahan selama proses manajemen kesulitan jalan napas
3. Mempertimbangkan manfaat relatif dan kelayakan dari penanganan dasar :
• Awake intubation vs intubasi setelah induksi anestesi umum
• Teknik non-invasif vs teknik invasif untuk pendekatan awal untuk intubasi
4. Menjaga Ventilasi spontan vs ablasi ventilasi spontan (ASA,2013).
■ Mengembangkan strategi primer dan strategi alternative

Anda mungkin juga menyukai