Anda di halaman 1dari 28

Konsep dan ASKEP

pada Narapidana
Oleh : Kelompok 2
Gita Adearni Purba Septi Veronika
Litha Atikah H. Sintia Adwi Pama P.
Nada Zafira Yosfand Sustiara Derma
Nurul Izzah Tika Rindiani
Rahma Tina Jusar Yuliana Husada
Rissa Rahmawati H.
Definisi Narapidana
 Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah orang hukuman (orang yang
sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana) atau terhukum.
 Narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga
pemasyarakatan, yaitu seseorang
yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum (UU No.12 Tahun
1995).
Faktor-Faktor Penyebab

 Faktor Ekonomi
1. Sistem ekonomi
2. Pendapatan
3. Pengangguran
 Faktor Mental
1. Agama
2. Bacaan dan film
 Faktor Pribadi
1. Umur
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah
selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan
25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu
meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada
hari tua.
2. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan
kriminalitas, seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan
dilakukan dengan kekerasan, pengemisan, kejahatan seks,
dan penimbulan pembakaran.
Penggolongan Narapidana

Penggolongan narapidana berdasarkan umur terdiri atas:


- Anak (12 s.d. 18 tahun)
- Dewasa (diatas 18 tahun)
Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kelamin,
terdiri atas:
- Laki –laki
- Wanita 
Penggolongan Narapidana
Penggolongan narapidana berdasarkan lama pidana, terdiri atas:
- Pidana 1 hari sd 3 bulan ( Register B.II b )
- Pidana 3 bulan sd 12 bulan 5 hari (1 tahun) (Register B.II a)
- Pidana 12 bulan 5 hari (1 tahun keatas ) (Register B.I)
- Pidana Seumur Hidup (Register Seumur Hidup)
- Pidana Mati (Register Mati)
Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kejahatan, terdiri
atas:
- Jenis kejahatan umum
- Jenis kejahatan khusus
Masalah Kejiwaan Narapidana

 Harga Diri Rendah


Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri.Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan
sesuai ideal diri (Keliat, 1998)
Penyebab harga diri rendah, yaitu :
- Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah
penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain.
- Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian anggota tubuh, perubahan
penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas
yang menurun.
Tanda dan Gejala HDR :

1. Mengejek dan mengkritik diri 9. Pandangan hidup yang pesimistis


2. Merasa bersalah dan khawatir, 10. Tidak menerima pujian
menghukum dan menolak diri 11.Penurunan produktivitas
sendiri 12.Penolakan terhadap kemampuan diri
3. Mengalami gejala fisik, misal: 13.Kurang memerhatikan perawatan
tekanan darah tinggi diri
4. Sulit bergaul 14.Berpakaian tidak rapih
5. Menghindari kesenangan yang dapat 15.Berkurang selera makan
meberi rasa puas 16.Tidak berani menatap lawan bicara
6. Menarik diri dari realitas, cemas, 17.Lebih banyak menunduk
panik, cemburu, curiga, halusinasi 18.Bicara lambat dengan nada suara
7. Merusak diri: harga diri rendah lemah
menyokong pasien untuk
mengakhiri hidupnya
8. Perasaan tidak mampu
Penatalaksanaan Terapi (Psikoterapi)
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita
bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama.(Maramis,2005,hal.231).
Masalah Kejiwaan Narapidana
 Risiko Bunuh Diri
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian.Bunuh diri adalah
pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri.Jadi bunuh
diri adalah suatu tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dengan mengemukakan rentang harapan-harapan putus
asa, sehingga menimbukan tindakan yang mengarah pada
kematian.
 Rentang Respon
– Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis: Individu yang tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna
lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak
ada yang membantu.
– Kehilangan, ragu-ragu:Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi
dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya: kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
– Depresi: Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi
pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
– Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Penyebab resiko bunuh diri
 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri
antara lain:
– Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa.
– Sifat kepribadian.Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat
dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan,
implusif dan depresi.
– Lingkungan psikososial.Seseorang yang baru mengalami
kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
– Riwayat keluarga/faktor genetik. Factor genetik mempengaruhi
terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku
– Faktor biokimia. Data menunjukkan bahwa secara serotogenik,
apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat
menimbulkan prilaku destrukif diri.

 Faktor Presipitasi
– Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
– Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
– Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
– Cara untuk mengakhiri keputusasaan
Motif terjadinya bunuh diri, yaitu:
- Dilanda keputusasaan dan depresi.
- Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
- Gangguan kejiwaan/tidak waras (gila).
-Himpitan ekonomi atau kemiskinan
(harta/iman/ilmu).
-Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori:
 Isyarat Bunuh Diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku


secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan
pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.”Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan
ancaman dan percobaan bunuh
 Ancaman Bunuh Diri
Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang
tentang kematian, kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri. Ancaman bunuh diri pada umumnya
diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.Secara
aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun
tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
 Upaya Bunuh Diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak
dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan
bunuh diri diawali seseorangkarena mengalami depresi yang
berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
 Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan
terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan
bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin akan
mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya.
 Manifestasi klinis yang biasanya muncul yaitu:
– Mempunyai ide untuk bunuh diri.
– Mengungkapkan keinginan untuk mati.
– Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
– Impulsif.
– Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi
sangat patuh).
– Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
– Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah dan mengasingkan diri).
– Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
Asuhan Keperawatan pada
Narapidana
1. Pengkajian
 Identitas klien
 Faktor predisposisi
 Faktor presipitasi
 Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri,
hubungan social dan spiritual.
 Status mental Mekanisme koping: koping yang dimiliki
klien baik adaptif maupun maladaptive.
 Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi
medis.
2. Diagnosa Keperawatan
 Berdasarkan data pada pengkajian yang didapat melalui

observasi, wawancara atau pemeriksaan fisik bahkan


melalui sumber sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai
berikut:
 Harga Diri Rendah

 Isolasi Sosial

 Defisit Perawatan Diri


3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan jenis masalah jiwa pada
narapidana yaitu harga diri rendah dan risiko bunuh diri, sebagai
berikut:
a. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
(Keliat, 1999).
Tujuan umum:Klien dapat memiliki koping yang efektif.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas.
Kriteria evaluasi: Klien mengungkapkan perasaanya secara bebas.
Intervensi:
a) Ijinkan klien untuk menangis.
b) Sediakan kertas dan alat tulis jika klien belum mau bicara.
c) Nyatakan kepada klien bahwa perawat dapat mengerti apabila
klien belum siap membicarakan permasalahannya.
2) Klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku yang berkaitan
dengan kejadian yang dihadapi.
Kriteria evaluasi:Klien dapat mengidentifikasi koping dan perilaku
yang berkaitan dengan kejadian yang dihadapi.
Intervensi:
a) Tanyakan kepada klien apakah pernah mengalami hal yang
sama.
b) Tanyakan cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi
perasaan dan masalah.
c) Identifikasi koping yang pernah dipakai.
d) Diskusikan dengan klien alternatif koping yang tepat bagi
klien.
Risiko Bunuh Diri
 Sp 1 Pasien

- Membina hubungan saling percaya dengan klien.


- Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
pasien.
- Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
- Melakukan kontrak treatment.
- Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
 Sp 2 Pasien

- Mengidentisifikasi aspek positif pasien


- Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
- Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang
berharga
 Sp 3 Pasien
- Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
- Menilai pola koping yng biasa dilakukan
- Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
- Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
- Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif

dalam kegiatan harian


 Sp 4 Pasien

- Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien


- Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
realistis
- Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
 SP 1 Keluarga
- Mendiskusikan massalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
- Menjelaskan pengertia, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis
prilaku yang di alami pasien beserta proses terjadinya
- Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
 SP 2 Keluarga

- Melatih keluargamempraktekan cara merawat pasien dengan resiko


bunuh diri
- Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri.
 SP 3 Keluarga

- Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk


minum obat.
- Mendiskusikan sumber rujukan yang bias dijangkau oleh keluarga.
4. Implementasi Keperawatan
Setelah dilakukan perencanaan tindakan keperawatan,
maka selanjutnya dilakukan implementasi sesuai waktu
dan urutan perencanaan tindakan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap selesai tindakan asuhan
keperawatan jiwa pada klien untuk mengetahui perubahan
kondisi yang baik dirasakan oleh klien.
 ANY QUESTION?? :D

Anda mungkin juga menyukai