POLITIK DI
INDONESIA
PENGERTIAN EKONOMI POLITIK
BIDANG BIDANG
EKONOMI POLITIK
KEMAKMURAN KEADILAN
TUJUAN UTAMA
(Prosperity) (Justice)
INDIVIDU MASYARAKAT
PELAKU UTAMA
(Individual) (Community)
Di modifikasi dari:
Clark, Berry (1991), Political Economy: A Comparative Approach
ILMU SOSIAL YANG MEMPELAJARI TENTANG
ECONOMICS PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI
BARANG/JASA
Penguasa Indonesia pasca 1965 merupakan bagian dari elit-elit yang dengan senang hati telah
mengikuti anjuran-anjuran dari modal internasional untuk membuka potensi ekonominya untuk
dimasuki (baca: dieksploitasi) oleh modal asing. Prinsip-prinsip perekonomian yang bercirikan
sosialisme Indonesia ditinggalkan dan digantikan dengan prinsip yang kapitalistik.
INTERVENSI ASING TERHADAP
EKONOMI POLITIK DI INDONESIA
Di tahun 1967, pada bulan November, sebuah pertemuan antara perwakilan
perusahaan-perusahaan asing raksasa dengan perwakilan pemerintah RI untuk
merancang perubahan haluan ekonomi Indonesia diadakan.
Kwik Kian Gie, menyebut pertemuan tersebut sebagai tonggak kembali
terjajahnya Republik Indonesia. Di sana hadir bos-bos perusahaan
Rocklefeller, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland,
Goodyears, dan lain-lain. Sementara pemerintah Indonesia diwakili oleh sejumlah
pejabat dan ekonom.
KRISIS MONETER 1997-1998
Pada masa ini, liberalisasi ekonomi dan politik dengan mengikuti Amerika Serikat
sebagai kiblatnya tengah menjadi model yang ditiru hampir di sentero bumi,
terutama sejak Uni Soviet runtuh.
AMANDEMEN KEEMPAT
UUD 1945
Tim ahli bidang ekonomi yang membantu Badan Kerja MPR Amandemen Konstitusi
Penambahan pasal 4 dalam pasal 33 UUD 1945. Pasal 4 berbunyi “perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
Dalam putusan uji UU Penanaman Modal, MK menjabarkan prinsip-prinsip dasar ekonomi
tersebut. Pasal 33 ayat 4 menempatkan efisiensi dan kompetisi sebagai prioritas. Bukan
perekonomian kooperatif yang memprioritaskan rakyat kecil
Undang-Undang Pasca Orde Baru
Watak UU yang lahir pasca Orde Baru, terutama berkaitan dengan SDA,
cenderung mendukung privatisasi atau swastanisasi sektor publik yang
semestinya menjadi tanggung jawab langsung dari negara
Penguasaan asing di bidang telekomunikasi: Telkomsel (35%), XL Axiata (65%),
Indosat (65%), Hutchison Tri (60%). Di Sektor perbankan, 50,6% aset perbankan
nasional telah dimiliki asing.
Penguasaan asing di sektor SDA: minyak bumi (85%), gas alam (85%), batu bara
(85%), emas (90%), tembaga (80%), nikel (79%), timah (75%), mutiara (90%),
kopra (80%), ikan (75%), kakao (68%), garam (60%), kelapa sawit (55%)
DAMPAK LIBERALISASI
Pertama, perusahaan-perusahaan raksasa asing yang lebih kuat modalnya dan lebih
berpengalaman dalam persaingan global mulai menguasai sebagian besar sektor strategis
perekonomian nasional.
Kedua, sistem ini tidak membatasi perambahan modal untuk terus berekspansi,
melipatgandakan kekuatannya, dan menaklukkan kelompok-kelompok yang lebih lemah.
Ketiga, komersialisasi di sektor pendidikan dan kesehatan membuat kebutuhan dasar
manusia ini menjadi cenderung eksklusif dengan klasifikasi kualitas seturut biayanya.
Keempat, fondasi perekonomian nasional menjadi rapuh karena ketergantungan yang besar
pada modal asing, sementara jalannya perekonomian tidak sesuai dengan kebutuhan
obyektif dari Bangsa Indonesia untuk memajukan negerinya.