Anda di halaman 1dari 16

Nama : Isnad Nashrulloh

Nim : 11170860000023

UTS Ekonomi politik

1. Apa yang dimaksud dengan Politik Ekonomi? Apa perbedaan Politik


Ekonomi Islam dengan Politik Ekonomi Konvensional? Bagaimana
melakukan analisa politik ekonomi (Islam)?

(i) Yang dimaksud dengan ekonomi politik menurut Eatwell,Milgate


dan Newman, dalam Mosco 2009:22; didefinisikan bahwa ekonomi politik
adalah ilmu pengetahuan tentang kekayaan dan berhubungan dengan
usaha-usaha yang dibuat manusia untuk memenuhi keinginan-keinginan
dan memuaskan hasrat-hasrat. Dan menurut an-Nabhani, politik ekonomi
(economic policy, kebijakan ekonomi) adalah tujuan yang ingin dicapai
oleh hukum-hukum yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme
mengatur urusan manusia.
Secara garis besar ekonomi politik adalah usaha usaha warga
negara untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan seseorang baik
melalui pelaksanaan komunal (neo-marxis) , secara individual (pendekatan
liberalis) maupun negara (merkantilisme)

(ii) Ekonomi Islam pada awal kemunculannya terasa asing di tengah


berjayanya Ekonomi Konvensional – sistem perekonomian yang
berlaku/disetujui secara masal pada saat ini. Padahal sistem ekonomi ini
telah lama sekali -1400 tahun yang lalu – muncul sebelum Ekonomi
Konvensional lahir. Jika konvensional bertolak ukur kepada kebebasan
individu dan liberalisasi ekonomi yang berlawanan dengan sistem
ekonomi sosialis, maka Ekonomi Islam berada di titik tengah
persinggungan keduanya. Mengakui dan melindungi kepemilikan individu
sebagai pelaku ekonomi terhadap komoditas sebagai faham liberal dan
mengakui dan melindungi kepentingan umum sebagai faham sosialis.
Dengan demikian kedua kepentingan – individu dan kelompok –
dilindungi oleh Islam.
Kembali kepada ekonomi konvensional, dalam sistem ini tujuan
ekonomi semata-mata tertuju kepada pemuasan kebutuhan secara material.
Sedangkan dalam islam, bukan hanya kepentingan material yang menjadi
dasar seseorang memenuhi kebutuhannya, tetapi lebih penting dari itu
adalah kepentingan spiritual. Hal ini tercermin dalam tujuan manusia
diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Sehingga,
kepentingan material dipenuhi untuk memenuhi kepentinga spritual.
Dengan demikian maka Ekonomi Islam senantiasa menyeimbangkan
kedua kepentingan ini. Seperti juga digariskan dalam rukun Islam dimana
poin keempatnya adalah Zakat. Zakat inilah yang mempunyai dua dimensi
yang berbeda. Segi material di satu pihak dan segi spiritual di pihak lain.
Keduanya berjalan seiringan.
Mengenai kebebasan yang dijadikan patokan Ekonomi
Konvensional terhadap individu, Ekonomi Islam mengakuinya selama
berada dalam rel syariah. Dalam arti segala kegiatan ekonomi tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah seperti tidak melakukan hal
yang dilarang, bertujuan untuk kemaslahatan dan keadilan.
Sedangkan tentang kepemilikan, dalam Islam mengenal dualisme
kepemilikan, yakni kepemilikan Allah SWT dan kepemilikan manusia.
Pada hakikatnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah milik
Allah SWT yang dititipkan kepada manusia dengan tujuan untuk menjaga,
mengurus dan mengelolanya. Untuk mencapai tujuan itu manusia diberi
hak untuk memiliki titipan tersebut. Karena kepemilikan sesungguhnya
ada di Allah SWT, maka manusia tidak boleh semena-mena apa lagi
merusak titipan yang ia terima, tetapi sebaliknya harus menjaganya dan
mengelolanya untuk kemaslahan manusia dalam rangka beribadah kepada-
Nya.
Dalam hal kemaslahatan individu dan bersama, Ekonomi Islam
pun melindungi keduanya. Keduanya tidak boleh saling merugikan. Untuk
kemaslahatan individu jangan mengorbankan kemaslahatan bersama dan
sebaliknya. Dua-duanya harus saling menguntungkan. Sehingga
kemaslahatan secara pribadi dan kemaslahan secara umum tercapai. Bila
keadaan ini tercapai maka kedamaian kehidupan manusia akan terwujud.

(iii) Analisa dapat dilakukan dengan cara:

- Melakukan kajian teoritis dan penelitian empiris bagi pengembangan


ilmu politik dan ekonomi islam dan penerapannya di lapangan.
- Mempraktekan semua jenis teori dan konsep politik dan ekonomi
islam dalam berbagai lembaga atau pranata politik dan keuangan
syariah.
- Mempertimbangkan islam sebagai ajaran yang universal memberikan
pedoman tentang kegiatan politik ekonomi berupa prinsip – prinsip
dan asas – asas syari’ah.
-

2. Jabarkan apa yang dimaksud dengan Politik Ekonomi Kapitalis beserta


sejarah perkembangannya? Sejauh mana politik ekonomi Indonesia
mengakomodir politik ekonomi kapitalis? Apa implikasinya lebih jauh
terhadap politik ekonomi Indonesia?

(i) Ekonomi politik kapitalis hadir sebagai kritik terhadap


merkantilisme yang mengedepankan control politik dan pengaturan
permasalahan ekonomi oleh negara. Maka yang diinginkan oleh aliran ini
adalah hilangnya peran negara dalam pasar, dengan kepepercayaan bahwa
pasar akan teratur dengan sendirinya. 3 unsur inti yang dicangankan
adalah; kebebasan, hak-hak individu, dan pasar bebas. Menurut pandangan
ini politik harus tunduk dengan ekonomi dan diminimalisir agar tak
menimbulkan distorsi dlm proses ekonomi, yang artinya kebijakan
pemerintah negara harus mempertimbangkan dan tunduk pada kekuatan-
kekuatan pasar.
Dalam politik ekonomi internasional mereka menggunakan
lembaga PBB, Bank Dunia,IMF, dan GATT untuk memelihara norma-
norma ekonomi kapitalis. dan setelah mengalami turbulensi pada great
depression 1930 aliran ini bangkit denga neo-liberalism yang memasukan
konsep baru yaitu interdependensi dan rezim&institusi internasional.
Dimana dalam hal interdependensi mereka meyakini bahwa
ketergantungan antar negara diyakini mampu memaksa negara-negara
mengenai kebutuhan akan stabilitas dan hubungan damai, serta mungkin
menarik mereka dalam sebuah kerja sama yang terlembagakan sehingga
stabilitas bisa lebih bertahan lama, dan dalam konsep rezim dan institusi
internasional, terdapat unsure multirateralisme yang mengakui hak semua
orang berpartisipasi dalam negosiasi dan pengaturan norma internasional,
terlepas dari status atau power yang mereka miliki. Hal tersebut telah
diwujudkan dalam institusi internasional seperti WTO yang menerapkan
sistem one nation,one vote.

(ii) Untuk memahami apakah sebuah negara itu bercorak


kapitalisme ataukah sebaliknya yaitu sosialisme, maka indikator yang
paling mudah untuk digunakan adalah dengan melihat seberapa besar
pihak-pihak yang menguasai sektor ekonominya. Jika sektor-sektor
ekonomi lebih banyak dikuasai oleh swasta, maka negara tersebut
cenderung bercorak kapitalisme dan sebaliknya, jika ekonomi lebih
banyak dikendalikan oleh negara, maka lebih bercorak sosialisme.
Dengan menggunakan tolok ukur diatas, kita dapat menelusuri sejauh
mana cengkeraman kapitalisme telah menjalar ke Indonesia.
Sesungguhnya jejak kapitalisme di Indonesia dapat ditelusuri ketika
Indonesia mulai memasuki era pemerintahan Orde Baru. Pemerintahan
Orde Baru dimulai sejak Bulan Maret 1966. Orientasi pemerintahan Orba
sangat bertolak belakang dengan era sebelumnya. Kebijakan Orba lebih
berpihak kepada Barat dan menjauhi ideologi sosialis. Dengan
membaiknya politik Indonesia dengan negara-negara Barat, maka arus
modal asing mulai masuk ke Indonesia, khususnya PMA (Penanaman
Modal Asing) dan hutang luar negeri mulai meningkat. Menjelang
awal tahun 1970-an atas kerja sama dengan Bank Dunia, Dana Moneter
Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk suatu
konsorsium Inter-Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri
atas sejumlah negara industri maju termasuk Jepang untuk membiayai
pembangunan di Indonesia. Saat itulah Indonesia dianggap telah
menggeser sistem ekonominya dari sosialisme lebih ke arah
semikapitalisme (Tambunan, 1998).
Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an sistem
ekonomi di Indonesia terus mengalami pergeseran. Menilik kebijakan
yang banyak ditempuh pemerintah, kita dapat menilai bahwa ada sebuah
mainstream sistem ekonomi telah dipilih atau telah ‘dipaksakan’
kepada negara kita. Isu-isu ekonomi politik banyak dibawa ke arah
libelarisasi ekonomi, baik libelarisasi sektor keuangan, sektor industri
maupun sektor perdagangan. Sektor swasta diharapkan berperan lebih
besar karena pemerintah dianggap telah gagal dalam mengalokasikan
sumberdaya ekonomi untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan
ekonomi, baik yang berasal dari eksploitasi sumberdaya alam maupun
hutang luar negeri. Pakto ’88 dapat dianggap sebagai titik tonggak
kebijakan libelarisasi ekonomi di Indonesia. Menjamurnya industri
perbankan di Indonesia, yang selanjutnya diikuti dengan terjadinya
transaksi hutang luar negeri perusahaan-perusahaan swasta yang sangat
pesat, mewarnai percaturan ekonomi Indonesia saat itu. Masa
pembangunan ekonomi Orde Baru-pun akhirnya berakhir. Puncak dari
kegagalan dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya
krisis moneter, yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi
perekonomian Indonesia. Pasca krisis moneter, memasuki era
reformasi, ternyata kebijakan perekonomian Indonesia tidak bergeser
sedikitpun dari pola sebelumnya. Bahkan semakin liberal. Dengan
mengikuti garis-garis yang telah ditentukan oleh IMF, Indonesia
benar-benar telah menuju libelarisasi ekonomi.
Kebijakan-kebijakan politik ekonomi yang diterapkan di Indonesia:
1. Dihapuskannya berbagai subsidi dari pemerintah secara bertahap.
Berarti, harga dari barang-barang strategis yang selama ini
penentuannya ditetapkan oleh pemerintah, selanjutnya secara berangsur
diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.
2. Nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate). Sesuai
dengan kesepakatan dalam LoI dengan pihak IMF, penentuan nilai kurs
rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap (fix rate). Dengan kata
lain, besarnya nilai kurs rupiah harus dikembalikan pada mekanisme
pasar.
3. Privatisasi BUMN. Salah satu ciri ekonomi yang liberal adalah
semakin kecilnya peran pemerintah dalam bidang ekonomi, termasuk
didalamnya adalah kepemilikan asset-asset produksi. Dengan dijualnya
BUMN kepada pihak swasta, baik swasta nasional maupun asing,
berarti perekonomian Indonesia semakin liberal.
4. Peran serta pemerintah Indonesia dalam kancah WTO dan
perjanjian GATT. Dengan masuknya Indonesia dalam tata perdagangan
dunia tersebut, semakin memperjelas komitmen Indonesia untuk masuk
kubangan libelarisasi ekonomi dunia atau kapitalisme global.

(iii) Implikasi dari ekonomi kapitalis terhadap perekonomian Indonesia


yang pertama adalah pada masa orde baru yang menyebabkan kepada
depresiasi perekonomian Indonesia hal itu disebabkan oleh kebijakan pma,
liberaliasi perbankan, liberalisasi pasar, nilai kurs bebas, politik yang tidak
stabil,perjanjian IMF, dan lainnya. Dimana dalam kebijakan pma membuat
banyak perusahaan asing yang akhirnya masuk dan mematenkan dirinya di
Indonesia dan berimbas sampai hari ini, yang dapat kita lihat dari
bercokolnya Freeport sampai hari ini dan hampir tidak terdistribusinya
hasil dari adanya Freeport (keuntungan) kepada warga papua. Lalu dalam
liberalisasi perbankan seperti tidak adanya pengawasan terhadap
perbankan (membuat banyak bank mengandalkan hutang luar negri
bertenor pendek dan banyak penyaluran kredit bank swasta yang
terkonsentrasi kepada debitur dalam satu grup (insider lending/kroni),tidak
ada sistem hedging dalam hutang dan dipermudahnya pembentukan
perbankan (modal hanya 1 milliar rupiah), membuat mata uang Garuda
mulai merosot sejak Mei 1997 hingga menembus level Rp 4.650 per dollar
AS di akhir 1997 Padahal yang sebelumnya di kisaran Rp 2.300 per dollar
AS pada akhir 2016 serta jumlah kredit macet di perbankan nasional
mencapai Rp 10,2 triliun per April 1997 yang naik sebesar 7,7%
dibandingkan akhir tahun 1996. Akibatnya, saat kurs rupiah jeblok, utang
valas perbankan membengkak. Di saat yang sama, debitur yang terpapar
krisis kesulitan membayar kewajiban valasnya kepada perbankan. Dus,
bank mengalami kesulitan likuiditas (mismatch) yang sangat besar dan
sulit melunasi utang valas bertenor pendek. Dan pada akhirnya berimbas
pada masyarakat yang mulai mengamankan simpanannya, terus menarik
dananya dari bank yang kesulitan likuiditas,dan menggantinya ke mata
uang dollar.
Dalam sektor liberalisasi pasar dan mata uang yang menggambang,
Indonesia terkena imbasnya ketika goergo soros yang banyak
menanamkan modalnya di Indonesia menariknya menyebabkan keuangan
kita seketika collapse pula pada akhirnya tak berkembangnya industry
industry kita hingga hari ini, politik tidak stabil pun memberi imbas pada
perekonomian khususnya sector permodalan yang dikala itu membuat
banyak dari para penanam modal menarik modalnya keluar dari Indonesia,
dan terakhirn kebijakan-kebijakan imf yang banyak sudah dipaparkan
disini dan berkesinambungan dengan hal-hal diatas, seperti dalam
liberalisasi pasardan perbankan. Selain itu kebijakan imf yang merugikan
adalah tidak dibolehkannya kita melanjutkan pembuatan pesawat dan juga
privatisai bumn, membuat kita hingga hari ini masih ketergantungan
dengan pihak asing.
Selain imbas-imbas ekonomi politik kapitalis yang terjadi dimasa
orde baru, era reformasi hingga hari ini juga terkena imbas dari
terpaparnya ekonomi politik kapitalis yang merupakan turunan dari masa
orde baru dengan “sub-bab” yang berbeda seperti, perjanjian WTO dan
FTA, dimana FTA membuat banyak perkerja kasar dari tiongkok yang
masuk yang sebenarnya tidak diperbolehkan oleh undang-undang tenaga
kerja kita dan WTO yang membuat kita harus mengimpor bahan-bahan
pokok yang sebenarnya tidak perlu kita impor seperti beras sebanyak
7000ton yang menjadi salah satu faktor mengapa nilai tukar rupiah kita
tidak stabil dan turun.

3. Jabarkan apa yang dimaksud dengan Politik Ekonomi Sosialis beserta


sejarah perkembangannya? Sejauh mana politik ekonomi Indonesia
mengakomodir politik ekonomi sosialis? Apa implikasinya lebih jauh
terhadap politik ekonomi Indonesia?

(i) Ekonomi politik sosialis muncul sebagai kritik atas aliran


kapitalisme, aliran ini bertumpu pada teori marx yang berangapan bahwa
kekuatan ekonomi yang mendasari tatanan politik tertentu, lembaga-
lembaga, dan kebudayaan. Dan menurut marx kekuatan dari ekonomi
adalah modal (alat-alat produksi) dan kekuasaan dan kelas-kelas dalam
masyarakat (negara) terbentuk dari hal itu.dan dari padangan bahwa
adanya 2 kelas yaitu borjuis dan ploretar yang terbelenggu dalam konflik
menguasai alat-alat produksi yang menciptakan perjuangan kelas,
membuat premis bahwasanya negara tidak memainkan peran otonom
dalam politik, tetapi semata-mata merepresentasikan kelas-kelas dominan
dalam masyarakat (negara).Dan basis analisis aliran ini adalah pada kelas
(class). Juga pandangan aliran ini adalah zero sum game dalam interaksi
konflik kelas maupun negara (berkembang dan maju). Singkatnya aliran
ini menggangap secara fundamental bahwasanya struktur ekonomi sangat
mempengaruhi distribusi kekayaan dan kekuasaan .
Dalam teorinya terdapat beberapa perkembangan. Pertama adalah
pandangan marx yang lebih memusatkan pada bias dalam struktur
produksi kapitalisme yang menyebabkan eksploitasi kaum borjuis
terhadap ploretar.Kedua adalah pandangan lenin yang lebih kepada
struktur keuangan internasional yang menciptakan imperialism. Lalu ada
pemikiran strukturalisme lainnya yang menaruh perhatian kepada
keamanan dan struktur pengetahuan (perkembangan teknologi) sebagai
penyebab terjadinya hubungan eksploitatif. Ketiga ada pemikiran neo-
marxis yang didasari atas pemikiran Immanuel Wallerstein dan Robert
Cox, dalam pemikiran Wallerstein ada 3 unsur yang sedikit membedakan
ia dengan marx yaitu; pertama mengenai peran negara dalam menjaga tata
kapitalis global, kedua mengenai potensi perubahandalam perekonomian
pusat maupun pinggitan dengan konsep “semi-periphery”, dan terakhir
mengenai hubungan antar sesama kekuatan kapitalis yang bukan kofliktual
seperti pandangan marx melainkan kooperatif karena munculnya
transnasionalisme dan kosmopolitanisme dan menurutnya yang tetap akan
berkonflik hanyalah kaum borjuis dan ploretar maupun kapitalis dan
buruh. Dan terakhir adalah pandangan Cox tentang negara hegemoni yang
tata sistemnya bukan hanya bertumpu pada kekuatan ekonomi (kapitalis)
dan politik (negara), namun juga mencakup unsur-unsur kunci masyarakat
sipil.

(ii) Dalam penerapannya Ekonomi Sosial pernah bercokol di tatanan


negara Indonesia walau hanya sebentar, hal itu dibuktikan dalam era
pemerintahan soekarno dan hatta yang membuat dasar negara semi-sosialis
dengan instrument undang-undangan dasar maupun ideology yang dianut.
dalam ranah ideologis pemerintahan seokarno mencetuskan Nasakom
(nasionalisme, agama, komunis) sebagai konsep di era demokrasi
terpimpinnya. Selain itu beliau pun membuat suatu ideology yang
diamakannya marhaenisme yang menjadi turunan dari aliran sosialis
dimana ideology ini menentang penindasan manusia atas manusia lainnya
dan bangsa atas bangsa lainnya, marhaenisme berangapan bahwa rakyat
harus memegang alat-alat produksi untuk mandiri secara ekonomi dan
hanya memproduksi yang dibutuhkan terlebih dahulu barulah berinovasi
untuk yang lainnya agar sumber daya alam terkelola secara efisien dan
mencegahnya pola-pola konsumtif, hal ini sejalan dengan cita-cita marx
yang menggangap para ploretar harus mendapatkan alat-alat produksi dan
mengenali apa yangia produksi. Dan terakhir ideologis pancasila juga
mebuat sumbangsih bagi berdirinya ekonomi sosialis yang tertera dalam
pasal-pasalnya seperti pasal 2 dan 5, walau pancasila adalah “the third
way” yang di inisiasikan oleh soekarno.
Lalu turunannya yaitu pembukaan UUD maupun UUD yang
akhirnya menciptakan penerapan ekonomi sosialis di Indonesia, Dari 3
ayat yang diusung dalam pasal 33 UUD 1945 yaitu: 1) Perekonomian
disususun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2)
Cabang-cabang produksi yang paling penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, membuat
sebuah penerapan ekonomi sosialis seperti adanya Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang mengelola sumber daya alam yang vital bagi hajat
hidup orang banyak untuk dipergunakan oleh rakyat agar tercipta
kemakmuran rakyat, dan dalam pendirian BUMN maupun industry
sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat . Selain daripada BUMN,
pemerintahan di era soekarno mengimplementasikan ekonomi sosialis
melalui pengusiran Freeport Macmoren sebagai bentuk neo-imperialisme
dimana mereka meminta masuk ke Indonesia tanpa mau mengikuti syarat
dari presiden soekarno untuk membagikan keuntungannya sebesar 60%
bagi Indonesia, hal tersebut dilakukan karena menurut beliau anak –anak
bangsalah yang akan mengelola sumber daya alam itu nantinya untuk
prosesi kemandirian ekonomi yang ia dambakan. Lalu dalam lingkup
perusahaan pemerintah menerapkan pembatasan pada perusahaan swasta
asing dan juga pengembangan dalam pihak swasta nasional dengan pola
pemberian kelipatan kurs dollar jika pihak swasta nasional melakukan
ekspor-impor untuk kebutuhan peningkatan produksi kebutuhan umum.
Dan terakhir adalah pembentukan koperasi sebagai unit usaha rakyat yang
menjadi bentuk dari perlawanan pasar bebas dan kapitalisme dan
dimunculkan untuk memperbaiki ekonomi rakyat.
(iii) Pada akhirnya terdapat implikasi dari penerapan ekonomi sosialis
pada zaman orde lama yaitu; Sekitar 400 perusahaan yang dikelola oleh
Pusat Perkebunan Negara (PPN), 100 perusahaan perdagangan,
perusahaan yang memproduksi dan memperdagangakan 13 barang vital
untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor melalui Badan Urusan Dagang.
Negara juga mengusai 160 perusahaan industri ringan yang dikelola oleh
Badan Penyelenggara Perusahaan-Perusahaan Industri dan Tambang dan
Listrik. Besarnya penghasilan dari semua bidang yang dikuasai negara ini
pertahun ditaksir sekitar Rp 50 milyar. Sayangnya, proyek nasionalisasi ini
kemudian lebih dinikmati oleh pihak birokrat dan militer sebagai penguasa
darurat di masa Demokrasi Terpimpin. Banyak dari perusahan negara ini
dikelola dengan buruk dan cenderung digunakan untuk kepentingan
politik. Selain itu ada juga kegagalan dalam prosesi pemberian insentive
usaha pada pihak swasta nasional yang malah mengembangkan ekonomi
rente( pengusaha pribumi menjual konsesi yang didapat dari negara
kepada pihak lain).

4. Jabarkan apa yang dimaksud dengan Politik Ekonomi Islam beserta


sejarah perkembangannya? Sejauh mana politik ekonomi Indonesia
mengakomodir politik ekonomi Islam? Apa implikasinya lebih jauh terhadap
politik ekonomi Indonesia?

(i) Sebagaimana telah disebutkan bahwa politik ekonomi Islam adalah


pengaturan, kebijakan atau strategi ekonomi berdasarkan hukum Islam
(syariah) yang digunakan untuk memecahkan mekanisme pengaturan
urusan manusia. Adapun politik ekonomi Islam menurut an-Nabhani
adalah jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (basic
needs) tiap orang dengan pemenuhan secara menyeluruh, berikut
kemungkinan tiap orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan skunder
dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagai orang yang
hidup dalam sebuah masyarakat (society) yang memiliki (life style)
tertentu. Islam memandang tiap orang secara pribadi, bukan secara kolektif
sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah negara.
Pertama kali, Islam memandang tiap orang sebagai manusia yang
harus dipenuhi semua kebutuhan primer (basic needs)-nya dengan
pemenuhan secara menyeluruh. Baru, berikutnya, Islam memandangnya
dengan kapasitas pribadinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
skunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kemampuannya. Kemudian
pada saat yang sama, Islam memandangnya sebagai orang yang terikat
dengan sesamanya dalam interaksi tertentu, yang dilaksanakan dengan
mekanisme tertentu, sesuai dengan (life style) tertentu pula.
Pemikiran tentang politik ekonomi islam secara satu kesatuan baru
muncul pada abad 20 yang dikepalai oleh Salah satu pemikir Muslim yaitu
Muhammad Baqr al-Sadr. Al-Sadr adalah seorang pemikir Muslim yang
progresif. Beliau adalah tokoh yang mengimpikan tegaknya sebuah Sistem
Politik Islam yang akan menggantikan sistem-sistem yang ada di Dunia
Muslim yang dianggap korup. Di antara buku-buku Sadr yang cukup
dikenal di dunia Barat adalah buku yang berjudul Falsafatuna (Our
Philosophy) dan Iqtisaduna (Our Economy).
Sewaktu penulis studi S2 di New York University, Amerika
Serikat, sempat mempelajari pemikiran ekonomi politik al-Sadr. Al-Sadr
menganjurkan penegakan tatanan sosial ekonomi baru yang relevan bagi
dunia Muslim untuk menggantikan tatanan kapitalis dan sosialis sebagai
sistem-sistem dominan di Dunia Muslim. Sadr percaya bahwa Sistem
Ekonomi Islam (SEI) adalah lebih ‘capable’ dalam memecahkan
kontradiksi dalam sistem kapitalis dan dengan demikian lebih dapat
memenuhi kebutuhan manusia, dan yang lebih penting lagi, SEI akan
mempunyai kapasitas untuk maju dan membangun sesuai dengan potensi
manusia.
Pemikir lain yang juga banyak membahas tentang Ekonomi Politik
Islam adalah Masudul Alam Choudhury, pemikir Muslim yang cukup
dikenal dengan literatur epistemologi dan ekonomi politik Islam. Seperti
halnya Sadr, Choudhury juga menggunakan pendekatan epistemologi dari
kajian Ekonomi Politik Islam-nya, yakni bahwa setiap ilmu yang
terbangun adalah berdasarkan landasan keyakinan dan ideologis dari
manusia. Dalam hal ini, al-Qur’an dan Sunnah adalah dasar dari setiap
pengembangan Ilmu dalam tradisi Islam. Proses penyatuan antara
keyakinan dan ilmu ini sebenarnya telah berjalan ratusan tahun dalam
sejarah Islam.
Choudhry melihat bahwa aplikasi pradigma Tauhid dalam
Ekonomi Politik akan menampilkan pemikiran alternatif dari model
ekonomi politik konvensional sekarang ini. Beberapa hal yang dibahas
Choudhry dalam kaitan aplikasi paradigma Tauhid dalam Ekonomi Politik
adalah mengenai hak-hak kepemilikan, kerja dan produktivitas, teori nilai,
alokasi sumber daya, harga, formasi preferensi (preference formation).

(ii) Dalam konteks Indonesia, politik ekonomi Islam pemerintah RI


diejawantahkan dalam bentuk “intervensi” pemerintah dalam berbagai
bentuknya (termasuk meregulasi, masuk ke industri, menginisiasi suatu
gerakan, dan lain-lain). Intervensi ini bermakna positif karena bukan
kooptasi terhadap ekonomi Islam tetapi justru mendorong perkembangan
ekonomi Islam. Secara politik ekonomi Islam, ada beberapa rasional yang
mengharuskan pemerintah RI melakukan intervensi terhadap
pengembangan ekonomi Islam, yaitu: (1) Industri keuangan syariah
memiliki dampak yang positif bagi stabilitas perekonomian makro
Indonesia, (2) Industri keuangan syariah memiliki ketahanan/ resistensi
yang cukup tinggi terhadap goncangan krisis keuangan, (3) Diperlukannya
peran aktif pemerintah sebagai regulator dan supervisor sehingga tercipta
efisiensi, transparansi dan berkeadilan, (4) Ekonomi Islam dapat berperan
sebagai penyelamat bila terjadi ketidakpastian usaha/perekonomian (5)
Dalam teori maupun realitasnya, industri keuangan syariah membutuhkan
infrastruktur yang mendukung perkembangannya (Siamat, 2009). Dalam
koridor itulah, politik ekonomi Islam pemerintah RI pada era reformasi
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Diundangkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara
2. Diundangkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
3. Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syariah
4. Diundangkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
5. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
6. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Zakat
7. Diundangkannya UU No. 3 Tahun 2006.
8. KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah)

(iii) Implikasi dari penerapan politik ekonomi islam di Indonesia yaitu


pendirian bank yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariah bermula pada
tahun 1991 dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada saat
bersamaan, pada tahun 1992-an mulai didirikan lembaga keuangan
Syariah mikro yaitu Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS, kini
singkatannya menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) dan Baitul Mal
Wattamwil (BMT).Pada saat ini, jumlah BMT di Indonesia mencapai
4000an buah.
Mulai tahun 1999, didirikan berbagai Unit Usaha Syariah (UUS)
di bank konvensional seperti Bank IFI cabang usaha Syariah (1999), Bank
Jabar cabang usaha Syariah (2000), Bank BNI 46 Syariah (2000), dan lain-
lain. Hingga Januari 2011, telah menjadi 11 BUS, 23 UUS, 151 BPRS
dengan aset mencapai 95 Trilyun plus 745 M.
Perkembangan praktik politik ekonomi Islam juga berimplikasi
bidang asuransi Syariah di Indonesia dimulai sejak tahun 1994 yang
ditandai dengan pendirian PT Asuransi Takaful Indonesia. Akhir 2007
terdapat 37 perusahaan asuransi syariah, 3 reasuransi syariah, broker
asuransi dan reasuransi Syariah. Menurut Biro Perasuransian Bapepam-LK
telah ada 45 lembaga asuransi syariah yang terdiri dari 42 perusahaan
asuransi syariah dan 3 perusahaan re-asuransi syariah. Perkembangan yang
menggembirakan juga terjadi di pasar modal. Berdasarkan Keputusan
Nomor: Kep-523/BL/2010 tentang daftar efek Syariah, telah ditetapkan
nama-nama efek yang sesuai dengan Syariah berjumlah 209 yang terdiri
dari SBSN, saham, obligasi Syariah, dan reksadana Syariah.
Di samping itu, dalam sektor keuangan publik Islam juga telah
berdiri lembaga-lembaga yang bonafid dan dibentuk pemerintah seperti
BWI (Badan Wakaf Indonesia) dan BAZNAS (Badan Amil Zakat
nasional) dan derivasinya sebagai pengejawantahan regulasi yang
diundangkan pemerintah. Dalam bidang akademis, beberapa universitas
terkemuka di Indonesia juga giat mengembangkan kajian akademis
tentang ekonomi syariah.

6. Jabarkan sejarah perkembangan politik ekonomi Indonesia dari sejak


masa colonial, Orde Lama, Orde Baru, hingga reformasi! Apa yang salah
dalam politik ekonomi Indonesia sehingga Indonesia yang telah merdeka 73
tahun masih saja belum mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh
warganya sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945, bahkan kesenjangan
ekonomi masih sangat tinggi? Strategi dan kebijakan ekonomi politik apa
yang Anda usulkan untuk memperbaiki kondisi ini?

(i) 1. Sistem Politik Ekonomi pada Masa Penjajahan Belanda.


Sistem ekonomi yang pernah diterapkan selama penjajahan Belanda
dibagi dalam tiga episode :
 Tahun 1600-1800 : Sistem Merkantilisme ala VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie) — Penekanannya pada
peningkatan ekspor dan pembatasan impor
 Tahun 1830-1870 : Sistem Monopoli negara ala sistem tanam
paksa
 Tahun 1870-1945 : Sistem Kapitalis Liberal
Sistem-sistem kolonial ini disatu sisi meninggalkan kemelaratan bagi
rakyat Indonesia, namun disisi lain melahirkan budaya cocok tanam,
sistem uang dan budaya industri. Bahkan sebenarnya, pemerintah Hindia
Belanda telah menjadikan Indonesia ( disebut Bumi Nusantara ) menjadi
salah satu kekuatan ekonomi di Asia. Pada masa itu Indonesia merupakan
pengekspor terbesar sejumlah komoditas primer khususnya gula, kopi,
tembakau, the, kina, karet dan minyak kelapa sawit.

2. Sistem Politik Ekonomi pada Masa Orde Lama.

Soekarno sebagai Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia


sangat membenci dasar-dasar pemikiran Barat, termasuk sistem ekonomi
liberal/kapitalisme karena dianggap menyengsarakan rakyat Indonesia.
Menurut Soekarno, Indonesia harus menerapkan pemikiran dari
“Marhaenisme”, yang menjadi turunan dari aliran sosialis dimana ideology
ini menentang penindasan manusia atas manusia lainnya dan bangsa atas
bangsa lainnya, marhaenisme berangapan bahwa rakyat harus memegang
alat-alat produksi untuk mandiri secara ekonomi dan hanya memproduksi
yang dibutuhkan terlebih dahulu barulah berinovasi untuk yang lainnya
agar sumber daya alam terkelola secara efisien dan mencegahnya pola-
pola konsumtif, hal ini sejalan dengan cita-cita marx yang menggangap
para ploretar harus mendapatkan alat-alat produksi dan mengenali apa
yang ia produksi.
Namun dalam prakteknya, Soekarno lebih banyak menerapkan
sistem ekonomi komando. Dengan sistem ini, semua rencana dan
keputusan yang menyangkut pembangunan ekonomi, termasuk pemilihan
industri yang akan dibangun, ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah
pusat.
Selama periode orde lama tersebut ( 1945 – 1966 ), perekonomian
Indonesia tidak berjalan mulus, bahkan sangat buruk yang juga disebabkan
oleh ketidakstabilan politik didalam negeri yang dicerminkan antara lain
oleh terjadinya beberapa pemberontakan disejumlah daerah. Puncak
kehancuran ekonomi Indonesia terjadi pada tahun 1966 menjelang akhir
periode lama, yaitu terjadinya Hiperinflasi yang mencapai 650%

3. Sistem politik ekonomi pada Masa Orde Baru dan Reformasi


Kebijakan Orba lebih berpihak kepada Barat dan menjauhi
ideologi sosialis. Dengan membaiknya politik Indonesia dengan negara-
negara Barat, maka arus modal asing mulai masuk ke Indonesia,
khususnya PMA (Penanaman Modal Asing) dan hutang luar negeri
mulai meningkat. Menjelang awal tahun 1970-an atas kerja sama dengan
Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan
Asia (ADB) dibentuk suatu konsorsium Inter-Government Group on
Indonesia (IGGI) yang terdiri atas sejumlah negara industri maju
termasuk Jepang untuk membiayai pembangunan di Indonesia. Saat
itulah Indonesia dianggap telah menggeser sistem ekonominya dari
sosialisme lebih ke arah semikapitalisme (Tambunan, 1998).
Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an sistem
ekonomi di Indonesia terus mengalami pergeseran. Isu-isu ekonomi
politik banyak dibawa ke arah libelarisasi ekonomi, baik libelarisasi
sektor keuangan, sektor industri maupun sektor perdagangan. Sektor
swasta diharapkan berperan lebih besar karena pemerintah dianggap telah
gagal dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi untuk menjaga
kesinambungan pertumbuhan ekonomi, baik yang berasal dari
eksploitasi sumberdaya alam maupun hutang luar negeri. Masa
pembangunan ekonomi Orde Baru-pun akhirnya berakhir. Puncak dari
kegagalan dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya
krisis moneter, yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi
perekonomian Indonesia. Pasca krisis moneter, memasuki era
reformasi, ternyata kebijakan perekonomian Indonesia tidak bergeser
sedikitpun dari pola sebelumnya. Bahkan semakin liberal. Dengan
mengikuti garis-garis yang telah ditentukan oleh IMF, Indonesia
benar-benar telah menuju libelarisasi ekonomi.

(ii) Akibat dari Politik ekonomi kapitalis pada masa orde baru,
menyisakan banyak kerugian yang masih harus ditanggung bangsa
Indonesia hingga saat ini. Hal ini yakni kebijakan pma, liberaliasi
perbankan, liberalisasi pasar, nilai kurs bebas, politik yang tidak
stabil,perjanjian IMF , dan lainnya. Dimana dalam kebijakan pma
membuat banyak perusahaan asing yang akhirnya masuk dan mematenkan
dirinya di Indonesia dan berimbas sampai hari ini. Sektor energi, yang
perannya sangat vital bagi ekonomi nasional, telah jatuh ke pangkuan
kapital asing: sekitar 85-90% ladang minyak kita dikuasai perusahaan
asing, 90% produksi gas kita dikuasai oleh 6 perusahaan asing, dan sekitar
70% produksi batubara kita dikuasai asing. Tak hanya itu, modal asing
juga menguasai sektor-sektor strategis yang lain
Kedua, politik perekonomian Indonesia, yakni pasal 33 UUD 1945,
telah takluk dihadapan dikte lembaga keuangan dan perdagangan
internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO. Hampir semua
kebijakan ekonomi Indonesia didikte oleh lembaga-lembaga asing
tersebut. Intervensi WTO juga sangat kuat. WTO sudah punya instrumen
lengkap untuk mengintervensi berbagai kebijakan ekonomi di negara-
negara dunia ketiga, seperti pertanian (AOA), liberalisasi jasa (GATS).
Ketiga, pasar di dalam negeri makin dikuasai asing. Barang-barang impor
mulai menguasai pasar kita: 92% produk teknologi yang kita pakai buatan
asing, 80% pasar farmasi dikuasai asing, 80% pasar tekstil dikuasai produk
asing.
Semua kebijakan tersebut juga mengakibatkan kesenjangan sosial,
perekonomian tumbuh tidak merata. Menguntungkan bagi kalangan atas
dan semakin terjeratnya kalangan ekonomi bawah. Pertumbuhan ekonomi
tentu lebih pada kalangan menengah ke atas, dan selama masyarakat
kalangan menengah ke atas tumbuhnya lebih cepat dari bawah, mustahil
akan mencapai kesejahteraan bagi keseluruhan.

(iii) Strategi politik ekonomi yang dapat dilakukan:


1. Norma hukum itu harus selaras dengan landasan filosofi bangsa
Indonesia yang terkandung dalam pembukaan Undang – undang Dasar
1945. Jika para penyusun dan pembuat Undang – undang dengan berbagai
turunannya, termasuk peraturan pemerintah, peraturan menteri melalui ini,
dan bahkan sebaliknya melahirkan UU yang berbasis liberalisme –
kapitalisme maka jelas dan terang telah terjadi penyimpangan terhadap
mandat kontitusi.
2. Sumber daya alam (SDA) yang masih berlimpah beserta pasar domestic
yang besar harus secara cermat kita gunakan untuk mengakumulasi
surplus ekonomi nasional guna menyejahterakan rakyat, meningkatkan
kualitas SDM, agar ketika SDA habis, kita sudah mampu bertumpu pada
kegiatan ekonomi berbasis iptek bernilai tambah besar. Untuk
memaksimalkan pemanfaatan pasar domestik bagi dunia usaha nasional,
selain pembinaan, perluasan kesempatan berusaha, kita perlu merevisi
instrument hukum terkait antara lain UU Penanaman Modal, UU
Sumberdaya Alam, UU Pertambangan, UU Perbankan, UU Perpajakan
serta pratek penyelenggaraan Negara disemua tingkatan.
3. Merujuk pada konstruksi kebijakan yang mengatur secara teknis sektor
– sektor perekonomian serta keterkaitannya dalam sebuah totalitas
kebijakan pemerintah. Tampak sekali kebijakan industri kita makin tak
terarah, daya saing yang terus menurun, dukungan infrastruktur dan
birokrasi yang tidak memadai, tidak adanya energi dan sebagainya.
Ekonomi kita telah bergerak dengan liar mengikuti kesempatan progmatis
jangka pendek.
4. Reformasi Birokrasi. Pada dasarnya kita belum serius melakukan
penataan dalam sebuah baik. Pada tahapan implementasi, meskipun
pemerintah telah merumuskan Rencana Pembangunana Jangka Menengah
(RPJM) Nasional, tetap saja terjadi tumpang tindih kebijakan dan langkah
– langkah parsial ditiap –tiap kementerian. Sebuah hal yang menjadi
lumrah dalam pengelolaan pembangunan industri, tumpang tindih dengan
kebijakan perdagangan, energi, perpajakan dan bidang lainnya. Inilah
wujud nyata pembangunan yang berjalan tanpa landasan peradigma yang
tegas. Hal ini perlu reformasi birokrasi di tiap – tiap bidang pemerintahan.
5. Arah baru politik ekonomi haruslah antiteris dari pola kebijakan selama
ini yang dengan mudah menghapus begitu bawah sektor dan daftar
negative investasi asing lokal, memberi peluang amat besar bagi
pengusasaan asing pada kegiatan ekonomi nasional, mengobral asset
ekonomi amat prospektif dengan harga murah, serta membiarkan berbagai
kebijakan ekonomi ikut diatur konsultan asing yang ditempatkan
diberbagai instansi pemerintah. Jadi tidak ada pilihan lain kecuali
melakukan koreksi total terhadap arah kebijakan ekonomi dan kembali
menjadikan UUD 1945 sebagai referensi.

Anda mungkin juga menyukai