Anda di halaman 1dari 16

PEMUTUSAN HUBUNGAN

KERJA ( PHK)

SHENDY ELVIERA PRATAMI


434334022015255
 1. MENGAPA TERJADI PHK : SEBUAH KONDISI
Pekerja atau buruh adalah seseorang yang bekerja kepada orang
lain dengan mendapatkan upah. Pengertian yang terdapat di dalam
undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pekerja
atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja adalah perseorangan,
pengusaha, dan badan hukum .aartinya antara buruh dengan majikan
terdapat hubungan kerja sebab antara satu denagn lainnya saling
mengikat diri untuk memenuhi berbagai hak dan kewajiban.
Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha
dengan pekerja/buruh (karyawan) berdasarkan perjanjian kerja.
Dengan demikian, hubungan kerja tersebut merupakan sesuatu yang
abstrak, sedangkan perjanjian kerjs adalah sesuatu yang konkrit,
nysts.menurut undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga
Kerjaan , unsur-unsur hubungan kerja terdiri dari adanya pekerjaan ,
adanya perintah dan adanya upah ( Pasal 1 angka 15 UUK) sedangkan
hubungan bisnis adalah hubungan yang didasarkan pada hubungan
kemitraan atau hubungan keperdataan.
Peraturan hubungan kerja diatur dalam kitab undang-undang hukum
perdata dalam pasal 1601 a KUH Perdata disebutkan kualifikasi agar
suatu perjanjian dapat disbut perjanjian kerja, kualifikasi yang dimaksud
adalah adanya pekerjaan, dibawah perintah, waktu tertentu dan adanya
upah.
Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam pasal 1 ayat (14)
yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja. Hak
dan kewajiban para pihak. Di dalam perjanjian kerja ada 4 unsur yang
harus dipenuhi yaitu adanya unsur work atau pekerjaan , sevis atau
pelayanan, adanya unsur time atau waktu tertentu. Suatu hal tertentu
dan suatu sebab yang halal.
sementara itu perjanjian kerja adalah perjanjian kerja yang dibuat
antara pekerja atau buruh ( karyawan) dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak
( pasal 1 angka 14 UUK), perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan
( Pasal 51 ayat (1) UUK ), syarat sah nya perjanjian kerja mengacu pada
syarat sah perjanjian (perdata) pada umumnya yakni :
1. Adanya kesepakatan antara pihak ( tidak ada paksaan, penyesatan,
kekhilafan, dan penipuan )
2. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan
untuk (bertindak), melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak
dibawah perwalian/pengamouan)
3. Ada (obyek) pekerjaan yang di perjanjikan, dan
4. Causa pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ( pasal 52 ayat (1) UUK)

Pengertian kata sepakat adalah bahwa kedua subjek hukum


yang mengadakan perjanjian harus setuju mengenai hal-hal yang
pokok dari perjanjian yang diadakan. Perjanjian tersebut
dikehendaki secara timbal balik. Kemudian, kecakapan untuk
membuat suatu perikatan dalam hal ini berarti subyek hukum yang
membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya
stiap orang harus sudah dewasa atau aqil baliq dan sehat
pikirannya disebut cakap menurut hukum .
Di dalam pasal 1330 KUH perdata di jelaskan orang yang tak cakap
untuk membuat perjanjian adalah orang yang belum dewasa, mereka yang
berada dibawah pengampuan, dan orang perempuan dalam hal-hal yang
ditetapkan dan oleh semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian tertentu.
Suatu hal tertentu adalah sesuatu yang di perjanjikan. Barang yang
dmaksudkan dalam perjanjian, paling sedikit haru di tentukan jenisnya.
Barang tersebut harus sudah ada atau sudah berada di tangan si
berhutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-
undang
Sebab yang dimaksud dari suatu perjanjian adalah adalah isi
perjanjian itub sendiri. Sebagai bagian dari perjanjian pada umunya,
maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sah nya perjanjian
sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan secara
khusus yang mengatur tentang perjanjian kerja adalah dalam pasal 52
ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, yaitu
1. Kesepakatan Kedua Belah Pihak
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian kerja harus setuju atau sepakat, seia sekata mengenai hal-hal
yang di perjanjikan.
2. Kemampuan atau kecapan melakukan perbuatan hukum
Kemampuan dan kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian
maksudnya adalah pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat
perjanjian. Seseorang di pandang cakap membuat perjanjian jika yang
bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan
memberikan batasan minimal 18 tahun (Pasal 1 ayat 26) UU No, 13/2003.
selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang
tersebut tidak terganggu jiwa dan mentalnya .
3. Adanya pekerjaan yang di perjanjikan
Pekerjaan yang di perjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja
antara pekerja dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan
kewajiban para pihak . Pekerjaan yang di perjanjikantidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yg berlaku
4. Obyek perjanjian harus halal
Yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Ketertiban
umum dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang di perjanjikan merupakan
salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.

Pembedaan mengenai jenis perjanjian kerja yaitu berdasarkan


perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara
pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dengan
waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu. Pasal 57 ayat (1) UU
13/2003 mensyaratkan bentuk PWKT harus tertulis dan mempunyai 2
kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT yang
didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu ( Pasal 56 ayat (2)
UU 13/2003).
Berbeda dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) yaitu
perjanjian kerja antara dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja tetap. Masa berlakunya PKWTT berakhir sampai memasuki usia
pensiun, pekerja diputus hubungan kerjanya, pekerja meninggal dunia.
Bentuk PKWTT adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para pihak
untuk merumuskan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis.
Hanya saja berdasarkan pasal 63 ayat (1) di tetapkan bahwa apabila
PKWTT dibuat secara lisan ada kewajiban pengusaha untuk membuat
surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.

2. PERMASALAHAN YURIDIS DI DALAM HUBUNGAN KERJA DAN


PERJANJIAN KERJA .
Hubungan kerja pada masa sekarang ini secara umum disebut hubungan
kerja yang fleksibel, dalam arti hubungan kerja yang terjadi dewasa ini
tidak memberikan jaminan kepastian apakah seseorang dapat bekerja
secara terus menerus dan hal-hal lain yang berkaitan dengan haknya.
Fleksibilitas bisa menyangkut waktu melakukan pekerjaan yang tidak
selalu terikat pada jam kerja yang ditentukan pemberi kerja, juga di
tentukan oleh pekerja itu sendiri. Dalam praktik pada mulanya ditemukan
ada 4 jenis hubungan kerja fleksibel yaitu :
a. Hubungan kerja berdasarkan perjanjian pengiriman atau peminjaman
kerja
b. Hubungan kerja yang dilaksanakan dirumah
c. Hubungan kerja bebas
d. Hubungan kerja berdasarkan panggilan.
Pengertian atau definisi outsourching dalam hubungan kerja
tidak ditemukan dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003, akan
tetapi di dalam Pasal 64 Undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh yang dibuat
secara tertulis. Dari uraan tersebut dapat disimpulkan bahwa
sistem outsourcing adalah hubungan yg berdasarkan pengiriman
atau peminjaman pekerja. Meskipun pekerja tida menpumyai
hubungan kerja dengan perusahaan pengguna,akan tetapi undang-
undang sebenarnya mengatur perlindunngan atau syarat syarat
kerja bagi pekerja dari perusahaan penyedia jasa sekurang
kurangnya sama dengan pekerja yang bersetatus pekerja di
perusahaan pengguna (Pasal 65 ayat(4) UU 13 tahun 2003.
Model kontrak outsourcing berpeluang memunculkan sengketa
perburuhan,kali ini terjadi karna Indonesia belum memiliki
perangkat hukum yang khusus mengatur mengenai status
Pekerja dari perusahaan perkrja jasa.konflik hubungan kerja ini bahkan
terus berlanjut hingga terjadi perselisihan hubungan industrial yang di
bawa hingga tingkat kasasi. Prokontra pekerja outsourcing ini sampai
sekarang menjadi dilematis karena di satu sisi secra efisiensi, pekerja
outsourcing dipandang pengusaha sebagai salah satu jalan keluar dalam
menjadi tenaga kerja yang aman dan di sisi lain kedudukan bagi pekerja
dengan bekerja secera outsourcing tidak menentu karena hampir secara
keseluruhan pekerja outsourcing bekerja dengan dasar PKWT.
Perlindungan hukum menurut Zainal Asikin, perlindungan bagi buruh sangat
di perlukan mengingat kedudukan nya yang lemah. Dalam bidang ketenaga
kerjaan timbulnya konflik antara pengusaha dengan pekerja biasanya pokok
pangkalnya karena ada nya perusahaan kurang puas.menurut Gunawi
Kartasapoetra , dikatakan bahwa yang menjadi pokok pangkal kekurang
puasan,pada umum nya berkisar pada masalah :
1. Pengupahan ;
2. Jaminan sosial;
3. Perilaku penugasan yang kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian;
4. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan
pekerjaan yang harus diemban
5. adanya masalah pribadi.
3. DASAR HUKUM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Berdasarkan ketentuan pasal 2 UU No.13 Tahun 2003 pembangunan
ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945. pembangunan ketenagakerjaan
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, sejahtera, makmur, dan
merata baik materill maupun spiritual. Tujuan pembangunan
ketenagakerjaan berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU No.13 Tahun 2003 :
1. Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara otomatis
dan manusiawi;
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah ;
3. Memberikan pelindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan dan;
4. Meningkatkan kesejahterantenaga kerja dan kelurganya.
Pemutusan hubungan kerja memberikan pengaruh psychologis, ekonomis-
financial bagi si pekerja serta keluarganya dalam mempertahankan
kelangsunagn hidupnya. Pengusaha dilarang melakukan PHKK apabila
didasarkan pada alasan-alasan berdasarkan Pasal 153 ayat 1 UU No.13
tahun 2003 :
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena skit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus
menerus.
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
3. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja/buruh menikah
5. Pekerja/buruh hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui
bayinya
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah/ ikatan perkawinan dengan
pekerja lainnya dalam satu perusahaan,
7. Pekerja/buruh medirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat
buruh, melakukan kegiatan serikat buruh di diluar atau di dalam jam
kerja sesuai kesepakatan dengan perusahaan.
8. pekerja/buruh mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan
10. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dipastikan.

Berdasarkan ketentuan UU No.13 Tahun 2003, pengusaha dapat melakukan


PHK terhadap pekerja karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Pekerja melakukan kesalahan ringan ;
2. Pekerja melakukan kesalah berat;
3. Perusahaan tutup karena pailit;
4. Porce majeur;
5. Ada nya efisiensi;
6. Perubahan status,milik,lokasi dan pekerja menolak;
7. Perubahan status,milik,lokasi dan majikan menolak;
8. Pekerja sakit berkrpanjangan dan mengalami cacat akibat mengalami
kecelakaan kerja.

Pasal-pasal yang mengatur tentang hubungan kerja yaitu Pasal 150-172


STUDI KASUS
 2500 buruh pabrik di Tanggerang di-PHK
Sebanyak 2500 buruh di PT Shyang Ju Fung (SJF) di Desa
Sukadamai,kecamatan Cikupa, Kabupatten Tanggerang, di pecat karena
perusahaan itu telah menghentikan kegiatan produksinya. Perusahaan
tersebut menghentikan produksinya karena sepi order merek assic sejak
awal tahun ini. “perusahaan mengaku order tidak ada dan terpaksa
menghentikan produksi”. kata kepada dinas tenaga kerja kabupaten
tanggerang, Heri Heryanto, Rabu, 30 Januari 2013. heri mengatakan,
pihak perusahaan telah melaporkannya ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Tanggerang secara lisan terkait dengan kondisi terakhir perusahaan.
“Tim kami saat ini sedang ke lokasi untuk menindak lanjuti laporan
tersebut”. Katanya.
Menurut Heri PT SJF merupakan perusahaan milik pemodal asing
dari Taiwan, yang telah empat tahun beroprasi dikawasan Cikupa,
kabupaten Tanggerang. Perusahaan yang mengekspor alas kaki ke Jepang
dan Amerika tersebut secara mendadak menghentikan produksinya. “Bisa
dibilang mendadak karena sebelumnya tidak ada laporan terkait
perusahaan ini akan terhenti produksinya”, kata heri
Heri mengaku, pihaknya belum mengetahui secara terperinci apa
penyebab utama perusahaan ini menghentikan produksinya dan
memecat hampir 2500 karyawannya. “Infomasi awalnya karena
sepi order saja “katanya. Heri membantah jika pemecatan ribuan
buruh ini merupakan salah satu dampak dari kenaikan UMK 2013
“sama sekali tidak ada hubungannya”.katanya
Dinas tenaga kerja akan mengawal masalah ini “kalaupun PHK
tidak bisa dihindari, kami memastikan hak para karyawan
terpenuhi dengan baik”,ujarnya . Pihak perusahaan terkesan
menolak memberi penjelasan atas masalah ini. HRD Manajer PT
SJF, Dony Ferdiansyah tidak mengangkat telponnya saat
dihubungi tempo. Pertanyaan dan konfirmasi yang diajukan tempo
melalui pesan pendek tidak di respons. Buruh perusahaan
tersebut menyayangkan PHK massal yang mendera mereka. ..kami
berharap tidak ada PHK dan masih bisa kerja disini.. Kata Salmah
28thn . Warga Pasir Gadung , Cikupa, yang mengaku suda bekerja
di pabrik itu 2009 silam kini hanya bisa pasrah.
“Paling mencari kerja di perusahaan lain”Katanya. Para butuh
mengaku sudah mengambil pesangon sejak selasa kemarin, 29
Janiari 2013 “kami sudah bisa mengambil pesangon karena
perrusahaan sudah tidak produksi lagi” Ujar Rosidah karyawan
yang bekerja di bagian cutting.

Anda mungkin juga menyukai