Anda di halaman 1dari 29

MATA KULIAH

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA

KELOMPOK II
Andi Sri Naning W (21041003)
Emi Kusmini (21041006)
Puspita Sari (21041028)
Rinda Wahyuli (21041029)
Risma Asmari 21041030)
Uci Muharni (21041039)
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. SEJARAH PEMBERATASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

B. LATAR BELAKANG LAHIRNYA DELIK KORUPSI DALAM


PERUNDANG –UNDANGAN KORUPSI
1. DELIK KORUPSI YANG DIRUMUSKAN OLEH
PEMBUAT UU
2. DELIK KORUPSI YANG DIAMBIL DARI KUHP

C. DELIK KORUPSI MENURUT UU NO. 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20


TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBATASAN TIPIKOR

D. GRATIFIKASI
A. SEJARAH PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Berbagai upaya pemberantasan


korupsi dilakukan oleh
pemerintah sejak
kemerdekaan.

menggunakan
peraturan perundang-
undangan yang ada

membentuk peraturan
perundang-undangan
baru yang secara
khusus mengatur
mengenai
pemberantasan tindak
pidana korupsi.
Peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan untuk
memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia
1. Delik korupsi dalam KUHP
2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat No Prt/ Peperpu
/013/1950.
3. UU No.24 (PRP) tahun 1960 :Tindak Pidana Korupsi.
4. UU No.3 tahun 1971 : Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. TAP MPR No. XI/MPR/1998 : Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
6. UU No.28 Tahun 1999 : Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.
7. UU No.31 tahun 1999 : Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
8. UU No. 20 tahun 2001 : Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
9. UU No. 30 tahun 2002 : Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
10. UU No. 7 tahun 2006 : Pengesahan United Nation ConventionAgainst Corruption
(UNCAC) 2003.
11. PP No. 71 tahun 2000 : Peranserta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
12. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 : Percepatan Pemberantasan Korupsi
B. LATAR BELAKANG LAHIRNYA DELIK KORUPSI DALAM
PERUNDANG-UNDANGAN KORUPSI

 Untuk memahami delik korupsi


yang diatur dalam UU tentang
pemberantasan korupsi perlu :
meninjau latar belakang lahirnya
ketentuan-ketentuan delik
tersebut

 Munculnya UU korupsi yang lebih


baru adalah :
untuk memperbaiki kekurangan
yang ada pada undang-undang
sebelumnya, termasuk adanya
kelemahan pengaturan
mengenai rumusan delik.

 Secara umum, lahirnya delik-delik korupsi di dalam perundang-undangan


korupsi dapat dibagi ke dalam 2 bagian utama, yaitu:
1.Delik korupsi yang dirumuskan oleh pembuat undang-undang.
2.Delik korupsi yang diambil dari KUHP
1. DELIK KORUPSI YANG DIRUMUSKAN
OLEH PEMBUAT UU

Adalah :
Delik-delik yang memang dibuat & dirumuskan
secara khusus sebagai delik korupsi oleh para
pembuat undang-undang

Menurut berbagai literatur, delik korupsi yang


dirumuskan oleh pembuat undang-undang hanya
meliputi 4 pasal saja yaitu sebagaimana yang diatur di
dalam :
 Pasal 2, Pasal 3, Pasal 13, dan Pasal 15 UU No31
tahun 1999 juncto UU No 20 tahun 2001 tentang
Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. DELIK KORUPSI YANG DIAMBIL DARI KUHP

b. Delik korupsi yang ditarik tidak


secara mutlak dari KUHP :
 delik-delik yang diambil dari
a. Delik korupsi yang ditarik secara KUHP yang, dengan syarat
mutlak dari KUHP : keadaan tertentu
 delik-delik yang diambil dari  yaitu berkaitan dengan
KUHP yang diadopsi menjadi pemeriksaan tindak pidana
delik korupsi sehingga delik korupsi, diadopsi menjadi delik
tersebut didalam KUHP menjdai korupsi namun dalam keadaan
tidak berlaku lagi lain tetap menjadi delik
sebagaimana diatur di dalam
KUHP.
Delik korupsi yang ditarik
secara mutlak dari KUHP
adalah :
 Pasal 5 sd dengan Pasal 12 Delik korupsi yang ditarik tidak secara mutlak
UU No 31 tahun 1999 dari KUHP terdapat di dalam:
juncto UUNo 20 tahun 2001  Pasal 23 UU No 31 tahun 1999
tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
No31 tahun 1999 tentang yaitu diambil dari Pasal 220, Pasal 231,
Pemberantasan Tindak Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, dan Pasal
Pidana Korupsi. 430 KUHP.
C. DELIK KORUPSI MENURUT UU NO. 31 TAHUN 1999 JO. UU
NO. 20 TAHUN 2001
Berdasarkan UU No 31/1999 Jo UU No
20/2001, delik korupsi dijelaskan dlm :
 30 bentuk/jenis perbuatan
 13 pasal

30 bentuk/jenis perbuatan tsb dapat


disederhanakan dalam 7 kelompok,
yaitu :
1. Merugikan keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Pengelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam
pengadaan
7. Gratifikasi

Pasal – pasal yang terkait dalam delik


tipikor dijelakan dlm pasal:
 2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15
NO Kelompok Tindak Pidana Korupsi Pasal
1. Merugikan keuangan negara Pasal 2 & 3
2. Suap - menyuap Pasal 5 ayat (1) huruf a
Pasal 5 ayat (1) huruf b
Pasal 5 ayat (2)
Pasal 6 ayat (1) huruf a
Pasal 6 ayat (1) huruf b
Pasal 6 ayat (2)
Pasal 11
Pasal 12 ayat (1) huruf a
Pasal 12 ayat (1) huruf b
Pasal 12 ayat (1) huruf c
Pasal 12 ayat (1) huruf d
Pasal 13
3. Penggelapan dalam jabatan Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10 huruf a
Pasal 10 huruf b
Pasal 10 huruf c
4. Pemerasan Pasal 12 huruf e
Pasal 12 huruf f
Pasal 12 huruf g
5. Perbuatan curang Pasal 7 ayat (1) huruf a
Pasal 7 ayat (1) huruf b
Pasal 7 ayat (1) huruf c
Pasal 7 ayat (1) huruf d
Pasal 7 ayat (2)
Pasal 12 huruf h
6. Benturan kepentingaan dalam pengadaan Pasal 12 huruf i
7. Gratifikasi Pasal 12 huruf b
Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 :
 Mengatur perbuatan korupsi yang pertama.
 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 perbuatan korupsi yang
dilarang adalah memperkaya diri, memperkaya orang lain,
atau memperkaya suatu korporasi, perbuatan memperkaya
yang mana dilakukan dengan cara melawan hukum.

Pasal 3 No. 31 tahun 1999 :


 Pada intinya adalah melarang perbuatan mengambil/mencari
untung, yaitu mengambil/ mencari keuntungan yang
dilakukan dengan cara menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana.

Pasal 13 No. 31 tahun 1999 :


 Perbuatan utama yang dilarang di dalam Pasal 13 sebagai
perbuatan korupsi yang ketiga adalah memberi hadiah
atau janji kepada pegawai negeri

Pasal 15 No. 31 tahun 1999 :


Menjerat perbuatan pidana berupa percobaan (poging),
perbantuan (medeplichtigheid), dan permufakatan jahat untuk
melakukan tipikor
Pasal 5 UU No. 31 tahun 1999 :
 Mengatur delik korupsi dalam bentuk suap kepada pegawai negeri atau penyelengara
negara,:
Ayat 1 : delik korupsi memberi suap/menyuap dan
Ayat 2 : delik korupsi menerima suap

Pasal 11 No. 31 tahun 1999 :


 Melarang menerima hadiah atau janji, pemberian atau janji yang mana
diberikan karena kekuasaan atau wewenang yang berhubung dengan
jabatan, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Pasal 12 No. 31 tahun 1999 :


 Mengatur tentang tindak pidana korupsi yang secara terbatas hanya
dapat diterapkan kepada pegawai negeri /penyelenggara negara.
 Pegawai negeri /penyelenggara negara pada prinsipnya dilarang
menerima hadiah atau janji, karena berbagai alasan.

Pasal 6 UU No. 31 tahun 1999 :


 Merupakan pemberatan (delik berkualifisir) dari Pasal 5.
 Menjerat tindak pidana suap yang dilakukan kepada dan oleh hakim
atau advokat.
 Delik korupsi berupa suap ini juga dibagi dua, yaitu :
- Ayat 1 : delik memberi suap
- Ayat 2 : delik korupsi menerima suap
Pasal 7 No. 31 tahun 1999 :
 Menjerat tentang perbuatan curang
 Yang dimaksud dengan perbuatan curang disini adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang
seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan umum dan atau peraturan serta kesepakatan
yang berlaku, seperti mengurangi kualitas dan atau kuantitas bangunan, mengurangi kualitas dan atau
kuantitas barang.

Pasal 8 UU No. 31 tahun 1999 :


 Tindak pidana korupsi yang diatur adalah penggelapan dalam jabatan.
 Perbuatan yang dilarang sebagai perbuatan korupsi berdasarkan pasal ini :
• menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya;
• membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain.

Pasal 9 No. 31 tahun 1999 :


 Ditujukan kepada perbuatan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan sengaja
memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi seperti
pembukuan akuntansi dan keuangan, buku daftar inventaris, dan lain-lain.

Pasal 10 UU No. 31 tahun 1999 :


Perbuatan korupsi yang diatur di dalam Pasal 10 terdiri atas 3 perbuatan:
1. pegawai negeri yang dengan sengaja menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakainya suatu barang, akta, atau suatu daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya.
2. Pegawai negeri yang membiarkan orang lain melakukan perbuatan yang diatur dalam Pasal 10 huruf a.
3. Pegawai negeri yang membantu orang lain melakukan perbuatan yang dilarang oleh Pasal 10 huruf a.
D. GRATIFIKASI

UU Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi No 31 tahun 1999 jo. UU
Nomor 20 tahun 2001 :
 memperkenalkan suatu perbuatan
yang dikenal sebagai gratifikasi,
sebagaimana diatur di dalam Pasal
12 B.

Pasal 12 B ayat (1) disebutkan


pengertian gratifikasi adalah :
 Pemberian dalam arti luas, :
- pemberian uang,
- rabat (diskon),
- komisi,
- pinjaman tanpa bunga,
- tiket perjalanan,
- fasilitas penginapan,
- perjalanan wisata,
- pengobatan cumacuma dan
- fasilitas lainnya
Di dalam penjelasan Pasal 12 B ayat (1) disebutkan :
 Gratifikasi hanya ditujukan kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara sebagai penerima suatu pemberian.

 Pemberian itu akan dianggap sebagai suap apabila dapat


dibuktikan bahwa diberikan berhubung dengan jabatannya
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
 Sifat pidana gratifikasi akan hapus dengan dilaporkannya
penerimaan gratifikasi itu oleh pegawai negeri/penyelenggara
negara kepada KPK .

Pada prinsipnya gratifikasi adalah :


 Pemberian biasa dari seseorang kepada seorang pegawai
negeri atau penyelenggara negara.
 Dalam praktek, pemberian seperti ini kerap dijadikan modus
untuk ‘membina’ hubungan baik dengan pejabat sehingga
dalam hal seseorang tersangkut suatu masalah yang
menjadi kewenangan pejabat tersebut, kepentingan orang
itu sudah terlindungi karena ia sudah berhubungan baik
dengan pejabat tersebut
gratifikasi di anggap suap

Meliputi penerimaan namun tidak terbatas :


1. Marketing Free atau imbalan terkait pemasaran produk
2. Cash back yang diterima instansi digunakan untuk kepentingan
pribadi.
3. Gratisikasi terkait pengadaan barang /jasa pelayan publik atau
proses lainnya.
4. Sponsorship terkait pemasaran atau penelitian suatu produk.
GRATIFIKASI DI ANGGAP TIDAK SUAP

1. Cinderamata dalam kegiatan resmi kedinasan( rapat,


seminar,workshop,konferensi pelatihan dll)
2. Kompensasi yang di terima terkait kegiatan
kedinasan seperti honor, transport akomodasi sesuai
standar
3. Sponsorship diberikan pada organisasi terkait
pengembangan institusi, perayaan tertentu yang di
manfaatkan secara transparan dan akuntabel.
4. Kompensasi / penghasilan / jasa profesi saat jam
kerja
GRATIFIKASI YG TIDAK DI ANGGAP SUAP
LANDASAN HUKUM TENTANG GRATIFIKASI
SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI
PENERIMA GRATIFIKASI YANG
WAJIB MELAPORKAN GRATIFIKASI
PENERIMA GRATIFIKASI YANG
WAJIB MELAPORKAN GRATIFIKASI
Kelompok II
Sekian
Dan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai