Anda di halaman 1dari 17

TRANSAKSI PERPAJAKAN

ATAS PERSEDIAAN
Nama Kelompok 4 :
1. Retno Muji Rahayu / 3803019019
2. Kadek Maryo / 19120043
3. Sherlina / 19120056
4. Sherly Aurora M / 19120070
5. Cecilia / 19120073
PENGERTIAN PERSEDIAAN
Persediaan merupakan salah satu aktiva yang
paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan
dagang. Persediaan juga merupakan aktiva
lancar terbesar dari perusahaanmanufaktur
maupun dagang.
BIAYA ANGKUT
Menurut Wild dan Kwok, biaya angkut dibagi 2, yaitu :
1. FOB Destination  biaya angkut dibayar oleh penjual dan kepemilikan barang dagang
berpindah pada saat barang telah sampai di gudang pembeli.
2. FOB Shipping Point  biaya angkut dibayar oleh pembeli dan kepemilikan barang dagang
berpindah pada saat barang sampai di pelabuhan atau barang sampai di perusahaan pengangkut

Biaya angkut yang dibayar oleh pembeli akan menambah HPP yang dibeli, sedangkan biaya angkut yang
dibayar oleh penjual akan dicatat dalam Beban Operasional pada laporan laba-rugi.
Jenis Persediaan
Usaha manfaktur biasanya memiliki 5 jenis persediaan :
1. Bahan baku dan bahan pelengkap
Biaya perolehan bahan baku terdiri atas harga pembelian, ongkos angkut, biaya gudang, dan biaya lain-lain yang berhubungan
dengan penyimpannan sampai bahan terebut dipakai dalam produksi.
2. Barang dalam pengolahan
Merupakan barang yang masih dalam tahap penyelesaian. Perusahaan masih memerlukan tambahan pekerjaan sehingga
membutuhkan biaya tenaga dan biaya tak langsung lainnya.
3. Barang jadi
Barang yang siap dijual. Semua biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya tak langsung telah selesai dibebankan.
4. Barang dalam perjalanan
Barang yang dikirimkan atas dasar FOB Shipping Point yang masih dalam perjalanan. Pada akhir peridoe kan menjadi milik
pembeli dan harus diperhitungkan pada catatan pembeli.
5. Barang konsinyasi
Adalah barang yang telah diserahkan kepada consignee tetapi merupakan kepemilikan dari consignir dan dimasukkan dalam
persediaan consignor sebesar harga beli atau biaya produksinya.
SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN
1. Periodik ( periodic inventory system )

Pada akhir periode akuntansi dengan menggunakan sistem pencatatan periodik harus melakukan pengecekan fisik terhadap
persediaan ( stockopname of inventories ) dengan cara mengukur dan menghitung berapa jumlah barang yang ada di gudang.

2. Perpetual ( perpetual inventory system )

Sistem pencatatan perpetual selalu membuat catatan setiap terjadinya mutasi persediaan (pembelian, penjualan, ataupun retur)
CONTOH PERBEDAAN PERIODIK DAN PERPETUAL

Pada 2 Nopember, PT Zuma mencatat pemelian barang dagang sebesar Rp 1,2 juta secara kredit, syarat 1/10,n/30

Periodik Perpetual
Pembelian 1.200.000 Persediaan 1.200.000
Utang dagang 1.200.000 Utang dagang 1.200.000

PT Zuma membayar pembelian tanggal 2 Nopember dalam periode diskon, Rp 1,176 juta  Rp 1,2juta x 98%

Periodik Perpetual
Pembelian 1.200.000 Utang Dagang 1.200.000
Diskon pembelian 24.000 Persediaan 24.000
Kas 1.176.000 Kas 1.176.000
CONTOH PERBEDAAN PERIODIK DAN PERPETUAL

Pt. Zuma mengembalikan barang dagang yang dibelu tgl 2 Nopember karena cacat. Biaya dicatat sebagai perolehan (termasuk
diskon) sebesar Rp 300.000 dan PT. Zuma mencatat pengembalian barang tgl 15 November
Periodik Perpetual
Pembelian 300.000 Utang dagang 300.000
Retur Pembelian 300.000 Persediaan 300.000

PT Zuma membayar biaya angkut sebesar Rp 75.000. Dalam system periodic, biaya ini dicatat ke dalam akun biaya angkut

Periodik Perpetual
Biaya angkut 75.000 Persediaan 75.000
Kas 75.000 Kas 75.000
CONTOH PERBEDAAN PERIODIK DAN PERPETUAL

Pada system periodic, HPP tidak dicatat dalam setiap penjualan, tetapi total HPP dihiutng pada akhir periode. Pada tgl 3 Nopember,
PT.Zuma mencatat penjualan sebesar Rp 2.400.000 secara kredit dimana HPP sebesar Rp 1.600.000

Periodik Perpetual
Piutang 2.400.000 Piutang 2.400.000
Penjualan 2.400.000 Penjualan 2.400.000
HPP 1.600.000
Persediaan 1.600.000
CONTOH PERBEDAAN PERIODIK DAN PERPETUAL

Pada tgl 6 Nopember, pelanggan mengembalikan barang yang dibeli dari PT.Zuma pada tgl 3 Nopember dengan harga jual Rp
800.000 dan HPP Rp 600.000

Periodik Perpetual
Retur Penjualan 800.000 Retur Penjualan 800.000
Piutang 800.000 Piutang 800.000
HPP 600.000
Persediaan 600.000
SISTEM PENILAIAN PERSEDIAAN
1. Spesific Identification Method
Metode ini digunakan dengan cara mengidentifikasikan setiap barang akun persediaan. Biaya barang-barang yang telah terjual
dimasukkan dalam HPP, sementara biaya barang yang masih ada dimasukkan pada persediaan. Metode ini dapat diterapkan pada
situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan. Contoh : perhiasaan, mobil, dan furniture.
Metode ini menandingkan arus biaya dengan arus fisik barang. Namun, metode ini memiliki kelemahan, yaitu perusahaan dapat
memanipulasi laba neto dan biaya-biaya yang terjadi dialokasikan secara arbiter.
2. Gross Profit Method
Akuntan, auditor.dan manajer sering menggunakan metode untuk menguji kewajaran nilai persediaan akhir.
Selain itu juga dapat untuk mendeteksi kesalahan yang besar dalam menilai persedjaan akhir. Tetapi, metode ini
tidak seharusnya digunakan untuk menyiapkan laporan keuangan pada akhir tahun.

Net Sales at Estimated Estimated Cost Langkah 1


Retail X Gross Profit = Of Goods Sold

Goods
Estimated Cost Estimated Ending Langkah 2
Available for - Of Goods Sold = Inventory at Cost
Sale at Cost
3. Retail Inventory Method
Metode ini sering dipakai oleh peritel, seperti pasar swalayan dan toserba, untuk menaksir nilai persediaan guna
penyusunan laporan perhitungan laba rugi atau untuk menentukan apakah terjadi kekurangan persediaan. Anggapan
yang dipakai dalam metode ini ialah bahwa perbandingan (rasio) biaya terhadap harga ritel barang yang tersedia
dijual selama satu periode. Syarat yang perlu dipenuhi agar metode ini dapat dipakai adalah adanya catatan harga
jual dan ritel setiap barang yang dibeli.

Goods Ending Inventory


Net Sales at Langkah 1
Available for - Retail = at Retail
Sale at Retail

Goods Goods
Cost to Retail Langkah 2
Available for / Available for
Sale at Retail
= Ratio
Sale at Cost

Estimated Ending
Ending Inventory
at Retail X Cost to Retail
Ratio
= Inventory at Cost
Langkah 3
PERPAJAKAN
Dalam UU PPh No 36 thn 2008, system pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama system pencatatan tersebut dapat
menunjukan kebenaran pencatatan, konsisten, dan taat asas maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya.

Apabila contoh penilaian pemakaian persediaan yang diuraikan pada penjelasan UU PPh no 36 thn 2008 pasal 10 ayat 6
diperhatikan, maka system pencatatan yang diperkenalkan adalah system pencatatan perpetual. Akan tetapi untuk hal tertentu yang
karena sifatnya mengalami kesulitan dalam menggunakan system perpetual seperti pasar swalayan dan system lain dapat digunakan.

Penilaian pemakaian persediaan untuk perhitungan HPP ganya bole dilakukan 2 cara menurut UU PPh no 36 thn 2008 pasal 10 ayat
6 yaitu Metode average dan metode FIFO.
Metode average mudah ditrapkan, objektif, dan tidak dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi laba. Metode FIFO,
perusahan juga tidak dapat memamipulasi laba, dan mendekatkan nilai persediaan akhir dengan biaya berjalan. Tetapi
kelemahannya yaitu biaya berjalan tidak dapat ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi.

Contoh :
Tgl 3 Maret 212 PT Bintang membeli 100 unit barang dagang dengan harga Rp 5 juta (Belum PPN) secara tunai. PT
Bintang telah dikukuhkan sebagai PKP sejak 31 Januari 2005. Pembukuan atas persediaan dilakukan dengan system
perpetual.
Jurnal utk transaksinya adalah :

3 Maret 2012 Persediaan barang dagang 5.000.000


Pajak Masukan 500.000
Kas/bank 5.500.000
Pajak masukan : 10% x Rp 5 juta = Rp 500 ribu
Harga 1 unit barang dagang adalah Rp 5 juta / 100 unit = Rp 50 ribu
Tgl 31 Maret 2012, PT Bintang menjual 30 unit barang dagang secara tunai dengan harga jual per masing-masing unit
sebesar Rp 70 ribu (Belum PPN).
Jurnal transaksinya adalah :

31 Maret 2012 Kas/Bank 2.310.000


Pajak Keluaran 210.000
Penjualan (30 X Rp 70 ribu) 2.100.000
HPP 1.500.000
Persediaan barang dagang 1.500.000
(Rp 50 ribu x 30 unit)

Pajak keluaran : 10% x Rp 2,1 juta = Rp 210 ribu


Persediaan barang dagang yang tersisa dan tercatat dalam pembukuan PT Bintang per tgl 31 Maret 2012 adalah
Rp 50 ribu x 70 unit = Rp 3,5 juta
Apabila PT Bintang belum dikukuhkan sebagai PKP maka untuk jurnal pada saat pembelian barang dagang sbb :

3 Maret 2012 Persediaan barang dagang 5.500.000


Kas/Bank 5.500.000

PT Bintang tidak dapat mengkreditkan pajak masukannya sehingga pajak masukan dimasukkan sebagai harga perolehan
barang dagang. Jadi, harga 1 unit barang dagang adalah Rp 5,5 juta / 100 unit = Rp 55 ribu

31 Maret 2012 Kas/Bank 2.100.000


Penjualan 2.100.000
HPP 1.650.000
Persediaan barang dagang 1.650.000
(Rp 55 ribu x 30 unit)

Karena bukan PKP maka PT Bintang tidak memungut Pajak Keluaran


Thank You

Anda mungkin juga menyukai