2. data diri 3. periwayatan rawi 4. adab pencari hadits dan muhaddits Rawi ialah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah satu bahasa penyampaian (Al-Manhaj al hadits bagian rawi hlm 5) Tingkatan Gelar Para rawi ◦ Al Musnid yaitu rawi yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya baik ia mengetahui kandungan hadits yang diriwayahkan atau sekedar meriwayatkan. ◦ Al Muhaddits yaitu rawi yang mencurahkan perhatiannya terhadap hadits baik dari segti riwayah maupun dirayah, hafal identitasnya dan karakteristik para rawi, mengetahui keadaan mayoritas rawi di jamannya serta memiliki keitimewaan dalam pendirian dan ketelitiannya ◦ Al Hafizh yaitu rawi yang sangat luas pengetahuan tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. ◦ Al Hujjah yaitu rawi yang tekun, kuat dan rinci hafalannya ◦ Al Hakim yaitu rawi yang menguasai seluruh hadits. ◦ Amir al-Mu’minin fi al hadits yaitu rawiy yang mempunyai kemampuan melebihi semua orang baik hafalan, kedalaman pengetahuan sehingga menjadi rujukan para hakim dan hafizh. Sifat-sifat Rawi yang diterima & yang ditolak ◦ Sifat-sifat Rawi yang diterima : 1. Adl (al-’adalah)yaitu orang yang mendorong kita tetap berlaku taqwa dan memelihara muruah. Taqwa yaitu tidak mengerjakan pekerjaan maksiat, syirik, fasiq dan bid’ah. Muru’ah yaitu menjaga harga diri keagamaannya Faktor-faktor adl antara lain: baligh, berakal, taqwa, berprilaku muru’ah. 2. Dhabith (kuat hafalannya) yaitu sikap penuh kesadaran dan tidak lalai, kuat hafalan, benar tulisannya, tahu percis kata-kata yang digunakan. • Sifat-sifat yang dilotak: Cacat adl (‘adalah/keadilan): 1. Kafir, 2. Masih kecil, 3. Gila, 4. Fasik, 5. Pendusta, 6. Ahli bid’ah, 7. Perawi minta upah, 8. Tidak dikenal (jahalah) Akibat cacat dabith: 1. menerima talqin yaitu menunjukkan perawi hadits yang bukan riwayahnya (lengah) 2. syad yaitu meriwayatkan hadits yang asing dan meragukan karena menunjukkan lemahnya daya hafal (keliru) 3. Sering lupa 4. menyalahi orang-orang kepercayaan 5. tidak behati-hati terhadap naskah kitab sumber (banyak sangka). 6. Ahli bid’ah 7. Meminta upah Kelonggaran ulama Muta’akhirin dalam menerapkan syarat-syarat Rawi ◦ Para Muhadditsin(ahli hadits) menerapkan syarat-syarat rawi penuh kedisiplinan dan ketelitian mencakup seluruh aspek hingga periwayatan hadits dalam bentuk naskah yang diriwayatkan sampai kepada penyusunnya diakui dan kitab-kitab penyusunan tersebut dianggap sebagai rawi, sehingga para ulama mulai longgar dalam menerapkan syarat rawi. Oleh karena itu para ulama menyederhanakan syarat tersebut dengan syarat sesuai dengan kriteria dasar yakni rawi tersebut adalah seorang yang adil, berhati-hati dalam riwayat dan teliti dalam penulisan kitabnya. ◦ Maka titik perhatiannya beralih pada pelestarian kekhususan sanad dan menghindari terputusnya sanad. ◦ Oleh karena itu, dalam menilai keahlian rawi cukup dengan kriteria bahwa ia adalah seorang muslim, baligh, berakal, tidak terang-terangan dalam kefasikan dan tidak jelas kelemahan daya hafalnya (samar). Sedangkan dalam kedhabithannya cukup dengan standar bahwa daya tangkap indra pendengaran sesuai dengan tulisan hadits tanpa diragukandan sum ber yang dipakai sesuai dengan sumber yang dipakai gurunya. Klasifikasi para Rawi menurut popularitasnya 1. Kelompok rawi yang diketahui sifat-sifatnya antara lain (1) rawi yang dihukumi adil (2) rawi yang dihukumi jarh(menunjukan sifat-sifat tercela) 2. Kelompok rawi yang tidak diketahui sifat-sifatnya yaitu (3) majhul al’ain (rawi yang tidak diketahui identitasnya), (4) Majhul al-hal (rawi yang tidak diketahui identitasnya, (5) Mastur (rawi yang tidak diketahui karakteristik batiniyahnya namun lahiriyahnya menunjukan adil) Dengan klasifikasi tersebut maka berlaku ilmu jarh dan ta’dil Jahr dan Ta’dil ◦ Jahr adalah hal yang menunjukan sifat-sifat tercela rawi sehingga mencacatkan adalah/keadilan dan kedhabitan ◦ Ta’dil adalah menilai bersih terhadap seorang rawi dan dihukumi sebagai seorang rtawi yang adl dan dhabit ◦ Ilmu al-jarh wa al-ta’dil adalah ilmu yang menimbang para rawi hadit apakah jarh atau ta’dil, jika berat ke ta’dil maka diterima riwayatnya, dan jika ringan ta’dillnya (condok ke jarh) ditolakriwayatnya. Ilmu tersebut dikeluarkan oleh para kritikus rawi, lalu kemudian muncullah syarat-syarat ulama al-jarh wa al-ta’dil, antara lain: 1. berilmu, bertaqwa, wara dan jujur 2. Mengetahui sebab-sebab al-jarh dan al-ta’dil 3. Mengetahui kalimat-kalimat bahasa Arab. Beberapa Hal yang tidak disyaratkan bagi Ulama al Jarh wa al-ta’dil ◦ Tidak disyaratkan harus laki-laki yang penting dalam melakukan tazkiyah (penelaahan) dan jarh (kritik) orang adil baik laki-laki maupun perempuan, dan merdeka. ◦ Tidak kurang dari satu orang yang jarhkan
Tata tertib ulama al-jarh wa al-ta’dil:
1. Bersikap objektif dalam tazkiyah 2. Tidak boleh jarh melebihi kebutuhan 3. Tidak boleh hanya mengutip jarh saja tetapi dinilai adil oleh sebagian lainnya 4. Tidak boleh jarh terhadap rawi yang tidak perludi jarh karena hukumnya disyaratkan karena darurat.
Syarat diterima al-jarh wa al-ta’dil
5. Al jarh wa al ta’dil diucapkan oleh ulama yang telah memenuhi segalasyarat sebagai ulama al jarh wa al ta’dil 6. Jarh tidak dapat diterima kecualai dijelaskan sebab-sebabnya. Rawi yang tidak langsung ditolak riwayahnya ◦ Orang yang diperselisihkan cacat dalam keadilannya ◦ Orang yang banyak kekhilafan dan menyalahi imam-imam yang terpercaya ◦ Orang yang banyak lupa ◦ Orang yang rusak akal diakhir umurnya ◦ Orang yang tidak baik hafalnnya ◦ Orang yang menerima hadits dari sembarang orang DATA DIRI PERAWI Sejarah perawi meliputi pengetahuan tentang waktu kelahiran dan kematian serta peristiwa penting untuk di ta’dil. Diantar kitab tarikh yang paling besar adalah 1. Al tarikh al-kabir karya Imam al Bukhari meliputi identitas, karakteristik, guru-guru dan murid para rawi, jarh dan ta’dil rawi. 2. Al tarikh karya ibnu Abi Khaitsamah 3. Masyahir ‘Ulama’ al-Amshar karya Abu Hatim Muhammad bin Hibban al- Susti Thabaqah para rawi yaitu Suatu kaum yang hidup dalam satu masa dan memiliki keserupaan dalam umur dan sanad yaitu pengambilan hadits dari guru (generasi dari sisi kesamaan dalam berguru)
Kitab thabaqat antara lain:
1. Al thabaqat al Kubra karya al Imam al hafizh Muhammad bin sa’d. 2. Al Thabaqat karya Imam Khalifah bin Khayyath C. Tabiin yaitu orang yang musyafahah (bertemu untuk belajar) dengan sahabat Rasulalloh dalam keadaan beriman. 1. Orang yang bertemu dengan 10 sabahat yang dijanjikan masuk surga seperti Qais bin Abi Hazim 2. penduduk Basrah yang bertemu dengan Anas bin Malik, penduduk Madinah yang bertemu dengan Abdullah bin abi Aufa, penduduk Kuffah yang bertemu dengan al sa’ib bin Yazid (orang- orang yang bertemu para sahabat paling akhir) Tiga kelompok tabiin: 1. Thabaqah Kibar al tabiin yaitu para tabiin yang meriwayatkan hadits dari para sahabat senior. 2. Thabaqah Mutawassithi al tabiin yaitu para tabiin yang bertemu dengan para imam dari tabiin senior. 3. Tahabaqah Shighar al tabi’in yaitu para tabiin yang meriwayatkan hadits dari para sahabat junior