Anda di halaman 1dari 11

DISKRIMINASI DAN KRIMINALISASI

DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KASUS-KASUS KEKERASAN


DALAM PELANGGARAN HAM

Emanuel Gobay
(Direktur LBH Papua)
PENDAHULUAN
 Pada prinsipnya Indonesia adalah Negara hukum. Salah satu ciri dari Negara hukum adl
lindungi HAM diwujudkan dengan pengaturan HAM dalam satu bab yaitu Bab Xa Pasal 28,
Pasal 28a sampai dengan Pasal 28j UUD 1945;
 Pada prakteknya Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM terutama menjadi
tanggung jawab Pemerintah (Pasal 28I ayat (4), UUD 1945 dan Pasal 8, UU HAM) tidak mampu
diimplementasikan secara maksimal sebagaimana terlihat dalam penegakan hokum atas kasus
dugaan pelanggaran HAM Berat diseluruh wilayah Indonesia mengunakan mekanisme hokum
dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;
 Anehnya ketika keluarga korban pelanggaran HAM menuntut pemenuhan hak atas keadilan
kepada Negara malah ditangkap dengan cara yang tidak prosedural selanjutnya
mentersangkakan dan ditahan hingga akhirnya di putuskan oleh hakim sementara penegakan
hokum terhadap pelanggaran HAM Berat belum juga diberikan;
 Sikap Negara melalui pemerintah diatas secara langsung menunjukan fakta diskriminasi
dalam penegakan hukum, pemanfaatan Sistem Peradilan Pidana untuk memuluskan
Kriminalisasi terhadap keluaga Korban Pelanggaran HAM yang menuntut hak atas keadilan
dan tentunya melahirkan pelanggaran HAM baru
DISKRIMINASI DALAM PENEGAKAN HOKUM
TERHADAP PEJUANG HAM DI PAPUA
 Pada prinsipnya diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,
dan aspek kehidupan lainnya (Pasal 1 angka 3, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM).
 Berkaitan dengan penegakan hokum merupakan perwujudan dari ketentuan
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan
hokum sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (2), UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia)
Lanjut ……
 Tindakan diskriminasi dalam penegakan hokum itu terlihat sebagaimana yang dialami
oleh 13 Aktivis KNPB Merauke yang ditahan pada akhir tahun 2020 dimana saat
penangkapan hingga introgasi dilakukan dengan pendekatan represif oleh aparat
penegak hokum selanjutnya ditersangkan mengunakan Pasal Makar dan ditahan.
Sementara kasus tindakan kekerasan yang terjadi saat penangkapan maupun saat
introgasi di kantor polisi yang jelas-jelas masuk dalam kategori tindakan penyiksaan atau
tindak pidana penganiayaan (Pasal 351 KUH) atau tindak pidana pengeroyakan (Pasal
170 KUHP) atau tindakan penyalagunaan kewenangan (PP No 2 Tahun 2003 tentang
Disiplin Kepolisian RI) yang mana semua fakta itu telah terbukti dalam siding
praperadilan di Pengadilan Negeri Merauke (Perkara Nomor : 1/Pid.Pra/2021/PN Mrk )
tidak diproses hukum sama sekali;
 Tindakan Diskriminasi Dalam Penegakan Hokum yaitu “tindakan pembatasan yang
langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
keyakinan politik yang berakibat pengurangan atau penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
hokum”. Atas dasar itu menunjukan fakta pelanggara ketentuan : “Setiap orang berhak
atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”
(pasal 3 ayat (3), UU Nomor 39 Tahun 1999)
DISKRIMINASI RASISME DALAM PENERAPAN PASAL MAKAR
GUNAKAN SISTIM PERADILAN PIDANA

 Sejarah konfik yang berkepanjangan melalui pendekatan keamanan di Papua dengan alasan
ancaman keamanan dan kedaulatan negara telah mengentalkan stiqma Separatis terhadap
Orang Asli Papua (OAP) dalam watak birokrat yang mengerakan sistem pemerintahan indonesia
telah muluskan terjadinya kriminalisasi pasal makar gunakan sistim peradilan pidana di Papua;
 Penegakan hukum Pasal Makar yang Diskriminasi itu terlihat dalam kasus Penetapan Tersangka
pasal makar kepada Ahmad Dani dan Rachmawati Soekarnoputri di tahun 2016 selanjutnya
terhadap Eggi Sudjana dan Kiflan Zein di tahun 2019 sampai saat ini proses hukumnya tidak
jelas dan tidak pernah disidangkan dalam ruang sidang yang mulia. Sementara dalam kasus
Penetapan Tersangka pasal makar terhadap orang Papua atau orang non Papua yang berjuang
tentang HAM di Papua selalu diproses hingga kedalam ruang sidang yang mulia selanjutnya
mendapatkan putusan hakim di Pengadilan Negeri sebagaimana dialami oleh 7 (tujuh) Tahanan
Politik Papua yang disidangkan di Pengadilan Negeri Balikpapan dan Surya Anta Cs yang
disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
 Fakta diskriminasi penegakan sistem peradilan pidana diatas secara tegas mempertanyakan
komitmen negara melalui pemerintah mengimplementasikan prinsip “Setiap orang bebas dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu” sebagaimana diatur pada Pasal 28 Ayat (2),
UUD 1945
PEMANFAATAN SISTEM PERADILAN PIDANA UNTUK
KRIMINALISASI PASAL MAKAR

 Tindakan pemanfaatan Sistem Peradilan Pidana untuk Kriminalisasi Pejuang


HAM Papua paling sering dipraktekkan oleh aparat penegak hokum dimana
saja sebagaimana dialami oleh beberapa aktivis pejuang anti Diskriminasi
yang mendesak Negara melalui pemerintah untuk menangkap dan mengadili
pelaku tindakan rasisme terhadap mahasiswa papua di Surabaya namun
para pejuang anti Diskriminasi tersebut ditangkap dan ditersangkan
mengunakan Pasal Makar baik di Jayapura, Menakwari, Sorong dan Jakarta
pada tahun 2019 lalu.
 Pada prinsipnya Perlindungan terhadap warga negara dari segala bentuk tindakan
diskriminasi ras dan etnis diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat, serta melibatkan partisipasi seluruh warga negara yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 6,
UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Tindakan Diskriminasi Ras dan
Etnik)
……. Lanjut
 MenurutR Soesilo, berkaiatan dengan Pasal 106 KUHP, Objek dalam penyerangan itu adalah kedaulatan
atas daerah Negara. Lebih lanjutnya beliau menjelaskan bahwa kedaulatan ini dapat dirusak dengan dua
macam cara ialah dengan jalan : 1). Menaklukan daerah Negara seluruhnya atau sebagiaan kebawah
pemerintahan Negara asing yang berarti menyerahkan daerah itu (seluruhnya) atau sebagian kepada
kekuasaan Negara asing misalnya daerah Indonesia (seluruhnya) atau daerah Kalimantan (sebagian)
diserahkan kepada pemerintah inggris atau 2). Memisahkan sebagian daerah Negara itu yang berarti
membuat bagian daerah itu menjadi suatu Negara yang berdaulat sendiri, misalnya memisahkan daerah
Aceh atau Maluku dari daerah Republik Indonesia untuk dijadikan Negara yang berdiri sendiri;
 Berdasarkanpada pandangan R. Soesilo terkait Tindak Pidana Makar diatas serta adanya ketentuan Pasal
5 dan Pasal 6, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Tindakan Diskriminasi Ras dan Etnik
kepada pejuang anti rasis secara langsung membuktikan bahwa Pemanfaatan Sistem Peradilan Pidana
Untuk Kriminalisasi Pejuang HAM Papua khususnya pejuang anti rasisme. Fakta itu menunjukan bahwa
aparat penegak hokum abaikan pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi terkait : “Aparat penegak
hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal makar sehingga tidak jadi alat membungkam
kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis yang menjadi semangat UUD 1945” dalam
Putusannya Tentang Uji Materi Pasal Makar, Nomor 7/PUU-XV/2017 dan 28/PUU-XV/2017 tertanggal 31
Januari 2018
PELANGGARAN HAM BARU
 Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku (Pasal 1 angka 9, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM)
 Dalam rangka memenuhi hak atas keadilan bagi warga Negara, pemerintah
telah membentuk Pengadilan HAM berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM. Pada prakteknya dari sekian kasus pelanggaran
HAM Berat yang terjadi diseluruh wilayah Indonesia baru ada 3 (tiga) kasus
pelanggaran HAM Berat yang diperiksa mengunakan mekanisme UU
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yaitu : 1. Kasus Santa Crus
(Timor Leste), 2. Kasus Tanjung Priok (Jakarta) dan 3. Kasus Abepura
Berdarah (Papua) dimana dalam putusannya tidak terbukti dugaan
pelanggaran HAM Berat;
……. Lanjut
 Terlepas dari itu, sampai sekarang ada beberapa kasus dugaan pelanggaran
HAM Berat yang berkasnya sedang mondar mandir dari Komnas HAM RI
ke Jaksa Agung RI tanpa kejelasan proses selanjutnya. Diatas ketidakjelasan
itu, mayoritas keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat sedang mengunggu
hak atas keadilan namun belum kunjung datang sampai saat ini;
 berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku diatas dengan melihat
ketidakjelasan Negara melalui pemerintah memberikan hak atas keadilan
kepada keluarga korban pelanggaran HAM mengunakan mekanisme UU
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM membuktikan bahwa
Negara melalui pemerintah secara terang-terang sedang melakukan
pelanggaran HAM melalui tindakan terkait tidak mendapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 9, UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM
PENUTUP
 Berdasarkan uraian diatas secara garis besar menunjukan ketidakmampun Negara
melalui pemerintah mengimpelementasikan ketentuan hokum tentang HAM baik yang
diatur dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM. Penyebab ketidakmampuan tersebut tentunya
dipengaruhi oleh sistim penegakan HAM, politik pimpinan Negara dalam memberantas
pelaku pelanggaran HAM dan profesionalisme aparat penegak hokum yang bertugas
untuk menegakan semua aturan HAM.
 Berdasarkan penyebab tersebut secara langsung telah menunjukan poterat spiral
pelanggaran HAM yang sedang dilakukan oleh Negara melalui pemerintah akibat tidak
terimplementasikannya ketentuan Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah (Pasal 28I ayat (4), UUD
1945 dan Pasal 8, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM) sehingga pelanggaran HAM
satu melahirkan pelanggaran HAM baru yang akan terus berputar mengikuti putaran
waktu sepanjang Negara melalui pemerintah belum memiliki niat untuk memperbaiki
sistim penegakan HAM, politik pimpinan Negara dalam memberantas pelaku pelanggaran
HAM dan profesionalisme aparat penegak hokum yang bertugas untuk menegakan semua
aturan HAM.
Mari berdiskusi
Sekian

Anda mungkin juga menyukai