Anda di halaman 1dari 21

KONSEP DASAR MORAL

DAN NILAI-NILAI AGAMA

Muhammad Fathoni
PENGERTIAN MORAL
• Kata moral berasal dari bahasa Latin mos
(jamak mores) yang berarti kebiasaan, adat
(Bertens, 1993).
• Moral merupakan suatu standar salah atau benar
bagi seseorang (Rogers & Baron, dalam
Martini,1995).
• Berns (1997) moralitas mencakup mematuhi aturan
sosial dalam kehidupan sehari-hari dan conscience
atau aturan personal seseorang untuk berinteraksi
dengan orang lain
Kamus Filsafat
beberapa pengertian dan arti moral :
• Memiliki: Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi
oleh) keinsyafan benar atau salah; Kemampuan untuk
mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan
kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
• Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam
berhubungan dengan orang lain.
• Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau
buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
• Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut
apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
Perkembangan Moral
• Kohlberg (1997), perkembangan moral adalah
penilaian nilai, penilaian sosial, dan juga penilaian
terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam
melakukan suatu tindakan.
• Perkembangan moral dapat dijadikan prediktor
terhadap dilakukannya tindakan tertentu pada
situasi yang melibatkan moral.
• Rest (1979), perkembangan moral adalah konsep
dasar yang dimiliki individu untuk menganalisa
masalah sosial-moral dan menilai terlebih dahulu
tindakan apa yang akan dilakukannya.
Jadi….
• Penilaian moral merupakan kemampuan
(konsep dasar) seseorang untuk dapat
memutuskan masalah sosial-moral dalam
situasi kompleks dengan melakukan
penilaian terlebih dahulu terhadap nilai dan
sosial mengenai tindakan apa yang akan
dilakukannya.
Perkembangan Moral Menurut Para Ahli
Tahapan Perkembangan Moral Piaget
a) Moralitas Heteronom ”realisme moral”/moralitas paksaan”:
•Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan
orang lain. Aturan dipandang sebagai ketentuan yang tidak
fleksibel, asal dan wewenangnya dari luar. Tidak terbuka
akan negosiasi dan benar hanya berarti ketaatan harfiah
terhadap orang dewasa dan aturan. (Slavin, 2011).
•Contoh: Anak-anak dihadapkan pada orang tua atau orang
dewasa lain yang memberitahukan kepada mereka apa yang
harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Pelanggaran atas peraturan akan akan diberikan otomatis
dan orang yang jahat pada akhirnya akan dihukum
b) Moralitas Otonom “moralitas kerjasama” (7-10 tahun):
Aturan sebagai produk kesepakatan bersama, terbuka
pada negosiasi ulang, dijadikan sah melalui penerimaan
pribadi dan persetujuan bersama dan benar, berarti
bertindak sesuai dengan ketentuan kerja sama dan sikap
saling menghormati.(Slavin, 2011).
Contoh: ketika dunia sosial anak meluas hingga meliput
memiliki banyak teman sebaya. Dengan terus menerus
berinteraksi dengan orang lain, gagasan anak tersebut
tentang aturan dan karena itu moralitas juga akhirnya mulai
berubah.kini aturan apa yang kita buat. Hukuman atas
pelanggaran tidak lagi otomatis melainkan melalui
pertimbangan maksud pelanggar dan lingkungan yang
meringankan.
Tahapan Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg

1. Moralitas Prakonvensional
Penalaran prakonvensional adalah tingkatan terendah dari
penalaran moral, pada tingkat ini baik dan buruk
diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan punishment
(hukuman) eksternal.
Tahap satu, Moralitas Heteronom adalah tahap pertama pada
tingkatan penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, anak
berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, anak berpikir
bahwa mereka harus patuh dan takut terhadap hukuman.
Moralitas dari suatu tindakan dinilai atas dasar akibat
fisiknya.
Contoh : “Bersalah” dicubit. Kakak membuat adik menangis,
maka ibu memukul tangan kakak (dalam batas-batas
tertentu).
Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental,
dan pertukaran.
Pada tahap ini, anak berpikir bahwa
mementingkan diri sendiri adalah benar dan hal ini
juga berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak
berpikir apapun yang mereka lakukan harus
mendapatkan imbalan yang setara.
Jika ia berbuat baik, maka orang juga harus
berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan
terhadap harapan social untuk memperoleh
penghargaan.
Contoh : berbuat benar ia dipuji “ pintar sekali”.
2. Moralitas Konvensional
•Penalaran konvensioanal adalah tingkat
kedua atau menengah dalam tahapan
Kohlberg. Pada tahapan ini, individu
memberlakukan standar tertentu, tetapi
standar ini ditetapkan oleh orang lain,
misalnya oleh orang tua atau pemerintah.
•Moralitas atas dasar persesuaian dengan
peraturan untuk mendapatkan persetujuan
orang lain dan untuk mempertahankan
hubungan baik dengan mereka.
Tahap satu, ekspektasi interpersonal, hubungan
dengan orang lain,
•Pada tahap ini anak menghargai kepercayaan,
perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain
sebagai dasar penilaian moral. Pada tahap ini,
seseorang menyesuaikan dengan peraturan untuk
mendapatkan persetujuan orang lain dan untuk
mempertahankan hubungan baik dengan mereka.
•Contoh adalah mengembalikan krayon ketempat
semula sesudah digunakan (nilai moral =
tanggung jawab).
Tahap kedua, moralitas system social,
•Pada tahap ini penilaian moral didasari oleh
pemahaman tentang keteraturan di masyarakat,
hukum, keadilan, dan kewajiban.
•Seseorang yakin bahwa bila kelompok social
menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh
kelompok, maka mereka harus berbuat sesuai
dengan peraturan itu agar terhindar dari keamanan
dan ketidaksetujuan social.
•Contohnya adalah bersama-sama membersihkan
kelas, semua anggota kelompok wajib membawa alat
kebersihan (nilai moral = gotong royong).
3. Moralitas Pasca-konvensional
•Penalaran pasca-konvensional merupakan tahapan
tertinggi dalam tahapan moral Kohlberg,
•Pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur
moral alternative, dapat memberikan pilihan, dan
memutuskan bersama tentang peraturan, dan
moralitas didasari pada prinsip-prinsip yang diterima
sendiri.
•Ini mengarah pada moralitas sesungguhnya, tidak
perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari diri
orang tersebut (kedewasaan).
Tahap satu, hak individu,
•Pada tahap ini individu menalar bahwa nilai,
hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang perlu
keluwesan dalam adanya modifikasi dan
perubahan standar moral apabila itu dapat
menguntungkan kelompok secara
keseluruhan.
•Contoh ; pada tahun ajaran baru sekolah
memperkenankan orang tua menunggu
anaknya selama lebih kurang satu minggu,
setelah itu anak harus berani ditinggal
Tahap kedua, prinsip universal
•Pada tahap ini, seseorang menyesuaikan dengan
standar social dan cita-cita internal terutama untuk
menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri
dan bukan untuk menghindari kecaman social
(orang yang tetap mempertahankan moralitas
tanpa takut dari kecaman orang lain).
•Contohnya adalah anak secara sadar merapikan
kamar tidurnya segera setelah ia bangun tidur
dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu
dalam keadaan rapi dan bersih.
APLIKASI DALAM PENDIDIKAN DI PAUD
• Pendidikan moral telah diterapkan pada PAUD di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kurikulum yang
mencakup lima aspek perkembangan, moral
ditempatkan bersamaan dengan pendidikan agama
“perkembangan nilai-nilai moral dan agama”.
• Guru di tuntut untuk mengembangkan nilai moral dan
agama kepada anak. Baik yang tercatat di rencana
kegiatan pembelajaran maupun yang tersirat pada
saat pembelajaran.
• Program-program yang telah dilakukan
menggabungkan pendidikan nilai pada tingkat global,
lokal dan individu.
a. Tingkat Global:
•Banyak sekolah memilih untuk melembagakan
pendekatan pembangunan karakter secara global dan
inklusif dengan masukan dari guru, pengurus, orang
tua dan pada tingkat yang lebih tinggi, bahkan anak.
•Di sini, pendidikan nilai ditemukan diseluruh
kurikulum, diimplementasikan diseluruh gedung
sekolah, dan dikaitkan dengan keluarga.
•Pada tingkat PAUD, anak diperkenalkan dan
diajarkan menjalankan aturan, membuat aturan
bersama dan membuat konsekuensi atas
pelanggaran secara bersama.
• Pada PAUD semua golongan yang telibat pada
anak usia dini ikut berperan serta dalam
mengajarkan aturan-aturan. Seperti, guru dan
orang tua harus menjadi panutan, idola terhadap
anak-anak, karena anak sifatnya manipulasi,
meniru orang yang lebih dewasa, meniru
idolanya. Seharusnya orang tua dan gurupun
harus menaati peraturan yang ada.
b. Tingkat lokal (Pengajaran di Ruang Kelas):
•Pada tingkat yang lebih lokal, guru dapat memilih
untuk memanfaatkan keingintahuan alami siswa
dapat mengajarkan nilai dan pengambilan
keputusan melalui diskusi “bagaimana jika....?”.
guru harus mengetahui kemampuan kognisi
siswanya dikelas dan memaksimalkan
kemampuan ini melalui kegiatan pemecahan
masalah.
•Guru harus bersedia menciptakan konflik kognisi
di ruang kelasnya dan merangsang pemakaian
sudut pandang sosial pada diri siswa.
• Pada pembelajaran anak usia dini, anak
dipusatkan untuk belajarkan tentang
kehidupan sehari-hari dan bersosial.
• Contohnya, anak diajarkan untuk tertib
mengantri, dapat berbagi sesuatu, berdoa
sebelum dan setelah melakukan kegiatan,
menyayangi makhluk hidup, bertanggung
jawab, berbagi dll.
c. Tingkat individu (manajemen konflik):
•Keluarga menginginkan sekolah memberi
siswa sarana yang perlu untuk menangani
konflik serius tanpa kekerasan, dan guru
dan pengurus mengevaluasi atau
memprakarsai program penyelesaian konflik
di banyak sekolah.

Anda mungkin juga menyukai