Anda di halaman 1dari 65

Keprotokolan

DASAR HUKUM
UU No.9 Tahun 2010
Pengganti UU No.8 Tahun 1987
tentang KEPROTOKOLAN.

PERATURAN PEMERINTAH No. 39


Tahun 2018
Pelaksanaan UU No.9 Tahun 2010 PP
ttg KEPROTOKOLAN

PERATURAN PEMERINTAH No. 56 Tahun 2019


PP Perubahan atasa peraturan pemerintah
N0.39 Tahun 2018
Protokol berasal dari kata
Protos dan Kolla
Protos = lembar pertama
Kolla = melekatkan
Protokol awalnya diartikan
sebagai lembar pertama yang
PROTOKOL dilekatkan pada sebuah naskah

Sejalan dengan perkembangan zaman


pengertiannya menjadi keseluruhan naskah
yang isinya terdiri dari cacatan, dukumen
persetujuan, perjanjian dll dalam lingkup
secara nasional maupun internasional.
Perkembangan selanjutnya Protokol diartikan
sebagai kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan
formalitas,tata urutan dan etiket diplomatik
PROTOKOLER
seluruh
hal yang mengatur
pelaksanaan suatu
E.V. Owlglass Publishing
kegiatan
baik dalam kedinasan/
kantor maupun
masyarakat
Keprotokolan adalah serangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan
aturan dalam acara kenegaraan
atau acara resmi yang meliputi
TATA TEMPAT, TATA UPACARA,
dan TATA
PENGHORMATAN sebagai bentuk
penghormatan kepada seseorang
sesuai dengan jabatan dan/atau
kedudukannya
dalam negara, pemerintahan,
atau masyarakat”.
TATA TEMPAT
TATA UPACARA
TATA
PENGHORMATAN
PASAL 3 UU NO. 9 TAHUN 2010
 Memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat
Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi
internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau
Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara,
pemerintahan, dan masyarakat;
 Memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar
berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan
ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional
maupun internasional;
 Menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan
antarbangsa
1. Tata Tempat

Adalah Pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat


Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi
internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam
Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
PENGATURAN TATA TEMPAT DI PUSAT

1. Presiden RI; 15. Pemimpin partai politik yang memiliki wakil


2. Wakil Presiden RI; di DPR RI;
3. Mantan Presiden dan mantan Wapres; 16. Anggota BPK RI, Ketua Muda dan Hakim
4. Ketua MPR RI Agung MA RI, Hakim MK RI, dan anggota KY
5. Ketua DPR RI; RI;
6. Ketua DPD RI; 17. Pemimpin lembaga negara yang ditetapkan
7. Ketua BPK RI; sebagai pejabat negara, pemimpin
8. Ketua Mahkamah Agung RI; lembaga negara lainnya yang ditetapkan
9. Ketua Komisi Yudisial RI; dengan UU, Deputi Gubernur Senior dan
10. Perintis pergerakan kemerdekaan; Deputi Gubernur BI, serta Wakil Ketua
11. Dubes/Kepala Perwakilan Negara Badan Penyelenggara Pemilihan Umum;
Asing dan Organisasi Internasional; 18. Gubernur Kepala Daerah;
12. Wakil Ketua MPR RI, Wakil Ketua DPR 19. Pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan
RI, Wakil Ketua DPD RI, Gubernur BI, tertentu;
Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan 20. Pimpinan lpnk, Wakil Menteri, WAKASAD,
Umum, Wakil Ketua BPK RI, Wakil WAKASAU, WAKASAL, WAKAPOLRI, Wakil
Ketua MARI, Wakil Ketua MK RI, dan Jaksa Agung , Wagub, Ketua DPRD
Wakil Ketua KY RI; provinsi,
13. Menteri, pejabat setingkat menteri, pejabat eselon I atau yang disetarakan;
Anggota DPR RI, dan anggota DPD 21. Bupati/walikota dan Ketua DPRD Kab/kota;
RI, serta Dubes Luar Biasa dan dan
Berkuasa Penuh RI; 22. Pimpinan tertinggi representasi organisasi
14. KASAD, KASAU, dan KASAL keagamaan tingkat nasional yang secara
faktual diakui oleh Pemerintah dan
PENGATURAN TATA TEMPAT DI PROVINSI
1. Gubernur; 10. Bupati / walikota
2. Wakil gubernur; 11. Kepala Kantor Perwakilan Badan
3. Mantan gubernur dan mantan wakil Pemeriksa Keuangan di daerah, Kepala
gubernur; Kantor Perwakilan Bank Indonesia di
4. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat daerah, ketua Komisi Pemilihan Umum
Daerah provinsi atau nama lainnya; Daerah;
5. Kepala perwakilan konsuler Negara 12. Pemuka agama, pemuka adat, dan
asing di daerah; Tokoh Masyarakat Tertentu tingkat
6. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat provinsi;
Daerah provinsi atau nama lainnya; 13. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
7. Sekretaris daerah, panglima/komandan Daerah kabupaten/kota;
tertinggi Tentara Nasional Indonesia 14. Wakil bupati/wakil walikota dan Wakil
semua angkatan, kepala kepolisian, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
ketua pengadilan tinggi semua badan Daerah kabupaten/kota;
peradilan, dan kepala kejaksaan tinggi 15. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
di provinsi; Daerah kabupaten/kota;
8. Pemimpin partai politik di provinsi yang 16. Asisten sekretaris daerah provinsi,
memiliki wakil di Dewan Perwakilan kepala dinas tingkat provinsi, kepala
Rakyat Daerah provinsi; kantor instansI vertikal di provinsi,
10. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat kepala badan provinsi, dan pejabat
Daerah provinsi atau nama lainnya, eselon II; dan
anggota Majelis Permusyawaratan 17. Kepala bagian pemerintah daerah
Ulama Aceh dan anggota Majelis provinsi dan pejabat eselon III.
Rakyat Papua;
PENGATURAN TATA TEMPAT DI KABUPATEN/KOTA

1. Bupati/walikota; 9. Pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh


2. Wakil bupati/wakil walikota; Masyarakat Tertentu tingkat
3. Mantan bupati/walikota dan mantan wakil kabupaten/kota;
bupati/wakil walikota; 10. Asisten sekretaris daerah kabupaten/kota,
4. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepala badan tingkat kabupaten/ kota, kepala
kabupaten/kota atau nama lainnya; dinas tingkat kabupaten/kota, dan pejabat
5. Wakil Ketua Dewan Penvakilan Rakyat eselon II, kepala kantor perwakilan Bank
Daerah kabupaten/kota atau nama lainnya; Indonesia di tingkat kabupaten, ketua komisi
6. Sekretaris daerah, komandan tertinggi pemilihan umum kabupaten/kota;
Tentara Nasional Indonesia semua 11. Kepala instansi vertikal tingkat
angkatan, kepala kepolisian, ketua kabupaten/kota, kepala unit pelaksana teknis
pengadilan semua badan peradilan, dan instansi vertikal, komandan tertinggi Tentara
kepala kejaksaan negeri di kabupaten/kota; Nasional Indonesia semua angkatan di
7. Pemimpin partai politik di kabupaten/kota kecamatan, dan kepala kepolisian di
yang memiliki wakil di Dewan Perwakilan kecamatan;
Rakyat Daerah kabupaten/kota; 12. Kepala bagian pemerintah daerah
8. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, camat, dan pejabat eselon
kabupaten/kota atau nama lainnya; III; dan
13. Lurah/kepala desa atau yang disebut dengan
nama lain dan pejabat eselon IV.
PEDOMAN PENGATURAN TATA TEMPAT

Orang yang berhak mendapat tata urutan


pertama/paling tinggi adalah mereka yang
mempunyai urutan paling depan atau mendahului.
 Jika
berjajar, yang berada di sebelah kanan dari orang
yang mendapat urutan tata tempat paling utama,
dianggap lebih tinggi/mendahului orang yang duduk di
sebelah kirinya.
 Jikamenghadap meja, tempat utama yang menghadap
ke pintu keluar dan tempat terakhir adalah tempat yang
paling dekat dengan pintu keluar.
TATA TEMPAT UNTUK ISTERI/SUAMI PEJABAT
 Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing
dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu
dalam Acara Kenegaraan dan/atau Acara Resmi dapat didampingi istri
atau suami. Dimana isteri atau suami menempati urutan sesuai tata
tempat jabatan suami atau isterinya;
 Apabila pejabat tertinggi hadir pada suatu acara resmi atau acara
kenegaraan didampingi isteri/suaminya, maka pejabat lain di bawahnya
yang juga menempati tempat duduk utama (main seat) juga didampingi
isteri/suaminya.
 Apabila pejabat tertinggi hadir pada suatu acara resmi atau acara
kenegaraan tidak didampingi isteri/suaminya, maka pejabat lain di
bawahnya yang juga menempati tempat duduk utama (main seat) juga
tidak didampingi isteri/suaminya.
TATA TEMPAT BAGI PEJABAT YANG MEWAKIL

 Apabila seorang Pejabat Negara, pejabat pemerintah, atau tokoh


masyarakat berhalangan hadir pada suatu acara resmi atau acara
kenegaraan, maka kehadirannya dapat diwakilkan oleh pejabat
lainnya selagi tidak ada ketentuan lain yang melarangnya.
 Tata tempat pejabat yang diwakili tidak dapat digantikan
oleh pejabat yang mewakilinya.
 Pejabat yang mewakili mendapatkan tata tempat
sesuai jabatan yang dimilikinya.
 Dalam hal Pejabat Negara, pejabat pemerintah, atau tokoh
masyarakat tertentu selaku tuan rumah berhalangan hadir dalam
acara kenegaraan/resmi, maka tempatnya diisi oleh pejabat
minimal yang mewakili satu tingkat di bawahnya
TATA TEMPAT JIKA DIHADIRI BEBERAPA
ORANG PEJABAT YANG SEDERAJAT

 Apabila terdapat pejabat negara pejabat pemerintah,


atau tokoh masyarakat tertentu yang menjadi leading
sector suatu kegiatan, maka pejabat tersebut
mendapat tempat yang utama
 Apabila tidak terdapat pejabat negara/pejabat
pemerintah, atau tokoh masyarakat tertentu yang
menjadi leading sector, maka aturan tata tempatnya
mengacu kepada susunan dalam surat keputusan atau
struktur organisasi yang resmi
Pengaturan Tempat Duduk (seating
arrangement)
PEDOMAN PENGATURAN TATA TEMPAT
(PRESEANCE)

Main Seat GANJIL :

5 3 1 2 4
PEDOMAN PENGATURAN TATA TEMPAT
(PRESEANCE)

Main Seat GENAP :

6 2 1 3 5

4
Pedoman Umum Tata
Tempat
Panggung Utama

VIP 2 MAIN SEATS VIP 1

Priority Priority Priority


Peserta Peserta
dan Peserta
dan
Undangan dan Undangan Undangan
Panggung Utama

Main Seats
VIP 2 3 1 2 VIP 1
4 3 2 1
1 2 3 4
Panggung Utama

VIP 2 VIP 1

Priority Priority

Peserta dan Peserta dan


Undangan Undangan
Panggung utama

VIP 2
VIP 1

4 3 1 2 2 1 3 4

Catatan; Kehadiran Pejabat bersama suami/istri


Panggung utama

VIP 2
VIP 1

4 3 2 1 2 1 3 4

Catatan; Kehadiran Pejabat tanpa suami/istri


Tata Tempat di
Panggung
3

VIP 2 MAIN
4 SEATS VIP 1
podium

Priority Priority Priority

Peserta Peserta Peserta


dan dan
dan Undangan
Undangan Undangan
podium

VIP 2 MAIN SEATS VIP 1

Priority Priority Priority

Peserta Peserta Peserta


dan dan
dan Undangan
Undangan Undangan
PEDOMAN PENGATURAN TATA TEMPAT
(PRESEANCE)
STAGE

GONG
PODIUM

Kiri : Tengah Kanan :


4 3 2 1 5 3 1 2 4 1 2 3 4

Kiri : Tengah Kanan :


4 3 2 1 4 2 1 1 2 3 4
3
TATA TEMPAT ACARA SEREMONIAL (TEATER)
STAGE

GONG
PODIUM

MC

MAIN SEAT

PERANGKAT PENGAMANAN

UNDANGAN UNDANGAN UNDANGAN

KAMERA (MEDIA CETAK DAN ELEKTRONIK)


TATA TEMPAT ACARA SEREMONIAL (TEATER)
STAGE

GONG
PODIUM

MC

MAIN SEAT

PERANGKAT PENGAMANAN

UNDANGAN UNDANGAN

KAMERA (MEDIA CETAK DAN ELEKTRONIK)


TATA TEMPAT ACARA SEREMONIAL (ROUND TABLE)
STAGE

GONG
PODIUM

MC

6 5
6 5 6 5
1 6 5 6 5
5 3 4 3 2 4
4 3 4 3 2 1 4 3 4 3
2 1 2 1 2 1 2 1

6 5 6 5 6 5 6 5 6 5
10 8 6 7 9
4 3 4 3 4 3 4 3 4 3
2 1 2 1 2 1 2 1 2 1

6 5 6 5 6 5 6 5 6 5
15 13 11 12 14
4 3 4 3 4 3 4 3 4 3
2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
KAMERA (MEDIA CETAK DAN ELEKTRONIK)
RECEIVING LINE
KEDATANGAN
 Kendaraan tamu
terhormat berada di
sebelah kanan pejabat
penyambut

1
 Pejabat penyambut
2 yang paling tinggi
jabatannya paling dekat
3 dengan kendaraan
tamu terhormat
4

5
RECEIVING LINE
KEPERGIAN  Kendaraan tamu
terhormat berada di
sebelah kiri
pejabat penyambut

1  Pejabat penyambut
yang paling tinggi
2
jabatannya paling dekat
3 dengan kendaraan tamu
terhormat
4

5
2. Tata Upacara

Adalah Pengaturan untuk melaksanakan upacara dalam


Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
Tata Upacara terbagi menjadi dua, yaitu: Tata Upacara
Bendera, dan Tata Upacara Bukan Upacara Bendera
A. Tata Upacara
Bendera
TATA URUTAN DALAM UPACARA
BENDERA
sekurang-kurangnya meliputi:

1. Pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu


kebangsaan Indonesia Raya;
2. Mengheningkan cipta;

3. Pembacaan naskah
Pancasila;
4. Pembacaan Pembukaan
Undang-Undang Dasar
Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
dan
5. Pembacaan doa
Kelangkapan Upacara Bendera:
Perlengkapan Upocara Bendera
B. Tata Bendera
Negara
• Apabila tali putus saat pengibaran bendera dan masih memungkinkan
bendera untuk naik, maka pengibaran tetap dilakukan sampai lagu
kebangsaan Indonesia Raya berakhir. Setelah itu, bendera diturunkan dan
kaitan tali diperbaiki, kemudian bendera dikibarkan kembali tanpa diiringi
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Apabila tidak memungkinkan untuk
dikibarkan kembali, maka bendera dilipat dan dibawa kembali dan
upacara dilanjutkan.

• apabila tali putus saat pengibaran bendera dan bendera jatuh, petugas
harus segera mengambil kembali dan membentangkan bendera dengan
posisi tegak lurus sampai Lagu Kebangsaan Indonesia Raya selesai.
Apabila bendera dimungkinkan untuk dikibarkan kembali, maka bendera
dikibarkan kembali tanpa diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Apabila tidak memungkinkan untuk dikibarkan kembali, maka bendera
dilipat dan dibawa kembali dan upacara dilanjutkan.
C. Tata Lagu Kebangsaan Dalam
Upacara Bendera
1. Pengibaran atau penurunan bendera Negara dengan diiringi lagu
kebangsaan;

2. Iringan lagu kebangsaan dalam pengibaran atau penurunan bendera


Negara dilakukan oleh korps musik atau genderang dan/atau sangkakala,
sedangkan seluruh peserta upacara mengambil sikap sempurna dan
memberikan penghormatan menurut keadaan setempat.

3. Dalam hal tidak ada korps musik atau genderang dan/atau sangkakala
pengibaran atau penurunan bendera negara diringi dengan lagu
kebangsaan yang dinyanyikan oleh seluruh peserta upacara.

4. Saat mengiri pengibaran dan penurunan bendera tidak dibenarkan


menggunakan musik dari alat rekam
D. Upacara Bendera Dalam
Ruangan
E. Aturan Lain Dalam Tata Lagu Kebangsaan

Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:

a. Untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil Presiden;


b. Untuk menghormati Bendera Negara pada waktu
pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang
diadakan dalam upacara;
c. Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh
pemerintah;
d. Dalam acara pembukaan Sidang Paripurna MPR, DPR,
DPRD, dan DPD;
e. Untuk menghormati kepala negara atau kepala
pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi;
f. Dalam acara atau kegiatan olah raga internasional;
g. Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan
di Indonesia
Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan
dan/atau dinyanyikan:

a. Sebagai pernyataan rasa


kebangsaan;
b. Dalam rangkaian program pendidikan dan
pengajaran;
c. Dalam acara resmi lainnya yang
diselenggarakan oleh organisasi, partai
politik, dan kelompok masyarakat lain;
d. Dalam acara ataupun kompetisi ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni
internasional.
PEMBACAAN PENGULANGAN/PENIRUAN
PANCASILA PANCASILA
SATU SATU
KETUHANAN YANG MAHA ESA KETUHANAN YANG MAHA ESA
DUA DUA
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN
BERADAB BERADAB
TIGA TIGA
PERSATUAN INDONESIA PERSATUAN INDONESIA
EMPAT EMPAT
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN KERAKYATAN YANG DIPIMPIN
OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN
DALAM PERMUSYAWARATAN DALAM PERMUSYAWARATAN
PERWAKILAN PERWAKILAN
LIMA LIMA
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH
RAKYAT INDONESIA RAKYAT INDONESIA
TATA UPACARA BUKAN UPACARA
BENDERA
Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan
untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
Upacara Bukan Upacara
Bendera
PEDOMAN PENGATURAN TATA
UPACARA BUKAN UPACARA BENDERA
1. Urutan acara disusun sesederhana mungkin;
2. Greetings dilakukan menurut urut-urutan dari yang
tertinggi berdasarkan aturan keprotokolan;
3. Kata yang terhormat hanya diberikan kepada satu orang yang
tertinggi derajatnya sesuai aturan keprotokolan;
4. Susunan Acara disusun berdasarkan urut-urutan dari yang terendah
berdasarkan aturan keprotokolan;
5. Usahakan Tamu Terhormat tidak
melakukan pergerakan kepanggung
berulang-ulang, kecuali jika tidak
memungkinkan menurut aturan
keprotokolan;
6. Laporan atau sambutan dari sebuah
institusi hanya dilakukan oleh satu
orang/pejabat.
3. Tata Penghormatan

Adalah Pengaturan untuk melaksanakan pemberian hormat


bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan
negara asing dan/atau organisasi internasional, dan Tokoh
Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara
Resmi.
Penghormatan sebagaimana dimaksud meliputi:
a.penghormatan dengan bendera negara;
b.penghormatan dengan lagu kebangsaan;
dan/atau
c.bentuk penghormatan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
UKURAN BENDERA NEGARA

 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan


kepresidenan;
istana
 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil
Presiden;
 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;
 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
(Sumber: Pasal 4 UU Nomor 24 Tahun 2009)
Segala ketentuan tentang bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam Undang-undang
nomor 24 tahun 2009.
Pemyambutan Tamu Negara di
bandara
Upacara Penyambutan Tamu Negara di
Istana Merdeka
Pemyambutan Tamu Negara Istana
Bogor

Anda mungkin juga menyukai