Anda di halaman 1dari 21

Sistematika Regulasi dan Hukum

Nirlaba Layanan Pendidikan


KRITERIA YAYASAN

(1) Kekayaan yang dipisahkan

(2) Kekayaan hanya dipergunakan untuk mencapai tujuan

(3) Tujuan Yayasan tertentu di Bidang Sosial, Keagaamaan

dan Kemanusiaan.

(4) Tidak mempunyai anggota ( UU No 16 tahun 2001

Pasal 1 butir 1 )
AMANDEMEN PASAL 31 UUD 1945

Tujuan Mencerdaskan Satu Sistem


Kehidupan Bangsa Pendidikan Nasional

Kebutuhan Penyelenggara
Pendidikan Nasional

Menciptakan SDM :
-Handal
-Profesional
AMANDEMEN PS 31
UUD 1945

PEMERINTAH PEMBAHARUAN
SPN

UU No 2 /1989
Diubah
UU No 20 /1990
AMANAT UU NO 20 TAHUN 2003

Memuat Paradigma Baru :

Visi –

Fungsi dan Tujuan -

Prinsip Penyelenggaraan pendidikan -

Penyelenggaraan pendidikan Formal Berbentuk Badan Hukum –


Penyelenggaraan Pendidikan Saat ini

Yayasan sebagai Penyelenggara ( Pola Lama )

Ditinjau dari sudut Pendiri


Ormas , Keagamaan -
Tokoh dan atau Pemuka Masyarakat -
Perseorangan , Keluarga, Sekelompok Orang -

Berakibat Pengelolaan Tidak Optimal


HUBUNGAN YAYASAN DGN PERGURUAN TINGGI ( Pola Lama )

YAYASAN
PENYELENGGARA

Kendala :
- Program Pengembangan
- Kewenangan

PERGURUAN TINGGI
PENGELOLA
PERGURUAN TINGGI TIDAK DAPAT SECARA LANGSUNG
MELAKUKAN KERJA SAMA DENGAN PIHAK LAIN
( KHUSUSNYA MASALAH DANA )

TIDAK ADANYA KONTROL MASYARAKAT


Dasar Hukum Pendirian BHP

Pasal 53 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan


oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum
pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik
(3) Badan Hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri
untuk memajukan satuan pendidikan
(4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan di atur dengan
undang-undang tersendiri
Badan Hukum Pendidikan BHP

Yayasan sebagai Penyelenggara Pendiri

Peran dan Fungsi Yayasan Wali Amanat

Nirlaba
- Setiap hasil usaha tidak dapat dibagikan
- Hanya untuk diinvestasikan secara terus menerus

BHP DAPAT DIDIRIKAN OLEH :


- PEMERINTAH
- YAYASAN
- PERSEORANGAN
- BADAN HUKUM LAIN
Pola Pikir Baru

Pemerintah
Pendiri
(dh.penyelenggara)
Yayasan dll.

BHP Penyelenggara
Perlu adanya penegasan bahwa Yayasan/Pendiri mempunyai
kewenangan sebagai berikut :

- Hak prerogatif tentang penetapan visi dan misi BHP

- Pembuatan,perubahan dan penetapan Anggaran Dasar

- Pengangkatan dan penetapan anggota Majelis Wali Amanah


( MWA ).

- Pengangkatan dan penetapan Pimpinan Majelis Wali Amanah


( MWA ).

- Hak-hak Yayasan sebagai pendiri secara umum perlu di


akomodasi
Definisi tentang pendiri BHP hendaknya diatur dan
diuraikan secara jelas/rinci.

Pemerintah,Yayasan,Perseorangan atau Badan Hukum


lain dapat mendirikan BHP dan berkedudukan sebagai
Pendiri.

Badan Hukum Pendidikan ( BHP ) adalah subyek hukum

Badan Hukum Pendidikan (BHP ) perlu dikelola secara


professional dengan prinsip nirlaba, berarti Pendiri dan
penyelenggara tidak memperoleh sisa hasil usaha. Jika
ada sisa hasil usaha yang diperoleh hanya dapat
diinvestasikan untuk meningkatkan pelayanan dan mutu
pendidikan secara berkesinambungan.
Pasal 13 ayat 6 , diubah menjadi :
“ Dalam penetapan seluruh kewenangan MWA ( tidak hanya
pemilihan Pemimpin PT ) sebagaimana tercantum Pasal 9 yang
didirikan oleh masyarakat , komposisi hak suara diatur oleh
Pendiri dalam Anggaran Dasar , di mana Pendiri dapat memiliki
hak suara 51 % atau lebih”.

Berhubung Pasal 16 rancangan BHP ini bertentangan dengan Pasal 1


ayat 8 , yang berbunyi :
“ Anggaran Dasar adalah ketentuan dasar yang sekurang-kurangnya
memuat tentang visi,misi ,asas,tujuan,fungsi ,pendiri,nama dan
tempat kedudukan,jangka waktu pendirian, dan pokok-pokok
organisasi BHP ” maka Pasal 16 agar diubah menjadi :
Ayat 1 :
Ketentuan pokok lebih lanjut tentang MWA , Dewan Audit , Senat Akademik
dan Pimpinan Perguruan Tinggi serta unit lain yang
dipandang perlu diatur dalam Anggaran Dasar
( bukan peraturan pemerintah).

Ayat 2 :
Ketentuan rinci lebih lanjut tentang MWA , Dewan Audit ,Senat Akademik
dan Pimpinan Perguruan Tinggi serta unit lain yang
dipandang perlu diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga ( bukan Anggaran Dasar ).

Ayat 3 :
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dapat
diatur dalam peraturan pemerintah.
Pasal 20 ayat 1diubah menjadi :

BHP PT diselenggarakan secara professional berdasarkan


prinsip nirlaba , otonomi, akuntabilitas ,
jaminan mutu dan evaluasi yang
transparan dan ditambah dengan
penjelasan khususnya tentang prinsip
nirlaba yang berisi sebagai berikut:

Jika ada laba ( sisa anggaran ) yang diperoleh , maka laba


tersebut tidak dapat dialihkan keluar BHP
termasuk Yayasan/Pendiri dan
Penyelenggara. Kecuali diinvestasikan untuk
meningkatkan pelayanan, SDM dan mutu
pendidikan secara berkesinambungan.
Kekayaan awal yang dialihkan pada BHP (khususnya Perguruan Tinggi
yang sudah berjalan ) diatur sepenuhnya dalam
Anggaran Dasar. Dalam Undang-Undang ini perlu
diatur minimal kekayaan yang harus dialihkan
kepada BHP.

Lembaga Pendidikan Asing yang akan menyelenggarakan


Pendidikan Tinggi di Indonesia perlu diatur
lebih rinci dalam Undang-Undang ini

Diusulkan pula agar dimungkinkan adanya BHP dengan struktur


yang tidak harus sama dengan yang tercantum
dalam draft RUU.
Yang ditetapkan sebagai Badan Hukum Pendidikan (BHP) adalah
Satuan Pendidikan Tinggi atau dapat Badan
Penyelenggara yang berkedudukan sebagai
penyelenggara Perguruan Tinggi (mengacu pada
Pasal 53 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga
mengingat karena ada Yayasan yang
mendapatkan wakaf dari masyarakat untuk
kepentingan Pendidikan tersebut)

Perubahan dari bentuk lama untuk menjadi BHP diperlukan


masa peralihan yang cukup dan jangka
waktunya ditentukan dengan
mempertimbangkan kondisi Yayasan yang
beraneka ragam.
BHP dan Otonomi Perguruan
Tinggi
 Pengaturan penyelenggaraan pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi, secara bertahap mengalami pergeseran,
yaitu dari semula dilakukan oleh negara ke arah pengaturan
secara mandiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.
Hal inilah yang sekarang dikenal sebagai otonomi
perguruan tinggi.
Mengapa diperlukan otonomi
perguruan tinggi ?
 Keunikan atau kekhasan perguruan tinggi perlu dipelihara
keberadaannya.Agar perguruan tinggi mampu memelihara
keunikan atau kekhasannya, maka kepada perguruan tinggi
harus diberikan otonomi yang memungkinkan perguruan
tinggi mengatur diri sendiri sesuai dengan
kontekstualitasnya
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai