Anda di halaman 1dari 58

ADMINISTRASI KEUANGAN

PUBLIK
(MAPU 5202)

Dr. M. Riduan, SE, MM.


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TERBUKA
2014
PETA KOMPETENSI

Matakuliah ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu mengevaluasi berbagai aspek keuangan publik dari sisi
pemerimaan maupun pengeluaran baik secara teoritis maupun kebijakan dalam konteks Indonesia.

12. Dapat menjelaskan pengawasan keuangan negara

11. Dapat menjelaskan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah

10. Dapat menjelaskan kebijakan pemerintah di bidang keuangan

9. Dapat menjelaskan anggaran negara

5 Dapat menjelaskan 6 Dapat menganalisis


administrasi perpajakan perpajakan

3 Dapat menjelaskan pajak sebagai 4 Dapat menjelaskan peran BUMN dan


sumber penerimaan publik BUMD sebagai sumber penerimaan publik

8. Dapat menjelaskan
7. Dapat menjelaskan konsep konsep pembiayaan
2. Dapat menjelaskan konsep penerimaan publik pengeluaran publik pembangunan

1. Dapat menjelaskan tugas-tugas Negara, pengertian dan ruang lingkup


keuangan publik, dan keuangan publik di Negara berkembang
M1. KONSEP KEUANGAN PUBLIK
KB1. Tugas-tugas Negara/Peran Pemerintah
1. Ada 3 sistem perekonomian, yaitu: (a) sistem perekonomian
kapitalis atau liberalis murni, (b) sistem perekonomian
sosialis dan (c) sistem perekonomian campuran. Sistem
perekonomian kapitalis atau liberalis murni sering
mengakibatkan adanya benturan kepentingan antar individu
yang akhirnya melahirkan kegagalan pasar (market Failure).
Sedangkan pada sistem perekonomian sosialis, negara atau
pemerintah menjalankan peran yang dominan dalam
kehidupan ekonomi. Sedangkan pada sistem perekonomian
campuran, kegiatan ekonomi diatur secara seimbang dengan
memberikan kebebasan kepada individu untuk
melaksanakan kegiatan ekonomi sampai dengan batas-batas
tertentu sesuai dengan peraturan pemerintah atas dasar
kehendak masyarakat luas.
Tugas-tugas Negara/Peran Pemerintah
2. Peran pemerintah dalam perekonomian modern
dibedakan menjadi 3, yaitu: (a) peran alokasi, berkaitan
dengan penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat melalui kebijakan yang bersifat mengatur
(regulatory policies), (b) peran distribusi, berkaitan
dengan upaya agar pendapatan maupun kekayaan
terdistribusi secara merata, dan (c) peran stabilisasi
yang diperlukan untuk mengatasi berbagai gejolak
yang terjadi dalam perekonomian melalui berbagai
kebijakan pemerintah (fiskal, moneter, ekonomi
lainnya).
KB2. Pengertian & Ruang Lingkup Keuangan Publik
1. Kegiatan pemerintah dalam bidang keuangan berbeda dengan
kegiatan sektor swasta. Kegiatan pemerintah atau sektor publik
lebih banyak ditentukan atau diputuskan melalui keputusan-
keputusan politis yang didasarkan pada preferensi pemilih.
Sedangkan kegiatan sektor swasta lebih banyak dipengaruhi oleh
mekanisme pasar yang lebih mempertimbangkan kepentingan
individu untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
2. Keterkaitan sektor publik dengan sektor privat dapat
digambarkan melalui siklus aliran pendapatan dan pengeluaran
dalam perekonomian. Aliran yang terjadi dapat dibedakan
menjadi 2 (dua), yakni aliran pendapatan dan pengeluaran
(income and expenditure flows) serta aliran faktor-faktor produksi
dan produksi (factor and product flows).
Pengertian & Ruang Lingkup Keuangan Publik
3. Keuangan negara sebagai suatu bidang ilmu mempelajari fakta-
fakta, prinsip-prinsip, maupun teknik-teknik yang dilakukan
pemerintah dalam memperoleh dan membelanjakan dananya,
maupun pengaruh dari apa yang dilakukan pemerintah tersebut
terhadap perekonomian.
4. Ruang lingkup keuangan publik adalah (Arsjad. Et.al, 1992:6):
Pengeluaran negara (public expenditure); sumber-sumber
penerimaan negara di mana pajak merupakan sumber penerimaan
negara yang terpenting (government revenue and taxes); pinjaman
negara dan pelunasannya (government borrowing and indebtedness);
administrasi fiskal atau teknik fiskal (fiscal administration or
technique) yang membahas hukum dan tata usaha keuangan negara;
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (intergovernment fiscal relationship); kebijakan fiskal fiscal
policy) yang mempelajari peranan dan pengaruh keuangan negara
terhadap pendapatan nasional, distribusi pendapatan nasional,
kesempatan kerja, harga-harga, serta efisiensi alokasi sumber daya.
KB3. Keuangan Publik Di Negara Berkembang
1.Persoalan utama keuangan publik di negara
berkembang tersebut adalah bagaimana merancang
kebijaksanaan atau politik fiskal dan moneter yang
efektif untuk mendorong pembentukan modal,
peningkatan investasi, peningkatan kesempatan kerja,
peningkatan pendapatan per kapita, pengendalian
inflasi, serta pembangunan yang berkelanjutan. Oleh
karena itu pemerintah negara berkembang perlu
melaksanakan kebijaksanaan atau politik fiskal yang
efektif. Kebijaksanaan fiskal adalah kebijakan
mengenai anggaran atau penerimaan dan pengeluaran
negara.
M2. PENERIMAAN PUBLIK (PUBLIC REVENUE)
KB.1. Pengertian dan Sumber-sumber Penerimaan Publik
Kegiatan pemerintah memerlukan pembiayaan-pembiayaan atau
pengeluaran, maka pemerintah memerlukan adanya penerimaan yang
diperoleh dari dalam maupun luar negeri.

Beberapa sumber penerimaan publik antara lain adalah sebagai berikut:


1. Pemungutan pajak.
2. Pemungutan retribusi.
3. Bagian keuntungan dari badan usaha milik pemerintah dan daerah.
4. Denda dan sita.
5. Pencetakan uang.
6. Pinjaman.
7. Hibah, sumbangan, dan hadiah.
8. Penyelenggaraan undian.
 
KB2. Gambaran Penerimaan Publik di Indonesia
Penerimaan Dalam Negeri yang bersumber pada:
1. Penerimaan Perpajakan
a. Penerimaan pajak dalam Negeri
penerimaan pajak dalam negeri berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), dan Bea Perolehan Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB).
b. penerimaan perdagangan internasional
penerimaan pajak internasional terdiri dari Bea masuk, dan pungutan ekspor.

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


a. penerimaan sumber daya alam seperti dari sektor minyak dan gas, pertambangan
umum, kehutanan, dan perikanan;
b. penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN seperti perbankan, jasa alat, konstruksi,
usaha pertambangan, industri strategis, energi, dam komunikasi;
c. penerimaan negara bukan pajak lainnya;
d. hibah.

Dari data di atas maka pemerintah dapat menyusun rencana Penerimaan Negara dan Kebijakan
yang ditempuh pada tahun berikutnya.
 
M3. PAJAK SEBAGAI SUMBER PENERIMAAN PUBLIK
KB1. Pengertian, Prinsip dan Sistem perpajakan
Pajak merupakan harapan terbesar bagi penerimaan
negara kita, tercatat lebih dari 70% penerimaan dalam
APBN berasal dari berbagai jenis pajak.
Pajak yaitu sebagai pengalihan sumber-sumber daya
yang wajib dilakukan oleh masyarakat kepada sektor
publik berdasarkan undang-undang atau peraturan
sehingga dapat dipaksakan tanpa adanya kontra
prestasi atau balas jasa yang langsung.
KB2. Penggolongan Pajak

Jenis-jenis Pajak yang berlaku di Indonesia:


1. Pajak Negara dan Pajak Daerah
2. Pajak langsung dan Pajak Tidak langsung
3. Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
KB3. Jenis-jenis Pajak
Beberapa macam pajak yang dapat memberikan
sumbangan pada penerimaan negara antara lain adalah
1. Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPnBM).
3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan 5.
Bea Meterai. 
Pajak-pajak seperti tersebut di atas merupakan pajak
negara/pusat dan pajak pusat yang didaerahkan
misalnya Pajak Bumi dan Bangunan yang merupakan
pajak pusat yang pelaksanaan pemungutannya
diserahkan pada daerah.
M4. BADAN USAHA MILIK NEGARA/DAERAH
KB1. Fungsi, Tujuan dan Jenis-jenis BUMN/BUMD

BUMN/BUMD merupakan usaha negara/daerah yang seluruh atau sebagian


modalnya dimiliki oleh negara/daerah. Pendirian BUMN memiliki fungsi ekonomi
dan fungsi sosial. Di samping itu juga sebagai fungsi budgeter, yakni diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap keuangan negara/daerah.
Tujuan didirikannya BUMN/BUMD, menurut Davas (1990) antara lain:
1. Untuk melaksanakan ideologi tertentu, di mana seluruh sarana atau alat
produksi dianggap sebagai milik masyarakat.
2. Untuk melindungi masyarakat selaku konsumen terhadap adanya monopoli
alamiah.
3. Untuk mengambil alih perusahaan asing.
4. Untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
5. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh swasta,
karena memerlukan modal yang relatif besar.
6. Untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat mendorong laju
pembangunan.
7. Untuk menambah penerimaan bagi negara/daerah.
 
Fungsi, Tujuan dan Jenis-jenis BUMN/BUMD
Jenis-jenis BUMN/BUMD digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Perusahaan Jawatan (Perjan).
2. Perusahaan Umum (Perum).
3. Perusahaan Perseroan (Persero).
 
Bidang usaha BUMN/BUMD selama ini meliputi berbagai sektor usaha,
seperti pertambangan, perikanan, perindustrian, perdagangan, dan jasa.
Beberapa pertimbangan dalam memilih jenis usaha yang sesuai untuk
dikelola oleh perusahaan negara/daerah, yaitu:
1. Harus ada pemisahan antara kegiatan yang dilakukan oleh BUMN/BUMD
dengan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat/daerah.
2. Produk (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh BUMN/BUMD harus
produk yang dapat dijual untuk kebutuhan masyarakat luas.
3. Adanya kemungkinan untuk menutup biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang/jasa tersebut. Dengan kata lain usaha-usaha tersebut
harus dapat membiayai sendiri (self financing).
KB2. Kinerja BUMN/BUMD
Kinerja BUMN di Indonesia, sesuai dengan ketentuan Departemen Keuangan (Depkeu),
diukur dengan menggunakan kriteria Rentabilitas, Likuiditas, dan Solvabilitas (RLS).
Rentabilitas untuk mengukur seberapa besar kemampuan BUMN untuk menghasilkan
keuntungan, likuiditas mengukur kemampuan BUMN membayar kewajiban-kewajiban
finansial (hutang) jangka pendek (tidak lebih dari satu tahun), dan Solvabilias untuk
mengukur kemampuan BUMN membayar seluruh kewajiban-kewajiban finansial (utang
jangka pendek dan jangka panjang) pada saat BUMN tersebut dilikuidasi. Data dasar
yang digunakan dalam pengukuran kinerja BUMN dengan kriteria RLS tersebut, adalah
neraca BUMN. Dari neraca BUMN, dapat dilihat jumlah aktiva, jumlah pasiva dan modal
sendiri. Analisis kinerja keuangan seperti di atas pada dasarnya dilakukan untuk
melakukan evaluasi kinerja di masa lalu, dengan menggunakan berbagai analisis,
sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan
potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja di masa
lampau, dapat digunakan untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa mendatang,
sehingga hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan perusahaan, termasuk keputusan investasi.
Ukuran kinerja BUMN/BUMD yang dilakukan berdasarkan kriteria RLS tersebut, sudah
lama menjadi pedoman untuk menyatakan apakah BUMN/BUMD itu sangat sehat,
kurang sehat, atau tidak sehat.
Kinerja BUMN/BUMD
Berkaitan dengan jalannya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, pengukuran
kinerja BUMN/BUMD yang hanya berdasarkan pada segi keuangan, masih dirasakan
kurang lengkap. Perkembangan terakhir Menteri Keuangan mencantumkan ukuran
nonkeuangan seperti segi operasional dan administrasi, namun ukuran nonfinansial
tersebut belum memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kinerja
BUMN/BUMD. Untuk melihat kinerja BUMN/BUMD secara menyeluruh, seharusnya
juga melihat aspek eksternal yang dominan, seperti tingkat kepuasan pelanggan,
loyalitas pelanggan, employee retention, low cost, dan cost leadership. Jika aspek-aspek
tersebut diabaikan dalam mengukur kinerja BUMN/BUMD, maka perusahaan tersebut
tidak mampu mempertahankan keunggulannya dalam persaingan global.

Balance Scorecard (BS) merupakan suatu alternatif sebagai alat pengukuran kinerja
perusahaan, termasuk BUMN/BUMD. Pengukuran kinerja dengan menggunakan BS,
bukan hanya pengukuran finansial dan nonfinansial saja, melainkan hasil dari suatu
proses atas bawah (top-down) yang berdasarkan pada penjabaran visi dan misi suatu
perusahaan. Pengukuran ini meliputi empat aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek
finansial (Return on Capital Employed), aspek costumer (costumer loyalty dan on time
delivery), aspek internal proses (process quality dan process cycle time), dan aspek
learning and growth (employee skill).
KB3. Restrukturisasi dan Privatisasi Perusahaan Negara/Daerah
Rendahnya kinerja BUMN/BUMD merupakan fenomena yang sering terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Keberadaan
BUMN/BUMD yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara/daerah, justru sering menjadi beban keuangan
negara/daerah. Hal seperi inilah yang mendorong pemerintah, sebagai pemegang otoritas melakukan upaya untuk membenahi kebijakan-
kebijakan untuk mengatur keberadaan BUMN/BUMD. Kebijakan tersebut meliputi revitalisasi, restrukrisasi, profitisasi dan privatisasi
perusahaan negara/daerah.
Revitalisasi perusahaan negara merupakan upaya pemerintah dalam rangka mengoptimalkan kinerja BUMN. Berkaitan dengan hal tersebut,
pada pembukaan Summit BUMN tahun 2005, Presiden RI memberikan pengarahan sebagai berikut.
1. Agar Kementrian BUMN beserta jajarannya menjalankan secara konsisten visi Kabinet Bersatu tentang kebijakan BUMN di dalam
mewujudkan revitalisasi sektor-sektor ekonomi.
2. BUMN memiliki potensi dan peran yang sangat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. BUMN harus mampu meningkatkan daya saingnya.
4. BUMN diharapkan ikut terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
5. Mekanisme pemilihan jajaran pimpinan BUMN.
 
Sebagai tindak lanjut arahan Presiden RI tersebut, Kementrian BUMN menyusun Master Plan Revitalisasi BUMN tahun 2005 – 2009. Secara
filosofi, setidaknya terdapat tiga hal yang mendasari master plan revitalisasi BUMN, yaitu:
1. Melakukan revitalisasi sektor ekonomi yang sementara kapasitas terpasang masih sangat besar.
2. Meneruskan master plan tahun 1999, dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap dinamika yang berkembang.
3. Merevitalisasi BUMN yang kapasitasnya telah tersedia, namun kinerjanya belum optimal.
 
Restrukrisasi adalah salah satu kebijakan reformasi dalam rangka memperbaiki kinerja dan efisiensi perusahaan negara, yang dapat
meningkatkan kemampuan bersaing secara global. Kemampuan ini akan meningkatkan laba dan nilai perusahaan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kontribusi terhadap anggaran negara. Sasaran yang akan dicapai melalui program restrukrisasi BUMN ini ada dua sasaran, yaitu:
1. Sasaran nasional, terdiri dari:
a. Menjamin terjadinya perbaikan yang berkesinambungan dalam pertumbuhan, efisiensi, dan keuntungan BUMN.
b. Memperbaiki keuangan negara.
2. Sasaran Keuangan, terdiri dari:
a. sasaran keuangan bagi perseroan;
b. sasaran keuangan bagi pemerintah.
 
M5. ADMINISTRASI PAJAK
KB1. Pengertian dan Tahapan Administrasi Pajak
Pajak merupakan penerimaan terbesar bagi negara, untuk memperlancar penerimaan
dari sektor ini maka pemerintah harus terlebih dahulu membenahi administrasi
perpajakan.
Adapun tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan adalah:
1. mengidentifikasi subjek dan/atau objek pajak;
2. melakukan penilaian (assessment) dan penetapan nilai pajak terutang;
3. melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak;
4. melakukan pembukuan penerimaan pajak;
5. menegakan hukum atau aturan perpajakan.
 
Administrasi perpajakan juga berkaitan erat dengan sistem pemungutan pajak yang
digunakan. Di Indonesia dikenal tiga macam sistem pemungutan pajak yaitu: official
assessment system, self assessment system, dan withholding system. Di samping
tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan, perlu juga diperhatikan mengenai
penetapan tarif pajak. Penetapan tarif ini diusulkan oleh pemerintah yang kemudian
harus disetujui oleh masyarakat dan ditetapkan dalam undang-undang. Ada dua
macam tarif yaitu advaloren tariff dan fixed tariff. Setelah penetapan tarif maka langkah
berikutnya pemerintah dapat menetapkan target penerimaan dari suatu jenis pajak.
KB2.
Untuk mendapatkan suatu penerimaan pajak yang maksimal diperlukan penerapan
Ukuran-ukuran Kinerja Administrasi Pajak

administrasi pajak yang baik. Dari penerapan administrasi pajak oleh instansi yang
berwenang ini, kita akan mendapatkan output kinerja administrasi pajak. Ada
beberapa pendekatan yang dipergunakan seperti yang dikemukakan oleh Cave,
Kogan, Smith, Musgrave and Musgrave, Nick Devas dan lain-lain.
 Menurut Devas ada tiga tolok ukur untuk menilai administrasi pajak yaitu:
1. tax effort (upaya pajak) yang merupakan perbandingan antara hasil suatu sistem
pajak dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak;
2. tax efectivity (hasil guna pajak) mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak itu sendiri. Di sini semua wajib pajak diharapkan
akan membayar pajak terutangnya masing-masing;
3. tax efeiciency (daya guna pajak) adalah untuk menilai kemampuan administrasi
perpajakan baik efisien eksternal maupun efisiensi internal.
 
 Ukuran yang secara khusus mengukur kemampuan administrasi pajak pada suatu
negara adalah perbandingan antara realisasi penerimaan pajak dengan total
penerimaan negara dalam APBN.
M6. ADMINISTRASI PERPAJAKAN (TAX ANALYSIS)
KB1. Prinsip-prinsip Analisis Perpajakan

Pajak sebagai sumber penerimaan negara dalam pelaksanaannya


perlu memperhitungkan pengaruh yang dapat ditimbulkan.
Pengaruh ini tidak saja terhadap tingkat kesejahteraan individual,
pada penerapannya seperti pada Pajak Penghasilan, juga dapat
dilihat pada pola konsumsi pada Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Barang Mewah, karenanya dalam pengenaannya
fungsi pengaturan perlu dimasukkan dalam penetapan pajak.
Pajak pada hakikatnya dapat digeser ke muka atau ke belakang.
Penggeseran pengenaan pajak tergantung kepada sifat persaingan
dan sifat barang, serta keadaan penawaran dan permintaan
barang. Penggeseran pengenaan pajak dapat dilakukan kepada
seseorang dengan jalan ke depan atau kebelakang melalui proses
shifting.
 
 
KB2. Pengaruh Pajak Terhadap Perekonomian
Idealnya suatu jenis pajak yang baik adalah jenis pajak yang sifatnya netral. Namun
hal ini sangat sulit untuk diterapkan. Pengenaan pajak pada masyarakat akan
berakibat menurunnya daya beli masyarakat dan kemudian akan mempengaruhi
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya serta mengurangi
kesempatan masyarakat untuk menabung, sedangkan pemerintah sangat
membutuhkan dana yang berasal dari tabungan masyarakat ini oleh untuk
berinvestasi. Akibat lebih lanjut akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi di
masa yang akan datang. Untuk itu pemerintah harus mengarahkan masyarakat
untuk menabung dengan memberikan berbagai pengarahan. Dengan pengarahan,
tabungan dalam masyarakat dapat berfungsi untuk meningkatkan produksi

Pengenaan pajak dapat mengurangi kemampuan berproduksi dan investasi, tetapi


sebaliknya dapat mendorong kegiatan berproduksi dan berinvestasi.
 
M7. PENGELUARAN PUBLIK (PUBLIC EXPENDITURE)
KB1. Pengertian Pengeluaran Publik
Di dalam sistem keuangan, termasuk dalam keuangan publik, selalu
membicarakan tentang sumber pemasukan dana dan pengeluaran atau
penggunaan dana. Pengeluaran publik (Public Expenditur) merupakan
pengeluaran untuk kegiatan pemerintah dalam rangka melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Oleh karena itu,
pengeluaran publik selalu akan berbanding lurus terhadap aktivitas atau
kegiatan pemerintah. Artinya bahwa semakin banyak aktivitas yang
dilakukan oleh pemerintah, pengeluaran akan semakin besar pula.
Hampir setiap negara, baik di negara maju maupun negara berkembang,
pengeluaran publik selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.
Mengapa hal ini terjadi? Banyak para ahli melakukan penelitian, dan
mereka menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Perbedaan ini
terjadi karena variabel, tolok ukur, basis pembanding, maupun teknik
analisis yang digunakan berbeda-beda. Oleh karena itu, kesimpulan yang
dihasilkan oleh peneliti tersebut, masih menyisakan berbagai pertanyaan
yang jawabannya membutuhkan kajian lebih lanjut.
Pengertian Pengeluaran Publik
Fenomena terjadinya pertumbuhan pengeluaran publik juga terjadi di Indonesia. Semenjak
diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, pengeluaran publik mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Hal ini terjadi karena adanya pemekaran daerah. Sebelum dilaksanakannya UU Otonomi
Daerah, jumlah provinsi di Indonesia sebanyak 27 provinsi, saat ini telah berkembang menjadi 34 Provinsi,
dan masih akan bertambah lagi di masa mendatang. Demikian juga daerah kabupaten/kota, yang tadinya
sekitar 400 kabupaten/kota, saat ini telah berkembang sekitar 500 kabupaten/kota. Dengan pemekaran ini
konsekuensinya adalah terjadinya pertumbuhan pengeluaran publik. Bertitik tolak dari perspektif bahwa
salah satu peran pemerintah adalah memberikan layanan publik, Savas (2000) menjelaskan bahwa
terdapat tiga faktor yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pemerintah, yaitu peningkatan
kebutuhan terhadap layanan pemerintah dari masyarakat, peningkatan penyediaan layanan pemerintah
dari para pemberi layanan, dan meningkatnya ketidakefisienan pemerintah dalam memberikan layanan.

Di dalam teori pengeluaran publik, secara sederhana Mangkoesoebroto (1993) membedakan dua teori,
yaitu:
1.Teori Makro Pengeluaran Publik.
Beberapa ahli yang mengemukakan teori ini, seperti Rostow dan Musgrave, Wagner, Peacock dan
Wiseman.
2.Teori Mikro Pengeluaran Publik.
Teori mikro Pengeluaran Publik, dikemukakan oleh Mangkeosoebroto (1993).
 
KB2. Jenis-jenis Pengeluaran Publik
dan Beberapa Pengeluaran Publik Terpenting
Pengeluaran publik, sering disebut juga belanja pemerintah, merupakan pengeluaran atau belanja
untuk membiayai aktivitas pemerintah dalam melakukan kebijakan-kebijakannya. Belanja
pemerintah dapat berubah, jika kebijakan-kebijakannya berubah. Artinya bahwa belanja pemerintah
sangat tergantung kepada tujuan dari suatu negara, yang tercermin dari kebijakan-kebijakannya.

Secara sederhana, pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi dua golongan, yaitu exhaustive
expenditure dan transfer of payment (Suparmoko). Lebih lanjut, secara rinci Suparmoko
membedakan beberapa jenis pengeluaran, yaitu
1. Pengeluaran yang bersifat self liquidating, yakni pengeluaran yang kelak akan dapat ditutup
kembali.
2. Pengeluaran yang bersifat produktif, yaitu pengeluaran yang dapat memberikan keuntungan
ekonomis kepada masyarakat.
3. Pengeluaran untuk menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat secara langsung,
adalah pengeluaran yang bersifat nonekonomis.
4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif, yaitu pengeluaran yang merupakan
konsekuensi dari undang-undang negara, sehingga merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk
melakukannya.
5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa mendatang, yaitu pengeluaran untuk
jaminan sosial bagi anak-anak yatim piatu, korban bencana alam, anak terlantar dan sebagainya.
 
Jenis-jenis Pengeluaran Publik
dan Beberapa Pengeluaran Publik Terpenting
Di dalam APBN, dibedakan antara pengeluaran Pemerintah Pusat dan pengeluaran
untuk daerah. Pengeluaran Pemerintah Pusat menurut organisasi, disesuaikan dengan
susunan kabinet yang dibentuk. Pada APBN tahun 2005, pengeluaran Pemerintah Pusat
yang besar dialokasikan pada sepuluh kementrian/lembaga, yaitu Departemen
Pertahanan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pemukiman dan Prasarana
Wilayah, Kepolisian Negara, Departemen Kesehatan, Departemen Agama, Departemen
Perhubungan, Departemen Keuangan, Departemen Luar Negeri, dan Departemen
Pertanian.

Sedangkan belanja untuk daerah, diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya
nasional, memperhatikan aspirasi daerah, memperbaiki struktur fiskal, mobilisasi
pendapatan, meningkatkan akuntabilitas, transparansi anggaran, meningkatkan
partisipasi masyarakat, memperkuat koreksi kesenjangan fiskal antar daerah,
memperkecil kesenjangan layanan publik antar daerah, konsolidasi kebijakan fiskal
untuk mendukung kebijakan makro ekonomi, dan mengoptimalkan potensi daerah,
yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).
 
 
M8. PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
KB1. Pengertian dan Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan
Pembiayaan merupakan salah satu sumber daya terpenting dalam pelaksanaan
pembangunan. Pembangunan pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan
pada saat ini, tetapi manfaatnya dapat dirasakan di masa mendatang.
Pembangunan dapat berupa pembangunan fisik dan pembangunan non-fisik.
Pembangunan fisik di sini dimaksudkan pembangunan sarana dan prasaran untuk
meningkatkan layanan publik (masyarakat), seperti Puskesmas, gedung sekolah,
lokasi pertokoan, industri dan sebagainya. Sedangkan pembangunan non-fisik,
yaitu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan
nonfisik, biasanya diwujudkan dengan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan kegiatan
lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan
sumber daya manusia. Di samping itu, ada yang menambahkan konsep tentang
pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup. Artinya bahwa pembangunan
tidak hanya meliputi pembangunan fisik dan pembangunan non-fisik saja, tetapi
perlu memperhatikan kelestarian lingkungan. Secara ideal, pembangunan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil, sehingga
mereka dapat hidup secara layak.
Pengertian dan Sumber-sumber Pembiayaan
Pembangunan
Untuk dapat melakukan aktivitas pembangunan, pemerintah memerlukan biaya.
Rencana pembiayaan ini seluruhnya tertuang di dalam anggaran negara, yang
dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tingkat pusat,
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Sumber-sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam negeri dan luar
negeri. Sumber pembiayaan dalam negeri antara lain berasal dari: 1) tabungan
dalam negeri, baik tabungan dari pemerintah maupun tabungan dari swasta. 2)
Hasil ekspor. Saat ini hasil ekspor berasal dari komoditas non-migas, seperti hasil
pertanian, pertambangan dan manufaktur. 3) Investasi dalam negeri, yang dikenal
dengan istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Sumber pembiayaan luar negeri (asing), dapat berupa bantuan luar negeri dan
investasi asing, atau yang dikenal dengan istilah Penanaman Modal Asing (PMA).
Bentuk bantuan luar negeri, dapat berupa program, bantuan proyek, hibah, dan
pinjaman.
 
KB2. Pinjaman dan Obligasi

Pinjaman/utang/kredit adalah suatu istilah yang menyatakan bahwa seseorang atau


badan akan membayar kembali dikemudikan hari atas uang atau barang yang
diterima dari pihak lain. Dengan demikian pinjaman dapat menjadi salah satu
sumber untuk membiayai investasi. Namun demikian, pinjaman mempunyai
konsekuensi bagi peminjam, yaitu membayar kembali pada waktu yang telah
disepakati kedua belah pihak, ditambah bunga pinjamannya. Bunga pinjaman
dalam hal ini dapat dianggap sebagai balas jasa.
Pinjaman, dapat berasal dari dalam negeri dan dari luar negeri. Pinjaman dalam
negeri berasal dari berbagai sumber, seperi dari bank dalam negeri, dari lembaga-
lembaga keuangan bukan bank, pinjaman dari masyarakat, dengan penerbitan
obligasi, serta dari sumber-sumber lainnya yang sah.
Pinjaman luar negeri umumnya berupa pinjaman pemerintah yang diterima dari
berbagai negara. Pinjaman tersebut dapat berupa pinjaman bilateral maupun
pinjaman multilateral. Dana pinjaman harus dikelola dengan benar. Pengelolaan
penggunaan pinjaman yang salah dapat mengakibatkan suatu negara peminjam
tidak dapat membayar kembali pinjamannya, atau jatuh dalam perangkap utang.
Akibat selanjutnya, pembangunan menjadi berhenti atau tidak berkesinambungan
Pinjaman dan Obligasi
Sumber dana pinjaman pemerintah lainnya adalah penerbitan obligasi (bond), yaitu surat
tanda bukti bahwa pemerintah meminjam sejumlah uang kepada masyarakat (pemegang
obligasi) dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Setelah jatuh tempo, pemerintah harus
mengembalikan utang tersebut dengan membeli surat obligasi kepada pemegangnya, sebesar
harga yang telah ditentukan dengan tingkat bunga (rate) yang telah ditentukan pula.
Obligasi pemerintah terdiri dari obligasi pemerintah pusat dan obligasi pemerintah daerah.
Obligasi pemerintah pusat dikenal dengan nama Surat Utang Negara (SUN).
Ketentuan mengenai SUN, diatur dalam Undang-undang No 24 tahun 2002 tentang Surat
Utang Negara.
Obligasi daerah adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
kota, atau badan-badan usaha yang berada di bawah penguasaan pemerintah daerah.
Kebijakan yang berkaitan dengan penerbitan obligasi adalah kebijakan mengenai pasar modal,
karena obligasi merupakan salah satu surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal.
Struktur pasar modal di Indonesia terdiri dari lembaga penunjang pasar perdana dan lembaga
penunjang pasar sekunder.
Pada penerbitan obligasi terdapat berbagai unsur yang terkait, di antaranya: penanam modal
(investor), penerbit obligasi (issuer), penjamin pelaksana emisi (underwriter), penanggung
jawab (guarantor), wali amanat (trustee), lembaga penilai (appraisal), pembina
(supervisior/overseer), dan lembaga pemeringkat (rating agency).
 
KB3. Investasi
Pengembangan investasi di Indonesia pada dasarnya merupakan implementasi
dari kebijakan nasional untuk mengelola potensi sumber daya nasional, yang
pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Secara
nasional, terdapat dua undang-undang yang mengatur tentang kebijakan pokok
investasi. Pertama adalah UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing (PMA) yang telah disempurnakan dengan UU No. 11 tahun 1970. Kedua,
UU No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang
telah disempurnakan dengan UU No. 12 tahun 1970. Saat ini sedang dibahas
Rancangan Undang-undang tentang Investasi yang akan menggantikan kedua
undang-undang tersebut. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut,
investasi ditangani oleh berbagai lembaga, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Di tingkat pusat, terdapat lembaga yang khusus menangani
bidang investasi, yaitu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sedangkan di daerah terdapat lembaga yang bernama Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah (BKPMD). Keberadaan BKPM merupakan salah satu
upaya untuk menciptakan layanan investasi satu atap (one stop sevice), yang
tujuannya untuk mempercepat proses perizinan investasi, dan menghindari
ekonomi biaya tinggi.
Investasi
Sejalan dengan otonomi daerah, maka sebagian kewenangan dalam hal investasi,
saat ini dialihkan kepada daerah. Investasi, jika dilihat dari penggolongan yang
dilakukan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu
1. Dilihat dari wujud investasi, dapat dibedakan menjadi investasi fisik dan
investasi non-fisik.
2. Dilihat dari siapa yang melakukan, investasi dapat dibedakan menjadi
investasi yang dilakukan oleh pemerintah, dan investasi yang dilakukan oleh
dunia usaha (swasta).
3. Dilihat dari sumbernya, investasi dapat berasal dari dalam negeri (PMDN)
dan dari negara asing (PMA).
 
Pada dasarnya, apapun bentuk investasi, siapa pun yang melakukan, dan dari
mana pun investasi berasal, investasi masih sangat diperlukan untuk mengubah
potensi sumber daya, khususnya sumber daya alam, menjadi produk riil yang
memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Ketersediaan sumber daya alam yang
melimpah, tidak akan mendatangkan manfaat yang optimal bila tidak ada
investor yang tertarik untuk mengolah sumber daya tersebut menjadi produk-
produk yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakatnya.
M.9. ANGGARAN NEGARA
KB1. Pengertian dan Manfaat Anggaran Negara
Anggaran didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar. Namun secara
garis besar, anggaran dapat didefinisikan sebagai suatu alokasi sumber daya
yang dibuat secara terencana, mengenai berbagai hal atau aktivitas yang akan
dilakukan pada masa akan datang, yang didasarkan pada sejumlah variabel
penting, yang ditujukan untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu, dengan
mengaitkan antara penerimaan yang diperkirakan dengan pengeluaran yang
direncanakan, serta menjadi suatu dasar atau basis untuk mengukur dan
mengontrol pengeluaran dan pendapatan (Jones & Pendlebury, 1998).
Anggaran biasanya dinyatakan dengan angka-angka, namun demikian
anggaran merupakan cerminan dari politik pengeluaran pemerintah, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pada dasarnya anggaran disusun untuk memudahkan manajemen dalam
mengelola aktivitas organisasinya, termasuk pemerintahan untuk mencapai
tujuan tertentu. Anggaran merupakan bentuk pelaksanaan salah satu fungsi
manajemen, yakni perencanaan.
Pengertian dan Manfaat Anggaran Negara
Dalam konteks perencanaan, anggaran merupakan rencana tahunan pemerintah
yang merinci aktivitas yang akan dilakukan pada tahun yang akan datang sebagai
pelaksanaan program-program pemerintah di berbagai bidang. Oleh karena itu
anggaran tidak dapat terpisah dari program pemerintah yang telah dituangkan ke
dalam berbagai dokumen, seperti Rencana Strategis (Renstra), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJTM), dan bentuk rencana kegiatan lainnya.
Musgrave mengemukakan fungsi anggaran sama dengan fungsi keuangan negara,
yaitu: fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.
Fungsi alokasi dari anggaran terkait dengan pengalokasian sumber daya nasional
yang tersedia untuk menghasilkan barang privat dan barang publik melalui
anggaran.
Fungsi distribusi dari anggaran terkait dengan peran anggaran dalam rangka
pembagian kembali (redistribusi) pendapatan untuk menciptakan keadilan sosial
dan mengurangi kesenjangan pendapatan.
Fungsi stabilitas dari anggaran terkait dengan peran anggaran sebagai alat kebijakan
makro pemerintah.
 
KB2. Jenis-jenis Anggaran Negara
Pada Kegiatan Belajar 2 ini, menguraikan tentang beberapa jenis penganggaran
yang sering digunakan. Menurut Woelfel (1987), mengemukakan empat jenis
anggaran negara, yaitu 1) Incremental Budget (Line Item Budget = Traditional
budgeting). 2) Performance Budgeting, 3) Planning, Programming, and budgeting
System (PBBS). 4) Zero Base Budgeting (ZBB). Incremental Budget (Line Item
Budget) merupakan suatu sistem anggaran di mana unit-unit pengeluarannya
mengacu kepada suatu departemen atau bagian-bagian tertentu dalam organisasi.
Pos pendapatan berasal dari pajak, retribusi, bantuan (grant), dan pinjaman
(loan).
Sedangkan yang masuk ke dalam pos pengeluaran antara lain belanja pegawai
(gaji), belanja peralatan, belanja perlengkapan, biaya perjalanan, dan sebagainya.
Dasar perhitungan pendapatan maupun pengeluaran pada anggaran ini dilakukan
secara incremental. Dasar perhitungan pengeluaran pada suatu tahun anggaran
adalah pengeluaran pada tahun sebelumnya, ditambah kenaikan atau penyesuaian
akibat adanya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Demikian juga dasar
perhitungan pendapatan, penambahan pada pendapatan dapat dihitung dengan
persentase penyesuaian yang sama untuk setiap pos penerimaan.
Jenis-jenis Anggaran Negara

 Performance Budgeting pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1951, kemudian
diadopsi oleh beberapa negara berkembang. Konsep anggaran ini didasarkan pada penggunaan
dana untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu, pembiayaan atas program-program pemerintah
untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Ukuran kinerja berimplikasi pada kuantitas output
pemerintah, yaitu berbentuk kualitas layanan pemerintah. Meskipun jika dibandingkan dengan
anggaran tradisional (traditional budget) masih lebih baik, namun penerapannya masih sangat
terbatas, karena alasan-alasan tertentu.
 Planning, Programming, Budgeting System (PPBS) dikembangkan pada dekade tahun 1960-an. PPBS
menekankan pada kinerja, seperti output dan efisiensi. Fokus PBBS adalah perencanaan yang
mengarah pada operasionalisasi dan pengawasan anggaran pada suatu unit kerja. Walaupun
terkesan mirip dengan Performance Budgeting, PBBS ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
 Zero Base Budgeting (ZBB) merupakan sistem penganggaran yang proses penyusunannya
mengasumsikan lembaga berada pada kondisi nol, meskipun sebetulnya lembaga atau organisasi
tersebut sudah beroperasi sekian lama. Oleh karena itu, sumber penerimaan tidak harus
dialokasikan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi harus dievaluasi kembali, baik
penerimaan maupun pengeluarannya. Secara teoritis, ZBB ini merupakan teknik penganggaran
yang responsif terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat. Namun demikian, walaupun
mempunyai banyak kelebihan, tetapi juga mempunyai beberapa kelemahannya.

 
 
KB3. Bentuk Anggaran Negara dan Proses Penyusunan Anggaran Negara
 Anggaran negara, pada prinsipnya menguraikan tentang penerimaan dan
pengeluaran negara. Penerimaan terdiri dari 1) penerimaan dalam negeri, yaitu
penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. 2) penerimaan dari hibah
(pemberian). Sedangkan pengeluaran negara, sering disebut belanja negara,
terdiri dari 1) Belanja Pemerintah Pusat dan 2) Dana yang dialokasikan ke
daerah.
 Format anggaran dapat berubah, sesuai dengan kebutuhan perkembangan
masyarakatnya. Format anggaran negara kita telah berubah, yang sebelumnya
menggunakan format anggaran tradisional (line item budgeting), di mana
dalam pencatatannya menggunakan pemisahan antara anggaran rutin dan
anggaran pembangunan (dual budgeting). Sejak tahun 2005 telah berubah,
yaitu menggunakan format anggaran terpadu (unified budget), yaitu tidak ada
pemisahan antara pengeluaran rutin dengan pembangunan, sehingga
klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya.
Bentuk Anggaran Negara dan Proses Penyusunan Anggaran
Negara

Perubahan format baru pada sisi belanja mulai dilaksanakan pada penyusunan RAPBN
tahun 2005, sesuai dengan ketentuan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain: 1) melaksanakan sistem
anggaran secara terpadu (unified budget). 2) mereklasifikasi rincian belanja negara
menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja negara, dari yang sebelumnya menurut
sektor dan jenis belanja negara. Dengan adanya perubahan format anggaran tersebut,
maka secara garis besar APBN terdiri dari tiga elemen utama, yaitu 1) pendapatan negara
dan hibah terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri,
berasal dari penerimaan pajak dan bukan pajak. 2) belanja negara dibagi menjadi dua
pos utama, yaitu belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. 3) pembiayaan, yaitu
sumber-sumber penerimaan yang akan digunakan untuk menutup defisit anggaran, baik
yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Defisit anggaran adalah selisih
negatif antara pendapatan dan hibah dikurangi dengan belanja negara. Apabila belanja
negara atau pengeluaran lebih besar daripada pendapatan dan hibah, maka disebut
anggaran defisit. Jika keadaannya terjadi sebaliknya, maka disebut surplus anggaran.
Sumber-sumber untuk menutup anggaran, jika terjadi defisit anggaran, berasal dari
penjualan aset negara dan hutang, baik hutang dari dalam negeri (domestik) maupun
dari luar negeri.
M10. KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG KEUANGAN (FISCAL POLICY)
KB1. Pengertian Kebijakan Keuangan Negara dan Kebijakan Fiskal

Kebijakan keuangan negara mempunyai cakupan yang luas yang berkaitan dengan
keuangan negara, yaitu mencakup kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan
neraca pembayaran.
Kebijakan moneter merupakan salah satu fungsi pokok bank sentral dalam sistem
ekonomi pasar. Dalam kaitan ini, independensi bank sentral dalam menjalankan
fungsi penentuan dan pengelolaan kebijakan moneter, secara konseptual lebih
memberikan jaminan akan tercapainya kestabilan (harga-harga atau inflasi, suku
bunga bank, dan nilai tukar mata uang) dalam upaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Kestabilan tersebut diperlukan untuk memberikan insentif terhadap
kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
Kebijakan fiskal merupakan instrumen yang dimiliki pemerintah untuk
mempengaruhi dan mengendalikan perekonomian dengan cara mengatur
pengeluaran pemerintah, jumlah subsidi yang diberikan kepada masyarakat, dan
mengatur besarnya pajak yang dibebankan kepada masyarakat. Secara umum,
kebijakan fiskal dapat didefinisikan sebagai kebijakan ekonomi yang digunakan
pemerintah untuk mengelola perekonomian ke kondisi yang lebih baik, yang
diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Pengertian Kebijakan Keuangan Negara dan Kebijakan Fiskal
Pada dasarnya kebijakan fiskal sama dengan kebijakan moneter,
perbedaannya hanya terletak pada instrumen kebijakannya. Kebijakan
moneter, dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini bank sentral),
dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, sedangkan kebijakan
fiskal, dengan cara pemerintah mengendalikan penerimaan dan
pengeluarannya.
Secara teoritis, dikenal empat jenis kebijakan fiskal, yaitu pembiayaan
fungsional (the functional finance), pendekatan anggaran terkendali (the
managed budget approach), stabilitas anggaran (the stabilizing budget),
dan pendekatan anggaran berimbang (the balance budget approach).
Idealnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal merupakan hal yang
saling mendukung, sehingga target pertumbuhan ekonomi yang telah
ditetapkan dapat tercapai.
Kebijakan fiskal, dalam praktiknya di Indonesia tercermin di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
KB2. Kebijakan Moneter (Monetary Policy) dan
Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)
Kebijakan moneter adalah instrumen dalam manajemen perekonomian yang merupakan kebijakan
pemerintah (dalam hal ini bank sentral), untuk mengendalikan atau mempengaruhi perekonomian
dengan cara mengendalikan tingkat suku bunga dan jumlah uang yang beredar di pasar. Kebijakan
moneter merupakan upaya pengendalian atau mengarahkan perekonomian makro ke arah kondisi yang
lebih baik dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kondisi perekonomian makro yang lebih baik
berarti meningkatnya output serta terpeliharanya stabilitas harga. Melalui kebijakan moneter,
pemerintah menggunakan variabel moneter dan perkreditan sebagai instrumen untuk mengatur
kegiatan perekonomian nasional.
Secara sederhana, kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan moneter yang ekspansif.
b. Kebijakan moneter yang kontraktif atau Kebijakan Uang Ketat (tight money policy).

Tujuan kebijakan moneter antara lain meliputi:


a. Menjamin stabilitas harga (price stabilization).
b. Mencapai tingkat kesempatan kerja penuh (full employment).
c. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang memadai.
d. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran (balance of payment).
 
Kebijakan Moneter (Monetary Policy) dan
Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)
Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga sangat penting, yaitu dapat mengurangi
laju inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar, sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi
sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi tingkat pengangguran. Untuk mengontrol
jumlah uang yang beredar, bank sentral menjalankan kebijakan-kebijakan yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Paradigma baru tentang kebijakan moneter menganut pandangan
bahwa sasaran operasional kebijakan moneter adalah pengendalian suku bunga jangka pendek.
Jika bank sentral secara konsisten mempertahankan suku bunga bank jangka pendek tetap tinggi,
maka muncul ekspektasi bahwa bank sentral akan mampu mengendalikan inflasi. Kebijakan
perpajakan bertujuan untuk mempengaruhi perekonomian negara melalui kebijakan-kebijakan
di bidang perpajakan. Penerimaan dari pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
terbesar pada saat ini, termasuk di Indonesia.

Pada masa konsolidasi fiskal saat ini, kebijakan penerimaan negara antara lain diarahkan ke pada
peningkatan pajak yang progresif, adil dan jujur. Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka
pemerintah melakukan pembaharuan kebijakan dan administrasi perpajakan secara
berkelanjutan. Langkah-langkah ini di samping untuk meningkatkan kapasitas fiskal guna
mendukung pendanaan APBN, juga diarahkan agar mampu mendorong investasi, memperkuat
daya saing dan meningkatkan efisiensi perekonomian. Secara ringkas, tujuan kebijakan tersebut
adalah menghimpun penerimaan (revenue collection), mendorong investasi, dan menciptakan
keadilan.
M11. HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
KB1. Asas dan Pembagian Kekuasaan/Kewenangan Pemerintahan

Hubungan pemerintah Pusat dan Daerah sangat erat kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam
pemerintahan. Hak mengambil keputusan mengenai anggaran pemerintah, dan bagaimana
memperoleh dan membelanjakannya merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalankan
kekuasaan. Hubungan keuangan pusat dan daerah mencerminkan tujuan politik yang paling
mendasar, karena perannya dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan pemerintah
daerah ke dalam seluruh sistem pemerintahan. Hubungan pusat dan daerah tersebut harus terjalin
hubungan yang harmonis, dengan peran yang dijalankan oleh masing-masing pihak. Untuk tercapai
hubungan yang serasi, maka perlu diatur dalam undang-undang yang jelas.
 
Pembagian kekuasaan/kewenangan pemerintahan, secara teoritis dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: a) capital division of power; dan b) areal division of power.
a). Capital Division of Power, menggunakan cara trias politika (Montesque), yaitu:
- Kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang).
- Kekuasaan legislative (pembuat undang-undang).
- Kekuasaan judikatif (kekuasaan kehakiman).
b). Areal Division of Power, yaitu pembagian kekuasaan berdasarkan:
- Desentralisasi, yaitu penyerahan kekuasaan secara legal untuk melaksanakan fungsi tertentu
kepada otorita lokal.
- Dekonsentrasi, yaitu pendelegasian kekuasaan kepada staf pemerintah pusat yang berada di luar
kantor pusat, untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.
Asas dan Pembagian Kekuasaan/Kewenangan Pemerintahan
Dari segi terminologi, sedikitnya ada dua pandangan yang berbeda tentang pengertian
desentralisasi. Pertama, dari kutup Anglo Saxon, yang membagi dua pelimpahan kekuasaan, yaitu
devolusi dan desetralisasi. Kedua, pandangan dari kutup Eropa (Continental), yang membagi
kekuasaan menjadi desentralisasi dan dekonsentrasi.
Menurut Chema dan Rondinelli (1981), terdapat empat bentuk desentralisasi yang dapat
digunakan oleh pemerintah dalam melakukan pendelegasian kekuasaan, yaitu:
1. dekonsentrasi;
2. delegasi;
3. devolusi;
4. privatisasi.
 
Masih banyak para ahli yang mendefinisikan desentralisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan
sudut pandang masing-masing. Namun dalam perkembangan selanjutnya, istilah desentralisasi
dan dekonsentrasi digunakan secara luas oleh banyak negara.
Pendelegasian wewenang pemerintahan di Indonesia, secara teoritis menggunakan asas
sentralisasi, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Berdasarkan UU
No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 20 ayat (2) dinyatakan bahwa dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan, dan dekonsentrasi. Lebih lanjut, pada ayat (3), dinyatakan bahwa dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Asas dan Pembagian Kekuasaan/Kewenangan Pemerintahan

Sejalan dengan pencapaian visi dan misinya, pemerintah pada umumnya


menjalankan tiga fungsi, yaitu: Pertama, fungsi pemerintahan umum, yaitu fungsi
yang menjadi monopoli pemerintah pusat, dalam arti pihak lain tidak memiliki
kewenangan untuk melaksanakannya. Kedua, fungsi penyediaan pelayanan kepada
masyarakat dalam arti luas, fungsi yang memberikan kesempatan kepada pihak
lain untuk turut melaksanakannya. Ketiga, adalah fungsi pembangunan bagi
negara berkembang.
Fungsi-fungsi pemerintahan yang demikian luas tersebut, tidak mungkin ditangani
sendiri oleh pemerintah pusat, khususnya di Indonesia. Hal ini karena wilayah
Indonesia yang sangat luas, dan keterbatasan sumber daya untuk melaksanakan
fungsi-fungsi tersebut. Oleh karena itu, perlu di lakukan pembagian tugas dan
fungsi tersebut. Struktur pemerintahan yang disusun berjenjang merupakan salah
satu upaya untuk mengatur tugas dan fungsi pemerintahan, agar dapat berjalan
dengan baik. Dengan demikian, pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan
dengan baik, karena kewenangan untuk melayani masyarakat, dapat dilakukan
oleh aparat pemerintah pada jenjang yang paling bawah.
KB2. Pembagian Kewenangan di Bidang Keuangan dan Sumber- sumber
Keuangan Daerah

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi fiskal) mencerminkan tujuan politik yang
mendasar, karena berperan dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintah daerah dalam
keseluruhan sistem pemerintahan disuatu negara. Hubungan tersebut harus serasi dengan peranan yang
dimainkan oleh pemerintah daerah.
 
Secara teoritis, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam pembagian kewenangan
pemerintahan dan keuangan, yaitu:
1. Daerah diberi sumber-sumber keuangan dulu, kemudian diserahkan urusan-urusan tertentu untuk
dilaksanakan.
2. Urusan pemerintahan dibagi terlebih dahulu antara pemerintah pusat dan daerah, kemudian kepada daerah
diberikan sumber-sumber keuangan yang dibutuhkan untuk menjalankan urusan tersebut.
 Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004, pendekatan yang diterapkan di Indonesia adalah pendekatan yang kedua.

Prinsip yang dianut di dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia adalah:
a. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai
konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah.
b. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat kepada daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal.
c. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
 
Pembagian Kewenangan di Bidang Keuangan dan Sumber- sumber
Keuangan Daerah

Prinsip-prinsip tersebut merupakan dasar dari cara untuk mendanai


pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahannya. Pendanaan
pemda dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagai berikut.
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi, didanai dengan APBD.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh
gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, didanai dengan
APBN
c. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh
gubernur dalam rangka tugas pembantuan, didanai dengan APBN
d. Pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi
dan/atau penugasan dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan dari
pemerintah pusat kepada pemda, disertai dengan pemberian dana.
 
Pembagian Kewenangan di Bidang Keuangan dan Sumber- sumber
Keuangan Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara efektif, apabila pemerintah daerah
(pemda) memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Penyerahan sumber-sumber keuangan di
sini, dapat dalam bentuk penyerahan sumber-sumber PAD (pajak daerah, retribusi, laba perusahaan
daerah), maupun dalam bentuk alokasi dana kepada daerah (bagi hasil pajak pusat kepada daerah,
bagi hasil pengelolaan SDA, DAU dan DAK)

Di dalam pembagian kewenangan di bidang keuangan, aspek keadilan merupakan hal yang sangat
penting untuk dicermati. Ada tiga aspek yang akan menentukan terjadinya perimbangan keuangan
yang adil dan transparan, yaitu:
1. adanya sumber-sumber keuangan yang cukup bagi daerah, terutama yang bersumber dari pajak
daerah dan retribusi.
2. adanya akses bagi daerah terhadap sumber-sumber pendapatan bagi hasil dari pajak
3. adanya subsidi yang adil dan efektif dari pemerintah pusat kepada daerah.
 
Atas dasar ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembagian kewenangan di bidang keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, akan bermuara pada tiga hal yang akan menjadi sumber
keuangan daerah, yaitu sumber PAD, bagi hasil penerimaan pemerintah pusat baik dari pajak maupun
nonpajak, dan dana alokasi atau subsidi kepada daerah.
 
KB3. Alokasi Dana dari Pemerintah Pusat ke Daerah
Pemberian alokasi dana oleh pemerintah pusat kepada daerah terkait dengan adanya ketidakseimbangan
antara sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dengan tanggung jawab yang
dilimpahkan kepadanya. Sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk
melaksanakan tanggung jawab tersebut sering kali sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan perbedaan
mekanisme pengalokasian keuangan dari pemerintah pusat kepada daerah.

Alokasi dana dari pusat kepada daerah, dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari pemerintah
pusat. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
1. Untuk membiayai kekurangan dana yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam rangka menjalankan
fungsi pelayanan yang diembannya;
2. Untuk mempengaruhi pola pembiayaan yang dianut oleh daerah agar standar layanan yang dikehendaki
oleh pemerintah dapat dicapai;
3. Untuk mengontrol pengeluaran daerah, baik secara menyeluruh maupun pada layanan-layanan tertentu;
4. Untuk menutupi kesenjangan antar daerah;
5. Untuk memberikan kompensasi terhadap daerah tertentu karena layanan yang diberikan menjangkau
daerah lain;
6. Untuk memobilisasi dana daerah;
7. Untuk merangsang tanggung jawab daerah dalam mengambil keputusan dalam rangka menjalankan
otonominya;
8. Untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah;
9. Untuk mengatasi keadaan darurat.

Alokasi Dana dari Pemerintah Pusat ke Daerah
Pengalokasian dana dari pusat kepada daerah, sebaiknya berpedoman pada kriteria-
kriteria tertentu agar alokasi dana yang diberikan kepada daerah tepat sasaran. Kriteria-
kriteria tersebut adalah
1. Memadai (adequacy);
2. Elastis (elasticity);
3. Stabil dan dapat diperkirakan jumlahnya (stability and predictability);
4. Adil (equity);
5. Merangsang mobilisasi dana daerah;
6. Merangsang otonomi daerah.

Sedangkan bentuk-bentuk alokasi dana dari pemerintah pusat kepada daerah adalah
1. Kapitalisasi atau penyertaan modal pemerintah (capitalization).
2. Bagi hasil dari suatu pendapatan pemerintah pusat (revenue sharing).
3. Pinjaman (borrowing).
4. Subsidi (grant).
 
M12. PENGAWASAN KEUANGAN PUBLIK
Pengawasan dapat Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajerial yang
memberikan suatu jaminan kepada pihak tertentu, bahwa aktivitas-aktivitas
organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pimpinan organisasi merupakan
pihak yang paling berkepentingan terhadap kegiatan pengawasan. Pimpinan
organisasi melakukan pengawasan melalui pengamatan, pengukuran, penilaian,
pemeriksaan, pencocokan, pengendalian, pengecekan, inspeksi, dan sebagainya.
Aktivitas-aktivitas tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyelewengan
anggaran, mark-up biaya, maupun penyimpangan rencana kegiatan yang telah
ditentukan sebelumnya. Pengawasan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
perencanaan. Pengawasan berfungsi melihat sejauh mana kegiatan-kegiatan yang
dilakukan tidak menyimpang dari rencana, dan apabila terjadi penyimpangan segera
dapat diperbaiki atau dikoreksi. Cara melakukan koreksi atau perbaikan antara lain:
mengubah rencana, mengubah tujuan, mengatur kembali tugas-tugas, mengubah
wewenang, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengawasan sebaiknya tidak hanya
dilakukan pada saat kegiatan berakhir saja, tetapi juga pada saat kegiatan sedang
dalam proses. Dengan demikian, pengawasan dapat memberikan nilai tambah
terhadap peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Pengawasan biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai alat, seperti anggaran
perusahaan (budgeting), performance appraisal, acceptance sampling, evaluation and
review techniques program, dan variance analysis.
efektif apabila faktor-faktor yang diawasi dapat dikuantifikasi, sehingga mudah
pengukuran keberhasilannya. Kuantifikasi data yang direncanakan dengan data realisasi
yang aktual, menjadi unsur yang utama dalam sistem pengawasan. Pengawasan keuangan
publik, merupakan kegiatan pengawasan dengan objeknya anggaran negara (APBN/APBD)
sebagai penjabaran dari rencana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang
telah dibuat pemerintah dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pengawasan
keuangan publik merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan budget atau anggaran.
Pengawasan tersebut dilakukan di semua unit kerja dalam pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Fungsi pengawasan keuangan publik, adalah membantu
manajemen dalam tiga hal, yaitu:
1. Pengawasan membantu meningkatkan kinerja organisasi.
2. Pengawasan memberikan opini atas kinerja organisasi.
3. Hasil pengawasan mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas
penyimpangan, memberikan solusi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
 
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan organisasi, pengawasan – termasuk pengawasan keuangan
publik, memiliki peran yang lebih meningkat. Pengawasan tidak hanya sekedar berfungsi sebagai
watchdog, yang hanya mencari kesalahan-kesalahan, tetapi berfungsi sebagai advisor bagi organisasi,
khususnya pengawasan internal organisasi. Pengawasan diperankan oleh seorang yang dianggap ahli
(expert), baik di bidang keuangan, operasional maupun bidang manajemen secara keseluruhan. Dengan
adanya perubahan paradigma tersebut, pengawasan lebih berorientasi pada operational auditing. Dalam
hal ini, auditor mengidentifikasi berbagai aktivitas organisasi, mengkaji alternatif pola operasional,
menganalisis keunggulan dan kelemahannya, kemudian melahirkan sejumlah usulan perbaikan atau
penyempurnaan dalam pengelolaan organisasi secara keseluruhan.

Ada beberapa jenis pengawasan yang dikenal di Indonesia, antara lain:


1. Pengawasan Melekat (built in control).
2. Pengawasan Fungsional.
3. Pengawasan oleh Masyarakat.
4. Pengawasan Legislatif.
 
Walaupun pengawasan terhadap keuangan negara sudah berlapis-lapis, tetapi Indonesia masih menjadi
negara terkorup ke lima di dunia. Oleh karena itu, untuk memperbaiki peringkat tersebut, perlu dilakukan
reformasi sistem audit keuangan negara.
 
KB2. Lembaga Pengawasan Keuangan Publik
Pengawasan keuangan publik dilakukan oleh berbagai lembaga
pengawas, seperti BPK sebagai lembaga pengawas eksternal pemerintah,
BPKP sebagai internal auditor, Inspektorat Jenderal (Irjen) sebagai
pengawas di setiap departemen maupun LPND. Di tingkat daerah
dibentuk Bawasda yang dulu dikenal dengan nama Inspekturat Daerah.
Di samping lembaga-lembaga tersebut, ada DPR dan DPRD yang juga
melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah, termasuk
pelaksanaan APBN dan APBD. Lembaga pengawas lainnya yang
dibentuk oleh pemerintah antara lain: Lembaga Wakil Presiden, yang
menyediakan Kotak 5000 (pada masa pemerintahan Orde Baru) untuk
menampung pengaduan masyarakat, Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Ombudsmen Nasional, dan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang lebih dikenal dengan
singkatan KPK.
Lembaga Pengawasan Keuangan Publik
1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan salah satu lembaga tinggi negara, dan
merupakan lembaga tertinggi dalam pengawasan keuangan negara. Tugas BPK adalah 1)
memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara; 2) memeriksa semua
pelaksanaan APBN 3) pelaksanaan pemeriksaan dilakukan berdasarkan undang-undang 4)
memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR.
2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dasar hukum pembentukan
BPKP adalah Keppres No 31 tahun 1983, yang kemudian diperbaharui dengan Keppres No
103 tahun 2001.
Wewenang BPKP cukup luas untuk melakukan berbagai hal dalam bidang pengawasan,
yaitu 1) melakukan pemeriksaan keuangan di unit-unit atau instansi pemerintah; 2)
koordinator aparat pengawasan fungsional pemerintah dan melakukan pengawasan atas
kelancaran pelaksanaan pembangunan.
3. Inspektorat Jenderal (Irjen).
Irjen merupakan lembaga pengawasan internal di tingkat departemen/lembaga
pemerintah nondepartemen. Tugas Irjen adalah melakukan pengawasan secara internal
terhadap seluruh unit organisasi departemen/LPND dalam rangka meningkatkan
kinerjanya. Dengan demikian pengawasan tersebut diarahkan untuk mengevaluasi
keberhasilan departemen/LPND dalam mengelola keuangan publik dan pencapaian tujuan
reformasi dan tercapainya layanan prima kepada masyarakat
Lembaga Pengawasan Keuangan Publik
4. Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Provinsi dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda)
Kabupaten/Kota.
Bawasda merupakan lembaga pengawasan keuangan internal di lingkungan pemerintah daerah
provinsi maupun kabupaten/kota. Tugas pokok Bawasda adalah membantu Kepala Daerah
(Gubernur/Bupati/Walikota) melaksanakan pengawasan umum terhadap pelaksanaan urusan
pemerintahan umum, agraria, keuangan, perlengkapan dan kekayaan daerah, perekonomian,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kesatuan bangsa, dan perlindungan masyarakat di
lingkungan pemerintah daerah.
5. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan badan legislatif yang mempunyai tugas antara lain melakukan
pengawasan terhadap kinerja pemerintah, termasuk pelaksanaan APBN. Dalam melakukan tugas
pengawasan, DPR berkoordinasi dengan BPK. Prinsip dasarnya adalah DPR menetapkan anggaran
negara (melalui fungsi budget), kemudian pemerintah melakukan aktivitasnya berdasarkan
anggaran yang telah ditetapkan, kemudian BPK melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan
anggaran tersebut.
Di tingkat daerah, DPRD melakukan pengawasan kinerja pemerintah daerah. Sesuai dengan UU No.
32 tahun 2004, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di tingkat daerah.
6. Lembaga Wakil Presiden dengan Kotak Pos 5000.
Kotak Pos 5000 dilakukan pada era pemerintahan Orde Baru, setelah era reformasi, kotak pos
5000 tidak aktif lagi. Tujuan dari pembentukan tersebut adalah untuk menampung keluhan
masyarakat atas layanan publik. Program ini di bawah koordinasi langsung kantor Wakil Presiden.
Lembaga Pengawasan Keuangan Publik
7. Komisi Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN).
KPKPN dibentuk berdasarkan UU No. 28 tahun 1999. Tugasnya adalah: 1) melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta
kekayaan penyelenggara negara; 2) meneliti laporan masyarakat atas dugaan KKN yang dilakukan oleh penyelenggara negara;
3) meminta kepada penyelenggara negara untuk membuktikan harta kekayaan yang diperoleh berdasarkan peraturan
yang berlaku; 4) menyampaikan laporan temuan kepada Presiden, DPR, BPK, dan MA (yang berkaitan dengan hakim).
8. Komisi Ombudsmen Nasional.
Komisi ini dibentuk berdasarkan Keppres No 44 tahun 2000. Tugas komisi ini adalah 1) meningkatkan fungsi pengawasan
dari masyarakat terhadap penyelenggaraan negara; 2) menjamin hak-mak masyarakat; 3) menerima laporan masyarakat atas
penyelenggaraan negara; 4) melakukan pemeriksaan terhadap pejabat negara yang dilaporkan guna memperoleh keterangan; 5)
melakukan tindakan lain untuk mengungkap terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat negara.
9. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK).
Komisi ini dimasyarakat lebih dikenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi ini dibentuk berdasarkan
UU No. 30 tahun 2002. Tugas dari komisi ini adalah: a) Berkoordinasi dengan instansi berwenang untuk melakukan
pemberantasan korupsi; b) supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi; c) melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; d) melakukan tindakan pencegahan terhadap
tindakan korupsi; e) melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
10. Pengawasan dari Masyarakat.
Berdasarkan Keppres No. 74 tahun 2004 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pada pasal 2
menyebutkan bahwa Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri atas pengawasan fungsional, pengawasan
legislatif, dan pengawasan masyarakat.
Lebih lanjut, pada Pasal 9, ayat (1) dinyatakan bahwa masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Pengawasan tersebut dilakukan secara perorangan, kelompok, maupun organisasi masyarakat (ayat(2)).
 
Sekian
&
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai