PUBLIK
(MAPU 5202)
Matakuliah ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu mengevaluasi berbagai aspek keuangan publik dari sisi
pemerimaan maupun pengeluaran baik secara teoritis maupun kebijakan dalam konteks Indonesia.
8. Dapat menjelaskan
7. Dapat menjelaskan konsep konsep pembiayaan
2. Dapat menjelaskan konsep penerimaan publik pengeluaran publik pembangunan
Dari data di atas maka pemerintah dapat menyusun rencana Penerimaan Negara dan Kebijakan
yang ditempuh pada tahun berikutnya.
M3. PAJAK SEBAGAI SUMBER PENERIMAAN PUBLIK
KB1. Pengertian, Prinsip dan Sistem perpajakan
Pajak merupakan harapan terbesar bagi penerimaan
negara kita, tercatat lebih dari 70% penerimaan dalam
APBN berasal dari berbagai jenis pajak.
Pajak yaitu sebagai pengalihan sumber-sumber daya
yang wajib dilakukan oleh masyarakat kepada sektor
publik berdasarkan undang-undang atau peraturan
sehingga dapat dipaksakan tanpa adanya kontra
prestasi atau balas jasa yang langsung.
KB2. Penggolongan Pajak
Balance Scorecard (BS) merupakan suatu alternatif sebagai alat pengukuran kinerja
perusahaan, termasuk BUMN/BUMD. Pengukuran kinerja dengan menggunakan BS,
bukan hanya pengukuran finansial dan nonfinansial saja, melainkan hasil dari suatu
proses atas bawah (top-down) yang berdasarkan pada penjabaran visi dan misi suatu
perusahaan. Pengukuran ini meliputi empat aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek
finansial (Return on Capital Employed), aspek costumer (costumer loyalty dan on time
delivery), aspek internal proses (process quality dan process cycle time), dan aspek
learning and growth (employee skill).
KB3. Restrukturisasi dan Privatisasi Perusahaan Negara/Daerah
Rendahnya kinerja BUMN/BUMD merupakan fenomena yang sering terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Keberadaan
BUMN/BUMD yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara/daerah, justru sering menjadi beban keuangan
negara/daerah. Hal seperi inilah yang mendorong pemerintah, sebagai pemegang otoritas melakukan upaya untuk membenahi kebijakan-
kebijakan untuk mengatur keberadaan BUMN/BUMD. Kebijakan tersebut meliputi revitalisasi, restrukrisasi, profitisasi dan privatisasi
perusahaan negara/daerah.
Revitalisasi perusahaan negara merupakan upaya pemerintah dalam rangka mengoptimalkan kinerja BUMN. Berkaitan dengan hal tersebut,
pada pembukaan Summit BUMN tahun 2005, Presiden RI memberikan pengarahan sebagai berikut.
1. Agar Kementrian BUMN beserta jajarannya menjalankan secara konsisten visi Kabinet Bersatu tentang kebijakan BUMN di dalam
mewujudkan revitalisasi sektor-sektor ekonomi.
2. BUMN memiliki potensi dan peran yang sangat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. BUMN harus mampu meningkatkan daya saingnya.
4. BUMN diharapkan ikut terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
5. Mekanisme pemilihan jajaran pimpinan BUMN.
Sebagai tindak lanjut arahan Presiden RI tersebut, Kementrian BUMN menyusun Master Plan Revitalisasi BUMN tahun 2005 – 2009. Secara
filosofi, setidaknya terdapat tiga hal yang mendasari master plan revitalisasi BUMN, yaitu:
1. Melakukan revitalisasi sektor ekonomi yang sementara kapasitas terpasang masih sangat besar.
2. Meneruskan master plan tahun 1999, dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap dinamika yang berkembang.
3. Merevitalisasi BUMN yang kapasitasnya telah tersedia, namun kinerjanya belum optimal.
Restrukrisasi adalah salah satu kebijakan reformasi dalam rangka memperbaiki kinerja dan efisiensi perusahaan negara, yang dapat
meningkatkan kemampuan bersaing secara global. Kemampuan ini akan meningkatkan laba dan nilai perusahaan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kontribusi terhadap anggaran negara. Sasaran yang akan dicapai melalui program restrukrisasi BUMN ini ada dua sasaran, yaitu:
1. Sasaran nasional, terdiri dari:
a. Menjamin terjadinya perbaikan yang berkesinambungan dalam pertumbuhan, efisiensi, dan keuntungan BUMN.
b. Memperbaiki keuangan negara.
2. Sasaran Keuangan, terdiri dari:
a. sasaran keuangan bagi perseroan;
b. sasaran keuangan bagi pemerintah.
M5. ADMINISTRASI PAJAK
KB1. Pengertian dan Tahapan Administrasi Pajak
Pajak merupakan penerimaan terbesar bagi negara, untuk memperlancar penerimaan
dari sektor ini maka pemerintah harus terlebih dahulu membenahi administrasi
perpajakan.
Adapun tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan adalah:
1. mengidentifikasi subjek dan/atau objek pajak;
2. melakukan penilaian (assessment) dan penetapan nilai pajak terutang;
3. melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak;
4. melakukan pembukuan penerimaan pajak;
5. menegakan hukum atau aturan perpajakan.
Administrasi perpajakan juga berkaitan erat dengan sistem pemungutan pajak yang
digunakan. Di Indonesia dikenal tiga macam sistem pemungutan pajak yaitu: official
assessment system, self assessment system, dan withholding system. Di samping
tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan, perlu juga diperhatikan mengenai
penetapan tarif pajak. Penetapan tarif ini diusulkan oleh pemerintah yang kemudian
harus disetujui oleh masyarakat dan ditetapkan dalam undang-undang. Ada dua
macam tarif yaitu advaloren tariff dan fixed tariff. Setelah penetapan tarif maka langkah
berikutnya pemerintah dapat menetapkan target penerimaan dari suatu jenis pajak.
KB2.
Untuk mendapatkan suatu penerimaan pajak yang maksimal diperlukan penerapan
Ukuran-ukuran Kinerja Administrasi Pajak
administrasi pajak yang baik. Dari penerapan administrasi pajak oleh instansi yang
berwenang ini, kita akan mendapatkan output kinerja administrasi pajak. Ada
beberapa pendekatan yang dipergunakan seperti yang dikemukakan oleh Cave,
Kogan, Smith, Musgrave and Musgrave, Nick Devas dan lain-lain.
Menurut Devas ada tiga tolok ukur untuk menilai administrasi pajak yaitu:
1. tax effort (upaya pajak) yang merupakan perbandingan antara hasil suatu sistem
pajak dengan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak;
2. tax efectivity (hasil guna pajak) mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak itu sendiri. Di sini semua wajib pajak diharapkan
akan membayar pajak terutangnya masing-masing;
3. tax efeiciency (daya guna pajak) adalah untuk menilai kemampuan administrasi
perpajakan baik efisien eksternal maupun efisiensi internal.
Ukuran yang secara khusus mengukur kemampuan administrasi pajak pada suatu
negara adalah perbandingan antara realisasi penerimaan pajak dengan total
penerimaan negara dalam APBN.
M6. ADMINISTRASI PERPAJAKAN (TAX ANALYSIS)
KB1. Prinsip-prinsip Analisis Perpajakan
Di dalam teori pengeluaran publik, secara sederhana Mangkoesoebroto (1993) membedakan dua teori,
yaitu:
1.Teori Makro Pengeluaran Publik.
Beberapa ahli yang mengemukakan teori ini, seperti Rostow dan Musgrave, Wagner, Peacock dan
Wiseman.
2.Teori Mikro Pengeluaran Publik.
Teori mikro Pengeluaran Publik, dikemukakan oleh Mangkeosoebroto (1993).
KB2. Jenis-jenis Pengeluaran Publik
dan Beberapa Pengeluaran Publik Terpenting
Pengeluaran publik, sering disebut juga belanja pemerintah, merupakan pengeluaran atau belanja
untuk membiayai aktivitas pemerintah dalam melakukan kebijakan-kebijakannya. Belanja
pemerintah dapat berubah, jika kebijakan-kebijakannya berubah. Artinya bahwa belanja pemerintah
sangat tergantung kepada tujuan dari suatu negara, yang tercermin dari kebijakan-kebijakannya.
Secara sederhana, pengeluaran pemerintah dibedakan menjadi dua golongan, yaitu exhaustive
expenditure dan transfer of payment (Suparmoko). Lebih lanjut, secara rinci Suparmoko
membedakan beberapa jenis pengeluaran, yaitu
1. Pengeluaran yang bersifat self liquidating, yakni pengeluaran yang kelak akan dapat ditutup
kembali.
2. Pengeluaran yang bersifat produktif, yaitu pengeluaran yang dapat memberikan keuntungan
ekonomis kepada masyarakat.
3. Pengeluaran untuk menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat secara langsung,
adalah pengeluaran yang bersifat nonekonomis.
4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif, yaitu pengeluaran yang merupakan
konsekuensi dari undang-undang negara, sehingga merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk
melakukannya.
5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa mendatang, yaitu pengeluaran untuk
jaminan sosial bagi anak-anak yatim piatu, korban bencana alam, anak terlantar dan sebagainya.
Jenis-jenis Pengeluaran Publik
dan Beberapa Pengeluaran Publik Terpenting
Di dalam APBN, dibedakan antara pengeluaran Pemerintah Pusat dan pengeluaran
untuk daerah. Pengeluaran Pemerintah Pusat menurut organisasi, disesuaikan dengan
susunan kabinet yang dibentuk. Pada APBN tahun 2005, pengeluaran Pemerintah Pusat
yang besar dialokasikan pada sepuluh kementrian/lembaga, yaitu Departemen
Pertahanan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pemukiman dan Prasarana
Wilayah, Kepolisian Negara, Departemen Kesehatan, Departemen Agama, Departemen
Perhubungan, Departemen Keuangan, Departemen Luar Negeri, dan Departemen
Pertanian.
Sedangkan belanja untuk daerah, diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya
nasional, memperhatikan aspirasi daerah, memperbaiki struktur fiskal, mobilisasi
pendapatan, meningkatkan akuntabilitas, transparansi anggaran, meningkatkan
partisipasi masyarakat, memperkuat koreksi kesenjangan fiskal antar daerah,
memperkecil kesenjangan layanan publik antar daerah, konsolidasi kebijakan fiskal
untuk mendukung kebijakan makro ekonomi, dan mengoptimalkan potensi daerah,
yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).
M8. PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
KB1. Pengertian dan Sumber-sumber Pembiayaan Pembangunan
Pembiayaan merupakan salah satu sumber daya terpenting dalam pelaksanaan
pembangunan. Pembangunan pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan
pada saat ini, tetapi manfaatnya dapat dirasakan di masa mendatang.
Pembangunan dapat berupa pembangunan fisik dan pembangunan non-fisik.
Pembangunan fisik di sini dimaksudkan pembangunan sarana dan prasaran untuk
meningkatkan layanan publik (masyarakat), seperti Puskesmas, gedung sekolah,
lokasi pertokoan, industri dan sebagainya. Sedangkan pembangunan non-fisik,
yaitu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan
nonfisik, biasanya diwujudkan dengan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan kegiatan
lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan
sumber daya manusia. Di samping itu, ada yang menambahkan konsep tentang
pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup. Artinya bahwa pembangunan
tidak hanya meliputi pembangunan fisik dan pembangunan non-fisik saja, tetapi
perlu memperhatikan kelestarian lingkungan. Secara ideal, pembangunan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil, sehingga
mereka dapat hidup secara layak.
Pengertian dan Sumber-sumber Pembiayaan
Pembangunan
Untuk dapat melakukan aktivitas pembangunan, pemerintah memerlukan biaya.
Rencana pembiayaan ini seluruhnya tertuang di dalam anggaran negara, yang
dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tingkat pusat,
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Sumber-sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam negeri dan luar
negeri. Sumber pembiayaan dalam negeri antara lain berasal dari: 1) tabungan
dalam negeri, baik tabungan dari pemerintah maupun tabungan dari swasta. 2)
Hasil ekspor. Saat ini hasil ekspor berasal dari komoditas non-migas, seperti hasil
pertanian, pertambangan dan manufaktur. 3) Investasi dalam negeri, yang dikenal
dengan istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Sumber pembiayaan luar negeri (asing), dapat berupa bantuan luar negeri dan
investasi asing, atau yang dikenal dengan istilah Penanaman Modal Asing (PMA).
Bentuk bantuan luar negeri, dapat berupa program, bantuan proyek, hibah, dan
pinjaman.
KB2. Pinjaman dan Obligasi
Performance Budgeting pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1951, kemudian
diadopsi oleh beberapa negara berkembang. Konsep anggaran ini didasarkan pada penggunaan
dana untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu, pembiayaan atas program-program pemerintah
untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Ukuran kinerja berimplikasi pada kuantitas output
pemerintah, yaitu berbentuk kualitas layanan pemerintah. Meskipun jika dibandingkan dengan
anggaran tradisional (traditional budget) masih lebih baik, namun penerapannya masih sangat
terbatas, karena alasan-alasan tertentu.
Planning, Programming, Budgeting System (PPBS) dikembangkan pada dekade tahun 1960-an. PPBS
menekankan pada kinerja, seperti output dan efisiensi. Fokus PBBS adalah perencanaan yang
mengarah pada operasionalisasi dan pengawasan anggaran pada suatu unit kerja. Walaupun
terkesan mirip dengan Performance Budgeting, PBBS ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
Zero Base Budgeting (ZBB) merupakan sistem penganggaran yang proses penyusunannya
mengasumsikan lembaga berada pada kondisi nol, meskipun sebetulnya lembaga atau organisasi
tersebut sudah beroperasi sekian lama. Oleh karena itu, sumber penerimaan tidak harus
dialokasikan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi harus dievaluasi kembali, baik
penerimaan maupun pengeluarannya. Secara teoritis, ZBB ini merupakan teknik penganggaran
yang responsif terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat. Namun demikian, walaupun
mempunyai banyak kelebihan, tetapi juga mempunyai beberapa kelemahannya.
KB3. Bentuk Anggaran Negara dan Proses Penyusunan Anggaran Negara
Anggaran negara, pada prinsipnya menguraikan tentang penerimaan dan
pengeluaran negara. Penerimaan terdiri dari 1) penerimaan dalam negeri, yaitu
penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. 2) penerimaan dari hibah
(pemberian). Sedangkan pengeluaran negara, sering disebut belanja negara,
terdiri dari 1) Belanja Pemerintah Pusat dan 2) Dana yang dialokasikan ke
daerah.
Format anggaran dapat berubah, sesuai dengan kebutuhan perkembangan
masyarakatnya. Format anggaran negara kita telah berubah, yang sebelumnya
menggunakan format anggaran tradisional (line item budgeting), di mana
dalam pencatatannya menggunakan pemisahan antara anggaran rutin dan
anggaran pembangunan (dual budgeting). Sejak tahun 2005 telah berubah,
yaitu menggunakan format anggaran terpadu (unified budget), yaitu tidak ada
pemisahan antara pengeluaran rutin dengan pembangunan, sehingga
klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya.
Bentuk Anggaran Negara dan Proses Penyusunan Anggaran
Negara
Perubahan format baru pada sisi belanja mulai dilaksanakan pada penyusunan RAPBN
tahun 2005, sesuai dengan ketentuan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Perubahan-perubahan tersebut antara lain: 1) melaksanakan sistem
anggaran secara terpadu (unified budget). 2) mereklasifikasi rincian belanja negara
menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja negara, dari yang sebelumnya menurut
sektor dan jenis belanja negara. Dengan adanya perubahan format anggaran tersebut,
maka secara garis besar APBN terdiri dari tiga elemen utama, yaitu 1) pendapatan negara
dan hibah terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri,
berasal dari penerimaan pajak dan bukan pajak. 2) belanja negara dibagi menjadi dua
pos utama, yaitu belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. 3) pembiayaan, yaitu
sumber-sumber penerimaan yang akan digunakan untuk menutup defisit anggaran, baik
yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Defisit anggaran adalah selisih
negatif antara pendapatan dan hibah dikurangi dengan belanja negara. Apabila belanja
negara atau pengeluaran lebih besar daripada pendapatan dan hibah, maka disebut
anggaran defisit. Jika keadaannya terjadi sebaliknya, maka disebut surplus anggaran.
Sumber-sumber untuk menutup anggaran, jika terjadi defisit anggaran, berasal dari
penjualan aset negara dan hutang, baik hutang dari dalam negeri (domestik) maupun
dari luar negeri.
M10. KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG KEUANGAN (FISCAL POLICY)
KB1. Pengertian Kebijakan Keuangan Negara dan Kebijakan Fiskal
Kebijakan keuangan negara mempunyai cakupan yang luas yang berkaitan dengan
keuangan negara, yaitu mencakup kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan
neraca pembayaran.
Kebijakan moneter merupakan salah satu fungsi pokok bank sentral dalam sistem
ekonomi pasar. Dalam kaitan ini, independensi bank sentral dalam menjalankan
fungsi penentuan dan pengelolaan kebijakan moneter, secara konseptual lebih
memberikan jaminan akan tercapainya kestabilan (harga-harga atau inflasi, suku
bunga bank, dan nilai tukar mata uang) dalam upaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Kestabilan tersebut diperlukan untuk memberikan insentif terhadap
kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat.
Kebijakan fiskal merupakan instrumen yang dimiliki pemerintah untuk
mempengaruhi dan mengendalikan perekonomian dengan cara mengatur
pengeluaran pemerintah, jumlah subsidi yang diberikan kepada masyarakat, dan
mengatur besarnya pajak yang dibebankan kepada masyarakat. Secara umum,
kebijakan fiskal dapat didefinisikan sebagai kebijakan ekonomi yang digunakan
pemerintah untuk mengelola perekonomian ke kondisi yang lebih baik, yang
diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Pengertian Kebijakan Keuangan Negara dan Kebijakan Fiskal
Pada dasarnya kebijakan fiskal sama dengan kebijakan moneter,
perbedaannya hanya terletak pada instrumen kebijakannya. Kebijakan
moneter, dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini bank sentral),
dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, sedangkan kebijakan
fiskal, dengan cara pemerintah mengendalikan penerimaan dan
pengeluarannya.
Secara teoritis, dikenal empat jenis kebijakan fiskal, yaitu pembiayaan
fungsional (the functional finance), pendekatan anggaran terkendali (the
managed budget approach), stabilitas anggaran (the stabilizing budget),
dan pendekatan anggaran berimbang (the balance budget approach).
Idealnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal merupakan hal yang
saling mendukung, sehingga target pertumbuhan ekonomi yang telah
ditetapkan dapat tercapai.
Kebijakan fiskal, dalam praktiknya di Indonesia tercermin di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
KB2. Kebijakan Moneter (Monetary Policy) dan
Kebijakan Perpajakan (Tax Policy)
Kebijakan moneter adalah instrumen dalam manajemen perekonomian yang merupakan kebijakan
pemerintah (dalam hal ini bank sentral), untuk mengendalikan atau mempengaruhi perekonomian
dengan cara mengendalikan tingkat suku bunga dan jumlah uang yang beredar di pasar. Kebijakan
moneter merupakan upaya pengendalian atau mengarahkan perekonomian makro ke arah kondisi yang
lebih baik dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kondisi perekonomian makro yang lebih baik
berarti meningkatnya output serta terpeliharanya stabilitas harga. Melalui kebijakan moneter,
pemerintah menggunakan variabel moneter dan perkreditan sebagai instrumen untuk mengatur
kegiatan perekonomian nasional.
Secara sederhana, kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan moneter yang ekspansif.
b. Kebijakan moneter yang kontraktif atau Kebijakan Uang Ketat (tight money policy).
Pada masa konsolidasi fiskal saat ini, kebijakan penerimaan negara antara lain diarahkan ke pada
peningkatan pajak yang progresif, adil dan jujur. Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka
pemerintah melakukan pembaharuan kebijakan dan administrasi perpajakan secara
berkelanjutan. Langkah-langkah ini di samping untuk meningkatkan kapasitas fiskal guna
mendukung pendanaan APBN, juga diarahkan agar mampu mendorong investasi, memperkuat
daya saing dan meningkatkan efisiensi perekonomian. Secara ringkas, tujuan kebijakan tersebut
adalah menghimpun penerimaan (revenue collection), mendorong investasi, dan menciptakan
keadilan.
M11. HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
KB1. Asas dan Pembagian Kekuasaan/Kewenangan Pemerintahan
Hubungan pemerintah Pusat dan Daerah sangat erat kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam
pemerintahan. Hak mengambil keputusan mengenai anggaran pemerintah, dan bagaimana
memperoleh dan membelanjakannya merupakan unsur yang sangat penting dalam menjalankan
kekuasaan. Hubungan keuangan pusat dan daerah mencerminkan tujuan politik yang paling
mendasar, karena perannya dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan pemerintah
daerah ke dalam seluruh sistem pemerintahan. Hubungan pusat dan daerah tersebut harus terjalin
hubungan yang harmonis, dengan peran yang dijalankan oleh masing-masing pihak. Untuk tercapai
hubungan yang serasi, maka perlu diatur dalam undang-undang yang jelas.
Pembagian kekuasaan/kewenangan pemerintahan, secara teoritis dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: a) capital division of power; dan b) areal division of power.
a). Capital Division of Power, menggunakan cara trias politika (Montesque), yaitu:
- Kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang).
- Kekuasaan legislative (pembuat undang-undang).
- Kekuasaan judikatif (kekuasaan kehakiman).
b). Areal Division of Power, yaitu pembagian kekuasaan berdasarkan:
- Desentralisasi, yaitu penyerahan kekuasaan secara legal untuk melaksanakan fungsi tertentu
kepada otorita lokal.
- Dekonsentrasi, yaitu pendelegasian kekuasaan kepada staf pemerintah pusat yang berada di luar
kantor pusat, untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu.
Asas dan Pembagian Kekuasaan/Kewenangan Pemerintahan
Dari segi terminologi, sedikitnya ada dua pandangan yang berbeda tentang pengertian
desentralisasi. Pertama, dari kutup Anglo Saxon, yang membagi dua pelimpahan kekuasaan, yaitu
devolusi dan desetralisasi. Kedua, pandangan dari kutup Eropa (Continental), yang membagi
kekuasaan menjadi desentralisasi dan dekonsentrasi.
Menurut Chema dan Rondinelli (1981), terdapat empat bentuk desentralisasi yang dapat
digunakan oleh pemerintah dalam melakukan pendelegasian kekuasaan, yaitu:
1. dekonsentrasi;
2. delegasi;
3. devolusi;
4. privatisasi.
Masih banyak para ahli yang mendefinisikan desentralisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan
sudut pandang masing-masing. Namun dalam perkembangan selanjutnya, istilah desentralisasi
dan dekonsentrasi digunakan secara luas oleh banyak negara.
Pendelegasian wewenang pemerintahan di Indonesia, secara teoritis menggunakan asas
sentralisasi, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Berdasarkan UU
No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 20 ayat (2) dinyatakan bahwa dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas
pembantuan, dan dekonsentrasi. Lebih lanjut, pada ayat (3), dinyatakan bahwa dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Asas dan Pembagian Kekuasaan/Kewenangan Pemerintahan
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi fiskal) mencerminkan tujuan politik yang
mendasar, karena berperan dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintah daerah dalam
keseluruhan sistem pemerintahan disuatu negara. Hubungan tersebut harus serasi dengan peranan yang
dimainkan oleh pemerintah daerah.
Secara teoritis, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan sebagai acuan di dalam pembagian kewenangan
pemerintahan dan keuangan, yaitu:
1. Daerah diberi sumber-sumber keuangan dulu, kemudian diserahkan urusan-urusan tertentu untuk
dilaksanakan.
2. Urusan pemerintahan dibagi terlebih dahulu antara pemerintah pusat dan daerah, kemudian kepada daerah
diberikan sumber-sumber keuangan yang dibutuhkan untuk menjalankan urusan tersebut.
Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004, pendekatan yang diterapkan di Indonesia adalah pendekatan yang kedua.
Prinsip yang dianut di dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia adalah:
a. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai
konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah.
b. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah pusat kepada daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal.
c. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Pembagian Kewenangan di Bidang Keuangan dan Sumber- sumber
Keuangan Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara efektif, apabila pemerintah daerah
(pemda) memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Penyerahan sumber-sumber keuangan di
sini, dapat dalam bentuk penyerahan sumber-sumber PAD (pajak daerah, retribusi, laba perusahaan
daerah), maupun dalam bentuk alokasi dana kepada daerah (bagi hasil pajak pusat kepada daerah,
bagi hasil pengelolaan SDA, DAU dan DAK)
Di dalam pembagian kewenangan di bidang keuangan, aspek keadilan merupakan hal yang sangat
penting untuk dicermati. Ada tiga aspek yang akan menentukan terjadinya perimbangan keuangan
yang adil dan transparan, yaitu:
1. adanya sumber-sumber keuangan yang cukup bagi daerah, terutama yang bersumber dari pajak
daerah dan retribusi.
2. adanya akses bagi daerah terhadap sumber-sumber pendapatan bagi hasil dari pajak
3. adanya subsidi yang adil dan efektif dari pemerintah pusat kepada daerah.
Atas dasar ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembagian kewenangan di bidang keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, akan bermuara pada tiga hal yang akan menjadi sumber
keuangan daerah, yaitu sumber PAD, bagi hasil penerimaan pemerintah pusat baik dari pajak maupun
nonpajak, dan dana alokasi atau subsidi kepada daerah.
KB3. Alokasi Dana dari Pemerintah Pusat ke Daerah
Pemberian alokasi dana oleh pemerintah pusat kepada daerah terkait dengan adanya ketidakseimbangan
antara sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dengan tanggung jawab yang
dilimpahkan kepadanya. Sumber-sumber keuangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk
melaksanakan tanggung jawab tersebut sering kali sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan perbedaan
mekanisme pengalokasian keuangan dari pemerintah pusat kepada daerah.
Alokasi dana dari pusat kepada daerah, dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dari pemerintah
pusat. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
1. Untuk membiayai kekurangan dana yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam rangka menjalankan
fungsi pelayanan yang diembannya;
2. Untuk mempengaruhi pola pembiayaan yang dianut oleh daerah agar standar layanan yang dikehendaki
oleh pemerintah dapat dicapai;
3. Untuk mengontrol pengeluaran daerah, baik secara menyeluruh maupun pada layanan-layanan tertentu;
4. Untuk menutupi kesenjangan antar daerah;
5. Untuk memberikan kompensasi terhadap daerah tertentu karena layanan yang diberikan menjangkau
daerah lain;
6. Untuk memobilisasi dana daerah;
7. Untuk merangsang tanggung jawab daerah dalam mengambil keputusan dalam rangka menjalankan
otonominya;
8. Untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah;
9. Untuk mengatasi keadaan darurat.
Alokasi Dana dari Pemerintah Pusat ke Daerah
Pengalokasian dana dari pusat kepada daerah, sebaiknya berpedoman pada kriteria-
kriteria tertentu agar alokasi dana yang diberikan kepada daerah tepat sasaran. Kriteria-
kriteria tersebut adalah
1. Memadai (adequacy);
2. Elastis (elasticity);
3. Stabil dan dapat diperkirakan jumlahnya (stability and predictability);
4. Adil (equity);
5. Merangsang mobilisasi dana daerah;
6. Merangsang otonomi daerah.
Sedangkan bentuk-bentuk alokasi dana dari pemerintah pusat kepada daerah adalah
1. Kapitalisasi atau penyertaan modal pemerintah (capitalization).
2. Bagi hasil dari suatu pendapatan pemerintah pusat (revenue sharing).
3. Pinjaman (borrowing).
4. Subsidi (grant).
M12. PENGAWASAN KEUANGAN PUBLIK
Pengawasan dapat Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajerial yang
memberikan suatu jaminan kepada pihak tertentu, bahwa aktivitas-aktivitas
organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Pimpinan organisasi merupakan
pihak yang paling berkepentingan terhadap kegiatan pengawasan. Pimpinan
organisasi melakukan pengawasan melalui pengamatan, pengukuran, penilaian,
pemeriksaan, pencocokan, pengendalian, pengecekan, inspeksi, dan sebagainya.
Aktivitas-aktivitas tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyelewengan
anggaran, mark-up biaya, maupun penyimpangan rencana kegiatan yang telah
ditentukan sebelumnya. Pengawasan memiliki hubungan yang sangat erat dengan
perencanaan. Pengawasan berfungsi melihat sejauh mana kegiatan-kegiatan yang
dilakukan tidak menyimpang dari rencana, dan apabila terjadi penyimpangan segera
dapat diperbaiki atau dikoreksi. Cara melakukan koreksi atau perbaikan antara lain:
mengubah rencana, mengubah tujuan, mengatur kembali tugas-tugas, mengubah
wewenang, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengawasan sebaiknya tidak hanya
dilakukan pada saat kegiatan berakhir saja, tetapi juga pada saat kegiatan sedang
dalam proses. Dengan demikian, pengawasan dapat memberikan nilai tambah
terhadap peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Pengawasan biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai alat, seperti anggaran
perusahaan (budgeting), performance appraisal, acceptance sampling, evaluation and
review techniques program, dan variance analysis.
efektif apabila faktor-faktor yang diawasi dapat dikuantifikasi, sehingga mudah
pengukuran keberhasilannya. Kuantifikasi data yang direncanakan dengan data realisasi
yang aktual, menjadi unsur yang utama dalam sistem pengawasan. Pengawasan keuangan
publik, merupakan kegiatan pengawasan dengan objeknya anggaran negara (APBN/APBD)
sebagai penjabaran dari rencana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang
telah dibuat pemerintah dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian pengawasan
keuangan publik merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan budget atau anggaran.
Pengawasan tersebut dilakukan di semua unit kerja dalam pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah. Fungsi pengawasan keuangan publik, adalah membantu
manajemen dalam tiga hal, yaitu:
1. Pengawasan membantu meningkatkan kinerja organisasi.
2. Pengawasan memberikan opini atas kinerja organisasi.
3. Hasil pengawasan mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas
penyimpangan, memberikan solusi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan organisasi, pengawasan – termasuk pengawasan keuangan
publik, memiliki peran yang lebih meningkat. Pengawasan tidak hanya sekedar berfungsi sebagai
watchdog, yang hanya mencari kesalahan-kesalahan, tetapi berfungsi sebagai advisor bagi organisasi,
khususnya pengawasan internal organisasi. Pengawasan diperankan oleh seorang yang dianggap ahli
(expert), baik di bidang keuangan, operasional maupun bidang manajemen secara keseluruhan. Dengan
adanya perubahan paradigma tersebut, pengawasan lebih berorientasi pada operational auditing. Dalam
hal ini, auditor mengidentifikasi berbagai aktivitas organisasi, mengkaji alternatif pola operasional,
menganalisis keunggulan dan kelemahannya, kemudian melahirkan sejumlah usulan perbaikan atau
penyempurnaan dalam pengelolaan organisasi secara keseluruhan.