Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ESENSI OTONOMI DAERAH DAN

PERMASALAHANNYA

DISUSUN OLEH :

PURNAMA

NIM 500025093

TUGAS 1

PEMERINTAHAN DAERAH

2014

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana
atas limpahan rahmat dan hidaya-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini dengan judul : “Esensi Otonomi Daerah’. Dalam penulisan makalah ini sebagai
data analisis lapangan adalah pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bulungan
Provinsi Kalimantan Utara
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
penulis mengucapkan banyak terima kasih, khususnya rekan-rekan dari Bappeda
Kabupaten Bulungan yang telah memberikan data dan informasi berkaitan dengan
penulisan makalah ini.
Akhir kata, penulisan makalah ini jauh dari sempurna, saran dan kritik dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tanjung Selor, 19 September 2014

Penulis,

Purnama
NIM. 500025093

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi birokrasi pemerintah Indonesia salah satunya adalah mengurangi


kewenangan pemerintah pusat yang telampau besar yang bersifat sentralisitik, segala
pengambilan keputusan tepusat dengan memberikan sebagaian kewenangan kepada
pemerintah daerah. Sehingga diharapkan kinerja birokrasi dapat lebih efektiv dan
efsien.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang diganti dengan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 merupakan landasan fundamental dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan
untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya. Sesuai dengan
kemampuannya, pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan pubik sesuai
dengan kebutuhannya dan permintaan masyarakat.
Otonomi daerah bertujuan untuk dapat memperbaiki kemampuan kompetisi
pemerintah. Karena hal ini akan membuat pemerintah daerah berusaha memuaskan
kebutuhan dan keinginannya masyarakatnya sesuai dengan kewenangannya. Dari
sudut manajemen publik, otonomi daerah dapat menciptakan efisiensi alokatif.
Selama kurang lebih 15 (lima belas) tahun sejak digulirkannya otonomi daerah
tahun 1999, maka telah terjadi perubahanan-perubahan yang cukup mendasar
berkaitan dengan keuangan daerah. Kebijakan fiskal, dengan pembangian keuangan
antara pusat dan daerah dari hasil sumber daya alam melalui instrument dana
perimbangan, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Tugas Pembantuan sebagaiaman
dalam UU Nomor 33 tahun 2004 tentang dana perimbangan. Namun problemnya
sebagaimana dikemukakan oleh Dr.Surtikanti,SE.M.Si,Ak dalam Majalah Unikom
volume 1 nomor 1, bahwa “problem dana pemerintah pusat ke daerah belum
sebanding dengan yang diserap pusat dari daerah. Disamping masih ada dana yang
ditransfer oleh pusat belum dapat dikelola secara maksimal oleh pemerintah daerah’

3
Esensi otonomi daerah yang bertujuan untuk menciptkan kesejahtaraan
masyarakat pada sisi yang lain dengan kewenangan daerah yang cukup besar sering
menimbulkan egoism daerah. Sebagamana dalam tulisan Wasisto Raharjo Jati dalam
Jurnal Konstitusi, volume 9, nomor 4, desember 2012 : Dalam aspek social-kultural,
otonomi daerah justru menguatkan fenomena neo-primordialisme di daerah yakni
pembentukan daerah otonom berdasarkan etnisitas. Munculnya isu tentang putra
daerah sebagai penegasan bahwa otonomi daerah bersifat eksklusif. Sehingga dalam
perekrutan CPNS. Daerah, beberapa daerah memberikan beberapa persyaratan
dengan memberikan tambahan seperti surat keterangan domisili dalam tahun
tertentu, dan memiliki kartu tanda penduduk daerah setempat.
Disaming itu juga telah terjadi di beberap daerah seringkali dalam administrasi
pemerintahan memahaminya sebagai aktor yang otonom, sehingga beberapa Bupati
Kepala Daerah kurang memberikan hormat atau enggan untuk diawai oleh
Gubernuar. Beberapa fenomena yang dirasakan dari otonomi daerah ini sangat
menyimpang dari esensi otonomi daerah itu. Berdasarkan latar belakang tersebut,
penulisan makalah ini untuk memberikan interprstasi analisis esensi ontomi daerah
antara teori dengan praktiknya.

B. Permasalahan
Sehubungan dengan latar belakang tersebut diatas, permasalahan dalam
makalah ini adalah apakah esensi otonomi daerah sesuai dengan kondisi di lapangan?
Dan bagaimana solusi agar menjadi otonomi daerah yang ideal?

C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk menginsterprestasikan esensi
pelaksanaan otonomi daerah yang seharusnya dapat memberikan kesejahtaraan
masyarakat dana solusi yang dilakukan dalam pemecahan masalah sesuai kondisi di
lapangan sekarang ini.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

A.Otonomi dan Desentralisasi


Otonomi berasal dari bahasa Greek ‘ auto’ berart sendiri dan ‘nomia’ yang
berasal dari asal kata nomy yang berarti aturan. Sehingga otonomi berarti mengatur
diri sendiri. Didalam pemerintahan, pemberian otonomi daerah berarti pelimpahan
sebagaian kewenangan, tugas, kewajiban dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan
negara dari Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah.1. Sementara menurt
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004  Bab I Pasal 1 angka 5 tentang Otonomi
Daerah, Otonomi Daerah adalah Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Kebijakan sistem otonomi pemerintahan daerah di Indonesia merupakan
rangkaian sejarah yang cukup panjang. Diawali pada jaman penjajahan Belanda abad
ke-20 melalui Desentralisasi Wet 1903, dikenal dengan daerah Swapraja. Kemudian
setelah kemerdekaan berturut-turut : Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945, Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957, Undang-
Undang Nomor 18 tahun 1965, dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 dan yang telah
direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 membawa perubahan
yang penting dalam sistem permerintah daerah di Indonesia. Daerah diberikan
kewenangan yang besar dalam mengatur rumah tangganya atau pemerintahan daerah
sendiri dan 4 (empat) urusan pusat yang tidak diserahkan ke daerah yaitu : urusan
keamanan, urusan diplomatik luar negeri, urusan peradilan dan kebijakan fiskal.
Selanjutnya kebijakan otonomi daerah dilaksanakan melalui desentralisasi,
dekonsentrasi, penugasan dan perbantuan serta diatur dengan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 sebagaimana dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2005.

1
Lembaga Administrasi Negara, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Modul Diklat Pim IV, 2008

5
Ketentuan pelaksananaan otonomi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP)
antara lain Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Otonomi daerah tidak dapat meninggalkan konsep desentralisasi. Menurut
Rondnelli mendefinisikan desentralisasi adalah sebagai transfer tanggung-jawab
dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat
dan agen-agennya kepada unit kementerian pemerintah pusat, unit yang berada
dibawah level pemerintah pusat, unit yang berada dibawah level pemerintah, otoritas,
atau koorporasi public semi otonomi, otoritas regional, atau fungsional dalam
wilayah luas atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba 2. Sementara
menurut Shahid Javed Burki, dkk mendefinisikan desentralisasi menunjukan adanya
proses perpindahan kekuasaan politik, fiskal dan administrative kepada unit
pemerintahan subnasional.3. Berdasarkan hal ini desentralisasi dapat dimaknai
penyerahan wewenang pemerintahan dari pemrintah pusat kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya.

B. Azas Dekonsetrasi
Azas dekosentrasi adalah azas pelimpahan wewenang dari pemrintah pusat
atau kepala daerah atau kepala instransi vertical tingkat atasnya kepada pejabat-
pejabat di daerah.4. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah Bab I pasal 1,yang dimaksud dengan dekosentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertical di wialayah tertentu 5 Kemudian
Rondnelli mendefinisikan dekosentrasi sebagai penyerahan sejeumlah kewenangan
dan tanggung-jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan
pemerintahan yang lebih rendah6.

2
Drs.Teguh Yuwono, M.Pol.Admin, Manajemen Otonomi Daerah, Universitas Diponegoro, 2001, hal
28
3
Ibid.
4
Drs.Inu Kencana Syafiie, M.Si, Ilmu Pemerintahan, IKAPI, Mandar Maju, Bandung, hal. 230
5
Drs.Sentoso Sembiring, SH,MH. Pemerintah Daerah (Pemda),Penerbit Nuansa Aulia, 2009, hal. 3
6
Eko Prasojo, dkk, Pemerintahan Daerah, Penerbit Universitas Terbuka, cetakan ketujun 2012,
hal.1.23

6
Dari ketiga definisi ini dapat disimpulkan bahwa pada prinsiipnya dekosentrasi
adalah kewenangan untuk mengurus bukan untuk mengatur sehingga dapat dimaknai
penghalusan dari sentralisasi.

C.Tugas Pembantuan
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau
desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa serta dari
pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 7
Sedangka Inu Kencana mendefinisikan tugas pembantuan adalah asas untuk turut
sertanya pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan pusat yang
ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat atau daerah tingkat
atasnya dengan kewajiban mempertanggung-jawabkan kepada yang menugaskannya8

7
Drs.Sentoso Sembiring, SH,MH. Pemerintah Daerah (Pemda),Penerbit Nuansa Aulia, 2009, hal. 3
8
Drs.Inu Kencana Syafiie, M.Si, Ilmu Pemerintahan, IKAPI, Mandar Maju, Bandung, hal. 230

7
BAB III
ANALISIS

Otonomi daerah sebagaiman dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004


adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pemberian otonom daerah merupakan amanat
Undang-Undang Dasar R I tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Tujuan otonomi daerah adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta
masyarakat. Disamping itu melalui otonomi diharapkan dapat meningkatkan daya
saing berdasarkan potensi, kekhususan dan keanekaragaman daerah dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan dan keadailan.
Dalam pelaksanaannya otonomi daerah mengandung prinsip nyata dan
bertanggung-jawab. Nyata, artinya untuk menangani urusan pemerintahaan
dilaksanakn berdasarkan tugas, wewenang dan kewajibat senyatanya telah ada dan
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Sementara prinsip lainnya adalah prinsip otonomi yang
bertanggung-jawab yang maknanya otonomi yang dalam penyelenggaraanya harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud.
Sejalan dengan prinsip-prinsip otonomi daerah, orientasi penyelenggaraan
otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahtaraan masyarakat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Namun
fenomena yang terjadi sekarang ini banyak yang keluar dari esensi otonomi. Hal ini
disebabkan sebagai berikut :
1. Masih lemahnya pemahaman terhadap makna otonomi daerah dan desentralisasi
Beberapa daerah masih sangat kurang dalam memahami makna otonomi daerah dan
desentralisasi. Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 tanpa
dipersiapkan apa akibat yang akan terjadi. Tata kelola pemerintahan yang baik tidak

8
dipersiapkan, penguatan sumber daya manusia juga tidak dipersiapkan, sedangkan
mental para aparatur pusat maupun daerah belum banyak yang mengalami perubahan
yang cukup mendasar. Sehingga timbul kasus-kasus korupsi baru akibat pengelolaan
keuangan daerah yang tidak benar, penonjolan egoisme putra daerah, dan
keengganan kepada daerah diawasi oleh pemerintahan diatasnya.
2. Otonomi daerah tidak dibarengi dengan peraturan pendukungnya secara
memadai
Landasan Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 dan revisi Undang-
Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 merupakan bentuk ideal otonomi daerah.
Namun dalam praktektnya sangat minim adanya peraturan–peraturan operasionalnya.
Hal ini menyebabkan ketika pelaksnaan di daerah acuan pelaksanaan masing-masing
daerah tidak sama. Kepala daerah, Bupati/Walikota memegang kekuasaan dengan
kewenangan yang penuh untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pelaksanaan
pembangunan daerah yang dilaksanakan tidak memberikan dampak yang significant
terhadap peningkatan perekonomian, dan kesejahtaraan rakyat. Angka kemiskinan
seharusnya setiap tahun menunjukan penurunan, namun justru setiap tahun malahan
meningkat. Program-program pembangunan daerah tidak didukung dengan
perencanaan yang baik, sehingga belanja pemerintah terkesan pemborosan tidak
memberikan outcome yang bermafaat bagi masyarakat daerah.
3. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang
a. Kepala Daerah
Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan secara langsung merupakan
cerminan demokrasi dengan kedaulatan penuh ditangan rakyat. Namun dalam
mekanisme pemilihan kepala daerah tidak disertai dengan peraturan syarat-syarat
kempetensi untuk menjadi kepala daerah. Hasilnya banyak kepada daerah tidak
memahami pemerintahan, pengelolaan keuangan negara serta minim terhadap urusan
birokrasi. Akibatnya banyak kepala daerah terjerat dengan kasus-kasus korupsi.
b. DPRD
Pemilihan DPRD tidak berbeda dengan mekanisme pemilihan kepala daerah.
Hampir seluruh partai politik tidak memberikan pendidikan politik kepada para
kadernya. Akibatnya calon yang diusungnya terkesan asal-asalan yang penting

9
populis dan dikenal orang banyak, meskipun memiliki latar pendidikan yang minim.
Hasilnya banyak anggota DPRD dengan kompetensi terbatas, sehingga dalam
penyusunan anggaran daerah tidak mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku, akibatnya
banyak terjadi kasus korupsi jamak yang melibatkan hampir seluruh anggota DPRD.
c. Aparatur pemerintahan daerah
Keberhasilan otonomi daerah sangat tergantung dari kualitas aparatur
pemerintahan daerah dalam mengelola tata pemerintahannya. Pola perekrutan CPNS
yang sangat mementingkan ‘putra daerah’ dengan mengabaikan kualitas yang
diinginkan, promosi jabatan bukan karena prestasi namun karena hubungan
kekerabatan, dan pola pembinaan karier aparatur yang tidak jelas. Hal ini
menyebabkan tata kelola pemerintahan juga tidak baik, perencanaan pembangunan
juga tidak menyentuh masyarakat, sehingga banyak kegagalan dalam pelaksanaan
pembangunan daerah.
d. Masyarakat
Masyarakat merupakan unsur yang sangat penting , karena merupakan pelaku
utama dan yang berkepentingan terhadap kebijakan pemerintah. Sikap apatis
masyarakat yang masih besar karena kurangnya kegiatan sosialisasi, pemberdayaan
masyarakat serta ruang untuk berperan dalam kegiatan pembangunan daerah.
B, Solusi terhadap permasalahan yang ada
Untuk memecahkan permasalahan tersebut diatas beberapa alternatif yang
dapat dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pemahaman secara intensif terhadap kebijakan otonomi daerah
agar tidak menimbulkan persepsi ganda disetiap daerah.
2. Mervisi Undang-Undang dan melengkapi perturan-peraturan pemerintah,
kementerian dalam negeri dan kementerian lainnya tentang teknis dan
operasional otonomi daerah sedetail mungkin.
3. Melakukan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan-pelatihan secara kontinu
kepada apartur pemerintah utamanya, pemberdayaan masyarakat daerah serta
sistem pengawasan dan pengendalian yang terpadu, trnsparan dan akuntable
khususnya berkiatan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

10
4. Memberikan ruang terhadap masyarakat sehingga dapat ikut aktif dalam
perencanaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan daerah
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Esensi otonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehataraan
masyarakat dalam prakteknya di lapangan banyak muncu permasalahan yang harus
dapat segera dicari jalan keluarnya sehingga tidak berlarut-larut.Dari permasalahan-
permasalahan yang muncul sercar garis besar disebabkan oleh :
1. Masih kurangnya pemahaman tentang otonomi daerah
2. Masih kurangnya peraturan penunjang operasional
3. Masih lemahnya kualitas SDM daerah (kepala daerah, DPRD, aparatur
pemerintah dan masyarakat)
Beberapa penyebab permasalahan tersebut, solusi agar esensi otonomi daerah
dapat berjalan secara ideal adalah :
1. Pemerintah harus lebih isentif memberikan pendidikan dan pemahaman tentang
otonomi daerah kepada seluruh stakeholeder masyarakat di daerah.
2. Bila perlu melaukan peninjauan ulang dan merevisi undang-undang yang sudah
ada dan memperbanyak regulasi berkaitn dengan otonomi daerah.
3. Pemerintah harus mepersipkan SDM daerah semaksimal mungkin.
Pemberdayaan masyarakat ditingkatkan dengan kebijakan dan program-program
pembangunan yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpean aktif
dalam kegiatan pembangunan daerah.
B. Saran-saran
Dari kesimpulan pembahasan tersebut diatas, dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut :
1. Para anggota DPR agar lebih sering blusukan ke daerah, sehingga memahami
dengan benar kondisi yang dialami di daerah.
2. Mempekuat sistem informasi, sehingga berita di daerah dapat diakses dengan
cepat oleh pemerintah pusat sebagai pengambil keputusan

11
3. Para Aparatur Pemerintah hendaknya mengutaman masyarakat daripada
kepentingan sendiri atau golongan.
DAFTAR PUSTAKA

Drs.Teguh Yuwono, M.Pol.Admin, Manajemen Otonomi Daerah, Universitas


Diponegoro, 2001

Drs.Inu Kencana Syafiie, M.Si, Ilmu Pemerintahan, IKAPI, Mandar Maju, Bandung

Drs.Sentoso Sembiring, SH,MH. Pemerintah Daerah (Pemda),Penerbit Nuansa


Aulia, 2009

Eko Prasojo, dkk, Pemerintahan Daerah, Penerbit Universitas Terbuka, cetakan


ketujuh, Tangerang Selatan, 2012

Wasisto Raharjo Jati dalam Jurnal Konstitusi, volume 9, nomor 4, desember 2012 :

Dr.Surtikanti,SE.M.Si,Ak dalam Majalah Unikom volume 1 nomor 1

12

Anda mungkin juga menyukai