Anda di halaman 1dari 39

PELAYANAN DAN

ASUHAN PASIEN
(PAP)
dr. Dian Tjahyadi, SpOG SubSpFER
(K), MMRS

Ketua Komite Mutu


RSUP dr Hasan Sadikin Bandung

Email : dtjahyadi_spog@yahoo.com

WA : 08122000498
Overview PAP
PAP1 Pelayanan dan asuhan yang seragam
PAP1.1 Pelayanan dan asuhan yang terintegrasi
PAP1.2 Bagaimana mendokumentasikan asuhan

PAP 2 Penetapan pelayanan risiko tinggi


PAP 2.1 Pelayanan geriarti
PAP 2.2 Hospital based community geriatric services
PAP 2.3 Early warning system
PAP 2.4 Pelayanan resusitasi
PAP 2.5 Pelayanan darah dan produk darah

PAP 3 Nutrisi dan terapi nutrisi terintegrasi


PAP 4 Pengelolaan nyeri yang efektif
PAP 5 Asuhan menjelang akhir kehidupan
Tanggung jawab rumah
sakit dan staf yang
terpenting adalah
memberikan asuhan
dan pelayanan pasien
yang efektif dan aman.

Komunikasi yang
efektif, kolaborasi,
dan standardisasi
proses Rencana, koordinasi, dan implementasi asuhan  mendukung serta
merespons setiap kebutuhan unik pasien dan target
Keterlibatan serta
pemberdayaan pasien dan
keluarga dalam asuhan
bersama PPA harus
memastikan:
Standar PAP 1
Pelayanan dan asuhan yang seragam diberikan untuk semua pasien sesuai peraturan perundang-undangan.

Maksud dan Tujuan PAP 1


Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat mutu asuhan
yang seragam di rumah sakit.
Untuk melaksanakan prinsip mutu asuhan yang setingkat, pimpinan harus merencanakan dan
mengkoordinasi pelayanan pasien.
Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja sesuai
dengan regulasi yang ditetapkan rumah sakit. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah
sakit menyediakan tingkat mutu asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift.
Regulasi tersebut harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sehingga proses pelayanan
pasien dapat diberikan secara kolaboratif.
Asuhan pasien yang seragam tercermin dalam hal-hal berikut: (poin a-e)
a) Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan tidak bergantung pada kemampuan pasien untuk membayar
atau sumber pembayaran.
b) Akses untuk mendapatkan asuhan dan pengobatan yang diberikan oleh PPA yang kompeten tidak bergantung pada
hari atau jam yaitu 7 (tujuh) hari, 24 (dua puluh empat) jam
c) Kondisi pasien menentukan sumber daya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhannya
d) Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, sama di semua unit pelayanan di rumah sakit misalnya
pelayanan anestesi.
e) Pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan yang sama akan menerima tingkat asuhan keperawatan yang
sama di semua unit pelayanan di rumah sakit.

Keseragaman dalam memberikan asuhan pada semua pasien akan menghasilkan penggunaan sumber daya yang
efektif dan memungkinkan dilakukan evaluasi terhadap hasil asuhan yang sama di semua unit pelayanan di rumah
sakit.
Elemen Penilaian PAP 1
a) Rumah sakit menetapkan regulasi tentang Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP) yang
meliputi poin a - e dalam gambaran umum.
b) Asuhan yang seragam diberikan kepada setiap pasien meliputi poin a) – e) dalam maksud
dan tujuan
Standar PAP 1.1
Proses pelayanan dan asuhan pasien yang terintegrasi serta terkoordinasi telah dilakukan sesuai instruksi.

Maksud dan Tujuan PAP 1.1


Proses pelayanan dan asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak PPA dan
Agar proses pelayanan dan asuhan pasien menjadi efisien, penggunaan sumber daya manusia dan sumber
lainnya menjadi efektif, dan hasil akhir kondisi pasien menjadi lebih baik maka diperlukan integrasi dan
koordinasi.
Kepala unit pelayanan menggunakan cara untuk melakukan integrasi dan koordinasi pelayanan serta
asuhan lebih baik (misalnya, pemberian asuhan pasein secara tim oleh para PPA, ronde pasien
multidisiplin, formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT), dan manajer pelayanan
pasien/case manager).
Instruksi PPA dibutuhkan dalam pemberian asuhan pasien misalnya instruksi pemeriksaan di laboratorium (termasuk
Patologi Anatomi), pemberian obat, asuhan keperawatan khusus, terapi nurtrisi, dan lain-lain. Instruksi ini harus tersedia
dan mudah diakses sehingga dapat ditindaklanjuti tepat waktu misalnya dengan menuliskan instruksi pada formulir
catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) dalam rekam medis atau didokumentasikan dalam elektronik rekam
medik agar staf memahami kapan instruksi harus dilakukan, dan siapa yang akan melaksanakan instruksi tersebut.

Setiap rumah sakit harus mengatur dalam regulasinya:

a) Instruksi seperti apa yang harus tertulis/didokumentasikan (bukan instruksi melalui telepon atau instruksi lisan saat
PPA yang memberi instruksi sedang berada di tempat/rumah sakit), antara lain:

(1) Instruksi yang diijinkan melalui telepon terbatas pada situasi darurat dan ketika dokter tidak berada di tempat/di
rumah sakit.

(2) Instruksi verbal diijinkan terbatas pada situasi dimana dokter yang memberi instruksi sedang melakukan
tindakan/prosedur steril.
b) Permintaan pemeriksaan laboratorium (termasukpemeriksaan Patologi Anatomi) dan diagnostik imajing tertentu
harus disertai indikasi klinik

c) Pengecualian dalam kondisi khusus, misalnya di unit darurat dan unit intensif

d) Siapa yang diberi kewenangan memberi instruksi dan perintah catat di dalam berkas rekam medik/sistem
elektronik rekam medik sesuai regulasi rumah sakit

Prosedur diagnostik dan tindakan klinis, yang dilakukan sesuai instruksi serta hasilnya didokumentasikan di dalam
rekam medis pasien. Contoh prosedur dan tindakan misalnya endoskopi, kateterisasi jantung, terapi radiasi,
pemeriksaan Computerized Tomography (CT), dan tindakan serta prosedur diagnostik invasif dan non-invasif lainnya.

Informasi mengenai siapa yang meminta dilakukannya prosedur atau tindakan, dan alasan dilakukannya prosedur
atau tindakan tersebut didokumentasikan dalam rekam medik.

Di rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif/berisiko, termasuk pasien yang dirujuk dari luar, juga harus
dilakukan pengkajian serta pencatatannya dalam rekam medis.
Elemen Penilaian PAP 1.1
a) Rumah sakit telah melakukan pelayanan dan asuhan yang terintegrasi serta terkoordinasi kepada setiap pasien.
b) Rumah sakit telah menetapkan kewenangan pemberian instruksi oleh PPA yang kompeten, tata cara pemberian
instruksi dan pendokumentasiannya.
c) Permintaan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imajing harus disertai indikasi klinis apabila meminta hasilnya
berupa interpretasi.
d) Prosedur dan tindakan telah dilakukan sesuai instruksi dan PPA yang memberikan instruksi, alasan dilakukan
prosedur atau tindakan serta hasilnya telah didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
e) Pasien yang menjalani tindakan invasif/berisiko di rawat jalan telah dilakukan pengkajian dan didokumentasikan
dalam rekam medis.
Standar PAP 1.2
Rencana asuhan individual setiap pasien dibuat dan didokumentasikan

Maksud dan Tujuan PAP 1.2


Rencana asuhan merangkum asuhan dan pengobatan/tindakan yang akan diberikan kepada seorang
pasien. Rencana asuhan memuat satu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh PPA untuk menegakkan atau
mendukung diagnosis yang disusun dari hasil pengkajian.
Tujuan utama rencana asuhan adalah memperoleh hasil klinis yang optimal.
Proses perencanaan bersifat kolaboratif menggunakan data yang berasal dari pengkajian awal dan
pengkajian ulang yang di buat oleh para PPA (dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dan lain-lainnya)
Rencana asuhan dibuat setelah melakukan pengkajian awal dalam waktu 24 jam terhitung sejak pasien
diterima sebagai pasien rawat inap. Rencana asuhan yang baik menjelaskan asuhan pasien yang objektif
dan memiliki sasaran yang dapat diukur untuk memudahkan pengkajian ulang serta mengkaji atau
merevisi rencana asuhan. Pasien dan keluarga dapat dilibatkan dalam proses perencanaan asuhan.
Rencana asuhan harus disertai target terukur, misalnya:
a) Detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah menjadi normal atau sesuai dengan rencana yang ditetapkan;
b) Pasien mampu menyuntik sendiri insulin sebelum pulang dari rumah sakit;
c) Pasien mampu berjalan dengan “walker” (alat bantu untuk berjalan).
Berdasarkan hasil pengkajian ulang, rencana asuhan diperbaharui untuk dapat menggambarkan kondisi pasien terkini.
Rencana asuhan pasien harus terkait dengan kebutuhan pasien. Kebutuhan ini mungkin berubah sebagai hasil dari
proses penyembuhan klinis atau terdapat informasi baru hasil pengkajian ulang (contoh, hilangnya kesadaran, hasil
laboratorium yang abnormal). Rencana asuhan dan revisinya didokumentasikan dalam rekam medis pasien sebagai
rencana asuhan baru.
DPJP sebagai ketua tim PPA melakukan evaluasi / reviu berkala dan verifikasi harian untuk memantau terlaksananya
asuhan secara terintegrasi dan membuat notasi sesuai dengan kebutuhan.
Catatan: satu rencana asuhan terintegrasi dengan sasaran sasaran yang diharapkan oleh PPA lebih baik daripada
rencana terpisah oleh masing-masing PPA.
Rencana asuhan yang baik menjelaskan asuhan individual, objektif, dan sasaran dapat diukur untuk memudahkan
pengkajian ulang serta revisi rencana asuhan.
Elemen Penilaian PAP 1.2
a) PPA telah membuat rencana asuhan untuk setiap pasien setelah diterima sebagai pasien rawat inap dalam waktu
24 jam berdasarkan hasil pengkajian awal.
b) Rencana asuhan dievaluasi secara berkala, direvisi atau dimutakhirkan serta didokumentasikan dalam rekam
medis oleh setiap PPA.
c) Instruksi berdasarkan rencana asuhan dibuat oleh PPA yang kompeten dan berwenang, dengan cara yang seragam,
dan didokumentasikan di CPPT.
d) Rencana asuhan pasien dibuat dengan membuat sasaran yang terukur dan di dokumentasikan.
e) DPJP telah melakukan evaluasi/review berkala dan verifikasi harian untuk memantau terlaksananya asuhan secara
terintegrasi dan membuat notasi sesuai dengan kebutuhan.
Standar PAP 2
Rumah sakit menetapkan pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi sesuai dengan kemampuan, sumber
daya dan sarana prasarana yang dimiliki.

Maksud dan Tujuan PAP 2

Rumah sakit memberikan pelayanan untuk pasien dengan berbagai keperluan. Pelayanan pada pasien berisiko tinggi membutuhkan prosedur,
panduan praktik klinis (PPK) clinical pathway dan rencana perawatan yang akan mendukung PPA memberikan pelayanan kepada pasien
secara menyeluruh, kompeten dan seragam.

Dalam memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan berisiko tinggi, Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk:

a) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit;

b) Menetapkan prosedur, panduan praktik klinis (PPK), clinical pathway dan rencana perawatan secara kolaboratif

c) Melatih staf untuk menerapkan prosedur, panduan praktik klinis (PPK), clinical pathway dan rencana perawatan rencana perawatan
tersebut.
Pelayanan pada pasien berisiko tinggi atau pelayanan berisiko tinggi dibuat berdasarkan populasi yaitu pasien anak,
pasien dewasa dan pasien geriatri. Hal-hal yang perlu diterapkan dalam pelayanan tersebut meliputi Prosedur,
dokumentasi, kualifikasi staf dan peralatan medis meliputi: (a-f)

a) Rencana asuhan perawatan pasien;

b) Perawatan terintegrasi dan mekanisme komunikasi antar PPA secara efektif;

c) Pemberian informed consent, jika diperlukan;

d) Pemantauan/observasi pasien selama memberikan pelayanan;

e) Kualifikasi atau kompetensi staf yang memberikan pelayanan; dan

f) Ketersediaan dan penggunaan peralatan medis khusus untuk pemberian pelayanan.


Rumah sakit mengidentifikasi dan memberikan asuhan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi sesuai
kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana yang dimiliki meliputi:

a) Pasien emergensi;

b) Pasien koma;

c) Pasien dengan alat bantuan hidup;

d) Pasien risiko tinggi lainnya yaitu pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, stroke dan diabetes;

e) Pasien dengan risiko bunuh diri;

f) Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menyebabkan kejadian luar biasa;

g) Pelayanan pada pasien dengan “immuno-suppressed”;

h) Pelayanan pada pasien yang mendapatkan pelayanan dialisis;

i) Pelayanan pada pasien yang direstrain;


j) Pelayanan pada pasien yang menerima kemoterapi;

k) Pelayanan pasien paliatif;

l) Pelayanan pada pasien yang menerima radioterapi;

m) Pelayanan pada pasien risiko tinggi lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan radiologi intervensi);

n) Pelayanan pada populasi pasien rentan, pasien lanjut usia (geriatri) misalnya anak-anak, dan pasien berisiko tindak
kekerasan atau diterlantarkan misalnya pasien dengan gangguan jiwa.
Rumah sakit juga menetapkan jika terdapat risiko tambahan setelah dilakukan tindakan atau rencana asuhan
(contoh, kebutuhan mencegah trombosis vena dalam, luka dekubitus, infeksi terkait penggunaan ventilator pada
pasien, cedera neurologis dan pembuluh darah pada pasien restrain, infeksi melalui pembuluh darah pada pasien
dialisis, infeksi saluran/slang sentral, dan pasien jatuh)

Jika terjadi risiko tambahan tersebut, dilakukan penanganan dan pencegahan dengan membuat regulasi,
memberikan pelatihan dan edukasi kepada staf. Rumah sakit menggunakan informasi tersebut untuk
mengevaluasi pelayanan yang diberikan kepada pasien risiko tinggi dan pelayanan berisiko tinggi serta
mengintegrasikan informasi tersebut dalam pemilihan prioritas perbaikan tingkat rumah sakit pada program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Elemen Penilaian PAP 2
a) Pimpinan rumah sakit telah melaksanakan tanggung jawabnya untuk memberikan pelayanan pada pasien berisiko
tinggi dan pelayanan berisiko tinggi meliputi a)- c) dalam maksud dan tujuan.
b) Rumah sakit telah memberikan pelayanan pada pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi yang telah
diidentifikasi berdasarkan populasi yaitu pasien anak, pasien dewasa dan pasien geriatri sesuai dalam maksud dan
tujuan.
c) Pimpinan rumah sakit telah mengidentifikasi risiko tambahan yang dapat mempengaruhi pasien dan pelayanan
risiko tinggi.
Standar PAP 2.1
Rumah sakit memberikan pelayanan geriatri rawat jalan, rawat inap akut dan rawat inap kronis sesuai dengan
tingkat jenis pelayanan.

Permenkes 79 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan geriarti di rumah sakit

Standar PAP 2.2


Rumah Sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai bagian dari Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di
Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Community Geriatric Service).
Maksud dan Tujuan PAP 2.1 dan PAP 2.2

Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit/gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi,
sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara tepadu dengan pendekatan multi
disiplin yang bekerja sama secara interdisiplin. Dengan meningkatnya sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan maka usia
harapan hidup semakin meningkat, sehingga secara demografi terjadi peningkatan populasi lanjut usia. Sehubungan
dengan itu rumah sakit perlu menyelenggarakan pelayanan geriatri sesuai dengan tingkat jenis pelayanan geriatri:
a) Tingkat sederhana (rawat jalan dan home care)
b) Tingkat lengkap (rawat jalan, rawat inap akut dan home care)
c) Tingkat sempurna (rawat jalan, rawat inap akut dan home care klinik asuhan siang)
d)Tingkat paripurna (rawat jalan, klinik asuhan siang, rawat inap akut, rawat inap kronis, rawat inap psychogeriatri,
penitipan pasien Respit care dan home care)
Elemen Penilaian PAP 2.1
a) Rumah sakit telah menetapkan regulasi tentang penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit sesuai dengan
kemampuan, sumber daya dan sarana prasarana nya.
b) Rumah sakit telah menetapkan tim terpadu geriatri dan telah menyelenggarakan pelayanan sesuai tingkat jenis
layanan
c) Rumah sakit telah melaksanakan proses pemantauan dan evaluasi kegiatan pelayanan geriatri
d) Ada pelaporan penyelenggaraan pelayanan geriatri di rumah sakit.

Permenkes 79 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pelayanan geriarti di rumah sakit


Elemen Penilaian PAP 2.2
a) Ada program PKRS terkait Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital
Based Community Geriatric Service).
b) Rumah sakit telah memberikan edukasi sebagai bagian dari Pelayanan Kesehatan Warga Lanjut usia di Masyarakat
Berbasis Rumah Sakit (Hospital BasedCommunity Geriatric Service).
c) Rumah sakit telah melaksanakan kegiatan sesuai program dan tersedia leaflet atau alat bantu kegiatan (brosur,
leaflet, dan lain-lainnya).
d) Rumah sakit telah melakukan evaluasi dan membuat laporan kegiatan pelayanan secara berkala.
Standar PAP 2.3
Rumah sakit menerapkan proses pengenalan perubahan kondisi pasien yang memburuk.
Maksud dan Tujuan PAP 2.3

Staf yang tidak bekerja di daerah pelayanan kritis/intensif mungkin tidak mempunyai pengetahuan dan pelatihan yang
cukup untuk melakukan pengkajian, serta mengetahui pasien yang akan masuk dalam kondisi kritis.

Padahal, banyak pasien di luar daerah pelayanan kritis mengalami keadaan kritis selama dirawat inap. Seringkali
pasien memperlihatkan tanda bahaya dini (contoh, tandatanda vital yang memburuk dan perubahan kecil status
neurologis) sebelum mengalami penurunan kondisi klinis yang meluas sehingga mengalami kejadian yang tidak
diharapkan.

Ada kriteria fisiologis yang dapat membantu staf untuk mengenali sedini-dininya pasien yang kondisinya
memburuk. Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung atau gagal paru sebelumnya memperlihatkan
tanda-tanda fisiologis di luar kisaran normal yang merupakan indikasi keadaan pasien memburuk. Hal ini dapat
Penerapan EWS membuat staf mampu mengidentifikasi keadaan pasien memburuk sedini-dininya dan bila perlu
mencari bantuan staf yang kompeten. Dengan demikian, hasil asuhan akan lebih baik. Pelaksanaan EWS dapat
dilakukan menggunakan sistem skor oleh PPA yang terlatih.

Elemen Penilaian PAP 2.3


a) Rumah sakit telah menerapkan proses pengenalan perubahan kondisi pasien yang memburuk (EWS) dan
mendokumentasikannya di dalam rekam medik pasien.
b) Rumah sakit memiliki bukti PPA dilatih menggunakan EWS.
Standar PAP 2.4
Pelayanan resusitasi tersedia di seluruh area rumah sakit.

Maksud dan Tujuan PAP 2.4


Pelayanan resusitasi diartikan sebagai intervensi klinis pada pasien yang mengalami kejadian mengancam hidupnya
seperti henti jantung atau paru. Pada saat henti jantung atau paru maka pemberian kompresi pada dada atau bantuan
pernapasan akan berdampak pada hidup atau matinya pasien, setidak-tidaknya menghindari kerusakan jaringan otak.
Resusitasi yang berhasil pada pasien dengan henti jantung-paru bergantung pada intervensi yang kritikal/penting
seperti kecepatan pemberian bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut yang akurat (code blue) dan kecepatan
melakukan defibrilasi. Pelayanan seperti ini harus tersedia untuk semua pasien selama 24 jam setiap hari. Sangat
penting untuk dapat memberikan pelayanan intervensi yang kritikal, yaitu tersedia dengan cepat peralatan medis
terstandar, obat resusitasi, dan staf terlatih yang baik untuk resusitasi. Bantuan hidup dasar harus dilakukan secepatnya
saat diketahui ada tanda henti jantung-paru dan proses pemberian bantuan hidup lanjut kurang dari 5 (lima) menit. Hal
ini termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan sebenarnya resusitasi atau terhadap simulasi pelatihan resusitasi di
rumah sakit. Pelayanan resusitasi tersedia di seluruh area rumah sakit termasuk peralatan medis dan staf terlatih,
berbasis bukti klinis, dan populasi pasien yang dilayani
Elemen Penilaian PAP 2.4
a) Pelayanan resusitasi tersedia dan diberikan selama 24 jam setiap hari di seluruh area rumah sakit.
b) Peralatan medis untuk resusitasi dan obat untuk bantuan hidup dasar dan lanjut terstandar sesuai
dengan kebutuhan populasi pasien.
c) Di seluruh area rumah sakit, bantuan hidup dasar diberikan segera saat dikenali henti jantung-paru dan
bantuan hidup lanjut diberikan kurang dari 5 menit.
d) Staf diberi pelatihan pelayanan bantuan hidup dasar/lanjut sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
Standar PAP 2.5
Pelayanan darah dan produk darah dilaksanakan sesuai dengan panduan klinis serta prosedur yang ditetapkan rumah
sakit.
Maksud dan Tujuan PAP 2.5
Pelayanan darah dan produk darah harus diberikan sesuai peraturan perundangan meliputi antara lain:
a) Pemberian persetujuan (informed consent);
b) Permintaan darah;
c) Tes kecocokan;
d) Pengadaan darah;
e) Penyimpanan darah;
f) Identifikasi pasien;
g) Distribusi dan pemberian darah; dan
h) Pemantauan pasien dan respons terhadap reaksi transfusi.
Staf kompeten dan berwenang melaksanakan pelayanan darah dan produk darah serta melakukan pemantauan dan
evaluasi.
Elemen Penilaian PAP 2.5
a) Rumah sakit menerapkan penyelenggaraan pelayanan darah.
b) Panduan klinis dan prosedur disusun dan diterapkan untuk pelayanan darah serta produk darah.
c) Staf yang kompeten bertanggungjawab terhadap pelayanan darah di rumah sakit.

PMK no 91 tahun 2015 Standar Pelayanan Tranfusi Darah


PMK no 83 tahun 2014 ttg Unit Tranfusi Darah, Bank Darah RS dan Jejaring Pelayanan Tranfusi
Darah
Standar PAP 3
Rumah sakit memberikan makanan untuk pasien rawat inap dan terapi nutrisi terintegrasi untuk pasien dengan
risiko nutrisional.
Maksud dan Tujuan PAP 3

Makanan dan terapi nutrisi yang sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan penyembuhannya. Pilihan
makanan disesuaikan dengan usia, budaya, pilihan, rencana asuhan, diagnosis pasien termasuk juga antara lain
diet khusus seperti rendah kolesterol dan diet diabetes melitus.

Berdasarkan pengkajian kebutuhan dan rencana asuhan, maka DPJP atau PPA lain yang kompeten memesan
makanan dan nutrisi lainnya untuk pasien. Pasien berhak menentukan makanan sesuai dengan nilai yang
dianut. Bila memungkinkan pasien ditawarkan pilihan makanan yang konsisten dengan status gizi. Jika keluarga
pasien atau ada orang lain mau membawa makanan untuk pasien, maka mereka diberikan edukasi tentang
makanan yang merupakan kontraindikasi terhadap rencana, kebersihan makanan, dan kebutuhan asuhan
Makanan yang dibawa oleh keluarga atau orang lain disimpan dengan benar untuk mencegah
kontaminasi.
Skrining risiko gizi dilakukan pada pengkajian awal. Jika pada saat skrining ditemukan pasien dengan risiko
gizi maka terapi gizi terintegrasi diberikan, dipantau, dan dievaluasi.

Elemen Penilaian PAP 3


a) Berbagai pilihan makanan atau terapi nutrisi yang sesuai untuk kondisi, perawatan, dan kebutuhan
pasien tersedia dan disediakan tepat waktu.
b) Sebelum pasien rawat inap diberi makanan, terdapat instruksi pemberian makanan dalam rekam medis
pasien yang didasarkan pada status gizi dan kebutuhan pasien.
c) Untuk makanan yang disediakan keluarga, edukasi diberikan mengenai batasan-batasan diet pasien dan
penyimpanan yang baik untuk mencegah kontaminasi.
d) Memiliki bukti pemberian terapi gizi terintegrasi (rencana, pemberian dan evaluasi) pada pasien risiko
gizi.
e) Pemantauan dan evaluasi terapi gizi dicatat di rekam medis pasien. Permenkes No 78 tahun 2013
Standar PAP 4
Pasien mendapatkan pengelolaan nyeri yang efektif.

Maksud dan Tujuan PAP 4


Pasien berhak mendapatkan pengkajian dan pengelolaan nyeri yang tepat. Rumah sakit harus memiliki proses
untuk melakukan skrining, pengkajian, dan tata laksana untuk mengatasi rasa nyeri, yang terdiri dari: (a-e)
a) Identifikasi pasien dengan rasa nyeri pada pengkajian awal dan pengkajian ulang.
b) Memberi informasi kepada pasien bahwa rasa nyeri dapat merupakan akibat dari terapi, prosedur, atau
pemeriksaan.
c) Memberikan tata laksana untuk mengatasi rasa nyeri, terlepas dari mana nyeri berasal, sesuai dengan regulasi
rumah sakit.
d) Melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasiendan keluarga mengenai pengelolaan nyeri sesuai dengan latar
belakang agama, budaya, nilai-nilai yang dianut.
e) Memberikan edukasi kepada seluruh PPA mengenai pengkajian dan pengelolaan nyeri.
Elemen Penilaian PAP 4
a) Rumah sakit memiliki proses untuk melakukan skrining, pengkajian, dan tata laksana nyeri meliputi
poin a) - e) pada maksud dan tujuan.
b) Informasi mengenai kemungkinan adanya nyeri dan pilihan tata laksananya diberikan kepada pasien yang
menerima terapi/prosedur/pemeriksaan terencana yang sudah dapat diprediksi menimbulkan rasa nyeri.
c) Pasien dan keluarga mendapatkan edukasi mengenai pengelolaan nyeri sesuai dengan latar belakang agama,
budaya, nilai-nilai yang dianut.
d) Staf rumah sakit mendapatkan pelatihan mengenai cara melakukan edukasi bagi pengelolaan nyeri.
Standar PAP 5
Rumah sakit memberikan asuhan pasien menjelang akhir kehidupan dengan memperhatikan kebutuhan
pasien dan keluarga, mengoptimalkan kenyamanan dan martabat pasien, serta mendokumentasikan dalam
rekam medis.
Maksud dan Tujuan PAP 5
Skrining dilakukan untuk menetapkan bahwa kondisi pasien masuk dalam fase menjelang ajal. Selanjutnya, PPA
melakukan pengkajian menjelang akhir kehidupan yang bersifat individual untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien dan keluarganya.
Pengkajian pada pasien menjelang akhir kehidupan harus menilai kondisi pasien seperti: (1-9)
1) Manajemen gejala dan respons pasien, termasuk mual, kesulitan bernapas, dan nyeri.
2) Faktor yang memperparah gejala fisik.
3) Orientasi spiritual pasien dan keluarganya, termasuk keterlibatan dalam kelompok agama tertentu.
4) Keprihatinan spiritual pasien dan keluarganya, seperti putus asa, penderitaan, rasa bersalah.
5) Status psikososial pasien dan keluarganya, seperti kekerabatan, kelayakan perumahan, pemeliharaan lingkungan,
cara mengatasi, reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit.
6) Kebutuhan bantuan atau penundaan layanan untuk pasien dan keluarganya.
7) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan.
8) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi patologis.
9) Pasien dan keluarga dilibatkan dalam pengambilan keputusan asuhan.

Elemen Penilaian PAP 5


a) Rumah sakit menerapkan pengkajian pasien menjelang akhir kehidupan dan dapat dilakukan
pengkajian ulang sampai pasien yang memasuki fase akhir kehidupannya, dengan memperhatikan
poin 1) – 9) pada maksud dan tujuan.
b) Asuhan menjelang akhir kehidupan ditujukan terhadap kebutuhan psikososial, emosional,
kultural dan spiritual pasien dan keluarganya.
TERIMA KASIH

39

Anda mungkin juga menyukai