Anda di halaman 1dari 24

AGROFORESTRY DI

DALAM WILAYAH KPH


PENDAHULUAN

PP No. 3 KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) adalah


Tahun 2008; wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi
perubahan PP No. 6 pokok dan peruntukannya yang
2007;
dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan
Hutan. meningkatkan efektivitas pembangunan
kehutanan dalam upaya pencapaian
pengelolaan HUTAN LESTARI

mengurangi laju degradasi hutan, meningkatkan


kesejahteraan masyarakat lokal, penyediaan hasil hutan
yang stabil, dan berkembangnya tata pemerintahan yang
baik dalam pengelolaan hutan
2
ANALOGI DINAS KEHUTANAN vs KPH
1. Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit → Regulasi dan Kebijakan
Kesehatan oleh Dinas Kesehatan, sedangkan Pasien ditangani
DOKTER

2. Dinas Pendidikan dan Sekolah → Regulasi dan Kebijakan Pendidikan


oleh Dinas Pendidikan, sedangkan Murid ditangani GURU

3. Dinas Perhubungan dan Kapal Laut → Regulasi dan Kebijakan


Pelayaran oleh Dinas Perhubungan, sedangkan Kapal Laut ditangani
NAHKODA dan para ABK

4. Dinas Perkebunan dan Perusahaan Perkebunan/ Perkebunan Rakyat


 Regulasi, perizinan dan kebijakan perkebunan pada Dinas
Perkebunan sedangkan komoditi perkebunan ditangani perusahaan
perkebunan/Perkebunan Rakyat
Kegiatan Pengelolaan Hutan
Usaha untuk mewujudkan pengelolaan hutan
lestari berdasarkan:
 tata hutan,
 rencana pengelolaan,
 pemanfaatan dan pendayagunaan hutan,
 rehabilitasi hutan,
 perlindungan hutan, dan
 konservasi sumber daya hutan
Dasar Pelaksanaan
• PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan,
• Disempurnakan di dalam PP No. 3 Tahun 2008 tentang
perubahan PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan
Hutan, dan
• Peraturan Menteri Kehutanan No. 6/Menhut-II/2009 Tentang
Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
• Dalam PP dan Permenhut dijelaskan tentang Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH): wilayah pengelolaan hutan sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara
efisien dan lestari.
• Seluruh kelompok hutan terbagi habis ke
dalam unit-unit KPH (merupakan wilayah
pengelolaan hutan terkecil)
• Unit KPH merupakan pihak yang secara
langsung bertanggungjawab terhadap
kelompok hutan, sehingga pengelolaan hutan
menjadi lebih efektif dan efisien.
• Pembangunan unit-unit KPH mencakup
wilayah kelola, sosial ekonomi, kelembagaan
dan konsep/metode pengelolaannya.
Peranan KPH
1. Perencanaan Tata Hutan dengan sasaran meningkatkan
kapasitas penjaminan kepastian kawasan hutan dan kapasitas
pengontrolan pelaksanaan pengelolaan hutan;
2. Perencanaan Pengelolaan Hutan dengan target rencana dan
inventarisasi kehutanan dapat terintegrasi pada tingkat tapak
serta akurasi informasi sumberdaya hutan dapat
ditingkatkan;
3. Aspek Pemanfaatan yang dapat menjamin pra kondisi
penyiapan izin dapat dilakukan oleh KPH, dan bila KPH
diperkuat dengan kewenangan untuk mengevaluasi kinerja
izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), maka
integrasi evaluasi berbagai kegiatan dapat dilakukan oleh KPH
dan dengan demikian biaya transaksi dapat diminimalkan;
4.Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan sasaran
pencapaian dan pengeloaan hasil-hasil
rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dan
investasi kehutanan lainnya menjadi lebih
jelas, serta kapasitas koordinasi penetapan
lokasi RHL meningkat;
5.Perlindungan Hutan dengan target deteksi
awal terhadap gangguan sumberdaya hutan
dan upaya-upaya pencegaahannya/
pemberantasannya dapat diintensifkan.
Jumlah dan jenis serta luas areal KPH di Sumatera Utara
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I. No.
102/Menhut-II/2010.

Unit Luas KPH


No. Kabupaten Nomenklatur KPH
KPH (Ha)
1. I Langkat KPHP 101.809
2. II Karo KPHL 105.007
3. III Labuhanbatu Utara KPHP 79.578
4. IV Dairi KPHP 75.289
5. V Deli Serdang KPHP 58.258
6. VI Simalungun KPHP 77.994
7. VII Labuhanbatu KPHL 43.876
8. VIII Dairi KPHL 59.389
9. IX Serdang Bedagai KPHP 32.283
10. X Batubara KPHP 24.032
11. XI Labuhanbatu Selatan KPHP 61.356
12. XII Simalungun KPHP 58.639
13. XIII Asahan KPHL 104.346
14. XIV Toba Samosir (Luas KPHL 87.247
Menyesuaikan SK 579)
15. XV Pakpak Bharat KPHP 112.166
16. XVI Tapanuli Tengah dan KPHL Lintas Kab. 87.247
Humbang Hasundutan
17. XVII Dairi, Humbahas, Pakpak KPHP Lintas Kab. 90.608
Bharat, dan Samosir
18. XVIII Samosir, Humbahas, KPHL Lintas Kab. 72.878
Tobasa, Tapanuli Utara
19. XIX Samosir KPHL 39.427
20. XX Humbahas, Tapanuli KPHP Lintas Kab. 105.522
Tengah, dan Tapanuli Utara
21. XXI Tapanuli Utara KPHP 66.771
22. XXII Labuhanbatu Utara dan KPHL Lintas Kab. 115.609
Toba Samosir (Luas
Menyesuaikan)
23. XXIII Tapanuli Selatan, KPHL Lintas Kab. 76.441
Padang Lawas Utara
24. XXIV Tapanuli Utara KPHP 149.070
25. XXV Sibolga, Tapanuli KPHL Lintas Kab/kota 58.694
Tengah
26. XXVI Padang Lawas Utara, KPHL Lintas Kab. 212.740
Tapanuli Selatan
27 XXVII Padangsidempuan, KPHP Lintas Kab/Kota 48.511
Tapanuli Selatan
28. XXVIII Tapanuli Selatan KPHP 137.331
29. XXIX Mandailing Natal KPHP 159.166
(Luas Menyesuaikan)
30. XXX Mandailing Natal KPHL 129.732
31. XXXI Padang Lawas, Padang KPHP Lintas Kab. 292.455
Lawas Utara
32. XXXII Nias, Nias Selatan KPHL Lintas Kab. 181.291
33. XXXIII Nias Selatan KPHP 101.049
JUMLAH 3.196.350
Tujuan KPH
• Terbentuknya lembaga pengelola hutan di
tingkat tapak yang bertanggung jawab penuh
terhadap eksistensi areal kerjanya serta
bertanggung jawab terhadap kelestarian hasil
dan jasa lingkungan yang dihasilkan dari
kegiatan pengelolaannya.
• Mewujudkan pendelegasian kewenangan dan
tanggung jawab yang mendorong lahirnya SDM
kehutanan yang profesional di Kabupaten/Kota
khususnya di wilayah KPH yang dibentuk.
Sasaran Pembentukan KPH
• Disetujuinya bentuk kelembagaan oleh seluruh stakeholder
kehutanan baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
• Terselesaikannya produk rancangan akademik Perda Provinsi
yang mendukung yang difasilitasi oleh Dinas Kehutanan
Provinsi.
• Terbangunnya sarana dan prasarana KPH seperti perkantoran
dan sarana pendukung lainnya secara bertahap.
• Tersosialisasikannya program KPH kepada semua stakeholder
masyarakat.
• Terlaksananya kegiatan Penataan Areal Kerja (PAK) di
kelompok hutan kerja KPH.
• Beroperasinya kelembagaan KPH yang terbentuk.
• Terakomodirnya kepentingan semua stakeholder dalam
kegiatan pengelolaan hutan oleh KPH.
• Terlaksananya sistem pengelolaan hutan alam produksi lestari
sesuai dengan fungsi dan daya dukung kelompok hutan.
Organisasi dan Tugas Pokok dan
Fungsi KPH
1. Melaksanakan tata hutan di wilayah kelolanya yang meliputi
tata batas, inventarisasi hutan, pembagian ke dalam blok atau
zona, pembagian petak, dan pemetaan, pada areal yang belum
dibebani izin pemanfaatan hutan dan/atau izin penggunaan
kelompok hutan;
2. Menyusun rencana pengelolaan hutan jangka panjang (RPHJP)
dan pendek;
3. Melaksanakan pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan
kelompok hutan pada areal yang tidak dibebani izin
pemanfaatan hutan dan/atau izin penggunaan kelompok hutan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4. Melaksanakan rehabilitasi, reklamasi, perlindungan hutan dan
konservasi alam pada areal yang belum dibebani izin
pemanfaatan hutan dan/atau izin penggunaan kelompok
hutan;
5.Melaksanakan registrasi yang berkaitan
penyelenggaraan kegiatan perubahan iklim global;
6.Melaksanakan pemberdayaan masyarakat di sekitar
kelompok hutan;
7.Mensinergikan dan mengharmonisasikan perencanaan
pemanfaatan hutan dan penggunaan kelompok hutan;
8.Pemantauan dan evaluasi kegiatan perizinan
pemanfaatan hutan dan penggunaan kelompok hutan;
9.Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi
hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan
konservasi alam pada areal izin usaha pemanfaatan
hasil hutan dan penggunaan kelompok hutan.
Tugas utama KPH
1. Bertanggung jawab atas rencana pengelolaan hutan dan
tercapainya tujuan kegiatan pengelolaan hutan.
2. Melakukan koreksi dokumen-dokumen perencanaan kegiatan,
dokumen-dokumen anggaran serta dokumen-dokumen pelaporan
kegiatan pengelolaan hutan.
3. Merencanakan berbagai kegiatan pengurusan kelompok hutan dan
menetapkan target yang akan dicapai dalam pelaksanaan tugas.
4. Membagi dan mendistribusikan tugas serta pemberian arahan
kepada bawahan, yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyajian data dan informasi pelaksanaan pembangunan KPH
secara periodik.
5. Membimbing, mengontrol dan menilai pelaksanaan pekerjaan
bawahan.
6. Mengendalikan dan mengevaluasi perkembangan pembangunan
berdasarkan laporan, data dan informasi serta pengawasan
lapangan.
7. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait di daerah,
provinsi dan pusat.
8. Mengkonsultasikan berbagai hal yang urgen terkait dengan
pembangunan KPH kepada atasan dan kepala daerah untuk
kemajuan pengelolaan.
9. Melaksanakan tugas lain (rapat, diskusi, seminar, lokakarya,
sosialisasi, kerjasama dan sebagainya) yang terkait dengan KPH
yang dipimpinnya.
10. Mengkoordinir semua kegiatan operasional yang berkaitan
dengan pengusahaan hutan di areal kerja KPH yang meliputi
semua kegiatan perencanaan, perijinan dan pelaksanaan yang
berkaitan dengan kegiatan pengusahaan hutan.
Peluang dan Prospek Penerapan Sistem
Agroforestry di dalam KPH

e sa Kemitraan
. D
H
IUPHHK HA
CA Wil Ttt Tambang
esa

IUPK HL
D
H.

IUPHHK HTI
HTR HKm
H
HTTR
HL R

Gerhan
H
HKKmm HTR Kemitraan
Implementasi Sistem Agroforestry di KPH
• Hutan Desa (HD),
• Hutan Kemasyarakatan (Hkm),
• Kawasan kemitraan dengan pihak ke tiga
• Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
• Pada tapak/kawasan yang sudah memiliki izin usaha, seperti
di kawasan izin usaha pemanfaatan kawasan (IUPK), izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam (IUPHHK HA)
dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman
industri (IUPHHK HTI)
• Dengan sistem pengkayaan, seperti pemeliharaan lebah
madu, penanaman rumput pakan ternak dan tanaman obat-
obatan yang juga dapat diterapkan di kawasan hutan
konservasi atau cagar alam (CA) dan hutan lindung (HL)
Manfaat Penerpan Sistem Agroforestry di
Wilayah KPH

1. Manfaat Ekologi
2. Manfaat Ekonomi
3. Manfaat Sosial Budaya
Manfaat Secara Ekologis Penerpan sistem
agroforestry di dalam wilayah KPH
• Mengurangi tekanan terhadap kerusakan hutan,
• Lebih efisien dalam siklus hara,
• Penurunan dan pengendalian laju aliran permukaan, pencucian hara, dan
erosi tanah;
• Pemeliharaan iklim mikro seperti terkendalinya temperatur tanah lapisan
atas,
• Pengurangan evaporasi dan terpeliharanya kelembaban tanah oleh
pengaruh tajuk dan mulsa sisa tanaman;
• Terciptanya kondisi yang menguntungkan bagi peningkatan/pemeliharaan
populasi dan aktifitas mikroorganisme tanah;
• Penambahan hara tanah melalui dekomposisi bahan organik sisa tanaman
dan atau hewan; dan
• Terpeliharanya struktur tanah akibat siklus yang konstan dari bahan
organik sisa sisa tanaman dan hewan
Manfaat Secara Ekonomis Penerpan
sistem agroforestry di dalam wilayah KPH
• Peningkatan keluaran (output) yang lebih bervariasi yaitu
berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan bakar, pupuk
hijau dan atau pupuk kandang;
• Memperkecil resiko kegagalan panen karena gagal atau
menurunnya panen dari salah satu komponen, masih dapat
ditutupi oleh adanya hasil (panen) dari komponen lain; dan
• Meningkatkan pendapatan petani, karena input yang
diberikan akan menghasilkan output yang berkelanjutan.
• Menambah Devisa Negara (PAD Kabupaten/Provinsi) dari
bagi hasil pemanfaatan kawasan hutan
Manfaat Secara Sosial Penerpan sistem
agroforestry di dalam wilayah KPH
• Terpeliharanya standar kehidupan masyarakat desa
hutan dengan keberlanjutan pekerjaan dan pendapatan;
• Terpeliharanya sumber pangan dan tingkat kesehatan
masyarakat karena peningkatan kualitas dan keragaman
produk pangan, gizi dan papan; dan
• Terjaminnya stabilitas komunitas petani, terutama pada
masyarakat desa di pinggiran hutan dan masyarakat
desa di dalam kawasan hutan (enclave), sehingga dapat
mengurangi dampak negatif urbanisasi.
• Adanya kepastian hukum (legalitas) pemanfaatan
kawasan hutan dari kesepakatan dengan KPH
Keuntungan Secara Secara Teknis
Pengembangan Sistem Agroforestry Di
Wilayah KPH
• Lebih mudah diterapkan, termasuk di lahan miring (yang
mendominasi kawasan hutan)
• Tenaga dan waktu tidak banyak diperlukan
• Seluruh areal dapat ditanami sehingga areal yang dapat
menghasilkan menjadi lebih luas,
• Dapat diterapkan di daerah berlereng curam dengan
solum dangkal yang tidak direkomendasikan untuk dibuat
teras, dan
• Semua tipe agroforestry dapat diterapkan, seperti tipe
agrosilvikultural, agrosilvopastural, agroaquaforestry,
silvopastural, silvofhisery, dan apikultural.

Anda mungkin juga menyukai