Anda di halaman 1dari 124

HUKUM PERDATA

INTERNASIONAL
PENGERTIAN HPI,
HUBUNGAN ANTARA HPI DAN HATAH

PRINSIP (KWN & DOMISILI)


RONVOI, KWALIFIKASI,
PENYELUDUPAN HUKUM
SILABUS H P I
KETERTIBAN UMUM & PILIHAN HUKUM
(HUKUM PERDATA INTERNASIONAL)
KONTRAK INTERNASIONAL

ARBITRASE INTERNASIONAL

FOREIGN SOVEREIGN IMMUNITY


HUBUNGAN HPI & HATAH

HATAH
• HUKUM ANTAR WAKTU
• HUKUM ANTAR TEMPAT (SEC. NASIONAL)
• HUKUM ANTAR GOLONGAN (SEC.
NASIONAL)
• HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
PENGERTIAN H P I

PENGERTIAN HPI:
• Menurut Ray August iinternational Private law, is the division of international
law that deals primarily with the right and duties of individuals and
nongovernmental in their international affairs” *.
• Bukan hukum antar negara melainkan Hukum perdata nasional yang ada unsur
internasionalnya (pengaruh hukum asing)
• Pemberlakuan Hukum Perdata Asing oleh hakim nasional (Lex Causae)
• Dikatakan internasional karena:
1. Perbedaan tempat objeknya
2. Perbedaan warga negara
3. Prinsip Status personal (Nationalities / Domicile)
3. Perbedaan Sistem Hukum
4. Perbedaan Bendera Kapal
TITIK TAUT / PERTALIAN

Titik Pertalian Primer (Titik Taut Pembeda)


1. Perbedaan Kewarganegaraan
2. Perbedaan Bendera kapal
3. Domisili/tempat kediaman
4. Letak benda / objek (situs)

Titik Pertalian Sekunder (Titik Taut Penentu)


1. Pilihan hukum
2. Tempat dilaksakan perjajian/perb hukum
3. Tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum
4. Perbedaan Prinsip kewarganegaraan
5. Harta benda dalam perkawinan
6. Syarat Perkawinan
7. Pewarisan
PERBEDAAN SISTEM HUKUM

NEGARA A NEGARA B
• Kewarganegaraan
• Bendera kapal
• Tempat/Domisili
• Objek/Benda

• CONTINENTAL STATES • ANGLO SAXON STATES


• CIVIL LAW SYSTEM • COMMON LAW SYSTEM
• NASIONALITIES PRINCIPLE • DOMICILE PRINCIPLE
PRINSIP STATUS PERSONAL
(NASIONALITAS & DOMISILI)

• PRINSIP NASIONALITAS / KWN : Prinsip HPI yang menitik


beratkan pada kewarganegaraan seseorang. Artinya hukum
personal yang berlaku pd seseorang adalah hukum
nasionalnya, jadi setiap WN tetap takluk pd hukum nasional
negaranya dimanapun ia berada.

• PRINSIP DOMISILI : Prinsip HPI yg menitik beratkan pd


tempat domisili, artinya hukum yang berlaku pd seseoramg
adalah hukum negara secara toritorial tempat ia
berdomisili. Jadi setiap pendatang atau imigran yang
masuk atau tinggal di suatu negara, maka ia harus tunduk
pd hukum negara tempat domisilinya.
NEGARA YANG MENGANUT PRINSIP
NASIONALITAS: NEGARA KONTINENTAL

Perancis, Italia, Belgia, Luxemburg, Monaco, Belanda, Belgia, Rumania, Bulgaria,


Polandia, Portugal, Spanyol, Swedia, Turky, China, Indonesia, Costa Rica, Cuba,
Dominica, Haiti, Honduras, Mexico, Panama, Venezuela, Columbia dan Ecuador.

• Berlaku Sistem Hukum Civil Law (Code Civil) dalam berbagai perjanjian di bidang
HPI (Contralk Bisnis Internasional)
NEGARA-NEGARA YANG MENGANUT
P. DOMISILI : NEGARA ANGLO SAXON
• Inggris, Jerman, Scotlandia, Afrika Selatan, Denmark, Norwegia, Icelandia,
USA, Asgentina, Brazil, Guatemala, Nicaragua, Paraguay, Peru, Montevidio,
Uruguay, Negara-negara common Wealth

• Berlaku Sistem Hukum Common Law dalam berbagai perjanjian di bidang HPI
(Contrak Bisnis Internasional)
Alasan Neg-Neg yg Pro Prinsip Nasionalitas

1. Prinsip ini cocok utk perasaan hukum seseorang krn


hk nasional sesuai dgn kepribadian dan kebutuhan
WN sendiri serta memp hub psycologis.
Menurut pihak yg tdk menyetujui: hal ini tdk
selamanya benar, Contoh para imigran selalu
beradaptasi dgn kebiasaan dan hukum negara
setempat (proses receptie hukum)
2. Lebih permanen dari hukum domisili, Prinsip
Nasionalitas lebih tetap, tidak mudah berubah dan
status personal hubungan keluarga stabil.
3. Prinsip Nasionalitas membawa kepastian hukum, krn
pengertian kwn lebih mudah diketahui dp domisili,
dan makna domisili tdk sama utk setiapnegara.
Alasan Neg-Neg yang Pro Domisili
1. Hk domisili: hukum dimana ybs sesungguhnya
hidup, mrk dpt menyesuaikan diri dgn kebiasaan,
bahasa, pandangan sosial, pola kehidupan dr
negara tempat domsili, shg mrk memperoleh
kepastan dlm melakukan hub hukum, dan lebih
terpelihara dlm kepastian dan tata tertib keamanan.
2. P. Domisili sering membantu P. Nas, krn P. Nas
sering tdk dpt dilaksanakan dgn baik. Misal; terdapat
perbedaan kwn ant suami isteri, dan para pihak
sering mendpt status kwn melalui P Domisili.
3. H. Domisili sama dgn hukum sang hakim. Misal:
kalau ada sengketa maka hakim lebih mudah
menyelesaikan sengketa para pihak krn hakim lebih
mengenal hukum nasionalnya (lex fory)
4. P. Domisili utk negara pluralisme hukum, spt: Uni Soviet, USA, Indonesia, sebab
masing-masing negara bagian atau daerah memp hukum yang berbeda.
5. P, Domisili menolong org yg berkwn lebih dari satu kwn utk memperoleh WN
tempat ybs berdomisili.
6. Untuk kepentingan adaptasi dan assimilasi dr para imigran shg diterima menjadi
wn tenpat mrk berdomisili.
PENDAPAT PROF. DR. SUDARGO GAUTAMA

• Untuk Indonesia sebaiknya berlaku prinsip Domisili,


alasannya karena:
1. P. Domisili memperkecil berlaku hk asing shg hk nasional
lebih banyak digunakan.
2. Dpt menggunakan asas hk dlm BW (KUH perdata) dlm
memutuskan parkara bagi WNI atau asing.
3. Dlm praktik hk sejalan dg administrasi hk prinsip domisili
dianggap menentukan hk yg berlaku tanpa menghiraukan
status WN atau asing.
• Prinsip yang berlaku bagi Indonesia adalah: Prinsip
Nasionalitas.
Hal ini berdasarkan Pasal 16 AB: yg menyatakan bahwa “prinsip Nasionalitas
merupakan asas HPI untuk menentukan status personil seseorang, bukan Prinsip
Domisili”.
4. Indo masih belum mempunyai bahan bacaan utk mengetahui sec baik ttg hk
asing sbg bahan masukan dlm menyele-saikan masalah HPI bagi org asing
5. Indo masih terdpt pluralisme hukum.
6. Indo sejak dahulu mrp negara imigran dari berbagai bangsa
7. Indonesia terletak dalam lingkungan negara tetangga kelompok negara
Common wealth dgn Sist hk Common law
RENVOI (PENUNJUKAN KEMBALI)

• Renvoi terjadi karena adanya perbedaan sistem hukum


(HPI). Pada dasarnya masalah penunjukan timbul
karena adanya pelbagai sist hk di dunia yg masing-
masing memiliki sist HPI sendiri ant negara-negara
yang mengacu pada Prinsip Nasionalitas dan Prinsip
Domisili
• Suatu kaidah HPI dibuat utk menunjuk kearah suatu
sist hukum tertentu sebagi sist hk yg hrs diberlakukan
dlm penyelesaian suatu masalah HPI
Ada 2 arti Penunjukan yaitu:

1. Penunjukan ke arah kaidah hukum intern


(SACHNORMEN) dari suatu sist hukum tertentu.
Penunjukan ini disebut “Sachnormverweisung”
2. Penunjukan yg diarahkan ke seluruh sistem hukum asing
(kaidah HPI dr sist Hukum asing), disebut
“Gesamtverweisung” (penunjukan lebih jauh ke arah
sistem Hk Asing.
1. Penunjukan Kembali (RENVOI)
X Y

2. Penunjukan Lebih Jauh


X Y Z

X Y Z
• Ada 2 pandangan mengapa penunjukan ke arah kaidah HPI dari suatu
Sist Hk Asing
1. Agar perkara dapat diputuskan sesuai dengan cara yang dilakukan oleh
pengadilan dimana perkara itu seharusnya diadili.
2. Agar dapat terciptanya keseragaman dalam penyelesaian perkara HPI,
meskipun orang menghadapi doktrin HPI yang berbeda-beda di setiap
negara.
CONTOH KASUS RENVOI (PENUNJUKAN KEMBALI) : (The Forgo
Case)
1. Forgo adalah WN Bavaria (Jerman).
2. Ia berdomisili di Prancis sejak usia 5 tahun tanpa memperoleh WN.
3. Ia sebenarnya anak luar kawin.
4. Ia meninggal dunia di Prancis sec ab intestato
5. Ia meninggalkan harta berupa barang bergerak
6. Perkara pembagian harta Forgo diajukan di Pengadilan Prancis.
• Permasalahan: Berdasarkan hukum manakah pengaturan pembagian warisan
Forgo (Prancis atau Bavaria) ?
• Kaidah HPI : Lex Fory Prancis menyatakan: persoalan warisan benda
bergerak harus diatur berdasarkan kaidah hukum tempat pewaris menjadi
WN (P. Nasionalitas)
• Sementara kaidah HPI Bavaria menyatakan bahwa persoalan warisan diatur
berdasarkan tempat pewaris berdomisili (P. Domisili)
Proses Penyelesaian Perkara:
1. Tahap pertama Hakim Prancis melakukan penunjukan ke arah Hk
Bavaria sesuai dgn kaidah HPI Prancis.
2. Sedangkan Hakim Bavaria menunjukka kembali ke arah arah Hk
intern Prancis
3. Atas penunjukan tsb, Hakim Prancis (lex fori) menerima “Renvoi.
4. Berdasarkan anggapan diatas, Hakim Prancis memberlakukan kaidah
hukum waris Prancis (Civil Law) untuk memutuskan perkara tsb.
• Menurut Hk Perdata Bavaria, saudara kadung dari anak luar kawin
berhak utuk menerima harta warisan dari anak luar kawin tsb.
• Menurut Hk. Pancis: Harta peninggalan seorang anak luar kawi jatuh
kepada negera.
• Karena hakim Prancis menerima renvoi, maka harta Forgo akhirnya
jatuh kepada negara (Pemerintah Prancis)
CATATAN

• Perbedaan antara pemberlakuan Hukum Perancis atau Hukum Bavaria untuk


memutuskan perkara, bukanlah sekedar merupakan masalah teoritik saja, tetapi juga
dapat menghasilkan keputusan perkara yang mungkin berlainan. 
Menurut Hukum Perdata Bavaria : Saudara-saudara kandung dari seorang anak luar
kawin tetap berhak untuk menerima harta warisan dari anak luar kawin tersebut. 
Menurut Hukum Perdata Perancis : Harta Peninggalan dari seorang anak luar kawin
jatuh ke tangan negara. 
Karena Hakim (Perancis) menerima Renvoi, dan hal itu berarti menganggap bahwa
penunjukan kembali oleh kaidah-kaidah HPI Bavaria dianggap penunjukan ke arah
Hukum Intern Perancis (Code Civil), maka yang menjadi keputusan perkara
adalah : 
“harta peninggalan jatuh ke tangan Pemerintah Perancis”. 
CONTOH KASUS PENUNJUKAN
LEBIH JAUH (TRANSMISSION)
• PATINO vs PATINO CASE
• Kasus Posisi : 
– Dua orang warga negara Bolivia, yaitu suami istri Patino
mengajukan permohonan perceraian. 
– Pernikahan mereka dilakukan di Spanyol. 
– Permohonan perceraian diajukan ke Pengadilan Perancis. 
• Masalah : Berdasarkan hukum manakah pemenuhan/penolakan
perceraian tersebut harus dilakukan?
PATINO VS PATINO

• Proses Penyelesaian Perkara : 


– Menyadari perkara ini sebagai perkara HPI, hakim Perancis (lex fori)
melihat ke arah kaidah-kaidah HPI Perancis, yang menetapkan bahwa
perkara ini dikualifikasikan sebagai perkara yang menyangkut Status
Personal Orang, dan karena itu harus ditetapkan berdasarkan Prinsip
Kewarganegaraan (nasionaliteit) para pihak. Jadi, Hakim Perancis
menunjuk ke arah Hukum Bolivia selaku lex patriae para pihak. 
– Penunjukan ke arah Hukum Bolivia, oleh Hakim ternyata dianggap
sebagai Gesamtverweisung, dan karena itu harus dilihat kaidah-kaidah
HPI Bolivia. 
PATINO VS PATINO

• – Kaidah-kaidah HPI Bolivia ternyata menetapkan bahwa perkara tentang


“Pemenuhan atau Penolakan terhadap permohonan Cerai” harus diatur
berdasarkan Lex Loci Celebrationis. Jadi kaidah HPI Bolivia menunjuk
lagi ke arah sistem hukum dari tempat di mana perkawinan antara pihak-
pihak dilangsungkan, yaitu di Spanyol. 
– Tampak di sini bahwa kaidah HPI Bolivia tidak menunjuk kembali ke
arah Hukum Perancis (sebagai lex domicilii ) melainkan menunjuk lebih
lanjut ke arah sistem hukum ketiga, yaitu Hukum Spanyol. Di sinilah
terjadi, apa yang dinamakan, “Penunjukan Lebih Lanjut”. 
– Hukum Intern Spanyol mengenai masalah perkawinan menganut
“monogamy mutlak” , sehingga permohonan suami istri tersebut ditolak.
FOREIGN COURT THEORY
(DOUBLE RENVOI)
• Foreign Court Theory (FCT) adalah sejenis Renvoi yang
dikembangkan di dalam sistem Hukum Perdata Internasional
Inggris.
• Teori ini didasarkan pada fiksi hukum, bahwa Pengadilan
Inggris dalam menyelesaikan suatu perkara HPI haruslah
bertindak sekan-akan sebagai Forum/ Pengadilan Asing, dan
memutus perkara dengan cara yang sama seperti suatu badan
peradilan asing ( yang sistem hukumnya telah ditunjuk oleh
Kaidah HPI lex fori / HPI Inggeris). 
DUA HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN DALAM FCT
• a. Hakim harus menentukan terlebih dahulu Sistem Hukum/
Badan Peradilan Asing manakah yang seharusnya
mengadili dan menyelesaikan perkara yang dihadapi. 
Hal ini dilakukan dengan menggunakan titik-titik taut dan
kaidah-kaidah HPI lex fori. Pada tahap ini yang sebenarnya
dilakukan adalah menentukan badan peradilan mana yang
seharusnya menjadi The Proper Lex Fori atau the foreign
lex fori atau lex fori asing. 
• b. Langkah selanjutnya haruslah dilakukan berdasarkan sistem HPI dari “The Foreign
Lex Fori” itu. Pada tahap kedua ini, pada dasarnya terjadi proses ulangan untuk
menentukan Lex Causae dengan menggunakan “Lex Fori Asing” itu dapat
menimbulkan beberapa kemungkinan, yaitu : 
– Kaidah-kaidah HPI lex fori asing menunjuk “kembali” kearah lex fori ( Hukum
Inggeris) 
– Kaidah-kaidah HPI lex fori asing menunjuk lebih lanjut ke arah suatu sistem
hukum asing lain. 
– Lex Fori (Hukum Inggeris) menunjuk kembali ke arah lex fori Asing, dan lex fori
asing menerima penunjukan kembali itu. 
– Jadi pada FCT, yang menjadi masalah utama bukanlah : Apakah lex fori (hukum
Inggeris) menerima atau menolak Renvoi, melainkan apakah lex fori asing
menerima /menolak Renvoi.
RE ANNESLEY CASE

Kasus Posisi : 
a. Seorang wanita Warganegara Inggeris ; berdomisili di Perancis ;
meninggal dunia di Perancis. 
b. Meninggalkan Testamen yang dibuat berdasarkan kaidah-kaidah Hukum
Intern Inggeris. 
c. Perkara /pokok gugatan menyangkut pembagian warisan yang
mengabaikan “Legitieme Portie”. 
d. Fakta tambahan : Walaupun si pewaris (Testatrix) berdomisili di
Perancis, tetapi ia tidak pernah memperoleh status resmi sebagai penduduk
Perancis. 
e. Perkara diajukan di Pengadilan Inggeris.
PENYELESAIAN PERKARA

• Menurut kaidah HPI Perancis, karena Testatrix tidak pernah


memperoleh status resmi sebagai penduduk Perancis, maka secara
yuridik formal ia dianggap berdomisili di Inggris
– Di satu pihak, menurut kaidah hukum intern Inggeris, surat wasiat
yang dibuat oleh Testatrix adalah sah menurut hukum. Menurut
Hukum Perancis, di lain pihak, Testamen semacam itu tidak sah karena
testatrix telah mengabaikan “Legitieme Portie” bagi anak-anaknya. 
– Hakim Inggeris beranggapan bahwa validitas testament itu harus
ditetapkan berdasarkan Hukum Perancis
POLA PIKIR FCT DALAM KASUS
INI SBB :
– Kaidah HPI Inggeris, pertama kali menunjuk kea rah Hukum
Perancis sebagai Lex Domicilii yang harus digunakan untuk
menetapkan validitas testament. 
– Pengadilan Perancis akan memberlakukan kaidah HPI nya dan
berkesimpulan bahwa yang seharusnya berlaku sebagai lex causae
adalah Hukum Inggeris sebagai Lex Patriae, sebab berdasarkan
sistem HPI yang berasas Nasionalitas, hukum dari tempat testatrix
menjadi warganegaralah yang harus digunakan dalam mengatur
validitas testament. 

• – Hakim Perancis, dalam hal ini akan menerima penunjukan kembali
(renvoi) itu, dan ia akan menganggap penunjukan itu sebagai
Sachnormverweisung kearah kaidah-kaidah hukum intern Perancis. 
– Karena itu Hakim (Inggeris) berkesimpulan bahwa Hukum Intern Perancis
lah yang harus digunakan untuk menetapkan validitas testament. Menurut
Hukum Intern Perancis (Code Civil) testament tersebut dianggap tidak sah
karena mengabaikan “Legitieme Portie”. Karena itu Hakim (Inggeris) dapat
mengabulkan tuntutan anak-anak si Pewaris (khususnya tuntutan atas
Legitieme Portie tersebut) 

KONTRA DAN PRO THD RENVOI

Alasan pihak yang Kontra (anti Renvoi)


1. R. tidak logis (illogical) krn seperti bermain bola pimpong (international ping
pong) yang tidak ada penyelesaiannya.
2. R. mrp penyerahan kedaulatan legislative krn: seolah kita menyerahkan kaidah
hukum kita untuk kaidah hukum asing, membiarkan HPI asing mengganti HPI
kita dan Hakim sendiri dikorbankan thd berlakunya HPI asing.
3. R. membawa ketidakpastian hukum shg penyelesaian menjadi samar-samar dan
tidak stabil jika tidak menggunakan hukum sendiri (hukum hakim/lex fori)
Alasan Pihak yang Pro (sependapat) Renvoi

1. R. memberikan keuntungan praktis krn hakim dpt menggunakan


hukum intern (lex fori) dalam menyelesaikan masalah HPI
2. R. menghndari “plus royaliste que le roi” sifat lebih raja dari raja
sendiri (egoistic), artinya tidak sudi menerima norma hukum asing
yang ditawarkan dan tidak bersifat terbuka.
3. R. tidak akan menghasilkan keputusan berbeda-berbeda dalam
penyelesaian masalah HPI meskipun para pihak berasal dari
negara yg berbeda.
4. R. membawa harmonisasi keputusan HPI untuk mengatasi
pertentangan pendapat ant neg-neg yg berbeda sist hukum. Shg
tujuan HPI utk tercapainya harmonisasi keputusan terlaksana dgn
baik.
PENDAPAT PROF. DR. S. GAUTAMA
TENTANG PRO DAN KONTRA RENVOI

• Masing-masing alasan dapat dipertang-gungjawabkan


• Beliau mengikuti pendapat Lemaire dalam menyelesaikan kasus HPI di Indonesia
“Renvoi jangan dilihat dari segi logis atau tidak logis tetapi dilihat dari segi
positif oleh karena itu perlu ada pelembutan hukum (legal flexibility) dengan
menerima renvoi dalam penyelesaian HPI”
INDONESIA MENERIMA RENVOI
DLM PRAKTIK ADMINISTRATIF

SE Jaksa Agung 1922 :Menerima Renvoi


• Seorg WNA yg blm berumur 30 th belum boleh menikah
tanpa persetujuan wali.
• Psl 16 AB: Indo menganut prinsip Nasionalitas
• WNA tsb adalah WN Inggris (Prinsip Domisili)
• Krn salah satunya tinggal di Indo, maka Pem Indo
memberikan dispensasi berdasarkan pasal 42 (Pasal 48
BW)
• Perkawinan antar WNA tsb dilaksanakan di Kantor
Catatan Sipil.
KUALIFIKASI / KWALIFIKASI
(QUALIFIKASI, QUALIFICATION)

• K. adalah melakukan transaksi atau penyalinan fakta hukum


(claisifikation of fact). Perbuatan ini mirip dgn pemberian kuasa
kepada advokat /penerima kuasa untuk mewakili klien / pemberi
kuasa di pengadilan atau melakukan perbuatan hukum lainnya.

• Pemberian kuasa: adalah suatu perbuatan yang mana seseorang


memberikan kuasa kepada org lain (penerima kuasa) utk
melakukan perwakilan khusus untuk kepentingan pemberi kuasa
(1792 BW), mis:
- penanda tangannan suatu kontrak
- penanganan perkara di pengadilan
• Dalam kontrak internasional, Kwalifikasi berkaitan dgn Locus Contractus
(tempat kontrak dilaksanakan), mengacu pada prinsip Lex Loci Contraktus
= tempat kontrak dilakasanakan.
• Ada perbedaan kwalifikasi dlm sistem HPI ant neg Eropa kontinental dan
Eropa Anglo Saxon.

Declaration Theory Mail box Theory

Offer
A (X) B (Y)
Continental Anglo Saxon
Civil Law Common Law
TEMPAT KONTRAK
Nationality Domicile

Penentuan Locus Delicti (Tempat Perbuatan Melanggar hukum)

A (X) : Perbuatan Hukun B (Y) : Akibat Hukum

Tempat Perb Melawan Hk


MACAM-MACAM KWALIFIKASI
1. Kwalifikasi Lex fory (Hukum Hakim) yang
memberlakukan hukum nasional, hal ini cocok jika
negara tsb menerapkan prinsip domisili berdasarkan
tempat kontrak (Lex Contractus) dan tempat perjanjian
perkawinan.
Alasan:
a. Mempermudah penyelesaian perkara.
b. Lex Fori, sudah jelas hukumnya
2. Kwalifikasi menurut Lex Causae (pilihan HPI para
pihak).
3. Kwalifikasi sec Otonom: berdasarkan perban-dingan
hukum yg terlepas dari salah satu sistem hukum
tertentu.
Pengecualian dari Kwalifikasi Lex Fori
1. Prinsip nasonalitas
2. Status Benda (bergerak dan Tdk bgrk)
3. Kontrak menurut maksud para pihak
4. Perbuaan melanggar hukum
5. Persetujuan antar negara : kaidah HPI
6. Ketentuan Mahkamah internasional
Perbedaan Kwalifikasi Primer dan Sekunder
1. Kwalifikasi Primer: menentukan hukum yg digunakan
yang cedenderung mengguna-kan Kualifikasi Lex Fori
(Hk materiil) sang hakim) krn: Asas domisili, tempat
kontrak, pewarisan, perkawinan)
2. Kwalifikasi Sekunder: Jika sudah diketahui tentang
aturan hk asing mana yg diguna-kan, maka dpt
digunakan hukum asing yg dimaksud, krn Asas
Nasionalitas
KETERTIBAN UMUM

Ketertiban Umum (KU) = Public Order


Suatu kondisi yang mana setiap warga negara, masyarakat, bangsa,
negara, menghendaki suatu keadaan yang stabil, aman, tertib damai
dan harmonis.
HPI asing diberlakukan sebatas tidak melanggar KU dan sendi-sendi
asasi hukum nasional. Jika terjadi pelanggaran KU, maka hukum
nasional si hakim (Lex Fori) dapat digunakan sebatas sbg “rem
darurat”, dan sebaliknya hukum asing dapat dikesampingkan.
H. Nas sebagai “rem darurat” artinya bahwa hukum nasional
digunakan seperlunya apabila hukum asing yang hendak di
berlakukan melanggar ketertiban umum, atau melanggar sendi-sendi
asasi hukm nasional. Penggunaan hukum nasional yang terlalu
dominan akan bertentangan dgn prinsip HPI.
• Ketertiban Umum sangat terkait dengan faktor-faktor:
- tempat dan waktu
- pertimbangan politik negara,
- asas/prinsip status personal (nasionalitas, domisili)
• Contoh Pelanggaran Ketertiban Umum:
~ Objek transaksi dilarang oleh peraturan
~ kasus perbudakan
~ kematian perdata
~ larangan perkawinan zaman Nazi (1931) antar org
ras Aria dgn ras bukan Aria
~ nasionalisasi tanpa ganti rugi
~ kasus ekspor tembakau indo ke Breman (Jerman)
~ perkawinan (Prancis + Mesir): umum/poligami
~ alasan perceraian (persetujuan)
• Terlalu banyak menggunakan hk nasional : masalah HPI
~ dipandang chauvinisme / nasionalisme
* KU berubah menurut situasi dan kondisi.
~ Faktor waktu : di Prancis tdk boleh bercerai 1884
setelah itu boleh.
~ Faktor tempat: Hak Milik pribadi (hak mutlak)
Di Indo, H M : fungsi sos (Psl 33 UUD 45, Psl 6 UUPA)
* Yurisprudensi :
~ Kasus nasionalisasi perush: apakah melanggar K. U.
~ Nasionalisasi minyak di Mexico (perush. BId)
* Perumusan KU dalam Ketentuan HPI
~ UU HPI Jepang ~ dari HPI Jerman (EGBGB)
dapat dijadikan acuan HPI Indo (BPHN)

* Psl 30: H.Asing tdk digunakan (dikesampingkan) jika bertentangan dg KU,


UU dan kesusilaan
- Terlalu banyak menggunakan Hk Nasional akan
menimbulkan sifat chaivinism dan Nasionalism
- Gunakan Hk Nasional seperlunya saja, apabila Hk asing
bertentangan dgn KU dan UU nasional

KU. NASIONAL

KU

INTERNASIONAL
PENYULUDUPAN HUKUM

Istilah : Penyuludupan Hukum


- Wetsontduiking (Belanda)
- Fraudulent creation of point of contracts (Inggris)
- Fraude a la loi (Prancis).
• Penyeludupan Hukum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok orang dengan cara mengingkari hukum nasionalnya atau
menggunakan hukum negara lain untuk melegalkan perbuatan
hukumnya.

Hub dgn Ketertiban Umum


• keduanya: bertujuan agar hukum nasional dpt digunakan dan
mengenyampingkan hukum asing : krn mrp Penyeludupan hukum.
• Perbedaan: KU, Hk Nas dianggap tetap berlaku
PH, Hk Nas berlaku utk peristiwa tertentu saja
KASUS PENYULUDUPAN HUKUM
Kasus Pernikahan di Gretna Green
1. Desa Gretna Green (Scotland) yg dekat dgn England,
2. tempat org dari Inggris menikah tanpa persetujuan org tua.
3. Pernikahan tsb disahkan berdasarkan hukum Gretna Green
Kasus Perkawinan di Penang (Malaysia), jajahan Inggris
1. Wanita yang baru cerai belum boleh menikah sebelum lewat 300 hari (Psl 34
BW)
2. Agar bisa menikah mereka pergi ke Penang untuk melegalkan pernikahannya
menurut hukum Inggris.
Kasus Perkwinan di Singapura atau Australia
1. Dua org WNI berbeda agama tdk boleh menikah di Indo krn bertentangan dgn
UU Perkawinan
2. Menurut UU. No 1 Thn 1974 bahwa sahnya perkawinan apabila dilakukan
dalam agama yang sama
3. Agar dpt menikah mereka pergi ke Sungapura atau Australiah untuk
melegalkan perkawinan mereka

Ketiga Kasus perkawinan di atas melanggar Ketertiban Umum karena


melangar hukum positif (Hukum Nasional) yang berlaku di suatu negara
Kasus Perkawinan utk memperoleh KWN Indonesia
1. Seorn Wanita WNA yang tinggal dan bekerja tanpa izin di Indo
2. Utk menghindari deportasi dari Pem Indo dan agar dapat tetap
bekerja di Indo, ia menikah dgn pria WNI.
3. Sesuai dgn Psl 7 dan 8 UU Kewarga-negaraan No. 62 Tahun 1958
bahwa wanita WNA yang kawin dgn Pria WNI dpt menjadi WNI
mengikuti kwn suaminya, asalkan perkawina tsb bukan bersifat
pura-pura.
4. Wanita tsb juga dapat bekerja di Indonesia berdasarkan izin dari
Menteri Tenaga Kerjaan berdasarkan UU No. 3 Tahun 1958.

UU KWN No.62/1958 diperbaharui dgn UU KWN No. 12 Tahun


2006
Kasus Naturalisasi
1. Seorg Putri Bauffremont WN Belgia menjadi WN Perancis krn
perkawinan dgn WN Perancis
2. Ia menuntut perceraian, ttp menurut Hk Perancis hal itu tidak
dimungkinkan. Ia hanya diperbolehkan berpisah meja dan ranjang.
3. Kmd si putri mengadakan naturalisasi di Saxen Altenburg menjadi
WN Jerman. Sbg WN Jerman ia minta perceraian di Jerman.
Hukum Jeman mengabulkan perceraiannya.
4. Ia menikah kembali dgn Prins Bilbisco sorg WN Rumania.
5. Suami pertama menggugat di PN Perancis. Hakim Perancis
memutuskan bhw perkawinan pertama masih sah
6. Sebaliknya menurut Hakim Belgia, perceraian di Jerman sah.
Demikian pula dgn perkawinan keduanya juga sah. Sementara
hakim Pranc mengannggap percerain itu tdk sah krn naturalisasi
tsb tdk sungguh sungguh/berpura-pura.
PILIHAN HULKUM

PH : Choice of Law (Intention of the parties),


Partij Authonomie, Loi d’ Autonomie
PH memberikan kebebasan pada para pihak utk menentukan hukum
(dlm pelaksanaan kontrak dan penyelesaian konflik).
PH. tdk boleh melanggar ketertiban umum dan tdk boleh mengarah
pada penyeludupan hukum.
• Dalam menyelesaikan masalah HPI/ Kontrak Bisnis
Intern Hakim harus menghormati Pilihan Hukum,
artinya hukum yang digunakan dalam transaksi
bisnis Internasional / penyelesaian konflik adalah
hukum yang dipilih oleh para pihak.
Macam-Macam Pilihan Hukum.
1. PH. Sec.tegas: Klausula dalam kontrak jelas.
2. PH. Sec. diam-diam: dilihat pd domisili dan sikap
para pihak
3. PH. yang dianggap : penundundukan hukum
sukarela,
4. PH. Sec. Hypothetic: menyerahkan pada Pilihan
Hakim
PRO DAN KONTRA PILIHAN HUKUM

Alasan pihak yang pro Pilihan Hukum


1. Alasan filsafah : utk menentukan jalannya
hukum shg dapat mengurangi penggunaan “rem
darurat”
2. Alasan praktis : Hukum mana yang dianggap
paling berguna.
3. Alasan Kepastian hukum: utk memastikan
hukum mana yang berlaku
4. Alasan Kebutuhan Internasional : Kelancaran
kontrak Inter.
Alasan Kontra Pilihan Hukum
1. PH merupakan lingkaran vitourous, artinya pilihan para pihak
masih diragukan.
2. PH bersifat memaksa thd hukum intern dari suatu negara.
3. PH adalah perbutan a-sosial : PH berada di luar dan di atas
peraturan-peraturan hukum yang berlaku di suatu negara.
TEORI-TEORI HPI UNTUK MENENTUKAN HUKUM YG
BERLAKU JIKA PARA PIHAK TDK MENENTUKAN P H

1. Lex Loci Contractus: (Hk tempat kontrak


dilaksanakan)
Teori ini digunakan jika para pihak tidak
bertemu/tdk berada di tempat yang sama (Contract
between absent persons):
a. Post Box/Mail Box Theory
b. Arrival Theory / Declaration Theory
a. Post Box / Mail Box Theory / Theory of
Expedition:
Tempat Kontrak dilakukan di negara tempat
seseorang penerima penawaran (offerte)
memasukkan surat penerimaan ke kotak pos
pengiriman surat (mail box).

Penawaran

A (X) B (Y)

Civil Law Common Law


Continental System Anglo Saxon System

Tempat Kontrak Ditandatangani


b. Arrival Theory / Declaration Theory
Tempat Kontrak adalah tempat penawaran kontrak
krn Surat penerimaan penawaran diterima oleh
pihak yang melakukan penawaran (offerte)

Penawaran

A (X) B (Y)

Civil Law Common Law


Continental System Anglo Saxon System

Tempat Kontrak Ditandatangani


2. Teori Lex Loci Solutionis
• Teori yang menitikberatkan pada tempat perjanjian/ kontrak
dilaksanakan, bukan tempat kontrak ditanda-tangani, misalnya:
Tempat penyerahan barang atau jasa diberikan atau tempat
pelaksanaan proyek.
• Permasalahan : Jika pelaksanaan kontrak dilakukan di beberapa
tempat, hal ini berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak.
3.Teori” The Proper Law of The
Contract:
Teori ini menekankankan pada titik taut yang paling berat/penentu
untuk kontrak-kontrak internasional sbg tempat kontrak
dilakasanakan.
4. The Most Characteristic Connection Theory
• Teori ini melihat pada titik taut yang paling karakterik, artinya
pihak mana yang paling banyak melakukan prestasi dalam kontrak,
maka hukum negara dari pihak yg bersangkutan sebagai tempat
kontrak dilaksanakan.
• Misalmya antara:
Penjual --------- Pembeli
Pemborong----- Order
Bank ------------ Debitor
• Menurut Prof. Soedargo Gautama:
The Most Characteristic Connection Theory adalah teori yang terbaik
dan paling cocok diterapkan dalam kontrak karena dapat membawa
kepastian hukum bagi para pihak.
TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
(INTERNATIONAL BUSINESS TRANSACTION)

MENURUT DR. AGUS SARDJONO

ALASAN MENGAPA MASYARAKAT MELAKUKAN TRANSAKSI BISNIS


INTERNASIONAL (WHY)

1. PERBEDAAN KEBUTUHAN DAN SUMBER DAYA.

2. PENDAPATAN DAN MATA PENCAHARIAN

3. SURPLUS SDA DAN PRODUKSI


KONTRAK BISNIS

BISNIS KEGIATAN DI ISTRUMEN HUKUM


(WIRA USAHA)
BID EKONOMI BIDANG EKONOMI

kegiatan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa,


lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas
kekayaan intelektual; atau kegiatan-kegiatan bisnis
lainnya yang terkait, seperti perbankan, asuransi,
perpajakan dan sebagainya.
TAHAPAN DALAM KONTRAK INTERNASIONAL

Tahap Tahap Tahap


Aspek Persiapan Pelaksanaan Penegakan

- Budaya Hukum - Lawyer Proaktif Menghadapi Konflik


Budaya - Peranan lawyer - Aspek Tradisi.. - Litigasi
- Pola Negosiasi - Faktor Bahasa - Non Litigasi

- Pilihan Hukum Mematuhi isi Independensi


Hukum - Persyaratan hk perundingan utk Pengadilan di masing
mengubah kontrak negara
atau HK
Strategi ber-negosiasi Kontrol mutu Efesiensi, dan
draf peraturan Sertifikasi (jika ada) efektifitas (Prosedur
dan waktu)
Praktik
KLAUSULA-KLAUSULA DLM KONTRAK
BISNIS INTERNASIONAL

1. Subjek Hukum:
• Badan Hukum : Perusahaan (BUMN, BUMS).
• Individu/Perorangan
• Pemerintah / Negara (Subjek Hukum Privat)
2. Objek Hukum : barang, jasa, modal
3. Kapan dan dimana : -waktu, -tempat
4. Pilihan Hukum :
- Hukum para pihak (Lex causae)
- Hukum hakim (Lex fory)
- Jika tdk ada pilihan Hukum (gunakan teori HPI)
5. Draft Kontrak: - Bahasa yang digunakan.
- Salah satu pihak menyiapkan draft
- Tukar-menukar draft
• Jenis-Jenis Kontrak Internasional:

• Perdagangan barang dan jasa


• Keagenan dan distribusi (TS)
• Franchise (waralaba) dan License
(TRIPs)
• Technical Assistance (TS)
• Joinventure (TRIMs)
• Invesment (TRIMs)

Selain mengacu pada prinsip-prinsip HPI, juga tunduk pada prinsip-


prinsip GATT-WTO
PERDAGANGAN JASA : SEKTOR RITEL

 SALAH SATU KEGIATAN BISNIS TUMBUH SANGAT PESAT DI DUNIA ADALAH


SEKTOR RITEL (PERTOKOAN MODERN) SEPERTI: HYPERMARKET, SUPERMARKET,
DAN MINIMARKET.

 BEBERAPA RITEL TERKENAL: WALT-MART, IKEA, COURTS, MAMMONT,


CARREFOURT, TESCO, AHOLD, MCKINSEY QUARTERLY, CURRAH, WRIGHLY,
KEARNELY , WRIGHLY, KALIAPPAN, ALFAMART, INDOMARET, DLL. SEBAHAGIAN
BESAR MERUPAKAAN WARALABA /FRENCHISE

 NAMUN KEBERADAAN RETAIL (RITEL) TERNYATA TELAH MEMBUAT PARA


PENGELOLA PERTOKOAN KELAS MENENGAH (SEMI MODERN), UMKM (USAHA
MIKRO, KECIL DAN MENENGAH), DAN PASAR TRADISIONAL MENGELUH DAN
SEMAKIN TERPURUK KARENA KONSU-MEN MEREKA SEMAKIN BERKURANG.
PRINSIP-PRINSIP KONTRAK BISNIS
- Prinsip-prinsip Kontrak dalam
KUHPerdata (Psl. 1320 –1338)
• Pacta sunt servanda Principle
• Consensual Principle
• Freedom of Contract Principle
• Obligation Principle
• Good Faith Principle
LEX MERCATORIA PRINCIPLE
(PRINSIP KONTRAK BISNIS
INTERNASIONAL)

 LEX MERCATORIA : adalah suatu prinsip harmonisasi


hukum di bidang perdagangan/bisnis yang berlaku umum
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di Eropa.
(harmonisasi hukum = penyesuaian hukum), Lex Mercatoria
meliputi:
1. UNIDROIT (Principles on International Commercial
Contract / ICC) – Prinsip Kontrak Bisnis Yang bersifat
Umum
2. CISG (United Nation Convention on Contract for the
International Sale of Goods) - Prinsip Kontrak yg berkaitan
dgn Jual beli barang, - UNCITRAL (Konvensi Wina 1980)
Menurut Martin Shapiro dlm Taryana Sunandar, harmonosasi
hukum diperlukan karena:
1.Perbedaan kemampuan ekonomi antar negara maju dan negara
berkembang, yg menimbulkan ketidakadilan bagi neg berkembang.
2.Perkembangan teknologi dan informasi yang dapat menimbulkan ketidak
seimbangan antar para pihak, shg diperlukan prinsip harmonisasi hukum
3.Kendala tradisi hukum yang berbeda ant neg-neg Common Law, Civil law,
dan neg.Sosialis shg diperlukan prinsip harmonisasi hukum.
4.Akibat kebijakan nilai tukar mengambang (floating exchange rate) dan
perubahan sossial politik yang mempengaruhi perubahan kontrak.

* Taryana Sunandar, Prinsip-Prinsip UNIDROIT sbg Sumber Hukum Kontrak dan


Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, (Sinar Grafika 2004), hal. 21
 Prinsip UNIDROIT dan CISG Sbg Sumber Hukum
Sekunder
• Menurut Michael Medwig ada dua alasan yaitu
1. Lex mercatoria sbg pilihan hukum apabila kontrak dibuat
ant pihak swasta asing dgn pihak yang mewakili lembaga
pemerintah, hal ini terjadi dalam hal adanya
permasalahan yang bersifat lintas batas, dan sulit
diselesaiakan dengan hukum nasional karena itu para
hakim akan merujuk kepada hukum perdata internasiona.
2. Untuk menghindari penggunaan hukum perdata
internasional yang tidak sesuai dengan kontrak tersebut
sehingga timbul renvoi, karena itu diperlukan penerapan
prinsip Lex merkatoria (harmonisasi hukum kontrak)
SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK

Menurut Hukum Civil Law (BW) Pasal 1320.


1. Kesepakatan (Toesteming)
2. Kecakapan bertindak
3. Objek tertentu (dibolehkan oleh UU)
4. Kausa / Sebab yang halal

Menurut Hukum Commom Law (USA)


1. Adanya Offer dan Acceptance
2. Meting of minds (persesuan kehendak)
3. Consideration (prestasi)
4. Competent parties and legal subject matters
1. Offer and Acceptance (penawaran dan penerimaan)
• Offer: penawaran yang dilakukan oleh pihak penawar untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan hukum.
• Penawaran pada prinsipnya terbuka sepanjang belum berakhir
waktu atau belum dicabut.

• Suatu penawaran akan berakhir apabila:


• Pihak yang menawarkan atau penerima tawaran sakit ingatan atau
meninggal dunia.
• Penawaran dicabut.
• Penerima tawaran tidak menerima tawaran.

• Aceptance: Kesepakatan dari pihak penerima utk


menerima persyaratan yang diajukan oleh pihak penawar.
Penerimaan tsb dapat bersifat absolut (tanpa syarat) atau
relatif (dengan syarat).
2. Meeting of mind (Persesuaian kehendak)
a. Pernyataan persesuaian kehendak antara para pihak
ttg obyek kontrak, isi kontrak kontrak, kapan dan
dimana kontrak dilaksanakan.
b. Kontrak harus dilakukan secara jujur:
- tidak boleh ada unsur penipuan (fraud),
- kehilapan/kesalahan (mistake),
- paksaan (duress), dan
- penyalahgunaan keadaan (undo influence).
Pelanggaran terhadap unsur-unsur tsb
mengakibatkan kontrak menjadi tidak sah dan batal
demi hukum (Jesse S Rafhael, 1962:15).
3. Consideration (Konsiderasi) = Prestasi dan kontra
prestasi. Konsiderasi dimaksudkan agar kontrak
mempunyai kekuatan mengikat, Artinya sdh
menimbulkan hak dan Kewajiban

4. Competent Parties and Legal Subject Matter.


• Competent parties : Kemampuan dan kecakapan para pihak
melakukan perb. hukum (membuat kontrak): dewasa
(cukup umur, max. 18 / 21), waras (tidak gila).
• Legal Subject Matter: Keabsahan pokok permasalah-an,
dalam hukum Civil Law (BW) disebut dengan kausa yang
halal.
Tahapan dalam kontrak Bisnis
a. Pra contractual (Negosiasi)
b. Contractual (penadatangani Konrak)
c. Post Contractual (Pelaksanaan Proyek)

Dasar Hukum Kontrak Bisnis


a. Contrac Provision – Freedom of Contract Principle
b. General Contract of Law (Syarat sahnya perjanjian)
c. Specific Contract Law
- Trade Usage/Custom (Kebiasaan Bisnis) – UCP 500
- Jurisprudence (Putusan Hakim)
- International Private Norm (Kaidah Hk Perd. Int)
- International Convention – UNCITRAL 1980
UNIFIKASI DAN
HARMONISASI HUKUM

 UNIFIKASI HUKUM: PEMBERLAKUAN HUKUM


SECARA SERAGAM BAGI SETIAP WARGA
NEGARA, BANGSA ATAU NEGARA.
 UH SECARA INTERNASIONAL DIPERLUKAN
AGAR SETIAP NEGARA MEMPUNYAI ATURAN
YANG SERAGAM DALAM MENYALESAIAKAN
MASALAH KEPERDATAAN/BISNIS. HAL INI
DIMAKSUDKAN UNTUK MENGURANGI
TERJADINYA KONFLIK HUKUM KARENA
ADANYA PERBEDAAN PRINSIP, SISTEM, DAN
STATUS PERSONAL PARA PIHAK ATAU BELUM
ADA ATURAN HUKUM YANG MENGATURNYA.
 PERMASALAHAN YG TIMBUL DALAM PENYELESAIAN
MASALAH BISNIS ADALAH ADANYA PERBEDAAN
NORMA HUKUM PRIVAT YG BERLAKU DI BERBAGAI
NEGARA DI DUNIA.
 UNTUK MENGATASI PERMASALAH TSB ADA TIGA
PILIHAN YANG DPT DITEMPUH:
1. NEGARA-NEGARA SEPAKAT UTK MENERAPKAN
NORMA HUKUM PERDAG INTERNASIONAL UTK
MENGATUR HUB HUKUM ANTARA PARA PIHAK.
2. MENERAPKAN CHOICE OF LAW (PILIHAN HUKUM) YG
DITERAPKAN DLM KONTRAK INTERNASIONAL
3. MELAKUKAN UNIVIKASI DAN HARMONISASI HUKUM
SESUAI DENGAN ATURAN / HASIL PERJANJIAN ATAU
KONVENSI YANG DIBERLAKU SECARA
INTERNASIONAL
LEMBAGA-LEMBAGA INTERNASIONAL
YANG BERGERAK DALAM UNIFIKASI
DAN HARMONISASI HUKUM
I. WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)

WTO: ORGANISASI PERDAG DUNIA YANG LAHIR DARI


PERUNDINGAN URUGAY ROUND (1986-1994)
BADAN INI DIPIMPIN OLEH MINISTER CONFERENCE,
DIBANTU OLEH GENERAL COUNCIL, DAN
BERSIDANG MINIMAL 1 KALI DLM DUA TAHUN.
TUGASNYA: SELAIN SEBAGAI BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA (DISPUTE SETLEMENT BODY), JUGA
MENGAMATI PERMASALAH PERDAG DUNIA DI
BAWAH WTO
PERJANJIAN DI BAWAH PIAGAM WTO 1994 AL:

 AGREEMENT ON AGRECULTURE, TEXTILE AND CLOTHING, TECHNICAL BARRIER


TO TRADE,

 TRADE RELATED INVERSMENT MEASURES (TRIMS), TRADE RELATED ASPECT OF


INTELECTUAL PROPERTY RIGHTS (TRIPS), TRADE AND SERVICES (TS);

 ANTIDUMPING, SUBSIDIES AND COUNTERVAILING MEASURES, SAFEGUARDS)

 DISPUTE SETLEMENT UNDERSTANDING, DLL


II. THE INTERNATIONAL INSTITUTE FOR THE
UNIFICATION OF PRIVAT LAW (UNIDROIT)
 UNIDRIOT TERBENTUK TAHUN 1940 BERDASARKAN PERJ.
MULTILATERAL DAN BERKEDUDKAN DI ROMA
 KEANGGOTAAN (59 NEG): ARGENTINA, AUSTRALIA,
AUSTRIA, BELANDA, BELGIA, BOLIVIA, BRASIL, BULGARIA,
CESKA, CHILIE, DENMARK, MESIR, ESTONIA, RUSIA,
FINLANDIA, TAHTA SUCI ROMA, HUNGARIA, INDIA, IRAN,
IRAK, IRLANDIA, ISRAEL, ITALIA, JEPANG, JERMAN,,
KANADA, KOLOMBO, KROATIA, KUBA , LUXEMBURG,
MALTA, MEXICO, NIKARAGUA, NIGERIA, NORWEGIA,
PAKISTAN, PARAGUAY, POLANDIA, PORTUGAL, PRANCIS,
REP. KOREA, RUMANIA, SAN MARINO, SIPRUS, SLOWAKIA,
SLOVENIA, AFRIKA SELATAN, SPANYOL, SWEDIA, SWISS,
TUNISIA, TURKI, INGGRIS, AMERKA SERIKAT, URUGUAY,
VENEZUELA, YUGOSLAVIA, YUNANI.
KONVENSI YG DIHASILKAN UNIDROIT YAITU : *
1. CONVENTION ON RELATING TO UNIFORM LAW ON THE
INTERNATIONAL SALE OF GOODS/CISG (THE HAQUE
1964)
2. INTERNATIONAL CONVENTION ON THE TRAVEL
CONTRACT (BRUSSEL, 1970)
3. CONVENTION ON AGENCY IN THE INTERNATIONAL
SALE OF GOODS (GENEVA, 1983);
4. UNIDROIT CONVENTION ON INTERNATIONAL
FINANCIAL LEASING (OTTAWA, 1988)
5. UNIDROIT CONVENTION ON STOLEN OR ILLEGALLY
EXPORTED CULTURE OBJECTS (ROME, 1995)
6. CONVENTION ON INTERNATIONAL INTERESTS IN
MOBILE EQUIPMENT (CAPE TOWN, 2001)

* HUALA ADOLF, HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL, (JAKARTA:


RAJA GRAFINDO PERSADA, 2005), HAL. 43
III. THE UNITED NATION COMMISSION ON INTER- NATIONAL TRADE LAW
(UNCITRAL)

 UNCITRAL: BADAN PBB TERBANTUK 17 DESEMBER


1966 BERTUJUAN UTK MELAKUKAN HARMONISASI
DAN UNIVIKASI HUKUM DI SEKTOR PERDAGANGAN
ANTAR NEGARA.

 KONVENSI-KONVENSI UNCITRAL ANTARA LAIN:


1. UNITED NATION CONVENTION ON CONTRACT FOR
THE INTERNA-TIONAL SALE OF GOODS/CISG (VIENNA
CONVENTION 1980),
2. UNITED CONVENTION ON INDEPENDENT
GUARANTIEES AND STANBY LETTER OF CREDITS
(NEW YORK CONVENTION 1995),
3. UNITED CONVENTION ON THE ASSIGNMENT OF
RECEIVABLE IN INTERNATIONAL TRADE (2001)
INTERNATIONAL CONVENTION (IC)

IC: KESEPAKATAN INTER YANG TELAH ATAU SEDANG DIRATIFIKASI OLEH NEGARA-
NEGARA ANGGOTA – MENGIKAT

KONVENSI JUAL-BELI:

1. THE UNITED NATIONS CONVENTION ON CONTRACT FOR THE INTERNATIONAL


SALE OF GOODS

2. THE UNITED COMMISION ON INTERNATIONAL TRADE LAW (UNCITRAL) – 11 APRIL


1980:
KESERAGAMAN DALAM JUAL-BELI INTERNASIONAL
 NEG-NEG ANGGOTA UNCITRAL MELIPUTI:

1. NEGARA AFRIKA: BENIN, BURKINA FASO, KAMERUN,


KENNYA, MAROKO, RWANDA, SIERA LEONE, SUDAN, DAN
UGANDA.
2. NEG –NEG ASIA: CHINA, FIJI, INDIA, IRAN, JEPANG,
SINGAPURA, DAN THAILAND..
3. NEG-NEG EROPA BARAT: AUSTRIA, PRANCIS, JERMAN,
ITALIA, SPANYOL, SWEDIA, DAN INGGRIS
4. NEG-NEG EROPA TIMUR: HONGARIA, LITUANIA, RUSIA,
YUGOSLAVIA.
5. NEG-NEG AMERIKA : USA, KANADA, KARIBIA, MEXICO,
BRAZIL, KOLOMBIA, HONDURAS, PARAGUAY, URUGUAY.
ARGENTINA,
IV. KAMAR DAGANG INTERNAIONAL (THE INTERNA-
TIONAL CHAMBER OF COMMERCE / ICC)
 ICC BERTUJUAN UTK MELAYANI DUNIA USAHA
MELAYANI DENGAN MEMAJUKAN PERDAGANGAN,
PENANAMAN MODAL, MEMBUKA PASAR UTK BARANG
DAN JASA, SERTA MEMPERLANCAR AALIRAN MODAL
ANTAR NEGARA.
 PERAN ICC MELIPUTI:
1. SEBAGAI FORUM PENYELESAIAN SENGKETA
2. SEBAGAI FORUM PENYEBARLUAS INFO PERDAG
DAN ATURAN HUKUM PERDAG ANTAR NEG
3. MEMBERIKAN PELATIHAN DAN TEKNIK DLM
MERANCANG KONTRAK INTERNASIONAL
 KEBIJAKAN ICC ANTARA LAIN:
1. THE UNIFORM CUSTON AND PRACTICE FOR DOCUMENTARY CREDIT (UCP) 500,
1993 DAN 1994
2. THE INTERNATIONAL COMMERCIAL TERM (INCONTERM), 1936, 2000.
CARA PEMBAYARAN DALAM
KONTRAK BISNIS INTERNASIONAL

• Pembayaran barang/jasa dalam kotrak bisnis


Internasional dilakukan secara langsung dengan uang,
atau secara tidak langsung mengunakan menggunakan
Surat Berharga
• Pembayaran yang menggunakan Surat berharga
dilakukan dalam bentuk pembayaran dengan (L/C atau
Non L/C).
A. PEMBAYARAN DGN LETTER OF
CREDIT
• L/C : Surat utang yg dikeluarkan oleh Bank Devisa (Issuing
Bank) atas permintaan importir nasabah bank tsb yang
ditujukan kpd eksportir di luar negeri yang menjadi relasi dari
importer tsb. Isi surat itu menyatakan bahwa eksporter
penerima L/C diberi hak oleh importir utk menarik wesel (surat
perintah pelunasan utang) atas Bank Pembuka (Opening Bank)
sejumlah uang yg disebut dalam surat tsb. Bank yg
bersangkutan menjamin utk mengakseptir wesel yg ditarik tsb
asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum dlm
surat itu. (Amir M.S, Letter of Credit, 200 : 1)
• L/C : Surat Kredit yang merupakan surat jaminan pembayaran
bersyarat yg diterbitkan oleh Bank (Issuing Bank) atas
permintaan Importir yang ditujukan ke Bank lain (Advising
Bank/Corresponding Bank) di negara Eksportir untuk kepen-
tingan Eksportir guna mendapatkan pembayaran sejumlah yang
disebutkan di dalam surat tersebut. (Gunawan Wijaya dan
Ahmad Yani, Transaksi Bisnis Internasional, 2000 : 24)
Peranan L/C dlm Transasksi Bisnis Inter:
• Memudahkan pelunasan pembayaran transaksi ekspor.
• Mengamankan dana yang disediakan importir utk membayar
barang yang diimpor
• Menjamin kelengkapan dokumen pengapalan

Isi Pokok L/C memuat:


1. Nomor dan tanggal L/C
2. Jenis dan Sifat L/C
3. Nama dan Alamat eksporter (penerima L/C) yang disebut
“Beneficiary”
4. Jumlah dana yang tersedia
5. Uraian barang dan jumlahnya
6. Perincian dokumen pengapalan yang disyaratkan:
• Bill of lading
• Faktur Perdagangan (Trade Facture)
• Daftar Pengepakan (Packing List)
• Daftar Kubikasi (Meansurement List)
• Daftar timbangan (Weight List)
• Keterangan negara asal
• Sertifikat Mutu (Quality Certificate)
• Laporan Kebenaran Pemeriksaan
• Polis Asuransi
7. Batas Waktu Pengapalan barang
8. Batas Waktu berlakunya L/C
9. Syarat pengapalan (partial shipment,
transshipment)
10. Keterangan negosiasi dokumen pengapalan
Pihak-Pihak Yg terlibat dlm L/C
• Importir (Opener / Aplican)
• Opening Bank / Issuing Bank (Bank Devisa)
• Advising Bank / Corresponding Bank
• Eksportir / Beneficiary
• Negotiating Bank (Bank tt yg menego. Shipping Document).
Proses Pembayaran dengan L/C
• Ada Kesepakatan Para pihak ---------------- Sales Contract
• Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C kpd Bank Devisa yg berperan
sebagai Issuing Bank di negaranya utk kepentingan penjual.
• Bank menerbitkan L/C dan mengirim ke Eksportir (Meneficiary) melalui bank
di Negara Eksportir (Advising Bank / Corresponding Bank)
• Advising / Corresponden Bank menginformasikan eksportir bahwa telah dibuka
L/C atas namanya.
• Setelah menerima L/C tsb, Eksportir kmd mengirim barang kpd Importer,
selanjutnya dokumen asli diserahkan kpd Advising Bang, dan duplikatnya
dikirim pd Importer.
• Setelah meneliti kelengkapan dokumen tsb, Advising Bank kmd melakukan
pembayaran. Dokumen tsb selanjutnya dikirim ke Issuing Bank, dan Issuing
Bank membayar kpd Advising Bank.
• Pembuka kredit (Importir) membayar semua kewajiban kpd Issuing Bank
setelah dinotifikasi oleh Issuing Bank bahwa semua dokumen telah datang dan
dan memberikan yang asli kpd Importir sebagai dasar utk meminta barang dari
pihak pengangkut.
MEKANIS PEMBAYARAN DGN L / C

Exporter Importer

Sales Contract

Borg 1792 BW
9 2
Perantara 6 4
L/C

3
Bank Devisa

7
1792 BW
Advising B / Issuing B
Corresponding B (Opening B)
JENIS-JENIS L/C

1. Revocable L/C :
L/C yang dapat dibatalkan kapan saja oleh importer tanpa
memerlukan persetujuan eksportir. L/C ini mengandung
risiko bagi eksportir, krn pelunasan atas barang yang
dikirim bisa mengalami kelambatan.
2. Irrevocable L/C :
L/C yg dibuka oleh Bank Devisa (Opening Bank) utk
eksportir, dimana opening bank mengikatkan diri utk
melunasi wesel-wesel yang ditarik dalam jangka waktu
berlakunya L/C. L/C ini tdk dpt dibatalkan selama jangka
waktu tsb, kecuali dengan persetujuan semua semua pihak
yg terlibat. Pd halaman muka L/C tercantum kata
revocable atau irrevocable. Jika tidak ada, maka L/C tsb
harus dianggap Irrevocable L/C (UCP 500 Pasal 6, c)
3. Irrevocable and Confirmed L/C :
• Tidak dapat dibatalkan atau diubah selama jangka waktu berlaku, kecuali jika
mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat dgn L/C tsb.
• Mempunyai jaminan (confirmation) pelunasan berganda atas wesel-wesel dan
atau penyerahan dokumen pengapalan yang diberikan oleh Opening Bank
bersama Advising Bank.
• Merupakan cara pembayaran yang paling aman dipandang dari sudut

kepentingan eksportir penerima L/C


4. Irrevocable and Unconfirmed L/C
• L/C ini sama dengan L/C Irrevocable biasa, L/C ini
hanya menyampaikan amanat pembuka L/C kpd
Advising Bank yang menyatakan dengan tegas
bahwa Advising Bank tidak ikut serta memberikan
konvirmasi (jaminan) atas L/C tsb. Mengenai L/C
ini kemudian disampaikan oleh Advising Bank kpd
Eksportir.

5. Confirmed L/C
• L/C yang pelunasannya dijamin oleh Advising Bank
bersama Opening Bank.
6. Red Clause L/C :
• Memberikan hak kpd Eksportir penerima L/C
utk mencairkan sebagian tertentu dana L/C tsb
sebagai uang panjar (misalnya 30 % dr jumlah
L/C) dengan menyerahkan kuaitansi biasa dan
surat pernyataan menehi janji.
• Mengambil sisa dana yg tersedia dengan
menyerahkan dokumen pengapalan yang
lengkap.
• Sangat menguntungkan eksportir penerima L/C,
karena memperoleh Buyer’s Credit tanpa bunga,
yg dpt dipakai untuk memulai produksi barang
yang dipesan.
7. L/C yg bersifat Partial Shipment :
• L/C ini memungkinkan eksportir mengirim barang secara bertahap
dan menerima pembayarannya secara bertahap pula.
8. L/C yg bersifat Transipmen Allowed:
• L/C yang memungkinkan eksportir alih kapal bila diperlukan.
9. Commercial Documentary L/C :
• L/C yang berdokumen niaga yang mewajibkan
Eksportir penerima L/C utk menyerahkan dokumen
pengapalan yg membuktikan pemilikan barang
serta dokumen penunjang lainnya sbg syarat utk
memperoleh pembayaran dr dana yang tersedia
pada L/C tersebut.
• Dokumen pembuktian pemilikan barang seperti
misalnya bill of lading, faktur perdagangan wesel,
surat keterangan asal negara, daftar pengepakan,
daftar kubikasi, daftar timbangan,polis asuransi dll.
10. Restricted L/C
L/C yg membatasi hak eksportir penerima L/C untuk
menegosiasikan dokumen pengapalan pada bank tertentu yg disebut
oleh Opening Bank di dalam L/C tsb, dan biasanya terbatas pada
Advising Bank saja.
11. Straight L/C
L/C yang negosiasi atau pelunasan dokumen pengapalan hanya
dilakukan di Kassa Opening Bank sendiri.
12. Revolving L/C :
Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan
perubahan lagi
13. Clean L/C:
L/C yg dapat dicairkan dananya dengan penyerahan wesel atau
hanya kuitansi biasa. L/C ini tdk membutuhkan penyerahan
dokumen pengapalan seperti bill of lading dan sebagainya

14. Open L/C:


L/C yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C utk
menegosiasikan dokumen pengapalan melalui bank mana saja yang
diinginkannya.
15. Revolving L/C :
• Kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu diadakan
perubahan lagi
• Pemakaian ulang dpt dilakukan utk waktu dan nilai, (misalnya kredit
tersedia US $. 15.000 sebulan dgn jangka waktu 6 bulan Ini berarti setiap
bulan tersedia kredit US $. 15.000 selama 6 bulan berturut-turut (6 x $
15.000 = $ 90.000), tidak peduli kredit tsb dipakai atau tidak. Kredit
seperti ini bersifat komulative atau non komulative.
- Jika kredit komulatif maka berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dlm bulan terdahulu masih dpt dipakai dalam bulan berikutnya
- Jika kredit non komulatif berarti setiap jumlah yang tidak terpakai
dalam bulan terdahulu otomatis menjadi batal
• Pemakaian ulang juga dapat dilakukan utk “nilai” saja, misalnya kredit
yang tersedia US $.100.000, nilai tsb akan diperbaharui secara otomatis
setiap kali jumlah itu dipakai asalkan masih dalam jangka waktu
berlakunya kredit. Kredit semacam ini memudahkan penerima kredit
(L/C), namun bagi Opener atau Opening Bank akan menimbulkan risiko
yang tidak terduga sebelunya. Misalnya kalau frekuensi pengambilan
kredit tinggi berarti jumlah yang diambil dr L/C juga semkin tinggi. Oleh
karena itu pada Revolving Credit biasanya ditetapkan batas maksimal
nilai yang ditarik.
16. Trasferable L/C (Assignable L/C)
• L/C yang memberikan hak kepada Eksportir penerima utk
mengoperkan atau menguasakan haknya atas L/C itu kepada pihak
lain atau eksportir lain yang menyanggupi. Hal ini terjadi misalnya
karena penerima L/C pertama bukan produsen sendiri.
17. Back to Back L/C
• L/C yang terjadi apabila Eksportir penerima L/C tidak sanggup
melaksanakan pengiriman barang karena tidak barang belum
tersedia, mk transaksi tsb masih dpt dilakukan melalui 2 cara:
• Eksportir melakukan pengoperan atas L/C kpd eksporter atau produsen lain.
Hal mungkin dilakukan jika L/C bersifat transferable.
• Eksportir penerima L/C pertama membuka L/C nya sendiri untuk eksportir
atau produsen kedua, dengan menjamin L/C yang diterimanya. Cara ini
disebut dengan back to back L/C, dan biasanya dipakai dalam perdagangan
transito (segi tiga).
Misalnya :
Importir Indonesia membuka L/C utk pengusaha di Singapura
guna mengimpor barang yang berasal dr Jepang. Pengusaha
Singapura kmd mebuka L/C utk pengusaha Jepang dengan
menjaminkan L/C dari importer Indonesia. Persyaratan L/C
kedua ini hampir seluruhnya sama dengan persyaratan L/C
pertama, kecuali mungkin mengenai harga dan nama Loading Port
18. Standby L/C
• L/C sesungguhnya semacam Bank Garansi yang dikeluar-kan
oleh mitra dagang asing, utk menjamin pinjaman yang
dilakukan perusahaan lokal yang bekerja sama dengan mitra
dagang asing.

Contoh:
• PT. Berdikari kontraktor Indonesia (BKC) bekerja sama dgn
Doo Young Construction (DYC) Ltd., Korea mengerjakan
jalan layang di Jakarta. Utk keperluan ini PT Berdikari
meminjam uang sebesar Rp. 10 Milyar dr Bank Pasific
Jakarta.
• Sebagai jaminan PT.BKC minta kpd mitranya DYC Ltd, utk
membuka stanby L/C senilai 10 milyar pada Issuing Bank.
Antara PT BKC dan DYC Ltd. Dibuat suatu kontrak bantuan
dana bahwa DYC akan menyediakan dana sebesar 10 M.
apabila dana pinjaman ini belum dipenuhi oleh DYC maka
stanby L/C dapat dicairkan oleh PT MCI sebagai beneficiary
dari stanby L/C tersebut. Hasil pencairan ini dapat
dipergunakan untuk melunasi hutang PT MCI pada Bank
Fasific Jakarta.
19. Usance L/C
• L/C yang mengharuskan eksportir penerima
L/C utk menarik wesel berjangka (Long Bill of
Exchange) dan bukan wesel unjuk (sight L/C).
Artinya eksportir penerima L/C memberikann
kredit kpd importir utk jangka waktu 90 hari -
180 hari.
• L/C ini dimaksudkan utk mempertinggi daya
saing guna meningkatkan ekspor. Eksportir
tetap dapat mencairkan wesel berjangka ini
dengan mendiskontokannya pada bank, Shg tdk
mengganggu likuiditas.
20. Merchant L/C
• L/C yang dibuka oleh importir utk eksportir penerima L/C
yang memberikan hak kpd eksportir penerima L/C untuk
menarik wesel terhadap importer. Pembukaan L/C tsb utk
menjamin pelunasan wesel tsb pada saat jatuh temponya.
Pembukaan L/C dilakukan melalui Bank Devisa dimana
importer menjadi nasabahnya. Bank ybs tidak ikut
bertanggungjawab utk mengakseptir wesel-wesel yang
ditarik oleh eksporter penerima L/C. Di sinilah letak
perbedaan dengan antara Merchant L/C dengan Banker’s
L/C biasa.
• Pada Merchant L/C : dengan tegas disebutkan bahwa Bank
tidak mengikatkan diri dan dan tidak bertanggng jawab atas
perlunasan L/C tsb
• Merchant bisanya dipergunankan antara eksportir dan
importir yang telah berlangganan lama, atau antara
perusahaan induk dengan anak perusahaan sendiri.
B. PEMBAYARAN NON-L/C

I. ADVANCE PAYMENT (AP)


• AP = Pembayaran di muka, artinya importir (pembeli)
membayar terlebih dahuli kepada eksportir sebelum barang
diterima oleh importir
• Proses Pemayaran dgn AP
1. Ada kesepakatan antara importer dan eksporter : dengan AP ttg
transaksi export import : dalam sales contract
2. Atas dasar kesepakatan, importir menghubungi bank di
negaranya untuk mentransfer uang ke bank lain di neg eksportir
utk dimasukan ke rekening eksportir
3. Setelah eksportir menerima pembayaran, maka barang siap
dikirim melalui port of loading sesuai dengan kesepakatan
importir
4. Barang yg dikirim diterima oleh importir di port of destination
atas nama importir, maka transaksi selesai.
• Tiga model pembayaran dgn AP
1. Payment with order
dalam model ini, semua biaya seperti: harga barang, ongkos angkut, ansuran dan
biaya lainnya sudah disepakati dalam kontrak. Merupakan tanggung jawab
importir, tanpa ada biaya tambahan lagi. Kepemilikan barang sudah atas nama
importir
2. Partial payment with order
importir hanya akan membayar harga barang saja terlebih dahulu, sedangkan
ongkos angkut, asuransi dan biaya lain akan ditagih setelah barang dikapalkan
3. Payment on dokument
importir akan mengirim uang terlebih dahulu ke negara eksportir melalui bank dg
syarat eksportir baru dapat mencair uang tsb apabila telah melaksanakan
pengapalan brg yang di perjanjikan. Utk mencairkan dana tsb di bank, eksportir
menyerahkan dokumen pengapalan dan bukti lain sesuai perjanjian

• Risiko bagi importir : AP : terjadi wanprestasi, Brg tdk sesuai kwalitas; barang
terlambat; jika berupa bahan baku penghambat produksi; barang rusak; atau
barang tidak terkirim sama sekali
II. OPEN ACCOUNT (OA)
• OA : pembayaran dibelakang, artinya setelah barang yg dipesan diterima oleh
importir, baru kemudian pembayaran dikirim
• Proses pembayaran dengan OA
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan dalam sales contract
2. Berdasarkan kesepakatan, eksportir segera mengirim barang melalui port of
loading, sesuai dengan kwalitas, kwantitas dan waktu
3. Barang tsb diterima oleh importir do port of destination
4. Setelah barang diterima, importir menghubungi bank untuk mentranfer uang
ke bank lain di negara eksportir dan dimasukan ke rekening eksportir.
5. Setelah uang diterima oleh eksportir maka transaksi selesai.
Harus diperjanjikan dalam sales contract.
• Risiko bagi eksportir: Pembayaran terlambat, pembayaran harga brg tdk
sesuai dengan kesepakatan, atau pembayaran tidak terkirim sama sekali.
III. CONSIGMENT (KONSINYASI) : CON
• CON: pembayaran yan dilakukan oleh importir setelah barang
yang diimpor tsb laku terjual. Artinya eksportir baru menerima
pembayaran harga barang yang diekspor dari pembeli setelah
barang tersebut laku terjual pd pihak ketiga
• Proses pembayaran dengan konsinyasi:
1. Ada kesepakatan antara para pihak yang dituangkan: sales
contract
2. Eksportir mengirim barang melalui port of loading
3. Barang tsb diterima importir di port of destination
4. Setelah barang laku terjual, kemudian importir mengirim uangan
harga barang tersebut ke rekening eksportir di bank neg
eksportir. Pembayarahn tersebut diterima oleh eksportir, maka
transaksi selesai.
* Risiko : risioko pada OA: beban bagi eksportir
IV. Collection (Dokumentary Collection) : DC
• DC: pembayaran yang menggunakan dokumen yang
disebut dengan Bill of exchanges atau menggunakan
surat tagihan (BOE)
• Dalam DC, importir harus membayar harga barang
segera setelah shipping documents tiba di bank neg
importir. Setelah harga barang dibayar, maka importir
akan menerima shipping document untuk megambil
barang yang dipesan
• Risiko: baik bagi eksportir maupun importir
International Convention (IC)
• IC: kesepakatan inter yang telah atau sedang diratifikasi oleh negara-negara
anggota – mengikat
• Konvensi jual-beli:
1. The United Nations Convention on Contract for The International Sale of
Goods
2. The United Commision on International Trade Law (UNCITRAL) – 11 april
1980:
keseragaman dalam jual-beli internasional
ARBITRASE BANK DUNIA (WB)
(PERSELISIHAN INVESTASI ASING)

Uth mendorong investasi di Indo, Pem telah menandatangani Convention


on Settlement of Investment Dispute between States and National of other
States), Konvensi ini diprakarsai oleh IBRD, sekarang menjadi Bank Dunia
(World Bank/WB).
Sebagai anggota Bank Dunia yang disahkan berdasarkan UU No.9 Tahun
1966, Indonesia menjadi peserta konfefrensi tsb.
Setahun kemudian, Indonesia mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA).
Sebagai tindak lanjut pengesahan konvensi penyelesaian sengketa
penanaman modal asing, Indonesia mengesahkan UU.No. 5 tahun 1968
tentang Persetujuan atas Konvensi ttg Penyelesaan Perselisiha antara
Negara dengan WN Asing mengenai Penanaman Modal.
Latar Belakang/pertimbangan dikeluarkan UU.No. 5 /1968
1. Mendorong Investasi asing di Indonesia
2. Indonesia telah menjadi anggota bank Dunia (IBRD) / WB
3. Indonesia telah menendatangani Konvensi Penyelesaian Investasi
BADAN ARBITRASE ICSID

• Dlm penyelesaian sengketa penanaman modal asing (PMA) World


Bank telah mendirikan suatu Badan Arbitrase “ICSID
(International Center for the Settle-ment of Investment Dispute)”
yang berkedudukan di Kantor Pusat World Bank Washington.
• Badan ini mepunyai Dewan Administrasi (Administrative Council),
Secretariat Jenderal, dan Para conciliator (Panel Conciliator), Para
Arbiter (Panel of Arbitrator).
• Syarat-syarat para arbiter: (Psl. 14 ayat 1)
1. Mempunyai watak dan moral yang baik,
2. Berpengalaman dan kompeten di bidang hukum
3. Berkompeten di bidang perdagangan, industri, dan keuangan
4. Mampu bersikap adil dan tidak memihak dalam memberikan
keputusan
PENYELSAIAN KASUS PMA MELALUI ICSID
(PERKARA; HOTEL KARTIKA PLAZA)

• Perkara PMA diajukan oleh Pihak Investor LN thd Pemerintah Republik Indonesia.
• Pada pemeriksaan tingkat keempat, perkara ini diputuskan tanggal 4 -12-1992, di
San Francisco, dengan putusan Penca-butan Lisensi PMA
• Perkara ini telah memakan waktu selama 12 tahun, baru memperoleh kekuatan
(kepastian hukum)
PROSES PENYELESAIAN PERKARA
INVESTASI ASING MELALUI ICSID

Tuntutan pertama di hadapan ICSID (1980)


 Investor Asing (Amco Asia Corporation, Pan America Development
Limited dan PT Amco Indonesaia) mengajukan gugatan thd Pem Indonesia
di hadapan ICSID di Washington Tanggal 15 – 1- 1981
 Perkara berawal karena pihak Pem Indo mencabut izin PMA thd pihak
investor (Imco dll) yang berinvestasi pada Hotel Kartika Plaza (HKP)
 Pihak Investor merasa keberatan, krn izin penge-lolaan HKP yang
diperoleh selama 30 tahun, baru 9 tahun beroperasi, Pem RI melalui BKPM
mencabut izin pengelolaan dan kepemilikan dari HKP tsb.
 Pada persidangan Tk Pertama diketuai oleh Prof. Berthold Goldman
(Paris/Perancis) memutuska (1984): bahwa pengambilalihan PT. Wisma
Kartika Plaza (HKP) oleh Pem RI tidak melalui saluran hukum atau “main
Hakim Sendiri” atau “International Wrong”. Oleh karena itu tidak ada
pencabutan dan peralihan hak milik. Untuk itu Indonesia diharuskan
membayar US$. 3.200.000 + bungan sejak gugatan.
Proses Annulment Pertama (1985)

 Pem. RI mengajukan permohonan pembatalan


(annulment) 1 thd putusan Arbitrase Goldman karena
kurang memperhatihan hukum Indo yang harus lebih
diutamakan menurut Konvensi ICSID spt dalam UU
No.5/1969
 Ketua Tim Arbitrase, Prof. Ignaz Seidl – Hohenveldern,
mengabulkan seluruh permohonan Indoneria
 Berdasarkan putusan tersebut, bahwa Pem. RI tetap
berhak atas pengambilalihan HKP, dan tdk perlu
membayar ganti kerugian.
Proses Annulmen kedua (1987)
Pihak investor mengajukan Annulment
ke dua ke Badan Arbitrase yang dipimpin oleh Prof Rosaliyn Higgins
(London University), utk memeriksa hal-hal yang belum ada kepastian
hukumnya (Res Judicata).
Putusannya (1990): menyatakan, Pihak RI diharuskan membayar kepada
pihak investor sejumlah US$. 2.567.966,20 + Bunga 6% pertahun terhitung
sejak keputusan 1990.
Proses Pembatalan (Annulment)ketiga, 1990
Pihak RI mengajukan pembatalan lagi atas putusan Rosalyn
Higgins, ke badan Arbitrase.
Sidang dipimpin oleh Prof. Sompong (Thailand), Prof. Dierich
Shindler (Swiss), dan Prof Arghyrius A.Fatourus (Yunani),
putusannya menguatkan putusan Rosalyn.
Alasan Putusan: apabila pembatalan dilakukan secara-menerus
terhadap putusan-putusan ICSID, maka dikahwatirkan seluruh
sistem ICSID akan menjadi lapuk, oleh karena itu sistem ICSID
harus dipertahankan.
Akan tetapi, hukum Indo sebagai negara Host State dan juga
hukum Inter harus pula dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai