Anda di halaman 1dari 26

PENEGAKAN HUKUM

DI BIDANG PERSAINGAN
USAHA OLEH KOMISI
PENGAWAS PERSAINGAN
USAHA DIKAITKAN DENGAN
HUKUM ACARA PERDATA
LATAR BELAKANG
 KPPU merupakan lembaga yang dibentuk oleh Undang-
Undang No. 5 Tahun 1999 untuk mengawasi
pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. KPPU
memiliki kewenangan dalam proses pemeriksaan sampai
pemberian putusan.
 Keberadaan KPPU ini dengan kewenangan yang
dimilikinya sangat menarik untuk diteliti, karena KPPU
memiliki kewenangan dalam wilayah yudikatif namun
tidak disebutkan keberadaannya dalam Undang-Undang
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
 Hal menarik lainnya adalah Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 selain mengatur hukum materil tentang
persaingan usaha, juga mengatur hukum
materilnya. Terdapat beberapa ketentuan hukum
formil dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
yang menyimpangi ketentuan Hukum Acara
Perdata.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimana kedudukan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) dikaitkan dengan
badan peradilan di Indonesia?
2. Bagaimana penerapan Hukum Acara Perdata
dalam praktik persaingan usaha di Indonesia?
PEMBAHASAN IM 1
 Pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa
untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999
dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
 KPPU merupakan lembaga yang dilahirkan dalam rangka
penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia.
 Dalam Keppres Nomor 75 Tahun 1999 disebutkan bawa
KPPU adalah lembaga non-struktural yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasaan pemerintah manapun.
 KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi 3 hal pada
UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu:
1. Perjanjian yang dilarang
2. Kegiatan yang dilarang
3. Posisi dominan.
 Selain memiliki fungsi pengawasan, berdasarkan UU
Nomor 5 Tahun 1999 KPPU juga dapat dikatakan
memiliki fungsi dalam bidang yudikatif, yaitu dapat
melakukan penyelidikan serta memutus perkara
persaingan usaha.
 Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU memiliki
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi berupa tindakan
administratif bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1999.
Tindakan administrasi tersebut, dapat berupa:
1. Pembatalan perjanjian
2. Perintah penghentian suatu kegiatan
3. Penghentian penyalahgunaan posisi dominan
4. Pembatalan penggabungan, peleburan, pengambilalihan
5. Penetapan ganti rugi, dan
6. Pengenaan denda.
 Kedudukan KPPU yang memiliki kewenangan
yang sangat luas berdasarkan UU Nomor 5 Tahun
1999, dapat dikatakan kewenangan KPPU tersebut
menyerupai kewenangan yang dimiliki oleh
lembaga peradilan (quasi judicial).
 Hal ini menyebabkan timbulnya anggapan dari
sebagian kalangan bahwa KPPU merupakan
lembaga peradilan khusus dalam bidang persaingan
usaha.
 UU Nomor 48 Tahun 2009 dalam Pasal 1 angka 1
menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah:
“Kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia”
 Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 48 Tahun 2009,
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
 Menurut Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009,
terdapat 4 badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung, yaitu:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama,
3. Peradilan Militer, dan
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
 Menurut ketentuan Pasal 8 UU Peradilan Umum,
disebutkan bahwa di lingkungan peradilan umum dapat
dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-
undang.
 Pengertian Pengadilan khusus menurut Pasal 1 angka 5 UU
Peradilan Umum adalah:
“Pengadilan yang mempunyai kewenangan memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat
dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam
undang-undang.”
 Yang termasuk pengadilan khusus, antara lain:
Pengadilan Niaga yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, Pengadilan
Hubungan Industrial yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, Pengadilan
Hak Asasi Manusia yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2000, Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang No. 46 Tahun 2009.
 KPPU memiliki kewenangan memeriksa, mengadili dan memutus perkara
dalam bidang persaingan usaha, tetapi KPPU tidak dibentuk dalam salah
satu lingkungan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Dengan
demikian, KPPU bukan termasuk pengadilan khusus.
 Pada UU Nomor 48 Tahun 2009 dalam Pasal 38 disebutkan bahwa selain
Mahkamah Agung dan badan peradilan bawahnya serta Mahkamah
Konstitusi, terdapat badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman. Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman itu adalah :
1. Fungsi penyelidikan dan penyidikan;
2. Fungsi penuntutan
3. Fungsi pelaksanaan putusan;
4. Fungsi pemberian jasa hukum; dan
5. Fungsi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
 Adapun fungsi dari KPPU ini sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 5 Keppres Nomor 75 Tahun 1999 adalah sebagai
berikut :
Penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan
penyalahgunaan posisi dominan; Pengambilan tindakan
sebagai pelaksanaan kewenangan; pelaksanaan administratif.
 Dari penjelasan Pasal 38 UU Nomor 48 Tahun 2009 yang
dimaksud dengan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan
langsung dengan kekuasaan kehakiman antara lain kepolisian,
kejaksaan, advokat, dan lembaga pemasyarakatan.
 Meskipun KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum
khususnya hukum persaingan usaha, namun KPPU
bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha.
 Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan
sanksi pidana maupun perdata.
 Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga
administratif karena kewenangan yang melekat
padanya adalah kewenangan administratif, sehingga
sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif.
 KPPU bukan merupakan bagian dari Kekuasaan
Kehakiman. Tidak ada satu pasal pun di dalam UU Nomor
48 Tahun 2009 yang menyebutkan mengenai keberadaan
dari KPPU sebagai badan peradilan di Indonesia.
 Namun KPPU masih memiliki keterkaitan dengan badan
peradilan, yaitu mengenai upaya keberatan terhadap
putusan yang dikeluarkan oleh KPPU bisa diajukan ke
Pengadilan Negeri dan selanjutnya ke Mahkamah Agung
jika mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3
Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum
Keberatan Terhadap Putusan KPPU
PEMBAHASAN IM 2
 Untuk melihat sejauh mana UU Nomor 5 Tahun
1999 mengadopsi prinsip-prinsip dalam Hukum
Acara Perdata adalah dengan melihat Hukum Acara
Persaingan Usaha itu sendiri.
 Hukum acara persaingan usaha dapat tergambar di
dalam Bab VII UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Tata Cara Penanganan Perkara dan KPPU juga
mengeluarkan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun
2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di
KPPU.
 Pasal 2 Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 menyebutkan
bahwa penanganan perkara didasarkan atas tiga hal yaitu :
1. Penanganan perkara berdasarkan laporan terlapor terdiri atas
tahap sebagai berikut :
a.Laporan;
b. Klarifikasi;
c. Penyelidikan;
d. Pemberkasan;
e. Sidang majelis Komisi;
f. Putusan Komisi.
2. Penanganan perkara berdasarkan laporan terlapor
dengan permohonan ganti rugi terdiri atas tahap
sebagai berikut :
a. Laporan;
b. Klarifikasi;
 c. Sidang Majelis;
3. Penanganan perkara berdasarkan atas inisiatif Komisi
terdiri atas tahap sebagai berikut :
a. Kajian;
b. Penelitian;
c. Pengawasan Pelaku Usaha;
d. Penyelidikan;
e. Pemberkasan;
f. Sidang Majelis Komisi;
g. Putusan Komisi.
 Proses penanganan perkara di KPPU setelah
mendapatkan laporan dugaan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat adalah gelar laporan
 Jika melalui pemeriksaan pendahuluan KPPU
menemukan ada indikasi praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, maka KPPU
melakukan pemeriksaan lanjutan untuk
menyimpulkan ada atau tidak adanya bukti
pelanggaran.
 Jika terjadi pelanggaran, maka pihak yang diduga
melakukannya itu berkewajiban memenuhi panggilan
KPPU termasuk menyerahkan bukti yang diperlukan
dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.
 Setelah KPPU menyelesaikan pemeriksaan lanjutan,
KPPU diwajibkan untuk memutuskan telah terjadi
atau tidak pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun
1999 dan putusan tersebut kemudian dibacakan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum dan
diberitahukan kepada pelaku usaha terkait.
 Di dalam tahapan penanganan perkara diatas dapat terlihat
bahwa dikenal tahapan penyelidikan dan pemeriksaan yang
dikenal dalam Hukum Acara Pidana dan tidak dikenal
dalam Hukum Acara Perdata.
 Di dalam hukum acara persaingan yang diatur dalam UU
Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Nomor 1
Tahun 2010 terlihat bahwa nyaris tidak ada pengadopsian
prinsip Hukum Acara Perdata di dalamnya., mengingat
tindakan dalam hukum persaingan ini pasti menimbulkan
kerugian publik yang lebih menggunakan pendekatan
publik dalam menanganinya
 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005
yang mencabut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2003 Tentang Tata Cara Mengajukan Upaya
Keberatan Terhadap Putusan KPPU memberikan
kesempatan kepada para pihak yang tidak menerima
atas putusan KPPU untuk melakukan upaya keberatan.
 Upaya hukum keberatan ini hanya dapat dilakukan
oleh pelaku usaha terlapor kepada Pengadilan Negeri
di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha
tersebut.
 Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2003, diatur
mengenai:
Tata cara pengajuan upaya hukum keberatan terhadap putusan
KPPU, Tata cara pemeriksaan keberatan, dan Pelaksanaan
putusan.
 Pada Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2003
ini menyebutkan bahwa “Kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Mahkamah Agung ini, Hukum Acara Perdata yang berlaku
diterapkan pula di Pengadilan Negeri.”
 Berdasarkan ketentuan tersebut, penerapan Hukum Acara Perdata
baru dimulai dalam proses penanganan upaya keberatan di
Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung.
KESIMPULAN
1. Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
dikaitkan dengan badan peradilan di Indonesia adalah
KPPU bukan merupakan bagian dari Kekuasaan
Kehakiman, meskipun KPPU memiliki fungsi penegakan
hukum dalam bidang persaingan usaha.
2. Penerapan Hukum Acara Perdata dalam praktik
persaingan usaha di Indonesia dilakukan mulai pada
proses pemeriksaan upaya hukum keberatan di
Pengadilan Negeri sepanjang ketentuanyang tidak diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai