• Aliran hukum positif mengartikan hukum itu sebagai a command of the
Lawgiver (perintah dari pem- bentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral, jadi dari hal yang berkaitan dengan keadilan, dan tidak didasarkan atas pertimbangan atau penilaian baik-buruk. • Positivisme hukum mempunyai pandangan yang sama tentang diterimanya validasi. Seperti halnya positivisme sains yang tidak dapat menerima pemikiran dari suatu proposisi yang tidak dapat diverifikasi atau yang tidak dapat difalsifikasi., tetapi karena hukum itu ada karena termuat dalam perundang-undangan apakah dipercaya atau tidak. Hukum harus dicantumkan dalam undang-undang oleh lembaga legislatif dengan memberlakukan, memperbaiki dan merubahnya. CIRI-CIRI POSITIVISME HUKUM • 1. Hukum merupakan perintah dari manusia (command of human being). • 2. Tidak ada hubungan mutlak atau penting antara hukum di satu pihak dengan moral di lain pihak, atau antara hukum yang berlaku dengan hukum yang seharusnya. • 3. Analisis terhadap konsepsi hukum dinilai penting untuk dilakukan dan harus dibedakan dari studi yang historis maupun sosiologis, dan harus dibedakan pula dari penilaian yang bersifat kritis. • 4. Pengertian bahwa sistem hukum merupakan sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup, serta di dalamnya keputusan hukum yang tepat atau benar biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memerhatikan tujuan sosial, politik, dan ukuran-ukuran moral. • 5. Bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi rasional. POSITIVISME HUKUM • Menurut positivisme hukum; • suatu norma adalah hukum bila norma tersebut ditetapkan (diletakkan) sebagai hukum. • penetapan norma sebagai suatu hukum ditetapkan oleh suatu kedaulatan (sovereign). • hukum ada perintah dari penguasa (command of lawgivers) • adanya pemisahan yang tegas hukum dari moral. Hukum mungkin saja bertentangan dengan moral, namun ia tetap sah sebagai sebagai hukum bila ditetapkan oleh penguasa (ciri khas yang paling menonjol dari aliran ini) • hukum dalam perkembangannya menjadi sangat formalistik ASUMSI YANG DIGUNAKAN • Penguasa adalah orang-orang pilihan yang dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
• Hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh penguasa sudah pasti
benar dan adil.
• Adanya itikat baik dari penguasa.
• Aliran ini memandang bahwa mereka yang bekerja di peradilan
adalah orang-orang netral karena independensi dan imparsialitas dari lembaga-lembaga peradilan sudah dijamin oleh undang- undang. TOKOH-TOKOH POSITIVISME HUKUM • John Austin • Bagi austin, hukum merupakan perintah dari pihak yang berkuasa yang memiliki sanksi. • Hukum terpisah dari moral. • Austin bersikukuh pada orang atau lembaga yang menentukan sebagai sumber dari suatu command yang dapat dianggap sebagai pijakan bahwa suatu command merupakan pelaksanaan kehendak dari orang/orang tertentu. • Sovereignty bersifat faktual, bisa banyak, bertingkat dan bersifat politis. • Empat unsur penting untuk dinamakan sebagai hukum adalah perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. • Hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup (close logical system) • Tidak membedakan sovereignty secara de jure dengan de facto (Dianggap sebagai kegagalan) TOKOH-TOKOH POSITIVISME HUKUM • Hans Kelsen (hukum murni) • hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang non-yuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis. . • Dia menolak hukum kodrat dan nilai-nilai subjektif dan menggantinya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada keuntungan, kesenangan dan kepuasan manusia. • Teorinya merupakan teori hukum yang bersifat imperatif, yang didalamnya konsep-konsep kunci yaitu; sovereignty dan command. • Baginya pelaksanaan hukum merupakan “extra legal,” walaupun dia tidak menyampingkan penggunaan sanksi hukum. KRITIK • Menurut Friedmann, hukum sebagai suatu sistem terdiri dari sub-sub sistem yang saling bergerak yang tidak dapat terpisahkan dan terpengaruh satu dengan lainnya. Sub-sub sistem itu terdiri dari: Substansi Hukum (legal substance), yakni menyangkut isi dari norma/aturan hukumnya; Struktur Hukum (legal structure), yakni menyangkut sarana dan prasarana hukumnya, termasuk sumber daya aparatur hukumnya; dan Kultur Hukum (legal culture), yakni menyangkut perilaku budaya sadar dan taat hukum, baik pemerintah maupun masyarakatnya. Adapun budaya hukum yang baik akan terbentuk apabila semua pihak secara sungguh-sungguh dilibatkan untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses pembentukan hukum, agar semua orang benar-benar merasa memiliki hukum itu. Karena begitu besarnya peran budaya hukum itu, maka ia dapat menutupi kelemahan dari legal substance dan legal structure. • Jadi menurut Friedmann hukum memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tidak terbatas pada tekstual berupa peraturan perundang-undangan. Dalam berfungsinya hukum ditengah masyarakat tidak saja membutuhkan undang-undang belaka tetapi membutuhkan hal-hal lainnya seperti budaya masyarakat, aparat penegak hukum maupun sarana dan prasarana. Dari sini kita bisa melihat bahwa aliran positivisme berusaha memenjarakan hukum hanya sebatas tekstual. PENUTUP • Kepastian hukum adalah “senjata” dari tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh penganut aliran positivisme hukum. • Hukum akan kehilangan makna sebagai patokan bagi prilaku semua orang bila tanpa adanya kepastian. • Kepastian hukum Vs Keadilan Hukum ??