PANYINGKIRAN MEDIKA
Disusun Oleh :
Pembimbing I : Apt. Iin Siti Aminah, S.Si Pembimbing II : Dimas Nur Islam, S.Farm., Apt
PROFIL KLINIK UTAMA PANYINGKIRAN MEDIKA
VISI
Memberikan pelayanan Kesehatan yang terjangkau,
berkualitas serta menyehatkan Masyarakat dan
Memasyarakatkan Kesehatan.
MISI
1. Memberikan pelayanan Kesehatan yang professional kepada seluruh lapisan
masyarakat
2. Meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat melalui pelayanan Kesehatan yang
bermutu dengan biaya yang terjangkau
3. Menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional
4. Menyediakan sarana dan prasarana Kesehatan
5. Menciptakan suasana kerja yang dilandasi oleh rasa kekeluargaan
6. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
STRUKTUR ORGANISASI KLINIK UTAMA PANYINGKIRAN MEDIKA
TUGAS POKOK TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN
1 2 3 4 5
PERENCANAA PENGADAA PENERIMAA PENYIMPANAN PENDISTRIBUSIAN
N N N
6 7 8 9
PENGGUNAAN PENCATATA PELAPORA PEMUSNAHA
/ N N N
PELAYANAN
1 PERENCANAAN
Metode perencanaan yang digunakan di Klinik Utama Panyingkiran Medika :
1. Metode Konsumsi
Metode Konsumsi adalah metode perencanaan yang dilakukan
berdasarkan data penggunaan obat pada periode sebelumnya.
2. Metode Epidemiologi atau Morbiditas
Metode Epidemiologi atau Metode Penyakit adalah metode
perencanaan yang dilakukan berdasarkan Pola Penyakit yang terjadi
pada periode sebelumnya.
Instalasi Farmasi Klinik Utama Panyingkiran Medika dalam melakukan kegiatan
perencanaan perbekalan farmasi menggunakan pola kombinasi, dimana
dalam kegiatan perencanaan ini dilihat berdasarkan kebutuhan perbekalan
farmasi pada periode sebelumnya.
Faktur di tanda tangani oleh Petugas Farmasi jika faktur sudah sesuai dengan barang
yang di pesan, kecuali untuk Pesanan Obat Narkotika harus di tanda tangani oleh
Apoteker.
Lalu barang disimpan ditempat penyimpanan yang sudah disediakan, apabila jumlah
obat yang ada di rak tersisa sedikit atau sudah habis, maka obat yang baru datang
langsung dimasukan kedalam lemari obat tersebut.
4 PENYIMPANAN
Metode Penyimpanan yang dilakukan di Klinik Utama Panyingkiran
Medika :
1. Berdasarkan Bentuk Sediaan Obat
Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan obat yang dimaksud adalah
Obat oral dibagi menjadi 2 tempat penyimpanan, dimana sediaan solid
disimpan berbeda dengan sediaan cair. Dan untuk obat Topikal
disimpan khusus dalam 1 tempat.
2. Berdasarkan Khasiat
Penyimpanan berdasarkan khasiat yaitu penyimpanan yang disimpan
khusus berdasarkan Khasiat, Penyimpanan di Klinik Utama Panyingkiran
Medika berdasarkan khasiat yaitu khusus untuk obat Antibiotik,
Vitamin dan obat-obatan spesialis saraf.
3. Berdasarkan Alfabetis
Penyimpanan berdasarkan Alfabetis yaitu penyimpanan yang
berdasarkan nama awalan obat yang berurutan dari (A-Z),
Penyimpanan di Klinik Utama Panyingkiran Medika berdasarkan
Alfabetis dibagi menjadi 3 bagian tempat yaitu untuk Penyimpanan
sediaan solid, semi solid dan sediaan cair.
obat
8 PELAPORAN
Pelaporan yang dilakukan oleh Klinik Panyingkiran Medika yaitu :
1. Laporan Narkotika dan Psikotropika yang dilaporkan setiap bulan
secara online pada Situs www.sipnap.kemkes.go.id
2. Laporan Pemusnahan Resep ke Dinas Kesehatan, Departemen
Kesehatan dan Balai POM.
9 PEMUSNAHAN
Instalasi Farmasi Klinik Utama Panyingkiran Medika hanya pernah
melakukan pemusnahan Resep saja. Untuk pemusnahan obat tidak
pernah dilakukan karena obat selalu habis terjual.
Klinik Panyingkiran Medika melakukan pemusnahan resep setiap 5 tahun
sekali, dilakukan oleh Apoteker dan Asisten Apoteker dengan cara dibakar,
kemudian dibuat berita acara sebanyak 4 rangkap dan dikirim kepada
Kepala Dinkes Kabupaten/Kota, Kepala Balai Pengawasan Obat dan
Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan sebagai Arsip di Klinik
Utama Panyingkiran Medika.
Contoh Berita Acara
STUDI
KASUS
Pada tanggal 3 agustus 2022 seorang pasien datang
dengan keluhan pusing lalu pasien diperiksa
kedokter umum. Menurut hasil pemeriksaan
Tekanan Darah pasien yaitu 160/80 mmHg, pasien
juga melakukan check kolesterol yaitu 261 mg.
Kemudian Pasien diresepkan beberapa obat
diantaranya amlodipin dengan pemakaian tiap 24
jam, Antacid tiap 12 jam dan simvastatin tiap 12
jam. Dari ketiga obat tersebut ada 2 obat yang jika
digunakan bersama akan mengalami interaksi obat
yaitu amlodipin dan simvastatin.
Teori Interaksi Amlodipine - Simvastatin
Interaksi yang terjadi antara amlodipin dan simvastatin yaitu interaksi farmakokinetik. Amlodipin
secara signifikan meningkatkan AUC HMG-CoA reductase inhibitors setelah pemberian simvastatin
sehingga meningkatkan risiko timbulnya efek samping simvastatin. Mekanisme yang diusulkan
adalah penghambatan amlodipine terhadap metabolisme simvastatin melalui usus dan hati
CYP450 3A4.
Penggunaan secara bersama antara Amlodipin dan simvastatin sebenarnya tidak perlu dihindari
hanya saja perlu diperhatikan dosis dari simvastatin agar tidak lebih dari dosis simvastatin yang
direkomendasikan yaitu 20 mg perhari.
Sumber :
(Food and Drug
Administration)
Penyelesaian
Kasus Interaksi ini dapat dicegah sebelum obat sampai ke pasien, karena setelah pasien
memberikan resep ke instalasi Farmasi diklinik, apoteker atau TTK terlebih dahulu melakukan
pengkajian resep atau telaah resep. Saat apoteker atau TTK menemukan ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian resep, maka apoteker mengkomunikasikan hal tersebut dengan dokter yang menulis
resep.
Hasil dari konsultasi dengan dokter maka pemakaian obat simvastatin dan amlodipin dipisah atau
diberi jarak. Simvastatin digunakan malam hari setiap 24 jam dan amlodipin digunakan pagi hari
setiap 24 jam.
Saran
Untuk menghindari kasus kejadian interaksi atau kasus lanjutan akibat prescribing error, sebaiknya
apoteker atau TTK selalu melakukan pengkajian resep sebelum penyiapan obat dilakukan, agar
kesalahan dapat dihindari atau diatasi.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Kasus tersebut merupakan kasus Medication Error pada Fase
Peresepan atau disebut juga Prescribing Error, karena :
1. Pada resep terdapat 2 obat yang akan berinteraksi jika digunakan bersama yaitu
simvastatin dan amlodipin .
2. Dosis simvastatin terlalu tinggi jika akan digunakan dengan amlodipin.
Namun kesalahan pada fase peresepan yang berisiko menimbulkan efek dari interaksi obat
diatas, dapat dicegah sebelum obat sampai ke pasien, yaitu jika apoteker atau TTK yang
bertugas melakukan skrining resep terlebih dahulu.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
mengkomunikasikannya kepada dokter penulis Resep dan tidak boleh merubah tanpa izin
dokter. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Apotek
Nomor 9 Tahun 2017 Pasal 21 ayat 4 “Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep
terdapat kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis
Resep”.
THANK YOU
Pilu Lubiana Zihara