Anda di halaman 1dari 22

PAK Faktor KIMIA

Pneumokoniosis, Dermatosis, dan


Green Tobacco Sickness

Oleh : Kelompok 6
Mauril Yunita Amelia Putri Ajeng Prida
Putri (18211010109 Damayanti
(18211010103 7) (182110101163
5) )
Pneumokoniosis
Pengertian
• Suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru yang
menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut
• Pneumokoniosis merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang kronik
yang timbul akibat menghirup debu dalam waktu yang lama dengan
ditandai adanya inflamasi dari alveolus (Sinaga, Hutagalung, & Andriana,
2020).
Gejala
1) Batuk produktif yang menetap
2) Sesak napas terutama saat melakukan aktifitas dan nyeri dada.
3) Batuk pada CWP kompleks yang progresif dapat disertai dahak
berwarna kehitaman
4) Gejala non respirasi yang mungkin terjadi adalah terdapat
bengkak di kaki dan tungkai yang merupakan komplikasi lanjut
Pneumokoniosis
Penyebab Faktor Risiko
Terkumpulnya atau 1) Faktor Internal :
menumpuknya debu mineral yang (Sistem pertahanan tubuh,
tinggi di dalam paru-paru yang Usia, Jenis
kemudian merusak dan Kelamin, Status Gizi,
meyebabkan kelainan pada jaringan Kebiasaan
paru-paru. Pneumokoniosis dapat Merokok)
disebabkan oleh paparan debu yaitu
debu mineral pembentuk jaringan 2) Faktor Eksternal :
parut yang meliputi asbes, silika, (Lingkungan Kerja, Paparan
batubara, besi, berilium, timah, dan Debu,
alumunium (Rinawati, 2021). Penggunaan APD, Masa
Kerja)
Pneumokoniosis
Jenis Debu dan Pneumokoniosis :
Pneumokoniosis
Bidang kerja :
1. Pertambangan
2. Pekerja Tambang
3. Pekerja Konstruksi
4. Pandai Besi
5. Pekerja Industri
Pengolahan Batu
6. Pekerja Pabrik Semen
Pneumokoniosis
Pencegahan dan Penanganan
1. Melakukan pemeriksaan kadar debu dan menurunan kadar debu di
lingkungan kerja
2. Pengontrolan debu diruang kerja terhadap sumbernya
3. Penggunaan APD oleh pekerja disertai pemberian sosialisasi
bahaya dan dampak pajanan debu bagi pekerja
4. Pemeriksaan faal paru dan radiologi sebelum seorang menjadi
pekerja disertai pemeriksaan secara berkala
5. Melakukan sistem rotasi atau perpindahan tugas bagi pekerja
6. Berhenti merokok terutama bagi pekerja yang bekerja pada tempat-
tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit pneumoconiosis
7. Pemberikan sanksi kepada pekerja yang tidak menggunakan APD
Dermatosis
Pengertian
 Dermatosis akibat kerja adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja.

 Penyakit tersebut timbul pada waktu tenaga kerja bekerja atau melakukan pekerjaan yang
disebabkan oleh faktor yang berada pada lingkungan kerja.

 Terminologi dermatosis lebih tepat dibanding penggunaan kata dermatitis, karena kelainan kulit
akibat kerja tidak selalu berupa suatu peradangan (infeksi), melainkan juga tumor atau alergi.

Gejala 1)
2)
likenifikasi (penebalan kulit)
visura (retakan)
3) nyeri papula (tonjolan padat)
4) vesikel (tonjolan berisi cairan)
5) endema (bengkak)
6) gatal
7) kulit seperti bersisik
Dermatosis
Penyebab Faktor Risiko
Disebabkan oleh beberapa macam agen,
salah satunya adalah agen kimia. Agen kimia 1) Faktor individu
terbagi menjadi 4 kategori yaitu (Fath, ❖ Jenis kelamin
❖ Masa kerja
2015) :
❖ Higiene personal
⮚ iritan primer ❖ Penggunaan APD
⮚ Sensitizer 2) Faktor eksternal
⮚ agen-agen aknegenik ❑ Faktor Fisik
❑ Bahan Kimia
⮚ photosensitizer
Dermatosis
Bidang Kerja :
1. Pekerja Pertanian
2. Industri Garmen
3. Pekerja Konstruksi
4. Petugas Kesehatan
5. Petugas Kebersihan
Dermatosis
Pencegahan dan Penanganan
1) Melakukan pemeriksaan dan penilaian melalui identifikasi bahan-bahan yang akan
digunakan
2) Memberikan sosialisasi promosi kesehatan bahaya penyakit akibat kerja yang menyerang
kulit
3) Menggunakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja
4) Pekerja lebih memperhatikan hygiene personal selama bekerja
5) Pemberlakuan sistem rolling
6) Pemeriksaan kesehatan secara rutin bagi pekerja
7) Peningkatkan pengawasan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap pekerja
8) Pemberian peringatan ataupun sanksi tegas bagi pekerja yang tidak patuh
GTS
Green Tobacco Sickness
Pengertian
Gangguan kesehatan yang disebabkan keracunan nikotin pada saat memanen dan
mengolah daun tembakau.
Nikotin yang dimaksud berasal dari daun tembakau yang terserap melalui kontak
langsung dengan permukaaan kulit
Gejala
** Sebagian gejala dapat menjadi lebih berat
Gejala GTS mirip dengan gejala keracunan
pestisida: seperti sesak nafas, kelelahan fisik berat
▪ Mual sampai tidak dapat menggerakkan anggota
▪ Muntah tubuh, tekanan darah dan denyut nadi tidak
▪ Pusing stabil.
▪ sakit kepala ** Keluhan umumnya dirasakan 3-17 jam setelah
▪ kesulitan tidur kontak dengan daun tembakau dan akan
▪ Nafsu makan terganggu. berlangsung 1-3 hari.
GTS
Green Tobacco Sickness
Penyebab Faktor Risiko (Yusmita, 2020) :
Penyerapan nikotin pada kulit 1. Kontak erat dengan tembakau
petani tembakau dan ketika 2. Penggunaan APD
bersentuhan dengan daun 3. Pengetahuan & durasi kerja
tembakau hijau basah. 4. Adanya luka pada kulit
GTS
Green Tobacco Sickness
Bidang Kerja : Petani
Tembakau
GTS
Green Tobacco Sickness
Pencegahan dan Penanganan
Menurut Kemenkes RI (2018), berikut adalah upaya yg dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya GTS
1) Dianjurkan selalu mengganti baju setiap kali ke ladang dan pulang dari lading
2) Baju yang telah dipakai selama bekerja di lahan tembakau selalu dicuci bersih
3) Cuci tangan setelah menyentuh daun tembakau dengan air mengalir dan sabun
sebelum melakukan aktivitas lain
4) Segera mandi setelah pulang dari ladang tembakau
5) Menggunakan dan membiasakan bagi petani tembakau agar memakai (APD)
6) Mengurangi kontak langsung terhadap daun tembakau hijau yang basah
Studi Kasus !!!
Identitas
Jurnal !!!
• Judul Artikel : Profil dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja garmen di
Kota Denpasar
• Nama Jurnal : Intisari Sains Medis 2020, Volume 11, Number 2: 517-522
• Penulis : Made Wardhana, Made Martina Windari, I Gusti Ayu Agung
Dwi Karmila, Ni Luh Putu Ratih Vibriyanti Karna, Ni Made Dwi
Puspawati, I Gusti Ayu Agung Praharsisni, Luh Made Mas Rusyati,
Nyoman Suryawati
• Waktu Terbit : 1 Agustus 2020
• Metode Penelitian : Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional
study 288 pekerja garmen di empat perusahan garmen yang besar
di kodya Denpasar dengan melakukan wawancara dan
pemeriksaan klinis terhadap penyakit kulit yang muncul sejak saat bekerja.
Hasil !!!
1) Industri garment adalah industri yang memproduksi pakaian jadi dan
perlengkapannya yang menjadi salah satu industri penunjang pariwisata di
Bali. Pekerja di industri ini selalu berhubungan dengan kondisi yang basah,
kontak dengan bahan-bahan warna dan lama bekerja sekitar 8 jam sehari,
keadaan ini sangat berisiko tinggi terjadinya dermatitis kontak atau yang
lebih dikenal dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) atau occupatioanal
contact dermatitis (OCD).
2) Dari total 288 pekerja, terdapat 74 orang pekerja (25,7%) menderita
DKAK, yang terdiri dari 31 (10,8%) laki-laki dan 43  (14,9%) perempuan.
Berdasarkan kategori pekerjaannya, kategori A yang berhubungan dengan
tahap persiapan dan finishing process sebanyak 31 orang pekerja(41,9%),
dan kategori B yang mana pekerja yang selalu berhubungan dengan bahan
kimia pada kain, sablon dan printing dan dalam kondisi basah sebesar 43
orang pekerja (58,1%). Penggunaan APD juga sangat kecil, pekerja tidak
Hasil !!!
3) Pekerja katagori B paling banyak menderita dermatitis kontak iritan,
dan pada katagori A lebih banyak dermatitis kontak alergi. Lokasi lesi
paling banyak pada tangan/lengan bawah. Pada semua penelitian DKAK
akut lebih banyak dijumpai, karena iritan paling banyak penyebabnya. Dari
penelitian ini diketahui sebanyak 288 pekerja garment 74 orang (25,7%)
menderita DKAK, hampir semua pekerja tidak memakai pelindung. Sebelas
pekerja dengan DKAK dilakukan patch test dengan Parabens mix,
Potassiumbichromat, dan Formaldehyde memberikan hasil yang positif.
Dengan edukasi dengan mempergunakan alat pelindung diri maka dari 74
pekerja, dengan konsisten memakai alat pelindung diri maka 46 pekerja
(62,16%) mengalami perbaikan.
Referensi
Cui, K., Shen, F., Han, B., Liu, H., & Chen, J. (2018). Establishment and application of an index system for
prevention of coal workers’ pneumoconiosis: a Delphi and analytic hierarchy process study in four state owned
coal enterprises of China. OEM, 1-7.
Laila, F., & Sugiharto. (2017). Keluhan Dermatosis Pada Pekerja Pengupas Singkong. HIGEIA, 1(1), 65-72.
NOISH. (2014). Centers for Disease Control and Prevention. Retrieved 3 20, 2020, from
https://www.cdc.gov/niosh/topics/greentobaccosickness/default.html#:~:text=Green%20tobacco% 20sickness
%20(GTS)%20is,or%20morning%20dew%2C%20or%20perspiration.
Sinaga, N. N., Hutagalung, P., & Andriana, J. (2020). Waspada Pneumokoniosis Pada Pekerja di Industri
Pertambangan. Jurnal Kedokteran, 8(1), 935-945.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Kenali dan Cegah GTS (GREEN TOBACCO SICKNESS).
OSHA. (2015). Recommended Practices: Green Tobacco Sickness. 6742, 1–5. www.osha.gov
Pramantara, I., & Brathiarta, I. (2014). Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Pekerja Garmen. E-Jurnal Medika
Udayana, 3(1), 97–108.767–772. https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.404
Rinawati, P. (2015). COAL WORKER ’ S PNEUMOCONIOSIS. 4, 49–56.
Tombeng, M., Darmada, I., & Darmaputra, I. (2014). Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Petani. 6, 2.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4882/3668/
Yusmita, D., & Devie, P. (2020). Green Tobacco Sickness pada Petani Tembakau. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 12, 767–772.
Referensi
Wardhana, M., Windari, M. M., Karmila, I. G. A. A. D., Karna, N. L. P. R. V., Puspawati, N. M. D., Praharsisni, I. G. A.
A., Rusyati, L. M. M., & Suryawati, N. (2020). Profil dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja garmen di Kota
Denpasar. Intisari Sains Medis, 11(2), 517. https://doi.org/10.15562/ism.v11i2.649
Yusmita, D., & Sri Astari, P. D. (2020). Green Tobacco Sickness pada Petani Tembakau. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 12(2),
Akmal, D., & Hari, K. (2017). Prevalensi Kasus Green Tobacco Sickness Pada Pekerja Petani Tembakau di Bantul.
Berita Kedokteran Masyarakat Universitas Gajah Mada, 6, 311–316.
Megah, A., Kusyogo, C., & Aditya, K. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Presepsi Tentang Masalah Kesehatan Kerja
Dan Perikalu Penggunaan Alat Pelindung Diri Petani Tembakau. Jurnal Ilmu Keperawatan Komunitas
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah, 1, 1–7.
Puspitasari, Y. ., Syamsulhuda, B. ., & Kusyono, C. (2019). Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Kerja
Aman(Safety Behavior) Petani Tembakau di Kabupaten Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, 7, 545–553.
Risamasu, A., Kabiran, I., Trikumala, I., Febrianti, T., & Marina, N. (2021). Kajian Pustaka: Hubungan Durasi Kerja
dengan Pneumokoniosispada Pekerja Tambang Batubara. CoMPHI Journal: Community Medicine and Public
Health of Indonesia Journal, 2, 155–161.
Sinaga, N., Hutagalung, P., & Andriana, J. (2020). WASPADAPNEUMOKONIOSIS PADA PEKERJA DI INDUSTRI
PERTAMBANGAN. Jurnal Kedokteran, 8, 935–945.
Referensi
Anshar, R., Pramuningtyas, R., & Usdiana, D. (2017). Hubungan Pekerja Basah Dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Akibat Kerjapada Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit X Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan. Biomedika,
8(2), 25–30. https://doi.org/10.23917/biomedika.v8i2.2913
Anugrah, Y. (2014). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA
PEKERJA PENGGILINGAN DIVISI BATU PUTIH DI PT. SINAR UTAMA KARYA. Unnes Journal of
Public Health, 3(1), 1–9.
Nanto, S. S. (2015). Kejadian Timbulnya Dermatitis Kontak Pada Petugas Kebersihan. Medical Journal of Lampung
University, 4(November), 147–152.
Paendong, R., Pandaleke, H., & Mawu, F. (2017). Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Petugas
Cleaning Service di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-CliniC, 5(2).
https://doi.org/10.35790/ecl.5.2.2017.18283
Regia, R. A., & Oginawati, K. (2017). Potensi Bahaya Debu Silika Terhadap Kesehatan Pandai Besi Desa Mekarmaju
Kabupaten Bandung. Jurnal Dampak, 14(2), 73. https://doi.org/10.25077/dampak.14.2.73-80.2017
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai