Anda di halaman 1dari 26

SIMONE WEIL:

Kebebasan dalam Batasan Kebutuhan

Oleh Kelompok 3;
• Muhammad Elfiansyah Alaydrus (210201007)
• Mulchand (210201008)
• Martinus Tukiran (210201005)
• Suryadi (210201011)
• Vega Guinadi (210202032)
• Yohanis Elia Sugianto (220201017)

Jakarta, 3 November 2022


Agenda

• Siapa Simone Weil


• Dualitas Manusia
• Dunia Manusia vs. Dunia Spiritual dan Hukum-Hukumnya
• Gravitasi Moral
• Kehendak Bebas
• Dunia Spiritual
• Tindakan Bebas
• Necessity Moral
• Necessity Natural
• Kesimpulan
Siapa Simone Weil (1909–1943)

• Seorang filsuf Prancis dengan keinginannya yang gigih


untuk kebenaran dan keadilan membawanya ke akademi
elit dan lantai pabrik, praksis politik dan kesendirian
spiritual.
• Pada waktu yang berbeda dia adalah seorang aktivis,
seorang pasifis, seorang militan, seorang mistikus, dan
seorang pengasingan; tetapi sepanjang, dalam
penyelidikannya terhadap realitas dan orientasi pada
kebaikan, dia tetap menjadi seorang filsuf.
• Weil adalah seorang filsuf paradox, sebagian pemikiran
Weil menentang kategorisasi, tetapi di sisi lain konsep
filosofis Weil diartikulasikan dan dikembangkan dalam
prinsip kategoris yang menyajikan filosofinya saat
berbicara tentang keprihatinannya.
• Mengikuti perkembangan filosofis Weil, konsep
sentralnya dibahas di bawah lima kategori: filsafat sosial-
politik, epistemologi, etika, filsafat metafisik dan agama,
dan estetika.
Ringkasan Pemikiran Weil akan Kebebasan

Beroperasi tanpa
Moral motif dan tanpa selalu bebas
pilihan

Bebas jika
melawan GM
Beroperasi dari Hukum
Necessity dg kerendahan
dalam diri Gravitasi
hati,
manusia moral
pengosongan
diri
Natural

Bebas jika
Beroperasi dari Peristiwa
pasif dan
luar diri manusia alam
patuh
Dualitas Manusia

• Plato – dualitas dalam jiwa manusia sebagai kereta yang ditarik oleh dua ekor
kuda, yang masing-masing menarik jiwa ke arah yang berlawanan: yang satu taat
pada akal budi, yang satunya lagi impulsif dan berakhlak rendah.
• Sokrates (Phaedo) - dualitas pada tubuh dan jiwa manusia, dengan tubuh ke arah
jasmaniah, sedangkan jiwa ke arah spiritual.
• Homer dalam Iliad, menggambarkan dualitas dalam diri manusia sebagai mainan
dari kekuasaan (power). Menanggapi itu, Simone Weil mengatakan,

Such is the nature of force. … It petrifies differently but equally the souls of
those who are its victims and those who wield it. … The battles are not decided
between men who plot and calculate, make and execute decisions, but between
men stripped of their faculties, transformed and fallen down to the level
sometimes of inert matter which is nothing more than mere passivity and
sometimes of blind forces which are nothing more than mere motive power.
Dualitas Manusia

• Bagi Weil dualisme pada diri manusia itu terkait pada yang
natural dan supernatural, atau kemampuan dan kelemahan moral
dan spiritual manusia. Supernatural yang dimaksud oleh Weil
adalah hal yang berlawanan dengan yang natural dari manusia.

All men bear this animal nature within them. It determines their attitude
towards their fellows, with or without their knowledge and consent. Thus it
sometimes happens that without the mind realising anything, the animal
nature in a man senses the mutilation of the animal nature in another and
reacts accordingly. It is the same for all possible situations and the
corresponding animal reactions. This mechanical necessity holds all men in
its grip at every moment. They only escape from it in proportion to the place
held in their souls by the authentically supernatural.
Dunia Manusiawi dan Spiritual dan
Hukumnya

• Terkait dualitas natural dan supernaturalnya Weil, ada dunia


manusiawi dan juga ada dunia spiritual di tingkat yang lebih tinggi.
Keduanya memiliki hukumnya masing-masing. Di dunia manusiawi,
yang berkuasa adalah hukum-hukum gravitasi moral yang
menggambarkan yang natural dari manusia, sedangkan di dunia
spiritual Weil menyebutnya “hukum-hukum di domain spiritual” yang
menggambarkan yang natural dari kebaikan dan realitas spiritual.
Sebagaimana realitas fisik masuk ke dalam hidup manusia, demikian
pula realitas spiritual dapat masuk ke dalam kehidupan pribadi
manusia, namun untuk itu, orang harus menyadari akan realitas
spiritual itu dan realitas itu sendiri harus masuk ke dalam hidup orang
tersebut paling tidak hingga tingkat tertentu, karena manusia dapat
menjalani hidup mereka dengan melupakan realitas spiritual ini.
Gravitasi Moral

Beroperasi tanpa
Moral motif dan tanpa selalu bebas
pilihan

Bebas jika
melawan GM
Beroperasi dari Hukum
Necessity dg kerendahan
dalam diri Gravitasi
hati,
manusia moral
pengosongan
diri
Natural

Bebas jika
Beroperasi dari Peristiwa
pasif dan
luar diri manusia alam
patuh
Gravitasi Moral

Dalam dunia manusiawi, Weil melihat manusia tunduk pada necessity, human nature,yakni
kelemahan manusia dalam menghadapi berbagai situasi hidup yang dapat dikatakan,
mencobai/menguji mereka. Necessity ini terpola dan mirip hukum, yang membuat tindakan dan
reaksi manusia dapat diprediksi, yang dikendalikan oleh hukum-hukum gravitasi moral yang ada di
dalam diri mereka, yang mirip seperti hukum gravitasi Newton, yang dengannya, manusia tunduk
pada mekanisme gravitasi. Istilah “gravitasi” memiliki makna yang penting di sini sebagai yang
menarik manusia secara moral ke bawah, menjadikan mereka “jahat” yang memaksa mereka untuk
bertindak dari motif-motif yang “rendah.”
Tindakan itu tidak terlalu buruk ketika perilaku mereka dari luar tampak selaras dengan nilai-nilai
keadilan dan kepedulian untuk orang lain kendati motifnya itu sudah bercampur, misalnya ada
motif kepentingan diri. Tindakan yang terburuk ketika manusia ditarik ke bawah, ke dalam
kejahatan karena mereka kemudian kehilangan seluruh penglihatan akan kebaikan. Weil
berpendapat bahwa semua manusia tanpa terkecuali harus berjuang melawan necessity di dalam
diri mereka karena jika tidak, mereka akan tunduk kepadanya.
Gravitasi Moral

• Dalam situasi normal/stabil di mana pengaturan sosial memastikan


masyarakat kurang lebih memiliki kekuasaan/kekuatan (power) yang
sama/mirip, manusia saling menghormati satu sama lain, mentaati
aturan-aturan keadilan, saling bekerja sama, menghukum mereka
yang melanggar aturan hukum yang ada. Namun, ketika keadaan
berubah terhadap “nasib baik/keuntungan” seseorang atau
sekelompok orang, keseimbangan yang baru terbentuk. Orang yang
sebelumnya menghormati orang lain, sekarang mengambil
keuntungan dari mereka. Weil mengatakan,

The human spirit is so constituted that what is just is only examined if there is
equal necessity on both sides. But if one is strong and the other weak, that which
is possible is imposed by the first and accepted by the second.
Gravitasi Moral

When a human being is in any degree necessary to us, we cannot desire


his good unless we cease to desire our own. Where there is necessity
there is constraint and domination. We are in the power of that of which
we stand in need, unless we possess it.

When a human being is attached to another by a bond of affection which


contains any degree of necessity, it is impossible that he should wish the
autonomy to be preserved both in himself and the other.

• Inilah contoh dari apa yang Weil sebut dengan “hukum-hukum gravitasi
moral” yang menggambarkan perilaku natural manusia atau sifat hewani
yang ada pada manusia, yang di sini disebut juga oleh Weil sebagai
necessity.
Ringkasan Pemikiran Weil akan Kebebasan

Beroperasi tanpa
Moral motif dan tanpa selalu bebas
pilihan

Bebas jika
melawan GM
Beroperasi dari Hukum
Necessity dg kerendahan
dalam diri Gravitasi
hati,
manusia moral
pengosongan
diri
Natural

Bebas jika
Beroperasi dari Peristiwa
pasif dan
luar diri manusia alam
patuh
Kehendak Bebas

• Ketika manusia takluk kepada kekuatan-kekuatan gravitasi moral itu, mereka ditarik, jatuh secara
moral ke bawah, dan bertindak dalam perbudakan necessity. (Bagi Weil kejahatan dan
kekuatan/kekuasaan berasal dari keluarga yang sama).
• Ketika orang berhubungan/bersentuhan dengan kejahatan, baik sebagai subjek (pelaku
kejahatan) atau objek (korban kejahatan), ia mengaktifkan mekanisme gravitasi moral dalam
dirinya. Sebagai subjek, ia mengizinkan kejahatan memasuki jiwanya dan kejahatan itu mengakar
di sana dan menyebar seperti kanker dan ia ditransformasi olehnya dan beresiko menjadi “objek”
(a thing atau matter) dan bertindak tanpa cahaya kebaikan dan berada di bawah
paksaan/tekanan necessity. Sebagai objek, ia sangat tergoda untuk mengembalikan kejahatan ini
ke asalnya, yakni untuk balas dendam. Hal itu akan dilakukannya secara otomatis, kecuali ia
memiliki relasi dengan kebaikan dan dapat menjaga pandangannya tetap ke arah kebaikan itu,
artinya cahaya kebaikan itu – pengetahuan moral - tetap terjaga agar tidak redup oleh godaan itu.
Dalam melaksanakan apa yang ia rencanakan untuk membalas dendam itulah ia bertindak
“seperti objek” (a thing atau matter) orang yang lepas kontrol, dan ia menjadi takluk pada
necessity, ia tidak bebas.
• Ketika orang bertindak dari kebencian, kedengkian, atau keserakahan, ia kehilangan cahaya yang
baik dan tunduk pada mekanisme gravitasi. Dia tidak bebas.
Kehendak Bebas

• Ketika orang bersentuhan dengan kejahatan, ia beresiko berubah menjadi “a thing”


sehingga kehendaknya bukan lagi menjadi miliknya, melainkan dipinjamkan kepada
kejahatan dalam melayani mekanisme gravitasi moral. Menurut Weil, seluruh kejahatan
tunduk pada gravitasi moral, maka sesungguhnya tidak seorang pun yang jahat secara
sukarela. Ia mengatakan,

When a man turns away from God he simply gives himself up to the law of moral
gravity. He then believes he is deciding and choosing, but he is only a thing, a falling
stone. If we examine human society and souls closely and with real attention, we see
that wherever the virtue of supernatural light is absent, everything is obedient to
mechanical laws as blind and as exact as the laws of gravitation.

• Namun, Weil berpendapat bahwa manusia memiliki pilihan untuk mengizinkan hal itu
terjadi atau tidak, dalam pengertian bahwa individulah yang tunduk atau takluk kepada
kekuatan-kekuatan itu, karena kekuatan itu merupakan bagian dari masing-masing
individu. Manusia tidak harus tunduk padanya. Itulah kebebasan yang dimilikinya dan
kebebasan itu hilang ketika ia tunduk atau takluk kepada kekuatan-kekuatan itu.
Dunia Spiritual

• Di dunia manusiawi, mekanisme gravitasi moral yang berkuasa mengubah penderitaan


menjadi kejahatan. Sebaliknya, ketika orang mendapatkan akses ke dunia spiritual,
kemurnian akan menarik kejahatan dan menghancurkannya dengan mengubahnya
menjadi penderitaan,

The contact with perfect purity dissociates the suffering and sin which had been mixed
together so indissolubly. The part of evil in the soul is burnt by the fire of this contact
and becomes only suffering, and the suffering is impregnated with love.

The false God changes suffering into violence. The true God changes violence into
suffering.

• Allah yang palsu adalah allah dari dunia gravitasi moral dan Allah yang sejati berasal dari
dunia spiritual. Orang yang memiliki kebaikan tidak dapat dicederai oleh kejahatan
selama ia bisa mempertahankan kebaikan itu. Namun, itu tidak berarti bahwa dia
terbebas dari penderitaan, tetapi penderitaan itu tidak membuatnya melakukan
kejahatan,
Dunia Spiritual

If someone does me an injury I must desire that this injury shall not degrade me. I
must desire this out of love for him who inflict it, in order that he may not really
have done evil.

Weil meyakini bahwa ketika orang tersingkir dari nilai-nilai spiritual, ketika ia tidak
memiliki nilai-nilai itu, ia tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan tidak bebas karena ia
kemudian tunduk pada kekuatan yang menggantikan kehendaknya, kekuatan itu
bekerja melalui kehendaknya. Kehendaknya telah diserang, diduduki, dan tidak lagi
menjadi miliknya. Kelihatannya ia yang memutuskan, memilih, membuat rencana,
tetapi bukanlah dia pengarang dari keputusan, pilihan, dan rencana itu.

Ce que la nature opère méchaniquement en moi: j’en suis pas l’auteur.

I am not the author of what nature operates in me mechanically.


Tindakan bebas untuk melepaskan diri
dari necessity

• Weil mendefinisikan “tindakan bebas” sebagai tindakan yang tidak tunduk pada
mekanisme gravitasi, tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berdasarkannya
mereka beroperasi, tindakan yang berlawanan dari apa yang didiktekan.
• Ia mengatakan bahwa semua keinginan untuk mendapatkan penghargaan,
kompensasi, penghiburan yang mengotori sedemikian banyak tindakan moral kita,
muncul dari ego yang memiliki kecenderungan untuk memperluas karena jiwa tidak
mampu menanggung kekosongan yang tercipta di dalamnya akibat apa yang keluar
dari kita, apa yang kita berikan, atau rasa sakit dan penghinaan yang kita terima.
Keinginan untuk merasa penting, untuk merasa diperhitungkan, itulah yang membuat
keberadaan seseorang dianggap/diakui. Semua kejahatan adalah bentuk perluasan :
menyakiti orang lain, memaksakan kehendak ke atas orang lain, mengambil milik orang
lain dengan kekerasan atau tipuan, mengancam orang lain, memaksakan
keberadaannya pada orang lain. Melalui itu semua, orang dipandang, memiliki
kekuasaan, sehingga dalam pandangannya, ia bertambah besar.
Tindakan bebas untuk melepaskan diri
dari necessity

• Untuk melepaskan diri dari necessity yang dipaksakan oleh gravitasi moral, kita harus mau
menanggung kekosongan dan menolak perluasan jiwa. Kerendahan hati adalah penolakan untuk
berada dalam diri sendiri, penolakan untuk diidentifikasi dengan ego sendiri. Ini melibatkan
pelepasan keterikatan-keterikatan yang menjadi makanan dari ego kita. Dalam ketergantungan
kita pada apa yang kita terima dan butuhkan, kita tunduk pada mekanisme gravitasi moral dan
dengannya kita tidak bebas.
• Selama kita terus mengatakan “aku”, kita terus hidup dengan ego kita, tetap tertancap di dalam
dunia gravitasi moral. Melepaskan ego berarti melepaskan keterikatan-keterikatan, mati terhadap
diri sendiri, terhadap ego yang ada di dalam diri kita. Itulah hal yang dapat dilakukan oleh setiap
individu untuk dirinya sendiri. Ini membutuhkan kerja, kerja batin. Inilah satu-satunya tindakan
bebas: mencabut jangkar kita dari dunia gravitasi moral. Sisanya akan diselesaikan oleh rahmat
Allah.

We possess nothing in the world—a mere chance can strip us of everything—except the power
to say ‘I’. That is what we have to give to God—in other words, to destroy. There is absolutely no
other free act which it is given us to accomplish—only the destruction of the ‘I’.
Ringkasan Pemikiran Weil akan Kebebasan

Beroperasi tanpa
Moral motif dan tanpa selalu bebas
pilihan

Bebas jika
melawan GM
Beroperasi dari Hukum
Necessity dg kerendahan
dalam diri Gravitasi
hati,
manusia moral
pengosongan
diri
Natural

Bebas jika
Beroperasi dari Peristiwa
pasif dan
luar diri manusia alam
patuh
Necessity Moral

• Menurut Weil, hanya ada dua arah yang dapat diberikan kepada hidup manusia. Jika kita
berpaling atau tetap menghadap ke arah yang satu, kita tunduk pada gravitasi moral dan kita
tidak memiliki kebebasan. Jika kita berpaling ke arah yang lain, tindakan-tindakan kita akan
tunduk pada necessity moral.
• Necessity dalam necessity moral berbeda dengan necessity dalam gravitasi moral. Necessity
moral mengangkat, memberi seseorang sayap, sementara gravitasi moral menarik orang ke
bawah ke arah kejahatan yang merendahkan seseorang secara moral. Maka, ketika seseorang
bertindak dari necessity moral, ia didorong untuk bertindak, artinya ia tidak ditarik oleh tujuan
apa pun, dia tidak melakukannya untuk melakukan kebaikan, karena membantu seseorang yang
membutuhkan demi berbuat kebaikan, merupakan tindakan untuk penghargaan, sebuah tujuan
eksternal, di mana tindakannya menjadi sarana, sedangkan ketika kebaikan itu murni, kebaikan
itu merupakan penghargaan itu sendiri dan ia bertindak sebagai agen yang disengaja dengan
menggunakan kecerdasannya untuk melakukan dengan cara terbaik. Dalam belas kasihnya tidak
ada pertanyaan baginya apakah ia akan pergi membantu orang lain atau tidak. Dia tidak
melakukan penimbangan apa pun. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal yang tidak terbuka
sebagai pilihan baginya. Weil menggambarkan ini sebagai jenis kepahlawanan yang paling murni.
Oleh karenanya ia bebas.
Ringkasan Pemikiran Weil akan Kebebasan

Beroperasi tanpa
Moral motif dan tanpa selalu bebas
pilihan

Bebas jika
melawan GM
Beroperasi dari Hukum
Necessity dg kerendahan
dalam diri Gravitasi
hati,
manusia moral
pengosongan
diri
Natural

Bebas jika
Beroperasi dari Peristiwa
pasif dan
luar diri manusia alam
patuh
Necessity Natural

• Necessity natural beroperasi pada manusia dari dalam dan dari luar. Ketika
beroperasi dari dalam, Weil menyebutnya sebagai gravitasi moral karena
menarik orang secara moral ke bawah dan bekerja melalui diri dan pada diri
sendiri, dalam arti ego. Sumber dan objeknya adalah diri; nature yang
dimaksud adalah human nature. Untuk bebas kita tidak boleh tunduk atau
takluk kepada mekanisme-mekanisme gravitasi, melainkan harus menyangkal
diri. Ini membutuhkan kerja.
• Necessity natural juga beroperasi pada manusia dari luar melalui
determinasinya dari peristiwa-peristiwa luar yang mengganggu kehidupan
mereka, termasuk pekerjaan gravitasi fisik, tapi tidak terbatas pada itu.
Nature yang dibicarakan di sini adalah domain dari hukum-hukum alam ilmu
fisika. Kontrol manusia atas peristiwa-peristiwa ini terbatas. Manusia sejak
dahulu telah mengalami bencana alam, gempa bumi, kelaparan, sampar
termasuk yang diakibat oleh kelalaian, ketidakbertanggungjawaban,
keserakahan, dan keegoisan manusia.
Necessity Natural

• Mengenai necessity natural yang mengganggu dan mempengaruhi kehidupan


manusia dari luar ini, Weil mengatakan bahwa manusia harus membuat dirinya pasif
dan patuh kepadanya seperti materi. Dengan kata lain, manusia harus menerima apa
yang menimpanya, sabar dalam menghadapi kemalangan. Melawan, mencoba dan
menegaskan diri kita di hadapannya, mengadu kekuatan kita melawannya adalah sia-
sia. Hanya dengan melepaskan kecenderungan alami kita yang menolak, mengeluh,
mencari penghiburan atau kompensasi atas hal itu, dan membiarkan hal itu terjadi,
kita akan bebas. Ini yang dimaksud oleh Weil dengan “mentaati necessity,” membuat
diri kita sepatuh ombak yang ditiup angin di laut. Menerima dan mematuhi necessity
natural yang mengganggu kehidupan kita dari luar ini, berarti menyangkal diri karena
dengan memaksa diri untuk melawannya dengan mengeluh, mencari penghiburan
dan kompensasi berarti melekat kepada diri, ego.
• Namun, pada kedua kasus necessity natural, yang dari dalam maupun dari luar, jalan
menuju kebebasan terletak pada arah yang sama, yakni yang satu mentaati necessity
natural dan lainnya melepaskan keterikatan kita pada dunia ini dengan
menolak/menyangkal diri, dan sesungguhnya keduanya melakukan hal yang sama.
Kesimpulan

• Konsep kebebasan manusia berdasarkan pemikiran Weil terletak pada arah


kebaikan atau pada kemurnian kasih seseorang akan kebaikan. Orang
menjadi dirinya sendiri ketika bergerak ke arah persatuan dengan kebaikan,
yakni menemukan keotentikan sehingga tindakannya datang dari dirinya
sendiri. Namun, orang bergerak ke arah itu bukan oleh kehendak, melainkan
oleh rahmat Allah, bukan hasil perjuangan atau usaha apa pun dari dirinya.
Itulah yang dibuat di dalam dirinya oleh kebaikan yang mana ia menjaga
hubungan dengannya. Oleh karena itu, orang tidak dapat menerima
penghargaan apa pun untuk itu, melainkan harus memandangnya sebagai
karunia dengan rasa syukur. Saat ia menerima penghargaan atasnya, ia
kehilangan kebebasannya karena menerima penghargaanan berarti
munculnya kembali bagian jiwa yang mengatakan 'aku', dan itu berarti
perubahan ke arah yang berlawanan, menjadi terjebak dalam mekanisme
gravitasi dan kehilangan kebebasannya.
Kesimpulan

Beroperasi tanpa
Moral motif dan tanpa selalu bebas
pilihan

Bebas jika
melawan GM
Beroperasi dari Hukum
Necessity dg kerendahan
dalam diri Gravitasi
hati,
manusia moral
pengosongan
diri
Natural

Bebas jika
Beroperasi dari Peristiwa
pasif dan
luar diri manusia alam
patuh
Daftar Pustaka

• Dilman, Ilham. Free will: An historical and philosophical introduction.


Routledge, 2013.
• Thibon, Gustave. Simone Weil: Gravity and Grace. London: Routledge, 2003.
• Weil, Simone. Waiting on God. New York: Routledge, 2010.
• ____________ Science, Necessity and the Love of God. London: Oxford
University Press, 1968.

Anda mungkin juga menyukai