NIM: 220201017
Tulisan ini dibuat berdasar pada ulasan Evan Thompson perihal struktur perilaku
manusia. Ulasan Evans ini sendiri terdapat dalam buku Mind in Life; Biology,
Phenomenology and The Science of Mind. Buku ini diterbitkan oleh Belknap Press of
Harvard University Press pada tahun 2007. Bagian perihal struktur perilaku manusia
adalah bagian dari buku ini dan dapat ditemukan pada halaman 66-87. Ulasan ini sendiri
didasarkan pada buku The Structure of Behaviour yang adalah buku pertama tulisan
Maurice Merleau-Ponty. Buku ini diterbitkan pada tahun 1942. Dalamnya Merleau-Ponty
berusaha menjelaskan hubungan antara kesadaran dengan alam. Titik pijaknya adalah
dengan merevisi cara berpikir klasik tentang materi, kehidupan dan cita (Evan, 78).
Kendati demikian, agar dapat memahami sungguh ulasan Evans ini, dalam
beberapa bagian tulisan, dirujuk pula sumber primer ulasan Evan yang adalah buku The
Structure of Behaviour juga buku tulisan Dr. Thomas Hidya Tjaya, Ph.D yang berjudul:
Merleau-Ponty dan Kebertubuhan Manusia.
Struktur Perilaku
Ordo Manusia
Ciri khas tatanan manusia terletak pada orisinalitas struktur dan bentuk
perilakunya yang khas karena bersifat simbolik. Pada manusia, sistem simbol ini tak
hanya terkait dengan benda atau peristiwa yang dilambangkan tapi juga dengan simbol-
simbol lainnya. Relasi keterkaitan demikian lantas memungkinkan terciptanya ragam
ekspresi pun representasi dari hal yang sama. Peran simbol atas cara demikian
menegaskan kemampuan mental yang dapat senantiasa menangkap objek yang
mengandung dalamnya ragam aspek dan perspektif. Bagi Merleau-Ponty, keunikan
mental dalam cara demikian terbentuk lewat pemaknaan yang terjadi dalam budaya.
Maka dari itu, perilaku simbolik sejatinya senantiasa menyebabkan terciptanya sebuah
lingkungan yang baru, sebuah lingkungan dimana relasi antar simbol berjalan dalam asas
dasar kebermaknaan. Tindakan diambil manusia berdasarkan kesadaran atas makna asli
dan isi konkret dari simbol-simbol dalam lingkungan itu sendiri (Maurice, 1963, hlm. 162).
Berdasar hal itu, menurut Merleau-Ponty objek asli dari persepsi manusia baik
secara ontogenetik pun fenomenologis senantiasa merupakan tindakan yang disengaja
dari subjek manusia lainnya (Maurice, 1963, hlm. 163). Terjadi demikian karena bagi
Ponty persepsi tindakan dari subjek lain adalah dasar dari persepsi tentang benda-benda
sebagai objek sebagaimana yang hidup dalam budaya. Maka dari itu, cara tepat dalam
memahami persepsi manusia adalah dengan melihat atas cara bagaimana manusia
lainnya mengekspresikan niatnya. Peran niat di sini adalah sebagai “realitas yang
dialami”. Evan dalam menjelaskan ini mengajak kita melihat realitas pertama yang
dialami bayi lewat persepsi visual. Dalam realitas ini oleh bayi, wajah ibu tidak dillihat
sebagai kumpulan kualitas sensorik, melainkan pusat ekspresi dan tindakan yang
disengaja (Evan, 2007, hlm. 77). Lewat analisa terhadap hal tersebut nampaklah bahwa
senantiasa persepsi bersifat fisiognomi karena lahir dari sebuah perjumpaan fisik.
Perjumpaan adalah syarat mutlak adanya penilaian.
Persepsi dalam artian demikian kemudian oleh Ponty dipandang sebagai hal yang
mendorong manusia untuk bekerja. Persepsi dalam hal ini memampukan manusia untuk
melihat lingkungan dalam keterarahan pada masa depan dan segala kemungkinan yang
ada dalamnya. Menurut Ponty karena tindakan kerja adalah sebuah usaha untuk melihat
ke depan, bekerja merupakan sebuah tindakan yang disengaja oleh manusia dengan
maksud menghasilkan sebuah lingkungan yang baru dengan mengubah sifat fisik
kehidupan (Maurice, 1963, hlm. 162). Ini adalah struktur hidup khas manusiawi, karena
lewatnya adaptasi terhadap kehidupan lahir dari cara manusia memandang dirinya dan
dunia. Dunia dipandang sebagai realitas (sosial dan budaya) yang dibuat oleh manusia
dan tak dibiarkan tetap berjalan sebagaimana adanya. Menjadi begitu berbeda dengan
hewan, manusia dengan menyadari dirinya sebagai realitas yang senantiasa bergerak ke
depan, senantiasa berusaha agar melampaui hewan dengan tak jemu-jemunya
menciptakan hal baru bagi kehidupannya. Kebermaknaan realitas sebagaimana yang
disimbolkan oleh manusia dalam budaya adalah hal yang mengharuskan manusia untuk
bertindak dalam keterarahan pada masa depan. Maka dari itu pelampauan atas hari ini
adalah hal yang wajib diperbuat oleh manusia.
Lewat semua ini, oleh Evan, Merleau-Ponty menunjukkan struktur perilaku manusia
dalam konsep fenomenologinya adalah sikap yang tepat dalam memahami perilaku
manusia. Alasannya adalah, karena dalamnya materi, kehidupan dan pikiran atau fisik,
vital dan manusia dilihat sebagai sebuah struktur alam yang pemahaman atasnya
didasari pada kenyataan sejauh mana semua itu disadari oleh manusia (Evan, 2007, hlm.
86). Kesadaran atas struktur atau bentuk pada titik ini dasar dari segala usaha untuk
memahami perilaku manusia.