Anda di halaman 1dari 31

FARMAKOTERAPI REMATIK:

OSTEO ARTRITIS
PENDAHULUAN
 Rematisisme dalam pengertian umum adalah
istilah yang digunakan untuk artropathy, serta
penyakit pada jaringan lunak serta jaringan
sendi.
 Sedangkan artritis lebih dititik beratkan pada
peradangan sendi.
 Kedua istilah tersebut sering dipertukarkan
khususnya oleh orang awam untuk
menggambarkan nyeri dan penyakit pada
sistem muskuloskeletal
OSTEO ARTRITIS
 Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif
atau artritis hipertropi.
 Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan
berhubungan pula dengan usia lanjut.
 Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas,
pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi
tanagn dan sendi besar yang menanggung beban.
 Seringkali berhubungan dengan trauma,
mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress
oleh beban tubuh.
Patofisiologi osteoartritis
 Patofisiologi osteoartritis melibatkan
degenerasi tulang rawan, umumnnya pada
sendi besar seperti pada paha dan lutut.
 Pada osteoartritis penyakit seringkali hanya
menyerang satu sendi atau beberapa sendi
dan umumnya unilateral.
 Nyeri yang dirasakan pada penyakit ini sering
digambarkan sebagai nyeri dalam, akan
bertambah nyeri bila melakukan latihan atau
suatu pekerjaan.
PENANGANAN OSTEO
ARTRITIS : Tujuan Terapi
 Manajemen pasien OA di awali dengan
penegakan diagnosa yang didasarkan
kepada anamnesa yang cermat,
pemeriksaan klinik dan pemeriksaan
radiologik.
 Pengobatan haruslah di sesuaikan secara
individual, yang terdiri dari edukasi pasien,
fisioterapi dan okupasi terapi, penurunan
berat badan dan terapi obat
Outcome yang diharapkan dari
terapi osteoartritis adalah :
 Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
dan kekakuan sendi
 Menjaga dan meningkatkan mobilitas sendi
 Membatasi kerusakan fungsional.
 Mencegah progresifitas penyakit atau
mencegah penyakit menjadi kronis
Terapi Non Farmakologi
 Edukasi Pasien
 Edukasi pasien mengenai penyakit adalah
penting untuk meningkatkan pengetahuan
dan kepatuhan terhadap pengobatan.
 Materi edukasi yang dapat diberkan
diantaranya mengenai penyakit, prognosis
dan apa yang akan dilakukan, yang meliputi
gejala, fungsi penggunaan obat dan
pentingnya kontrol.
 Penurunan Berat Badan
 Konsultasi gizi untuk program penurunan berat
badan bagi pasien OA yang kegemukan adalah
penting, karena kegemukan akan meningkatkan
beban biomekanis pada sendi yang menopang
berat badan serta dapat menyebabkan kontraksi
otot yang menyangga dan menstabilkan sendi.
 Penurunan berat badan akan dapat mengurangi
gejala dan mengurangi kecacatan (disability).
 Suplemen Glukosamin dan Kondroitin
 Glukosamin dan kondroitin lebih dikenal
sebagai suplemen makanan daripada obat.
Di Indonesia telah beredar produk pabrikan
dalam bentuk susu. Glukosamin tablet salut
gula juga telah dipasarkan .

 Glukosamin dan kondroitin telah dilaporkan cukup
efektif dalam pengobatan OA pada beberapa
penelitian di Asia dan Eropa. Glukosamin adalah
suatu aminosakarida dan salah satu komponen
tulang rawan.
 Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa
glukosamin memainkan peranan penting dalam
respon metabolik sepertipeningkatan sintesia tulang
rawat spesifik tipe II kolagen pada kondrosit fetal
manusia. Kondroitin sulfat juga terlihat mempunyai
efek yang mirip dalam meningkatkan konsentrasi
proteoglikan dan menurunkan aktivitas
kollagenolitik.
 Namun demikian, FDA (Food and Drug
Administration) Amerika belum menyatakan
glukosamin dan kondroitin sebagai obat dalam
pengobatan OA, karena masih diperlukan penelitian
prospektif jangka panjang.
 Terapi Fisik
 Terapi fisik untuk pasien OA haruslah dirancang
secara individual. Intervensi terapi fisik idealnya
dilakukan sedini mungkin sebalum terjadinya
kelainan fungsi.
 Pengobatan dengan terapi termal, panas atau
dingin dan terapi latihan dapat membantu dan
menjaga fungsi gerak sendi, mengurangi nyeri dan
kekakuan.
 Merujuk pasien ke ahli fisioterapi dan ahli terapi
okupasi dapat membantu pasien dengan ketidak
mampuan fungsional
Terapi Farmakologi

 Terapi obat pada penderita OA ditujukan untuk


menghilangkan nyeri. OA seringkali dialami oleh pasien
usia lanjut dan seringkali membutuhkan terapi jangka
lama.
 Penggunaan obat difokuskan kepada individu pasien.
Untuk nyeri ringan sampai sedang, dapat diberikan
analgetik oral sederhada atau analgetik topikal.
 Bila pengobatan ini gagal, atau bila ada bukti terjadinya
peradangan, NSAID dapat menjadi obat pilihan
berikutnya.
 Meskipun terapi obat sudah diberikan, terapi non
farmakologi harus diteruskan dan ditekankan karena
penggunaan kedua terapi secara bersamaan akan dapat
memberikan
ANALGETIK SEDERHANA

 Nyeri OA dapat terjadi pada beberapa


tempat, nyeri dapat terkjadi karena
pertumbuhan osteofit dengan peregangan
periosteum, mikrofraktur, synovitis dan
kkerusakan ligamen dan meniskus.
 Tulang rawan itu sendiri hanya memiliki
sendikit ujung saraf dan oleh sebab itu tidak
secara langsung merupakan sumber nyeri.
 Kebanyakan nyeri OA tidak disertai
peradangan , oleh sebab itu penggunaan
analgetika sederhana adalah sangat rasional
pada pengobatan awal.
 Parasetamol adalah analgetik oral pilihan
pertama, karena biaya totalnya lebih rendah,
efektif dalam neghilangkan nyeri serta relatif
tidak toksik (efek samping hepatotoksisitas
sangat jarang terlihat pada dosis terapi).
 Parasetamol dapat diberikan 500-1000 mg 3-4 kali
sehari.
 Pemberian parasetamol untuk kasus OA dapat
mencapai hingga maksimal 4000 mg/hari.
 Pada kasus dimana terjadi kegagalan terapi dengan
parasetamol, aspirin dapat digunakan, akan tetapi
obat ini memerlukan dosis yang cukup tinggi, paling
sedikit 3,6 gram perhari, hal ini tentu saja akan
menimbulkan masalah karena aspirin bersifat
mengiritasi lambung dan relatif lebih toksik.
Regimen Analgetik
 Analgetik harus diresepkan sebagai regimen
konstan (bukan regimen bila perlu).
 Pasien harus diingatkan untuk minum opbat
secara teratur dengan interval yang tetap
untuk menjamin keberhasilan terapi.
 Interval yang teratur terbukti lebih efektif
dalam memutuskan siklus nyeri.
 Analgetik topikal secara tunggal atau kombinasi
dengan analgetik oral sederhana dapat
mengurangi nyeri pada OA.
 Capsaicin dalam bentuk obat gosok atau krim
telah terbukti dapat mendeplesi substans P pada
serat saraf noosiseptif afferent.
 Substans P berperan dalam transmisi nyeri pada
artritis. Supaya efektif, penggunaan capsaicin
haruslah dilakukan secara teratur dalam beberapa
minggu.
 Obat ini dapat ditoleransi dengan baik, kecuali
kadang-kadang pada beberapa pasien dapat
mengalami sensasi rasa terbakar pada kulit yang
dioleskan.
 Pasien harus diingatkan untuk tidak mengoleskan
obat pada mata dan mencuci tangan segera setelah
penggunaan obat.
 Meskipun dianjurkan penggunaan 4 kali sehari,
menaikkan regimen secara bertahap mulai dari dua
kali sehari adalah dianjurkan untuk meningkatkan
kepatuhan dan memberikan pengurangan yang
adekuat
NSAID
ANALGETIK NARKOTIK
 Analgetik narkotik digunakan sebagai alternatif
terakhir bila terapi dengan analgetika sederhana
dan NSAID ternyata gagal setelah pengobatan
selama 1-4 minggu.
 Obat yang dapat digunakan adalah tramadol, suatu
analgetik yang bekerja sentral atau analgetik yang
lebih kuat seperti kodein.
 Tramadol atau analgetik narkotik lainnya tidak
boleh digunakan dalam jangka lama.
 Idealnya, obat ini hanya boleh digunakan satu atau
dua kali ulangan untuk meminimalisasi
penyalahgunaan obat
 Bila nyeri masih tidak dapat teratasi , merujuk ke
dokter bedah lebih dianjurkan daripada
meneruskan penggunaan analgetika narkotik.
KORTIKOSTEROID
 Penggunaan kortikosterid sitemik (Prednison atau
deksametason) tidak dianjurkan pada pengobatan
OA. Hal ini disebabkan karena efektifitas obat tidak
sebanding dengan resiko efek sampingnya,
terutama untuk pengunaan jangka lama.
 Glukokortikoid injeksi intraarticular dapat
menyembuhkan bila terdapat inflamasi lokal atau
effusi sendi. Aspirasi sendi dan injeksi intrartikuler
harus dilakukan secara aseptis karena resiko
terjadinya infeksi cukup besar. Setelah injeksi
pasien dianjurkan untuk meminimalisir gerak dan
stres pada sendi selama beberapa hari.
 Injeksi intraartikular hanya boleh
digunakan dengan interval 4-6 bulan.
 Injeksi kortikosteroid kedalam
ligamen atau pericapsular dapat juga
memberikan penyembuhan, dengan
resiko yang lebih kecil.
EVALUASI HASIL TERAPI
 Monitoring farmakoterapi OA adalah tergantung pasien.
 Difokuskan pada derajat dan jumlah sendi yang terkena,
usia, penyakit penyerta, dan obat lain yang dipakai.
 Untuk memonitor efikasi obat, nyeri yang dialami pada
awal pengobatan dapat dinilai dengan mengunakan
metoda visual analogue scale, tingkat mobilitas sendi
dpat diukur dengan fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi.
 Juga dapat dilakukan penilaian waktu berjalan 50 kaki
untuk menilai fungsi sendi paha dan lutut.
Monitor Efek Samping Obat
 Monitoring efek samping obat juga harus
dilakukan tergantung kepada regimen terapi
yang dipakai.
 Pada penggunaan NSAID gejala nyeri
abdomen, heartburn, mual dan muntah atau
perubahan warna feses dapat menjadi tanda
untuk kelaian pada gastrointestinal.
 .
Monitor Efek Samping Obat
 Pasien juga harus dimonitor akan adanya
tanda skin rash, sakit kepala, kenaikan berat
badan atau kenaikan tekanan darah.
 Kadar kreatinin serum juga harus diukur pada
awal pengobatan dengan NSAIDdan diulang
selama pengobatan untuk mengevaluasi akan
adanya efek samping terhadap ginjal
pengukuran kadar transaminase serum juga
diperlukan untuk mengetahui apakah ada
efek samping terhadap hati

Anda mungkin juga menyukai