Anda di halaman 1dari 8

SASTRA

INDONESIA DI
BALI 1950-an

Kezia Widya Agnes


1901511034
Sastra Indonesia di Bali pada tahun 1950-an
• Sejarah sastra Indonesia di Bali tahun 1950-an luput dari perhatian sejarawan
dan ahli sastra.
• I Made Sukada, dalam tulisannya “Perkembangan Sastra Nasional di Bali”
(1982) mengabaikan periode 1950-an. Dalam tulisan itu, Sukada menguraikan
perkembangan sastra nasional di Bali hanya dalam dua periode: sebelum dan
sesudah 1949.
• Tusthi Eddy dalam artikel “Puisi Bali Sepintas-Pintas” (1977) menulis
perkembangan sastra Indonesia terutama puisi pasca-1960-an sampai dengan
1990-an di Bali.
Media Kreativitas Seni
• Sastra Indonesia kerap dijuluki sastra koran. Pernyataan ini bertolak dari
kenyataan bahwa sastra Indonesia seperti puisi, cerpen, novel banyak muncul
di media massa (koran dan majalah) sebelum akhirnya diterbitkan dalam
bentuk buku.
• Perkembangan sastra di Bali, baik yang ditulis dalam bahasa Indonesia maupun
dalam bahasa Bali tahun 1920-an dan 1930-an, banyak muncul di koran atau
majalah.
• Penelitian untuk kehidupan sastra Indonesia di Bali tahun 1950-an dapat
memanfaatkan media massa yang terbit di Bali pada periode tersebut, yaitu
majalah Bhakti dan tabloid Harapan (Singaraja), Damai (Dnepasar).
• Ketiga majalah tersebut memiliki banyak karya sastra yang dipublikasikan,
sehingga dapat dikatakan sastra Indonesia di Bali periode 1950-an sangat
dinamik.
Beberapa Kecenderungan Tematik
Sastra 1950-an
• Keadaan sosial, politik, dan ekonomi yang krisis
dan kacau tercermin dalam karya sastrawan Bali
yang menulis periode 1950-an.
• Puisi dan prosa yang terbit pada tahun 1950-an
banyak mengungkapkan masalah kemiskinan,
beratnya kehidupan, sulitnya mencari pekerjaan,
mahalnya harga, tertindasnya rakyat, bangkitnya
semangat perjuangan, kekecewan terhadap
pemimpin, dan yang sejenisnya, baik sebagai tema
utama, subtema, atau sekadar latar belakang.
Contoh Karya Sastra Periode 1950-an
Cerpen “Tangis Tak Bergema,” (Damai, 17 Desember 1953: 24-26) karya I Gusti
Ngurah Oka (Diputhera)

• Cerpen ini mengisahkan seorang suami yang pergi ke kota dengan alasan
berjuang, ternyata sesampai di kota dia kawin lagi, meninggalkan istri dan
anaknya sampai si anak mati kelaparan.
• Pertanyaan ‘kapankah kemiskinan akan lenyap dari lembaran bangsa’
menyarankan bahwa kemiskinan masih merupakan masalah serius di Bali
ketika itu.
• Cerpen ini bisa juga ditafsirkan sebagai peringatan oleh pengarang bahwa
walau Indonesia sudah merdeka, masih besar tantangan untuk membangun
bangsa menuju masyarakat yang sejahtera.
Contoh Karya Sastra Periode 1950-an
Puisi karya Djelantik dalam koran Damai pada tahun 1955 dengan judul Suara Rakyat:
Sampah Kering

• Puisi ini secara gambling melukiskan nasib rakyat yang tertindas dalam situasi sosial yang kacau dan
krisis.
• Rakyat diibaratkan sampah kering menjadi korban penipuan dan kelaliman (penguasa)
• Dari penjelasan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa jagat
sastra Indonesia tahun 1950-an menyediakan banyak pilihak
kepada sejarawan, apakah akan melakukan penelitian mengenai
media yang menyajikan karya sastra ataukah substansi karyanya.
• Hal itu mungkin dilakukan karena kehidupan sastra Indonesia di
Bali tahun 1950-an semarak dan dinamis sekali.
• Diskusi sastra dengan mengundang pembicara dari Jawa dan
pementasan teater juga terjadi periode 1950-an walau tidak
banyak tercatat atau terpublikasikan.
• Lewat publikasi, diskusi, dan pementasan teater ini
memungkinkan adanya kontak antara sastrawan Bali dan
nasional.
• Kontak ini merupakan pertanda bahwa kehidupan sastra di Bali
periode 1950-an tidak terisolasi dari kehidupan sastra Indonesia
secara umum.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai